2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis menurut Komaruddin (1979) adalah kegiatan berpikir untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMALB TUNANETRA

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMALB TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Isna Rafianti, 2013

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pernyataan Suherman, dkk. (2003: 25) bahwa matematika. matematika haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama.

N. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN SMALB TUNANETRA

BAB I LATAR BELAKANG

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikanlah manusia akan senantiasa meningkatkan kualitas hidupnya. Maka dari itu pendidikan sebagai faktor utama yang akan menentukan tinggi rendahnya kualitas dan kemajuan suatu bangsa. Di Indonesia peningkatan kualitas pendidikan selalu menjadi topik utama, semua itu dapat digambarkan dengan penyempurnaan kurikulum yang diharapkan akan membawa dampak positif bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh suatu lingkungan yang mendukung, sehingga manusia itu mampu untuk melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik. Hal ini senada dengan pernyataan dari Thompson (dalam Mikarsa, dkk, 2005) menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan-kebiasaan, pemikiran, sikap-sikap dan tingkah laku. Dalam hal ini, kualitas pendidikan diharapkan dapat meningkat melalui pembelajaran yang variatif di sekolah, sehingga dapat menunjang terbentuknya pembelajaran yang efektif dan menumbuhkan semangat siswa dalam menuntut ilmu. Semua itu bisa dilakukan dengan adanya suatu kreativitas guru dalam pembelajaran. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting. Hal ini dibuktikan dengan matematika selalu ada di setiap jenjang sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Matematika juga sebagai mata pelajaran yang memiliki manfaat besar dalam kehidupan sehari-hari. Juga sebagai sarana untuk melatih cara berpikir, sebagai bekal untuk menghadapi perubahan, perkembangan, dan tantangan dunia di masa yang akan datang. Pendapat ini,

2 sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jihad (2008:156) yaitu pendidikan matematika di sekolah juga harus dapat membekali siswa dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan matematika agar lulusannya menjadi warga negara yang memiliki keterampilan matematika yang siap menghadapi perubahan di masa mendatang. Ada dua visi pembelajaran matematika, yaitu: (1) mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep-konsep yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah dan ilmu pengetahuan lainnya, dan (2) mengarahkan ke masa depan yang lebih luas yaitu matematika memberikan kemampuan pemecahan masalah, sistematik, kritis, cermat, bersifat objektif dan terbuka. Kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah (Sumarmo, 2007). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya pembelajaran matematika yang efektif dan berkualitas, yang dapat membimbing siswa untuk memiliki kemampuan matematis yang tinggi, sehingga siswa mampu untuk menghadapi tantangan dan kondisi dunia yang selalu berkembang dengan pesatnya. Pada kenyataanya tingkat keberhasilan matematika di Indonesia masih dianggap sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Ini ditunjukkan oleh sebuah studi yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2009 dalam hal literasi Sains dan Matematika mengungkapkan bahwa peringkat prestasi matematika Indonesia hanya mendapatkan posisi ke-61 dari 65 negara. Penyebab dari keadaan seperti ini harus ditelusuri oleh semua pihak yang turut andil dalam bidang pendidikan. Hal ini bisa saja disebabkan oleh lingkungan pendidikan yang tidak mendukung tercapainya tujuan pembelajaran matematika, terutama lingkungan yang diciptakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Pada umumnya karena keterbatasan waktu mengajar yang dimiliki, guru menyajikan pembelajaran yang biasa saja, yang hanya ingin mentransfer ilmu ke siswa, dengan tujuan dapat mencapai target materi yang harus dicapai oleh siswa dalam satu tahun ajaran. Tanpa memperhatikan bahwa kemampuan matematis siswa tidak hanya bisa dicapai dengan proses pembelajaran yang seperti itu.

3 Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006), tujuan pembelajaran matematika yaitu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika di atas, hendaknya guru dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuannya, dengan membuat lingkungan pembelajaran yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran matematika terutama dalam hal kemampuan pemahaman matematis siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran matematika yang pertama adalah mengenai pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa. Di sini dapat terlihat betapa pentingnya pemahaman matematis siswa sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam matematika. Pemahaman merupakan pondasi atau dasar untuk dapat mencapai kemampuan yang diharapkan dalam belajar matematika. Dengan demikian, dalam pembelajaran matematika harus diprioritaskan agar siswa memiliki dan mencapai kemampuan pemahaman matematis. Ini sesuai dengan pendapat Haryono (2008) mengatakan bahwa pembelajaran matematika yang efektif sangat diperlukan komitmen serius pada pengembangan dari pemahaman matematika siswa.

