BAB I PENDAHULUAN. baru menjadi era reformasi, pengelolaan keuangan daerah juga. mengalami perubahan. Pengelolaan keuangan daerah yang dulunya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi semacam new product dari sebuah industri bernama pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2016.Perkembangan. Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

BAB I PENDAHULUAN. dan berganti menjadi era Reformasi. Pada era ini, desentralisasi dimulai ketika

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dalam organisasi/instansi. Hal ini ditandai dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam mengelola keungan dengan sebaik-baiknya guna mencapai

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, baik organisasi privat maupun organisasi publik. Governance) yang berbasis pada aspek akuntabilitas, value for money,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. memahami garis besar lingkup pengelolaan keuangan unit-unit kerja yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. ini mulai menaruh perhatian besar terhadap praktik-praktik akuntansi dibanding

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan beralihnya pemerintahan dari pemerintahan orde baru menjadi era reformasi, pengelolaan keuangan daerah juga mengalami perubahan. Pengelolaan keuangan daerah yang dulunya berbentuk sentralisasi berubah menjadi bentuk desentralisasi yang berpusat pada pemerintah daerah. Dengan diterapkannya bentuk desentralisasi dapat terwujud pemerataan penyediaan pelayanan publik pada setiap daerah dan dapat memperpendek jarak pemerintah sebagai penyedia layanan publik dengan masyarakat. Selain itu bentuk desentralisasi ini dapat menjadi pemicu daya saing pemerintah daerah sehingga akan tercapai peningkatan kemandirian pemerintah daerah. Demi mendukung peningkatan kemandirian pemerintah daerah, pemerintah menerapkan UU No. 32 Tahun 2004 yang menjadi dasar penerapan Otonomi Daerah di pemerintahan daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan pengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2 Otonomi daerah memberikan kebebasan sepenuhnya di tangan pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan keuangan daerahnya. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, akuntansi sektor publik di Indonesia juga terus mengalami perkembangan. Akuntansi sektor publik dalam perkembangannya selain sebagai suatu sistem yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah juga digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik. Dalam hal pertanggungjawaban ini semakin besar perhatian publik terhadap praktek akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Menurut Rinaldi (2013) akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap publik, pemerintah pusat menerbitkan beberapa peraturan pemerintah (PP) yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah, antara lain Peraturan pemerintah Nomor: 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor: 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) tersebut lembagalembaga pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharuskan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dengan

3 menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan setiap tahunnya. Untuk mewujudkan suatu transparansi dan akuntabilitas dalam laporan keuangan pemerintah daerah harus memenuhi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 24 Tahun 2005 yang telah direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor: 71 tahun 2010. Mengingat laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah akan digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, suatu laporan keuangan pemerintah harus disajikan dan dilaporkan secara baik sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah yang diterima umum. Sehingga dalam penyusunannya sangat diperlukan sistem akuntansi yang baik, yang dapat mendukung terciptanya laporan keuangan yang berkualitas sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 71 Tahun 2010 yakni relevan, andal, dapat dibandingkan, dapat dipahami dan tetap mengutamakan transparansi dan akuntabilitas. Fenomena laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia masih jauh dari karakteristik berkualitas sebagaimana yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 71 Tahun 2010. Hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2012. Dalam Ikhtisar Hasil Laporan Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan semester 1 tahun 2013 mengungkapkan pada tahun 2012 dari total 415

4 laporan keuangan pemerintah daerah yang diperiksa oleh BPK hanya 113 LKPD yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Perkembangan opini laporan keuangan pemerintah daerah dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1: Perkembangan Opini LKPD Tahun 2008 s.d. 2012 LKPD (tahun) OPINI WTP Presentase WDP Presentase TW Presentase TMP Presentase Jumlah 2008 13 3% 323 67% 31 6% 118 24% 485 2009 15 3% 330 65% 48 10% 111 22% 504 2010 34 7% 341 65% 26 5% 121 23% 522 2011 67 13% 349 67% 8 1% 100 19% 524 2012 113 27% 267 64% 4 1% 31 8% 415 Sumber: IHLP Badan Pemeriksa Keuangan Semester 1 Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas terlihat 113 LKPD mendapat opini WTP atau hanya sekitar 27% dari total LKPD yang diperiksa oleh BPK. Sebanyak 267 LKPD (64%) mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian, 4 LKPD (1%) mendapat opini Tidak Wajar, dan 31 LKPD (8%) mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat. Fenomena ini menggambarkan hampir 70% LKPD tidak mampu mencapai WTP, walaupun jika dilihat dari tahuntahun sebelumnya tahun 2012 mengalami peningkatan namun tetap saja peningkatan tersebut masih jauh dari harapan.

