PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 01 TAHUN 2005 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S A L I N A N NOMOR 06/C 2002.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G

S A L I N A N Nomor : 13 / E 2002.

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2005 NOMOR 10 SERI C NOMOR 8

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 11 TAHUN : 1992 SERI : B NOMOR : 3

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IJIN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 02 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 TAHUN 2005 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA. NOMOR : 6 Tahun 2005 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1990 T E N T A N G K E P A R I W I S A T A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA HIBURAN DAN REKREASI UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN USAHA HIBURAN DAN REKREASI UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 11 TAHUN 2003 T E N T A N G USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS TENTANG PENGELOLAAN HIBURAN KARAOKE DAN PELARANGAN HIBURAN DISKOTIK, KELAB MALAM DAN PUB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 11 TAHUN 1996 TENTANG USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI USAHA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DAN BUDAYA DI KOTA BANJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 8 Tahun 2002 Seri: C

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 27 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 52

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA

1 of 5 02/09/09 11:40

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 04

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2002 Seri: C

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA, OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN SEMARANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PENYEDIAAN SARANA WISATA TIRTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONVENSI, PERJALANAN INSENTIF DAN PAMERAN

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI DAN IZIN USAHA KEPARIWISATAAN

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PRAMUWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepariwisataan lebih diarahkan pada pemberdayaan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; b. bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, perlu mengatur usaha penyelenggaraan usaha kepariwisataan sehingga masyarakat dalam berperan serta dalam pembangunan kepariwisataan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3845); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Penbentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan 1

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Rembang Nomor 5 Tahun 1989 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Rembang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Rembang Tahun 1989 Nomor 8). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN REMBANG dan BUPATI REMBANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Rembang. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Rembang. 4. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Rembang. 5. Dinas adalah Dinas yang menangani penyelenggaraan kepariwisataan di Kabupaten Rembang. 6. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. 2

7. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. 8. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. 9. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata dan usaha lainnya yang terkait di bidang tersebut. 10. Izin Usaha Pariwisata adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan Usaha Pariwisata. 11. Taman rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang mengandung unsur hiburan, pendidikan dan kebudayaan sebagai usaha pokok di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman serta akomodasi. 12. Gelanggang renang adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berenang, taman dan arena bermain anak-anak sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum. 13. Pemandian alam adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk mandi-mandi dengan memanfaatkan air panas dan/atau air terjun dan/atau air sumber sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum serta akomodasi. 14. Padang golf adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas olah raga golf di suatu kawasan tertentu sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum serta akomodasi. 15. Kolam memancing adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk memancing ikan sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum. 16. Gelanggang permainan dan ketangkasan adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas permainan ketangkasan dan atau mesin permainan sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum. 17. Pub, cafe dan sejenisnya adalah suatu usaha yang menyediakan pelayanan jasa makan dan minum disertai fasilitas hiburan. 18. Karaoke adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk bernyanyi dengan diiringi musik rekaman. 19. Taman satwa adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk memelihara berbagai jenis satwa dan dapat menyediakan jasa pelayanan makan dan minum. 20. Pentas pertunjukan satwa adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk mempertunjukan permainan dan ketangkasan satwa. 21. Usaha fasilitas wisata tirta dan rekreasi air adalah suatu usaha yang menyediakan peralatan atau perlengkapan untuk rekreasi di air yang dikelola secara komersial. 22. Usaha sarana dan fasilitas olah raga adalah suatu usaha yang menyediakan peralatan atau perlengkapan untuk olah raga ketangkasan baik di darat, air dan udara yang dikelola secara komersial. 23. Balai pertemuan umum dan gedung serbaguna adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menyelenggarakan pertemuan, rapat, 3

pesta, olah raga dan keperluan lain atau pertunjukan sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum. 24. Baber shop adalah setiap usaha komersil yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan jasa pelayanan memotong dan atau menata dan merias rambut. 25. Salon kecantikan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan tempat dan fasilitas untuk memotong, menata rambut, merias muka serta merawat kulit dengan bahan kosmetika. 26. Kolam renang adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berenang sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum. 27. Rumah billiard adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk permainan billiard sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum. 28. Pusat kesehatan atau health centre adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai fasilitas untuk melakukan kegiatan latihan kesegaran jasmani atau terapi sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum. 29. Lapangan tenis adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga tenis sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum. 30. Lapangan bulu tangkis adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga bulu tangkis sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum. 31. Gedung tenis meja adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga tennis meja sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum. 32. Gelanggang olah raga tertutup adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk kegiatan berbagai (anak) olah raga sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum dalam area tertutup. 33. Gelanggang olah raga terbuka adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk kegiatan berbagai (anak) olah raga sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum di tempat terbuka. 34. Jasa biro perjalanan wisata adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang atau kelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata. 35. Jasa agen perjalanan wisata adalah kegiatan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan. 36. Usaha jasa pramuwisata adalah kegiatan usaha bersifat komersial yang mengatur, mengkoordinir dan menyediakan tenaga pramuwisata untuk memberikan pelayanan bagi seseorang atau kelompok orang yang melakukan perjalanan wisata. 37. Usaha jasa konvensi perjalanan insentif dan pameran adalah usaha dengan kegiatan pokok memberikan jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendikiawan dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama. 38. Jasa impresariat adalah kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan baik yang mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikan serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan. 4

