BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selalu berusaha untuk mencapai kemajuan di segala bidang untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. batas-batas wilayah dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat-istiadat

BAB I PENDAHULUAN. Desa merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran

I.PENDAHULUAN. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke- 4 menyatakan negara mengakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara FISIP UPN veteran Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2000 TENTANG KERJASAMA ANTAR PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

BAB I PENDAHULUAN. yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 09 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

BAB I PENDAHULUAN. penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 07 TAHUN 2000 T E N T A N G KEDUDUKAN KEUANGAN PERATIN DAN PERANGKAT PEKON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Desa dan Kedudukannya. kurang 250 Zelfbesturende landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA HIMPUN PEMEKON BUPATI LAMPUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah. pemerintahan terendah di bawah pemerintah Kabupaten/ Kota.

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

I. PENDAHULUAN. merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENETEPAN PERATURAN DESA DI DESA TUMALUNTUNG SATU KECAMATAN TARERAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DESA GONTAR BARU DI KECAMATAN ALAS BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, berkaitan Undang-Undang. tentang Pemerintahan Daerah (UU No.22/1999) direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2004 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

BAB I PENDAHULUAN. bidang aspek ketatanegaraan. Amademen terhadap UUD 1945 menjadi momok

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2000 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEKON (APBP)

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah atau wilayah provinsi dan setiap daerah atau wilayah provinsi terdiri atas

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam Bab ini dirikan kesimpulan dan rekomendasi yang dirumuskan dari

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DESA CINTAKARYA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG DANA PARTISIPASI MASYARAKAT BERDASARKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN 2017

B A B I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. tombak) dalam pelayanan kepada masyarakat serta tombak strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. saat ini telah di limpahkan ke masing-masing daerah melalui otonomi daerah.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013

KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT KECAMATAN... DESA...

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN DESA SUKARAJA NOMOR : TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN RT DAN RW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR: 10 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEKON (APBP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 9 TAHUN 2006

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sosial politik di Indonesia mulai mengalami perubahan dari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 7 TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN. tujuannya. Artinya seorang pemimpin organisasi memegang peranan yang

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia selalu berusaha untuk mencapai kemajuan di segala bidang untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana yang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan keadilan sosial. Berdasarkan pada semangat itu, maka pemerintah Indonesia telah melaksanakan pembangunan di segala bidang diseluruh wilayah Indonesia baik dipusat, di daerah dan sampai ke desa-desa. Semangat tersebut kemudian juga dituangkan dalam hal otonomi desa sebagai bagian dari otonomi daerah, yakni merupakan amanat dari Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Kemudian dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan daerah

2 provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Berdasarkan pada Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 ini maka lahirlah Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian di revisi kembali melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Semangat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menganut prinsip pengakuan (rekognisi) atas otonomi asli, dimana desa memiliki hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat (self governing community), dan bukan merupakan kewenangan yang diserahkan pemerintah atasan atau kabupaten pada desa. 1 Desa memiliki hak asal-usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karenanya desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang, maka lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Daerah-daerah di Indonesia dalam konteks bahasa banyak yang menyebutkan desa dalam ragam bahasa yang lainnya, namun tetap sama artinya dengan desa, misal di masyarakat Padang, dikenal dengan sebutan nagari. Namun, jika dilihat secara etimologis kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu deca, seperti 1 Rudi, Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia, Bandar Lampung: Indepth Publishing, 2012, hlm 102.

3 dusun, desi, negara, negeri, negari, naagaro, negory (nagarom), yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran, tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma serta memiliki batas yang jelas. 2 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai unit terkecil dalam stuktur ketatanegaraan Indonesia desa menjadi arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan. Di satu sisi, para perangkat desa menjadi bagian dari birokrasi negara, yakni menjalankan birokratisasi di level desa, melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat. Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. 3 Badan Permusyawaratan Desa dibentuk dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Sebagai lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa dapat membuat Rancangan Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. 2 Didik Sukrino, Pembaharuan Hukum Pemerintahan Desa, Malang: Setara Press. 2012., hlm 59. 3 Rudy, Op.Cit., hlm 95.