5 Selain rendahnya tingkat opini yang didapatkan oleh LKPD, belum membaiknya kualitas laporan keuangan daerah juga terlihat dari temuan BPK selama melakukan pemeriksaan terhadap LKPD tahun 2012 antara lain sebagai berikut: - Dari total 524 pemerintah daerah yang wajib menyusun LK, hanya 415 LKPD yang dapat memenuhi jadwal waktu penyerahan LKPD, sehingga BPK hanya melakukan pemeriksaan terhadap 415 LKPD (Buku II IHPS, 2013: 10). - Temuan BPK terhadap pengelolaan aset dalam LKPD sebanyak 331 kasus antara lain adalah aset tetap tidak diketahui keberadaannya sebanyak 34 kasus yang terjadi di 34 LKPD senilai Rp474,06 miliar, dikuasai pihak lain sebanyak 13 kasus terjadi di 13 LKPD senilai Rp175,78 miliar, belum dilakukan Inventarisasi dan Penilaian sebanyak 33 kasus terjadi di 33 LKPD, aset tetap tidak dirinci sebanyak 84 kasus yang terjadi di 84 LKPD, aset tetap tidak didukung catatan/data sebanyak 101 kasus yang terjadi di 101 LKPD, dan penatausahaan aset tetap tidak memadai sebanyak 65 kasus yang terjadi di 65 LKPD, serta permasalahan lain-lain sebanyak 1 kasus yaitu aset tetap belum didukung bukti kepemilikan terjadi di 1 LKPD (Buku II IHPS, 2013: 43). - Hasil pemeriksaan mengungkapkan sebanyak 1.586 kasus temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan pada 408 entitas. Antara lain sebanyak 895 kasus pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, sebanyak 498 kasus proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, sebanyak 16 kasus entitas terlambat menyampaikan laporan, sebanyak 177 kasus sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai dan belum didukung sumber daya manusia (SDM) yang memadai (Buku II IHPS, 2013: 44). - Hasil pemeriksaan atas LKPD menunjukkan adanya penyimpangan administrasi sebanyak 2.163 kasus pada 409 pemerintah daerah (Buku II IHPS, 2013: 64). Temuan-temuan BPK dari pemeriksaan LKPD tahun 2012 menunjukan lemahnya pengelolaan dan pelaporan keuangan daerah. Hal ini tentu saja mengindikasikan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah masih jauh dari karakteristik berkualitas. Dengan melihat temuantemuan BPK terhadap laporan keuangan daerah, terlihat jelas sangat

6 dibutuhkan perbaikan secara berkelanjutan untuk kedepannya terhadap laporan keuangan. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas memerlukan persiapan dan perencanaan dalam semua sisi. Faktor yang harus menjadi dasar pertimbangan adalah kualitas sumber daya manusia dan penerapan teknologi sistem informasi. Dalam lembaga pemerintah daerah sumber daya manusia harus mendapat manajemen pengolahan yang baik melalui pendidikan dan pelatihan-pelatihan sehingga nantinya akan dapat memberikan manfaat terhadap pemerintah daerah. Salah satu faktor yang teridentifikasi dalam reformasi akuntansi sektor publik adalah adanya keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh pemerintah yang berkemampuan akuntansi sehingga menghambat proses penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah (Robinson and Harun, 2004 dalam Mike, 2010). Ikatan Akuntansi Indonesia berpendapat keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai bidang akuntansi di daerah juga menjadi kendala tersendiri. Hampir semua tenaga atau birokrat yang bertanggung jawab pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak memahami akuntansi. karena disebabkan kebanyakan bukan berlatar belakang pendidikan akuntansi. Selain kualitas sumber daya manusia, kualitas laporan keuangan juga dipengaruhi oleh penerapan teknologi informasi. Kemampuan sumber daya manusia dalam menghasilkan suatu laporan keuangan yang berkualitas dapat didukung melalui suatu sistem informasi akuntansi dan

