BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah perlu dipelajari siswa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan suatu landasan dan kerangka perkembangan ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Sejalan dengan hal tersebut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

BAB II Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. (Hasratuddin, 2010 : 19).

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Cockroft (dalam Abdurrahman, 2003:253):

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1. Persegi Panjang ABCD 36 Gambar 2.2. Persegi panjang KLMN 37. Gambar 2.3. Persegi ABCD 39 Gambar 2.4.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

Transkripsi:

1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembangnya zaman, kemajuan dalam bidang pendidikan juga semakin berkembang. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di indonesia. Salah satunya adalah dengan melakukan perubahan dalam bidang kurikulum dan peningkatan kualitas pengajar indonesia. Upaya tersebut dilakukan pemerintah mengingat betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia. Karena dengan adanya pendidikan, maka seseorang atau sekelompok orang akan memperoleh pengetahuan dari pengalaman yang dilakukannya sehingga menimbulkan proses perubahan ke arah yang lebih baik yang semakin lama semakin berkembang dalam kehidupan seseorang atau sekelompok orang tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Ambarjaya (2012 : 7) mendefenisikan bahwa : Pendidikan merupakan sejumlah pengalaman dari seseorang atau kelompok untuk memahami sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi antara sesorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menibulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya. Di dalam dunia pendidikan, matematika memegang peranan yang cukup penting, Pendidikan matematika tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, karena matematika dapat melatih seseorang berfikir secara logis, kreatif dan terampil. Adapun alasan yang melatarbelakangi perlunya matematika diajarkan kepada siswa yaitu seperti yang diungkapkan oleh Cockfort (dalam Abdurrahman, 2012 : 204) yang mengatakan bahwa: Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Meskipun matematika merupakan salah satu matapelajaran yang sangat penting dalam dunia pendidikan, matematika tetap saja menjadi matapelajaran yang sulit dan tidak disenangi oleh siswa khususnya di negara Indonesia. Hal itu terungkap dalam data UNESCO (dalam Huzzah, 2008) bahwa : Mutu pendidikan Indonesia, terutama dalam mata pelajaran matematika masih rendah. Hal ini ditunjukkan dari peringkat matematika Indonesia yang berada di deretan 34 dari 38 negara.sejauh ini Indonesia belum mampu lepas dari deretan penghuni papan bawah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frederick salah satu hal yang menyebabkan rendahnya kemampuan matematika siswa yaitu pemberian soal yang terlalu kaku, dimana soal tersebut lebih banyak diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika dan diset dalam konteks yang jauh dari realtitas kehidupan sehari-hari. Akibat dari itu Firman selaku ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI) berpendapat bahwa banyak siswa yang merasa kesulitan dan menganggap matematika sebagai pealajaran yang tidak menyenangkan. Salah satu faktor yang menyebabkan hasil belajar matematika siswa menjadi kurang adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa yang dapat menghambat pemahaman dan penguasaan konsep materi dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh pendapat Ansari (2009 : 19) yang menyatakan : Semakin tinggi kemampuan komunikasi matematika siswa, semakin tinggi pula pemahaman yang dituntut kepada siswa. Kemampuan komunikasi matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Broody (dalam Ansari, 2009 : 4) yang menyebutkan : Sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, atrinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematis learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antarsiswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.