4 Pada prinsipnya peraturan desa merupakan produk hukum tingkat desa dan merupakan hasil kebijakan yang dibuat dan ditetapkan oleh Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang bertujuan untuk memperlancar proses Pemerintahan Desa. Peraturan desa ini wajib dibuat, karena digunakan acuan untuk menjalankan proses Pemerintahan Desa agar tidak melenceng dari yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Desa. Dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa terdapat proses timbal balik antara masyarakat desa dengan Peraturan Desa dan Lembaga pembentuknya. Masyarakat desa dapat memberikan masukan dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa atau Peraturan Perundang-Undangan yang lain karena pada dasarnya nilai-nilai dalam Peraturan Desa sangat berpengaruh dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat. 4 Pembentukan peraturan desa merupakan instrumen penting yang sangat menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan desa yang baik (good village governance) di tingkat desa. Penyusunan Perdes perlu dilakukan proses penguatan kerjasama Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa khususnya tahap penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya agar berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan memenuhi prinsip-prinsip good village governance seperti transparansi, partisipasi, efektifitas dan akuntebel. Badan Permusyawaratan Desa dalam hal ini, sebagai lembaga pengawasan memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa serta jalannya pemerintahan desa. Disinilah kemudian peran Badan 4 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999, hlm. 15.

5 Permusyawaratan Desa yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa. Badan Permusyawaratan Desa inilah yang harus menjadi motor penggerak otonomi desa. 5 Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. 6 Oleh karenanya Badan Permusyawaratan Desa sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi (perwakilan). 7 Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga pengawasan memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta jalannya pemerintahan desa. Kewenangan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan desa pun tidaklah berdiri sendiri, Badan Permusyawaratan Desa bekerja bersama Kepala Desa sehingga kewenangan dalam Pembentukan Peraturan Desa tidak boleh dibuat secara sepihak. Pemberian kewenangan (devolution of authority) kepada unit-unit atau satuan pemerintahan yang lebih rendah dan lebih kecil merupakan sesuatu kebutuhan yang mutlak dan tidak dapat dihindari. 8 Namun, yang menjadi permasalahan adalah faktor penghambat dalam pelaksanaan kewenangan Lembaga Himpun 5 Ibid. 6 JF. Tualaka, Sejarah, Pemerintahan, dan Ketatanegaraan, Yogyakarta: Jogja Great Publisher, 2009, hlm. 210. 7 Sadu Wasistiono dan M Irawan Tahir, Prospek Pengembangan Desa, Bandung: CV Fokus Media, 2007, hlm. 35. 8 Syaukani, HR, Afan Gaffar, M. Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 21.

6 Pemekonan dalam pembentukan peraturan pekon. Oleh karenanya perlu di kaji mengenai pelaksanaan kewenangan Lembaga Himpun Pemekonan dalam pembentukan peraturan pekon. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk menuangkan penelitian yang berbentuk skripsi yang berjudul: Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Himpun Pemekonan dalam Pembentukan Peraturan Pekon Pada Pekon Puralaksana Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Lembaga Himpun Pemekonan dalam pembentukan peraturan pekon pada Pekon Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat? b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat Lembaga Himpun Pemekonan dalam pembentukan peraturan pekon pada Pekon Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian hukum administrasi negara, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Lembaga Himpun Pemekonan (LHP) dalam pembentukan peraturan Pekon Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. Ruang Lingkup lokasi penelitian adalah pada Lembaga Himpun Pemekonan (LHP) dan Peratin Pekon Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. Ruang lingkup waktu penelitian adalah tahun 2015.

7 1.4 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. 4. 1 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan pokok bahasan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pelaksanaan kewenangan Lembaga Himpun Pemekonan dalam pembentukan peraturan pekon pada Pekon Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. b. Untuk mengetahui faktor penghambat Lembaga Himpun Pemekonan dalam pembentukan peraturan pekon pada Pekon Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. 1. 4. 2 Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut: a. Kegunaan Teoritis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memperluas juga memperdalam ilmu hukum termasuk di dalamnya Hukum Administrasi Negara yang berkaitan dengan Hukum Administrasi Daerah. b. Kegunaan Praktis 1) Upaya peningkatan dan perluasan pengetahuan bagi peneliti dalam bidang hukum. 2) Bahan kajian bagi peneliti maupun pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan fungsi Lembaga Himpun Pemekonan dalam pengaturan kewenangan pembentukan peraturan pekon. 3) Sumbangan pemikiran dan bahan bacaan serta sumber informasi bagi yang membutuhkan.