7 pemanfaatan teknologi informasi yang memadai. Sama halnya dengan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi faktor penting dalam pengimplementasian suatu sistem, sehingga tujuan pengelolaan keuangan daerah yang baik dapat dicapai. Untuk dapat menyajikan laporan keuangan pemerintah yang berkualitas sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah lembagalembaga pemerintahan di Indonesia menerapkan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA) dalam pengelolaan keuangan. Pada Pemerintah Daerah Kota Gorontalo khususnya pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merupakan entitas akuntansi dalam pengelolaan keuangan setiap tahunnya dalam penyusunan laporan keuangan menggunakan SIMDA. Penerapan SIMDA ini dimaksudkan untuk dapat membuat laporan keuangan pemerintah lebih tepat waktu, lengkap dan meminimalisir kesalahan perhitungan. Namun pada kenyataannya penerapan SIMDA belum dapat sepenuhnya membantu dalam penyusunan laporan keuangan, hal ini disebabkan masih banyak masalah-masalah ataupun kelemahankelemahan yang terkait dengan penerapan SIMDA yang dapat menghambat penyusunan laporan keuangan. Adapun secara umum masalah-masalah yang bersifat kelemahan dari penerapan SIMDA antara lain dapat dilihat dari segi kelemahan dalam pengelolaan data keuangan, kelemahan perangkat, dan kelemahan dalam perawatan software SIMDA.

8 Masalah penerapan SIMDA jika dilihat dari segi kelemahan dalam pengelolaan data keuangan antara lain sering terjadinya kesulitan dalam pertukaran file ataupun import-eksport data, sering tidak keluar/tampil laporan atau report yang diinginkan user, tanggal dan kode rekening dalam laporan sering tidak keluar/tampil dalam laporan tersebut, sering terjadi perbedaan jumlah hasil rekapan antar laporan yang tentu saja dapat berakibat pada keterandalan laporan. Masalah lainnya apabila terjadi kesalahan penginputan dalam laporan, user akan mengalami kesulitan melakukan perbaikan (rollback) karena disebabkan semua laporan berada dalam satu database, jadi apabila satu laporan di rollback otomatis akan mempengaruhi laporan yang lainnya. Selain itu sistem pengoperasian pengelolaan data keuangan SIMDA dinilai sangat rumit atau tidak user friendly yang tidak mengikuti perkembangan teknologi pemrograman yang sudah berfokus kepada kenyamanan penggunaan dari user. Dilihat dari segi kelemahan perangkat masalah penerapan SIMDA yang sering terjadi antara lain software SIMDA harus berjalan pada platform Windows 7, hal ini disebabkan SIMDA akan berjalan tidak stabil apabila hanya diterapkan pada Windows XP, kemudian server database harus menggunakan Microsoft SQL Server 2000 yang hanya bisa dijalankan pada Windows Server 2003 yang sudah terlalu banyak kelemahan dan mempengaruhi kinerja dari database server itu sendiri sementara jika dijalankan pada Windows Server 2008 mengharuskan

9 perubahan compability yang memakan banyak waktu, selain itu masalah dari segi perangkat yang sering terjadi adalah jaringan yang dimana sering terputusnya koneksi jaringan ketika user akan melakukan koneksi ke server SIMDA. Masalah lainnya menyangkut perangkat yakni backup database SIMDA, software SIMDA berbasis desktop dengan menggunakan jaringan Local Area Network yang dimana hanya kalangan internal pemerintah daerah saja yang dapat mengakses SIMDA, sehingga backup database untuk SIMDA pun juga hanya bersifat internal yang menunjukan lemahnya tingkat keamaan data. Masalah lainnya adalah untuk perawatan software SIMDA, SKPD masih menggantungkan diri kepada tim satuan tugas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Akibatnya apabila ada kerusakankerusakan teknis, sekalipun sangat sederhana, tidak bisa segera di atasi sendiri oleh para pegawai. Masalah-masalah yang ada pada penerapan SIMDA menunjukan bahwa penerapan SIMDA masih memiliki banyak kelemahan yang menghambat proses penyusunan laporan keuangan, sehingga penerapan SIMDA dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat membantu dalam penyusunan laporan keuangan. Selain berbagai fenomena menyangkut masalah-masalah penerapan SIMDA yang telah dipaparkan di atas, fenomena lain yang juga timbul dalam penerapan SIMDA adalah masalah kurangnya pemahaman user ataupun pengguna SIMDA terhadap siklus laporan keuangan pada software SIMDA. Kurangnya pemahaman terhadap siklus laporan

