PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Di Indonesia, itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Peternakan itik didominasi oleh peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan cepat mengarah pada pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung. Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat ditingkatkan. Penyebaran dan pengembangan ternak itik diwilayah Indonesia seperti Kalimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Menurut sejarah perkembangan itik pemerintah kolonial Belanda yang tercatat memiliki andil dalam penyebaran itik di indonesia yakni melalui kuli kontrak yang mereka mungkinkan di Sumatera pada tahun 1920, khususnya didaerah Deli dan Lampung. Saat ini ternak itik banyak terpusat dibeberapa daerah seperti Sumatera (Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), pulau Jawa ( Cirebon, Jawa Barat, Brebes, Tegal (Jawa Tengah) dan Mojosari (Jawa Timur), Kalimanta 1
2 (HSU- Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan serta Bali. Dimana Itik Mojosari Alabio (MA) ini merupakan hasil persilangan dari Itik Mojosari Jawa Timur dengan itik Alabio Kalimantan Selatan yang telah dikembangkan oleh BPT Palaihari Kalimantan Selatan maupun BPT Ciawi Bogor. Ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh biaya produksi, yaitu sekitar 70-80% (Wahyu, 1988).Pemanfaatan bahan pakan lokal produk pertanian ataupun hasil ikutannya dengan seoptimal mungkin diharapkan dapat mengurangi biaya ransum.dengan demikian, diperlukan suatu upaya untuk mencari alternatif sumber bahan pakan yang murah, mudah didapat kualitasnya baik, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.salah satunya adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) yang merupakan hasil ikutan dari pembuatan minyak inti sawit. Potensi kelapa sawit cukup besar, di Indonesia produksinya menempati urutan kedua di dunia setelah Malaysia. Kelapa sawait banyak ditanam terutama di daerah Lampung, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, serta sebagian kecil Jawa Barat. Menurut data yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian di Medan tahun 2000, luas tanaman kelapa sawit di Indonesia sebesar 3.134.000 ha dengan tandan buah segar yang dihasilkan sekitar 208, ton/ha/tahun. Sebesar 5% dari tandan buah segar tersebut dihasilkan minyak inti sawit (sekitar 45-46%) dan Bungkil Inti Sawit (sekitar 45-46%). Data tersebut menunjukkan bahwa bungkil inti sawit memiliki potensi yang cukup baik untuk dijadikan bahan pakan alternatif sumber energi pengganti jagung, karena ketersediaannya cukup melimpah. Limbah tersebut merupakan potensi untuk dijadikan bahan baku dalam penyusunan ransum unggas, namun penggunaannya masih terbatas. Hal demikian
3 disebabkan karena bungkil inti sawit memiliki keterbatasan yaitu kandungan serat kasar yang cukup tinggi (terutama lignin), serta palatabilitasnya rendah.pada umumnya bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi memiliki nilai kecernaan yang rendah, sehingga penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum menjadi terbatas.penggunaan serat kasar yang tinggi, selain dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan, seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Parrakasi, 1983; Tulung, 1987). Kemajuan teknologi di bidang pengolahan bahan makanan yang ada saat ini dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas limbah argoiundustri menjadi bahan pakan yang bermutu, yaitu dengan bioteknologi.kemajuan teknologi diberbagai sektor seperti bidang pertanian, peternakan, kesehatan merupakan suatu terobosan yang dapat memecahkan atau menghasilkan jawaban terhadap perubahan kebutuhan (Admadilaga, 1991). Sementara itu, proses biokonversi substrat limbah perkebunan kelapa sawit melalui fermentasi menawarkan alternatif yang menarik dan bermanfaat dalam pengembangan sumber bahan baku untuk ransum unggas termasuk itik alabio. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, ph karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik,
4 lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging. Pada dasarnya, kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak tidak sama terhadap suatu kondisi pasar. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan.nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak, dan jumlah lemak intramuskular atau marbling didalam otot.faktor nilai karkas dapat diukur secara subyektif, misalnya dengan pengujian organoleptik atau metode panel.disamping kualitas (nilai) karkas, juga dikenal kualitas hasil, yaitu estimasi jumlah daging yang dihasilkan dari suatu karkas. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengujipengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Hipotesis Penelitian Pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum memberikan pengaruh positif terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, masyarakat dan kalangan akademik tentang pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran
5 pencernaan itik Mojosari Alabio. Hasil penelitian nantinya dapat digunakan sebagai rujukan dalam pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum, serta dapat digunakan sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian, Medan