4 Pada kurikulum 2013 disebutkan kompetensi inti yang merupakan terjemahan dari kualitas yang harus dimiliki siswa yang telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu. Di sini akan disebutkan mengenai kompetensi inti yang harus dimiliki siswa SMP pada pembelajaran matematika yaitu, 1) Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya; 2) Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya; 3) Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata; 4) Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pencapaian kemampuan matematis itu tidak hanya pada sisi kognitifnya saja, tetapi afektif dan psikomotornya juga harus menjadi perhatian besar ketika melaksanakan pembelajaran. Selain itu, pada kompetensi inti memperlihatkan bahwa pemahaman merupakan aspek dasar yang harus dimiliki oleh siswa ketika belajar matematika. Kemampuan matematis siswa di Indonesia terutama untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih di bawah rata-rata, ini ditunjukkan oleh hasil dari sebuah studi internasional tahun 2011 dalam bidang matematika dan sains Trend in International Mathematics and Scince Study (TIMSS). Yang mana pencapaian persentase untuk ranah kognitif sebesar 35% untuk knowing, 40% untuk applying, dan 25% untuk reasoning. Lemahnya kemampuan matematis ini dikarenakan siswa kurang memiliki kemampuan dalam pemahaman matematis, sehingga mempengaruhi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan matematika. Dengan siswa paham, maka akan mudah dalam menyelesaikan masalah. Ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh O Connell (2007:18) yang menyatakan bahwa

5 dengan pemahaman matematis, siswa akan lebih mudah dalam memecahkan permasalahan karena siswa akan mampu mengaitkan serta memecahkan permasalahan tersebut dengan berbekal konsep yang sudah dipahaminya. Skemp (dalam Qohar: 2010) mengemukakan bahwa para guru lebih suka mengajarkan matematika hanya sampai pada tahap instrumental. Padahal apabila diperhatikan, pemahaman tersebut harus sampai kepada pemahaman relasional, dimana siswa mampu mengaitkan antar konsep matematika dalam pemecahan masalah. Hal ini dikarenakan beberapa alasan bahwa untuk mencapai pemahaman relasional dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapainya, pemahaman relasional untuk topik-topik tertentu terlalu sulit, dan kemampuan instrumental segera dibutuhkan/ dipakai untuk materi pelajaran lain, sebelum dapat memahaminya secara relasional. Hal ini menjadi sebab pemahaman matematis siswa masih rendah. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2013), menyimpulkan bahwa pemahaman matematis siswa SMP itu meningkat, tetapi masih dalam kategori sedang, dan siswa hanya mampu memahami konsep pada tahap instrumental saja, yaitu siswa dalam memahami konsep secara terpisah-pisah sehingga ketika diberikan soal yang mengaitkan dengan konsep lain siswa tidak bisa menyelesaikan permasalahan. Dengan demikian, pemahaman matematis terutama untuk pemahaman relasional perlu untuk ditingkatkan lagi. Selain itu, hasil survey IMSTEP-JICA (1999) menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika masih berfokus pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika sering disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Hal ini menjadi penyebab masih rendahnya kemampuan pemahaman matematis, karena kemasan pembelajaran yang diciptakan oleh guru dalam kelas memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan pembelajaran matematika. Pemberian banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam akan membuat siswa bosan untuk belajar, dan malas untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru.