10 keuangan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya pengguna SIMDA yang mempunyai latar belakang pendidikan akuntansi, dan juga disertai kurangnya pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan kemampuan akuntansi dibandingkan dengan pelatihan penggunaan SIMDA. Sehingga pengguna SIMDA pada umumnya hanya lebih memahami tahapan-tahapan pengoperasian SIMDA sebagaimana yang diperoleh pada pelatihan SIMDA tanpa memahami siklus laporan keuangan pada SIMDA. Dengan kurangnya pemahaman pengguna SIMDA terhadap siklus laporan keuangan yang ada pada SIDMA berpotensi terjadinya kesalahan penyajian dan penyimpanganpenyimpangan pada laporan keuangan yang berimplikasi pada rendahnya tingkat keterandalan laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SIMDA. Berdasarkan fenomena-fenomena masalah yang telah diungkapkan di atas terkait dengan penerapan SIMDA menunjukan bahwa penerapan SIMDA belum sepenuhnya dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas baik dari segi tingkat keterandalan, kerelevansian, dan keterpahaman. Fenomena ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriasari (2008), yang menemukan bukti empiris kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap keterandalan laporan keuangan pemerintah daerah sedangkan penggunaan teknologi informasi berpengaruh signifikan positif. Dimana kualitas sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap keterandalan laporan keuangan,

11 justru penerapan teknologi informasilah yang berpengaruh terhadap keterandalan laporan keuangan. Disisi lain temuan tersebut menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang ada di instansi pemerintahan masih belum memadai. Kualitas sumber daya manusia yang masih minim ini memiliki pengaruh terhadap keterandalan laporan pemerintah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wansyah (2012) yang menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Berdasarkan fenomena yang ada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Gorontalo menyangkut kualitas sumber daya, penerapan teknologi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah dan pengaruhnya terhadap keterandalan, keterpahaman, kerelevansian laporan keuangan membuat peneliti ingin untuk melakukan penelitian ulang kepada variabel-variabel yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diuji apakah ada pengaruh dari kualitas sumber daya manusia, penerapan teknologi sistem informasi manajemen keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan dan bermaksud menuangkannya kedalam bentuk proposal penelitian dengan judul Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Dan Penerapan Teknologi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Gorontalo

12 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kualitas sumber daya manusia bidang akuntansi yang ada di lembagalembaga pemerintahan masih belum memadai. Kualitas sumber daya manusia yang masih minim ini memiliki pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. 2) Penerapan teknologi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah belum dapat sepenuhnya membantu dalam penyusunan laporan keuangan, karena disebabkan SIMDA masih memiliki masalahmasalah dalam penerapannya, baik dari segi kelemahan perangkat, kelemahan dalam pengelolaan data keuangan, dan kelemahan dan perawatan. Selain itu masalah lain yang juga muncul dalam penerapan SIMDA adalah masalah kurangnya pemahaman pengguna SIMDA terhadap siklus laporan keuangan pada SIMDA. Meskipun penerapan SIMDA mampu menyajikan laporan keuangan secara tepat waktu, lengkap dan dapat meminimalisir kesalahan perhitungan, namun kurangnya pemahaman pengguna SIMDA terhadap siklus laporan keuangan pada SIDMA sangat berpotensi terjadinya berbagai masalah lainnya, baik dari kesalahan penyajian dan penyimpangan pada laporan keuangan pemerintah daerah. 3) Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah masih belum dapat dikatakan berkualitas sebagaimana karakteristik kualitas laporan

13 keuangan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Hal ini terlihat dari temuan-temuan Badan Pemeriksa Keuangan baik dari segi pengelolaan aset, ketepatan waktu, kelengkapan, kelemahan pencatatan dan pelaporan akuntansi serta temuan-temuan menyangkut lemahnya pengelolaan administrasi. 1.3. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas mendasari rumusan masalah dalam penelitian seperti berikut ini: 1) Apakah kualitas sumber daya manusia dan penerapan teknologi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah berpengaruh secara parsial terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Gorontalo? 2) Apakah kualitas sumber daya manusia dan penerapan teknologi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah berpengaruh secara simultan terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Gorontalo? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan penelitian yang dapat dinyatakan seperti berikut ini: 1) Untuk menguji dan mengetahui pengaruh kualitas sumber daya manusia dan penerapan teknologi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah secara parsial terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Gorontalo

14 2) Untuk menguji dan mengetahui pengaruh kualitas sumber daya manusia dan penerapan teknologi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah berpengaruh secara simultan terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Gorontalo. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah memberkan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran dan untuk kemajuan pendidikan khususnya dibidang akuntansi dan keuangan ppemerintahan serta sebagai bahan referensi dan data bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada kajian ini. 2) Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam proses penyusunan laporan keuangan di pemerintah daerah. Serta memberikan pemahaman yang baru dan lebih mendalam tentang pentingnya sumber daya manusia dan penerepan teknologi sistem informasi manajemen keuangan daerah yang sangat mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.