Meskipun kemampuan komunikasi matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa tetapi kemampuan komunikasi matematika tersebut masih belum diupayakan peningkatannya dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ansari (2009 : 5) yang menyatakan bahwa : Dalam proses pembelajaran kemampuan komunikasi matematika belum sepenuhnya dikembangkan secara tegas, padahal sebagaimana diungkapkan oleh para matematikawan bahwa komunikasi matematika merupakan salah satu kompetensi yang perlu diupayakan peningkatannya sebagaimana kompetensi lainnya, seperti bernalar dan pemecahan masalah. Suatu cara untuk mengungkapkan kemampuan komunikasi matematika di kalangan siswa pada semua tingkat sekolah adalah dengan representasi yang relevan. Representasi adalah bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu masalah atau ide atau translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata. Cai, Lane & Jakabesin juga memberikan beberapa contoh representasi matematika dan pengembangan kemampuan representasi dalam mengungkapkan kemampuan komunikasi matematika (dalam Ansari, 2009 : 5) yaitu : Representasi matematika dapat berupa sajian visual seperti gambar (drawing), grafik (chart), dan tabel (table), serta persamaan aljabar (mathematical expression) dan menulis bahasa sendiri baik formal maupun informal (written texts). Untuk mengembangkan kemampun representasi diperlukan pemahaman matematika (mathematical knowledge), yaitu pemahaman terhadap konsep, prinsip dan strategi penyelesaian. Jadi, harus ada upaya peningkatan yang dilakukan oleh pihak guru dalam menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematika di kalangan siswa karena dapat melatih kemampuan berfikir dan aktivitas sosial siswa dalam pembelajaran matematika. Hasil belajar merupakan dampak yang akan ditimbulkan dari proses pengembangan kemampuan komunikasi matematika siswa. Hasil belajar yang dimaksudkan adalah perubahan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Pada kenyataannya, hasil belajar matematika siswa pada jenjang SMP masih rendah. Hal ini terbukti

berdasarkan hasil UN tahun 2012 (http://edukasi.kompas.com/siswa-smp-tak- Lulus-UN-Matematika) bahwa : Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Moammad Nuh mengatakan Siswa yang mengikuti ujian nasional 2012 tingkat SMP dan sederajat yang tidak lulus terbanyak dalam matapelajaran Matematika yaitu sebanyak 229 siswa, kemudian diikuti Bahasa Inggris sebanyak 191 siswa, Bahasa Indonesia sebanyak 143 siswa, dan IPA sebanyak 103 siswa. Bangun datar segi empat merupakan materi kelas VII SMP semester genap. Adapun sub pokok bahasan yang dipelajari pada materi bangun datar segi empat ini meliputi pengertian bangun datar segi empat baik itu persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Sifat-sifat bangun datar segi empat baik itu persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. Luas dan keliling bangun datar segi empat baik itu persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. Peneliti melakukan observasi di SMP N 2 Medan untuk mengetahui kemampuan awal komunikasi matematika siswa. Dari observasi yang dilakukan peneliti terhadap materi bangun datar segi empat di SMP N 2 Medan pada kelas VII-2 T.A. 2013/2014, peneliti menemukan beberapa fakta. Dalam observasi tersebut, peneliti memberikan tes kemampuan awal komunikasi matematika yang terdiri dari 2 soal kepada masing-masing siswa untuk mengukur kemampuan awal komunikasi matematika siswa (pada lampiran 1). Adapun fakta yang ditemukan setelah siswa mengerjakan tes tersebut yaitu terdapat masalah komunikasi matematika siswa di kelas VII-2 SMP N 2 Medan, dimana (1) Siswa tidak dapat melukiskan gambar dan membaca gambar dengan benar. Hal ini dapat dilihat dari gambar 1.1 (pada lampiran 2) dimana siswa tidak dapat menggambarkan bangun persegi panjang ABCD dengan penulisan simbol yang benar dan peletakan simbol ABCD tidak dibuat berurutan.. (2) Siswa tidak dapat memberikan argumentasi terhadap permasalahan matematika dan tidak dapat menyatakan ide matematika dengan menggunakan simbol-simbol atau bahasa matematika secara tepat.. Hal ini dapat dilihat dari gambar 1.2 (pada lampiran 2) dimana siswa tidak dapat