39. Jasa konsultasi pariwisata adalah kegiatan usaha yang memberikan jasa berupa saran dan nasehat untuk penyelesaian masalah-masalah yang timbul mulai penciptaan gagasan, pelaksanaan operasinya yang disusun secara sistematis berdasarkan disiplin ilmu yang diakui disampaikan secara lisan, tertulis maupun gambar oleh tenaga ahli professional. 40. Jasa informasi pariwisata adalah usaha penyediaan informasi, penyebaran dan pemanfaatan informasi kepariwisataan. 41. Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata, berupa ciptaan Tuhan Yang Maha Esa serta hasil karya manusia. 42. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya adalah usaha pemanfaatan seni dan budaya untuk dijadikan sasaran wisata. 43. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus adalah usaha pemanfaatan sumber daya alam dan/atau potensi seni budaya bangsa untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran wisata. 44. Usaha penyediaan akomodasi adalah penyediaan kamar dan fasilitas lain serta pelayanan yang diperlukan. 45. Usaha penyediaan makan dan minum adalah pengolahan penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman yang dapat dilakukan sebagai bagian dari penyediaan akomodasi ataupun sebagai usaha yang berdiri sendiri. 46. Usaha penyediaan angkutan wisata adalah usaha khusus atau sebagian dari usaha dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya yaitu angkutan khusus wisata atau angkutan umum yang menyediakan angkutan wisata. 47. Usaha penyediaan sarana wisata tirta adalah usaha menyediakan dan mengelola prasarana dan sarana serta jasa berkaitan dengan kegiatan wisata tirta (dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa, waduk dan dermaga) serta fasilitas olah raga air untuk keperluan olah raga ski air, selancar angin, berlayar, menyelam, memancing dan sebagainya. 48. Usaha kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada diri sendiri. Pasal 3 Penyelengaraan kepariwisataan bertujuan : a. memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata; b. memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c. memperluas dan memeratakan kesempatan-kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d. meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; e. mendorong pendayagunaan produksi nasional. Pasal 4 Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan dengan memperhatikan : 5

a. kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya; b. nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat; c. kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; d. kelangsungan usaha pariwisata. BAB III LINGKUP KEGIATAN USAHA Pasal 5 Berdasarkan penggolongan usaha pariwisata, kegiatan bidang usaha pariwisata meliputi : a. usaha jasa pariwisata yang terdiri dari : 1. jasa biro perjalanan wisata; 2. jasa agen perjalanan wisata; 3. usaha jasa pramuwisata; 4. usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran; 5. jasa impresariat; 6. jasa konsultasi pariwisata; 7. jasa informasi pariwisata. b. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata yang terdiri dari : 1. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam; 2. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya; 3. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus; 4. rekreasi dan hiburan umum, termasuk dalam golongan pengusahaan obyek dan daya tarik wisata meliputi : a) taman rekreasi; b) gelanggang renang; c) pemandian alam; d) padang golf; e) kolam pemancingan; f) gelanggang permainan dan ketangkasan; g) pub, cafe dan sejenisnya; h) karaoke, studio musik dan sejenisnya; i) taman satwa; j) pentas pertunjukan satwa; k) usaha fasilitas wisata tirta dan rekreasi air; l) usaha sarana dan fasilitas olah raga; m) pusat kesehatan atau health centre; n) lapangan tenis; o) lapangan bulu tangkis; p) gedung tenis meja; q) gelanggang olah raga tertutup; r) gelanggang olah raga terbuka; s) balai pertemuan umum; t) barber shop; u) salon kecantikan; v) kolam renang; w) rumah billiard. c. usaha sarana pariwisata yang terdiri dari : 1. usaha penyediaan akomodasi; 2. usaha penyediaan makan dan minum; 3. usaha penyediaan angkutan wisata; 4. usaha penyediaan sarana wisata tirta; 5. usaha penyediaan pariwisata. BAB IV 6