6 Kurangnya rasa percaya diri siswa dalam pembelajaran matematika akan mempengaruhi sejauh mana siswa tersebut menyelesaikan permasalahan matematika secara logis dan sistematis. Dengan rasa percaya diri, siswa senantiasa akan membangun pemahaman matematika dengan mencoba mengutarakan pertanyaan terhadap guru dan teman lainnya yang berkaitan dengan konsep matematika yang sedang dipelajari. Tetapi pada kenyataanya, kepercayaan diri siswa dalam pembelajaran masih dirasakan kurang, padahal sikap positif siswa dalam belajar matematika akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika. Selain itu, rendahnya kemampuan matematis disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Rohayati (2011), yaitu masih banyak siswa Indonesia kurang memiliki rasa percaya diri, siswa akan merasa gugup dan tegang jika dihadapkan pada masalah. Secara sederhana, dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa siswa yang memiliki rasa percaya diri yang baik maka memiliki pemahaman matematis yang baik pula, dan sebaliknya jika siswa memiliki rasa percaya diri yang rendah, maka pemahaman matematisnya pun rendah pula. Di sini dapat diindikasikan bahwa peningkatan pemahaman matematis siswa tidak terlepas dari sikap percaya diri siswa dalam belajar matematika. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya ada korelasi antara kemampuan pemahaman matematis dengan sikap percaya diri siswa dalam pembelajaran. Siswa SMP pada umumnya berada pada jenjang usia dari 12 sampai dengan 17 tahun. Masa ini merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menjadi remaja/ dewasa. Siswa akan mengalami kekurangan rasa percaya diri, karena pada masa ini siswa mulai mengalami perubahan secara fisik, sehingga mempengaruhi rasa percaya dirinya (Hurlock dalam Siregar, 2012). Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan selfconfidence siswa, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang mengikut sertakan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Peran siswa tidak hanya mendengar,

7 melihat, dan menulis saja. Tetapi siswa memiliki peran utama dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1, tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa dapat memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemampuan pemahaman yang lebih tinggi. Sesuai dengan pendapat Higgins (dalam O Connell, 2007) menyatakan bahwa siswa akan lebih dapat memahami dan memaknai konsep yang menjadi tujuan pembelajaran jika dalam proses pembelajaran yang berlangsung siswa melakukan kegiatan berdiskusi, saling menjelaskan, dan berelaborasi. Lemahnya kemampuan pemahaman siswa juga dapat diatasi dengan membiasakan siswa untuk memberikan argumen pada setiap jawaban yang diberikan, serta memberikan tanggapan terhadap jawaban yang diberikan oleh orang lain. Di sini siswa diberikan waktu untuk saling bertukar pikiran, berinteraksi, dan berdiskusi sesama teman, sehingga proses pembelajaran lebih bermakna dirasakan oleh siswa. Ini menunjukkan bahwa penting memberikan waktu bagi siswa untuk berdiskusi dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan orang lain dengan argumentasi yang benar dan jelas (Pugalee, 2001). Selain itu, self-confidence siswa akan terasah karena dengan adanya keaktifan siswa pada proses pembelajaran akan menjadikan rasa percaya diri siswa semakin tinggi pula. Ini sesuai dengan pernyataan Suhardita (2011) yaitu untuk meningkatkan self-confidence perlu kegiatan yang di dalamnya terdapat dinamika atau interaksi kelompok. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti mencoba sebuah strategi pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan self-confidence siswa, yaitu strategi Pembelajaran Aktif tipe Kuis Tim.

8 Strategi Pembelajaran Aktif adalah suatu strategi pembelajaran yang aktif dan dinamis, melibatkan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, serta siswa dipandang sebagai subjek dan objek pembelajaran. Menurut Silberman (2013:23) cara belajar dengan cara mendengarkan akan lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkannya. Kuis Tim merupakan salah satu tipe dalam strategi pembelajaran aktif. Kuis Tim berfungsi untuk menghidupkan suasana belajar yang aktif dan dinamis, melatih siswa untuk bertanya dan menjawab permasalahan, meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam belajar, serta meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap apa yang siswa pelajari dengan cara yang menyenangkan dan tidak membosankan. Kuis Tim merupakan strategi pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh Melvin L. Silberman, yang mana inti dari pembelajarannya siswa dibagi menjadi tiga tim, yang masing-masing tim saling memberikan kuis jawaban singkat. Selagi tim pertama menyiapkan kuis yang akan ditujukan, tim yang lainnya memeriksa catatan mereka untuk mempersiapkan jawabannya. Tipe Kuis Tim ini merupakan strategi pembelajaran aktif yang dapat menghidupkan suasana belajar dan mengaktifkan siswa untuk bertanya ataupun menjawab. Pada strategi pembelajaran ini, setiap siswa memiliki tanggung jawab dalam kelompok. Para siswa akan senantiasa berusaha belajar dengan motivasi yang tinggi agar memperoleh nilai yang baik dalam pertandingan, ketika bisa memberikan pertanyaan kepada kelompok lain, ataupun ketika menjawab pertanyaan yang diberikan oleh kelompok lainnya terkait materi yang diberikan. Interaksi seperti ini akan membantu meningkatkan pemahaman dan selfconfidence siswa, karena selama proses pembelajaran interaksi terjadi dalam kelompok dan antar kelompok diskusi. Siswa akan berusaha memahami konsep terlebih dahulu ketika akan membuat pertanyaan ataupun menjawab pertanyaan yang disertai jawaban atau penyelesaian dengan argumen yang jelas.