memberikan argumentasi terhadap permasalahan matematika seperti menuliskan unsur yang diketahui dan unsur yang ditanya dengan menggunakan kosa kata atau bahasa sehari-hari, selain itu siswa belum bisa menterjemahkan suatu masalah atau ide ke dalam simbol atau bahasa matematika dengan benar seperti melakukan pemodelan matematika, strategi penyelesaian serta memberikan jawaban akhir terhadap permasalahan matematika dengan benar. Sehingga dari 32 siswa yang diberi tes terdapat 81,25% siswa tidak dapat melukiskan gambar dan membaca gambar dengan benar, 53,1% siswa tidak dapat memberikan argumentasi terhadap permasalahan matematika, dan 68,8% siswa belum bisa melakukan representasi yaitu menterjemakan suatu masalah atau ide ke dalam simbol atau bahasa matematika dengan benar. Berdasarkan observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan tertulis siswa kelas VII-2 di SMP N 2 Medan masih rendah. komunikasi matematika Selain berdasarkan observasi, kemampuan komunikasi matematika siswa yang masih rendah juga didukung oleh data dari Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar, hanya sedikit sekali penekanan penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematika dan bernalar secara matematika. Sejalan dengan itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Qohar (2010 : 5) menyatakan bahwa : Kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan masih tergolong rendah. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Hal ini diduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, di samping itu siswa juga kurang terbiasa dengan mengkomunikasikan gagasannya secara lisan. Selain rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa, dari observasi juga ditemukan bahwa siswa kurang memahami konsep bangun datar segi empat. hal ini dilihat dari kurang mampunya siswa dalam memberikan

gambaran penyelesaian terhadap permasalahan matematika dimana siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang diketauhi dalam soal dan apa yang ditanyakan serta kurang mampu dalam menganalisis keterkaitan antara keduanya sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan masalah dalam matematika. Sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti, Sahimuddin (2010 : 1) menambahkan kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep bangun datar disebabkan oleh 4 hal yaitu : Ada 4 hal yang mempengaruhi kurangnya pemahaman siswa dalam konsep bangun datar, antara lain : (1) dari dalam diri siswa, (2) siswa kurang memperhatikan materi yang diajarkan oleh guru, (3) bahasa yang digunakan oleh guru kurang bermakna bagi siswa, (4) siswa kurang memanfaatkan media yang ada di sekelilingnya. Karena rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa seperti yang dikatakan oleh Gagne (Suprijono, 2009 : 5) bahwa : Hasil belajar berupa Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa yaitu dengan melakukan perbaikan proses pembelajaran sehingga siswa dapat belajar secara efektif dan efesien. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di kelas VII-2 SMP N 2 Medan proses pembelajaran matematika masih berpusat kepada guru dimana pembelajaran masih dominan dengan metode ceramah dan siswa lebih banyak pasif sebagai pendengar. Selain itu sampai saat ini proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Seperti yang dikatakan oleh Nurhayati (dalam http:/www.depdiknas.go.id) bahwa :

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika peserta didik, salah satunya adalah ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas. Kenyataannya menunjukkan selama ini kebanyakan guru menggunakan model pmbelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi oleh guru. Oleh karena itu, perbaikan proses pembelajaran yang dimaksudkan yaitu dengan melakukan pembelajaran melalui model. Pembelajaran melalui model juga memiliki tujuan. Seperti yang diungkapkan oleh. Hamzah B. Uno (dalam Istarani, 2011 : 3) yaitu bahwa: Pembelajaran melalui model bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna (jati diri) di dalam lingkungan sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Dengan pembelajaran melalui model siswa akan mengetahui perjalanan hidup serta aktivitas kerja keras seseorang dalam mencapai kesuksesan. Belajar model dapat dilakukan dengan melalui fase-fase, yaitu fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention phase), fase reproduksi (reproduction phase), dan fase motivasi (motivation phase). Fase-fase ini akan menghasilkan penampilan seseorang. Dengan menggunakan fase-fase tersebut secara sistematis akan dapat memberikan pembelajaran melalui model secara efektif dan efesien. Pembelajaran melalui model yang paling efektif yang diupayakan dapat mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa yaitu pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif. Seperti pendapat Ansari (2009 : 9) yang mengatakan bahwa : Manfaat pembelajaran kooperatif yaitu terjadinya sharing process antar peserta belajar, sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara mereka, Bentuk sharing ini dapat berupa curah pendapat, saran kelompok dan feedback dari guru sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan pikirannya, sehingga terjadi komunikasi yang dapat meningkatkan hasil belajar. Selanjutnya Suprijono mengemukakan bahwa pembalajaran kooperatif dapat menumbuhkan pembelajaran efektif (2009 : 58) yaitu :

Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan : (1) memudahkan siswa belajar, sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. Dari kedua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan kemampuan komunikasi siswa sehingga pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan hal tersebut akan berbanding lurus dengan hasil belajarnya. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat menimbukan pembelajaran efektif. Ada beberapa metode-metode pembelajaran kooperatif yang diupayakan dapat melatih kemampuan komunikasi matematika dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah tipe talking stick. Suprijono ( 2009 : 109) mengungkapkan bahwa : Pembelajaran dengan model Talking Stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Model pembelajaran Talking Stick merupakan sebuah model pembelajaran yang berorientasi pada interaksi atau komunikasi antar siswa dalam suasana belajar yang menjadikan lebih aktif dan menarik. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Selain itu, Tarmizi (2010) mengatakan bahwa : Pembelajaran talking stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA atau SMK. Selain melatih komunikasi siswa, pembelajaran ini juga dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif. Bangun datar segi empat sangat cocok diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Hal ini dikarenakan banyak permasalahan di kehidupan sehari-hari yang dapat dikaitkan dengan materi bangun datar segi empat sehingga siswa lebih mudah dalam memahami dan mengungkapkan argumennya dalam memecahkan permasalahan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Pada Materi Bangun Datar Segi Empat Di Kelas VII SMP Negeri 2 Medan T.A 2013/2014. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah yang timbul sebagai berikut : 1. Siswa masih menganggap matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. 2. Kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah. 3. Kemampuan komunikasi matematika belum diupayakan peningkatannya dalam proses pembelajaran 4. Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. 5. Siswa kurang memahami konsep bangun datar segi empat. 6. Hasil belajar matematika siswa masih rendah. 7. Belum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe talking stick untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dalam pembelajaran matematika di SMP N 2 Medan. 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah, maka dari identifikasi masalah dibuatlah batasan masalah. Dalam penelitian ini masalah yang timbul dibatasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa pada materi bangun datar segi empat di kelas VII SMP Negeri 2 Medan.

1.4. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana strategi penerapan model pembelajaran talking stick untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa pada materi bangun datar segi empat di kelas VII SMP Negeri 2 Medan? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa setelah diterapkannya model pembelajaran talking stick pada materi bangun datar segi empat di kelas VII SMP Negeri 2 Medan? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui strategi penerapan model pembelajaran talking stick dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa pada materi bangun datar segi empat di kelas VII SMP Negeri 2 Medan. 2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII SMP Negeri 2 Medan setelah diterapkannya model pembelajaran talking stick pada materi bangun datar segi empat. 1.6. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi siswa a. Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran di kelas, baik dalam hal bekerjasama, berkomunikasi, dan berfikir kritis. b. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa dalam belajar matematika yang berdampak positif terhadap pembelajaran dan hasil belajar matematika siswa.

2. Bagi guru a. Memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan komuniksasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran tipe talking stick. b. Sebagai referensi bagi guru untuk dapat menggunakan model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan materi yang diajarkan. 3. Bagi peneliti a. Akan diperoleh pemecahan masalah dalam penelititan apakah model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa. b. Sebagai bahan informasi sekaligus sebagai bahan pegangan bagi peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran sebagai calon guru dimasa yang akan datang. c. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.