BENTUK USAHA DAN PERMODALAN Pasal 6 (1) Usaha pariwisata yang seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia, dapat berbentuk badan usaha atau usaha perseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Usaha pariwisata yang modalnya patungan antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT). BAB V PENGUSAHAAN Pasal 7 (1) Usaha pariwisata pada dasarnya menyediakan fasilitas di bidang kepariwisataan sesuai dengan jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (2) Persyaratan teknis yang harus dipenuhi setiap jenis usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 8 (1) Pimpinan usaha pariwisata berkewajiban untuk : a. memberi perlindungan kepada para tamu/wisatawan; b. mengadakan tata buku perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. mencegah penggunaan obyek pariwisata untuk kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum serta melanggar kesusilaan; d. memelihara dan memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene di dalam lingkungan usaha pariwisata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. memenuhi ketentuan perjanjian kerja, keselamatan kerja dan jaminan sosial bagi karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. mewujudkan terpeliharanya kondisi lingkungan alam dan sosial budaya masyarakat. (2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi usaha pariwisata yang memiliki fasilitas hiburan wajib mentaati ketentuan operasional yang ditetapkan oleh Bupati pada bulan Ramadhan dan hari-hari besar keagamaan lainnya. Pasal 9 (1) Dalam penyelenggaraan usaha pariwisata dilarang untuk menggunakan dan/atau memanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan yang mengarah kepada perjudian, narkoba, prostitusi dan tindakan kemaksiatan lainnya. (2) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran terhadap perizinan. BAB VI KETENTUAN PERIZINAN Pasal 10 7

(1) Setiap penyelenggaraan usaha kepariwisataan harus memiliki izin usaha kepariwisataan dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Tata cara dan syarat pemberian izin usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Pasal 11 (1) Izin usaha kepariwisataan berlaku selama 5 (lima) tahun dan wajib daftar ulang setiap 1 (satu) tahun sekali. (2) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dipindahtangankan atas rekomendasi dari Kepala Dinas. BAB VII PELAKSANAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Bagian Pertama Pelaksanaan Pasal 12 Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Dinas dan dapat bekerjasama dengan instansi atau lembaga terkait. Bagian Kedua Pengawasan dan Pengendalian Pasal 13 (1) Dinas berkewajiban untuk mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan usaha kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha kepariwisataan, Dinas melakukan koordinasi dengan instansi terkait, lembaga dan tokoh masyarakat. BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 14 (1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan penyelenggaraan usaha kepariwisataan. (2) Masyarakat dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang apabila mengetahui adanya pelanggaran kegiatan usaha kepariwisataan. (3) Pemerintah Daerah dan/atau instansi lain yang berwenang wajib memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB IX KETENTUAN RETRIBUSI 8

Pasal 15 (1) Setiap pemberian izin usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan retribusi. (2) Pelaksanaan pengenaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Peraturan Daerah yang berlaku. BAB X SANKSI ADMINISTRASI Pasal 16 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11, dikenakan sanksi administratif yang berupa : a. peringatan/teguran tertulis; b. pencabutan izin usaha pariwisata. (2) Tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 17 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang berlaku. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana. 9

BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, semua perizinan usaha pariwisata yang selama ini sudah diterbitkan wajib dilakukan daftar ulang. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Rembang. Ditetapkan di Rembang pada tanggal 8 Juli 2008 BUPATI REMBANG TTD Diundangkan di Rembang pada tanggal 8 Juli 2008 H. MOCH. SALIM SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN REMBANG TTD HAMZAH FATONI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN 2007 NOMOR 3 10

I. PENJELASAN UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN Usaha pariwisata merupakan salah satu bidang usaha yang memiliki prospek cerah. Seiring dengan kebutuhan rekreasi yang semakin meningkat, usaha pariwisata dapat menjadi salah satu sumber pandapatan bagi masyarakat pada umumnya dan Pemerintah Daerah. Agar usaha pariwisata dapat terselenggara dengan baik, Pemerintah Daerah perlu memberikan arahan, pembinaan dan pengawasan sehingga berbagai kegiatan pariwisata yang diselenggarakan dapat saling mengisi, saling berkaitan dan saling menunjang satu dengan lainnya. Penyelengaraan kepariwisataan bertujuan antara lain : a. memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata; b. memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c. memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d. meningkatkan pendapatan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; e. mendorong pendayagunaan produksi nasional. Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan kepariwisataan di atas, perlu dilakukan pengaturan kegiatan-kegiatan kepariwisataan yang menyangkut aspek pembangunan, pengusahaan dan kebijakan melalui Peraturan Daerah. Peraturan Daerah tersebut sangat diperlukan sebagai dasar hukum dalam rangka pembinaan dan penyelenggaraan usaha pariwisata khususnya yang menyangkut obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana dan jasa pariwisata serta peran serta masyarakat. Peraturan Daerah ini memberikan ketentuan yang bersifat pokok dalam penyelenggaraan usaha pariwisata. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 6 11

Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 82 12