9 Berdasarkan uraian permasalahan dan fakta-fakta di atas, penulis mengajukan suatu studi penelitian dengan judul Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Kuis Tim untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Self-Confidence Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran aktif tipe Kuis Tim lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan self-confidence siswa yang memperoleh pembelajaran aktif tipe Kuis Tim lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dengan self-confidence siswa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan tujuan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran aktif tipe Kuis Tim lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui peningkatan self-confidence siswa yang memperoleh pembelajaran aktif tipe Kuis Tim lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Untuk mengetahui terdapat hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dengan self-confidence siswa.

10 D. Manfaat Penelitian Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa kemampuan pemahaman matematis dan self-confidence siswa sangat penting dalam pembelajaran matematika, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa, diharapkan penerapan strategi pembelajaran aktif tipe kuis tim membantu dalam mengembangkan kemampuan pemahaman matematis dan self-confidence siswa. 2. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pemilihan model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan pemahaman matematis dan self-confidence siswa. 3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan berpijak untuk melakukan penelitian di ruang lingkup yang lebih luas, serta memberikan kontribusi pada pengembangan pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan selfconfidence siswa. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai hal-hal yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka penulis menyajikan definisi operasional sebagai berikut: 1. Kemampuan Pemahaman Matematis Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses belajar yang meliputi indikator kemampuan mengembangkan syarat perlu suatu konsep, kemampuan menyajikan konsep dalam bentuk representasi visual matematika, kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika), kemampuan menerapkan konsep secara algoritma, dan kemampuan mengabstraksi pernyataan verbal ke formula atau simbol matematika.

11 2. Self-Confidence Siswa Self-confidence siswa adalah kepercayaan diri siswa yang meliputi kepercayaan akan kemampuan diri, sehingga tidak merasa cemas dalam melakukan tindakan, bertanggung jawab dalam perbuatan, serta berinteraksi dengan baik terhadap guru dan sesama siswa dalam pembelajaran. Indikator self-confidence meliputi menunjukkan rasa yakin dengan kemampuan yang dimiliki, menunjukkan kemandirian dalam mengambil keputusan, memiliki kecerdasan (kemampuan matematika) yang cukup, menunjukkan rasa optimis, bersikap tenang, dan pantang menyerah, memiliki kemampuan sosialisasi, menunjukkan sikap positif dalam menghadapi masalah, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi, dan memiliki kemampuan untuk berpikir objektif, rasional, dan realistis. 3. Pembelajaran Model Konvensional Pembelajaran model konvensional yang dimaksud dalam hal ini adalah pembelajaran dengan metode ekspositori yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru, yang mana peran guru di sini sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Peran siswa selain mendengar dan membuat catatan, juga mengerjakan latihan soal-soal yang diberikan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang telah disajikan sebelumnya, dan siswa bertanya jika merasa ada yang tidak dimengerti. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri ataupun berdiskusi dengan temannya, atau mungkin disuruh guru untuk membuatnya di papan tulis. 4. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Kuis Tim Strategi pembelajaran aktif adalah suatu strategi pembelajaran yang aktif dan dinamis, melibatkan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Kuis Tim merupakan salah satu tipe dari pembelajaran aktif, yang pembelajarannya mengaktifkan siswa untuk memberikan kuis maupun menjawabnya mengenai materi yang diberikan, serta meningkatkan rasa

12 tanggung jawab siswa terhadap apa yang dipelajari melalui cara yang menyenangkan. Prosedur pembelajarannya siswa dibagi menjadi tiga tim, setiap tim mempunyai penyajian kuis dengan topik materi dan soal yang berbeda. Setiap tim bertanggung jawab untuk menyiapkan kuis yang akan ditujukan kepada tim yang lainnya. Pada saat salah satu tim menyiapkan kuis yang akan disajikan, maka tim yang lainnya mempersiapkan untuk menjawab kuis dengan membaca kembali catatan yang mereka miliki terkait topik materi yang akan disajikan dalam kuis.