BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian dalam menganalisis volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan sembilan Indeks Harga Saham Sektoral dengan metode ARCH, GARCH, EGARCH, TGARCH, APGARCH ini dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan, manfaat, dan waktu objek penelitian. Penelitian ini jika berdasarkan tujuan maka merupakan penelitian deskriptif karena penelitian ini menyajikan gambaran fluktuasi indeks harga saham. Jika berdasarkan manfaat penelitian, maka ini adalah penelitian terapan karena diharapkan dapat menjadi rekomendasi pada situasi sejenis di lapangan dan diharapkan dapat diaplikasikan bagi penelitian selanjutnya. Sedangkan jika menurut waktu penelitian, maka penelitian ini adalah penelitian time series karena dilakukan dengan menggunakan data indeks harga saham harian pada runtun waktu 2010 2014. 4.2. Variabel Penelitian 4.2.1. Definisi Konsep Penelitian yang dilakukan adalah penelitian dengan pengujian forecasting yang merupakan penelitian dalam menjelaskan fenomena volatilitas saham. Pengujian ini untuk menganalisis secara empiris model ekonometrika yang cocok untuk memprediksi volatilitas pada IHSG dan indeks harga saham di sembilan sektor. 57
58 4.2.2. Definisi Operasional Secara operasional mendefinisikan sebuah konsep untuk membuatnya dapat diukur, dilakukan dengan melihat pada dimensi perilaku, aspek, atau sifat yang ditunjukkan oleh konsep (Sekaran, 2006). 4.2.2.1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) IHSG merupakan salah satu indeks saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). IHSG ini digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di BEI. Di awal tahun 2015 jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai 481 emiten. 4.2.2.2. Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS) Indeks Harga Saham Sektoral di BEI adalah sub indeks dari IHSG. Semua emiten yang tercatat di BEI diklasifikasikan ke dalam sembilan sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEI, yang diberi nama JASICA (Jakarta Industrial Classification). Kesembilan sektor tersebut adalah: 1. Sektor sektor Primer (Ekstratif) a. Sektor 1: Pertanian b. Sektor 2: Pertambangan 2. Sektor sektor Sekunder (Industri Pengolahan/ Manufaktur) a. Sektor 3: Industri Dasar dan Kimia b. Sektor 4: Aneka Industri c. Sektor 5: Industri Barang Konsumsi 3. Sektor sektor Tersier (Industri Jasa/ Non-manufaktur) a. Sektor 6: Properti dan Real Estate
59 b. Sektor 7: Transportasi dan Infrastruktur c. Sektor 8: Keuangan d. Sektor 9: Perdagangan, Jasa, dan Investasi 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan oleh peneliti adalah Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel adalah sebagian dari populasi. Pengambilan sampel adalah proses memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman tentang sifat atau karakteristiknya akan membuat peneliti dapat menggeneralisasikan sifat atau karakteristik tersebut pada elemen populasi (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini, sampel dipilih dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah IHSG dan sembilan Indeks Saham Sektoral yang terdiri dari: sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor barang konsumsi, sektor properti dan real estate, sektor infrastruktur, sektor keuangan, dan sektor perdagangan dan jasa selama tahun 2010 hingga 2014. Penelitian menggunakan data harian dari 2010 hingga 2014 dengan alasan dimulai di tahun 2010 dikarenakan indeks saat itu sedang mengalami kenaikan dan juga data yang dibutuhkan berupa data frekuensi tinggi. Kepentingan dalam
60 data frekuensi tinggi menurut Engle et al. (2007) ada dua: 1. peneliti dan praktisi ingin mencari peristiwa menarik, misalnya: pengukuran risiko intraday dan menemukan peluang keuntungan perdagangan di horizon waktu yang singkat yang menarik bagi banyak lembaga keuangan. 2. peneliti dan praktisi ingin mengeksploitasi data frekuensi tinggi untuk mendapatkan perkiraan yang lebih tepat di peramalan horizon biasa. Sedangkan pemilihan IHSG dan sembilan Indeks Saham Sektoral dikarenakan untuk manganalisis dengan jelas perbandingan volatilitas masing-masing sektor dan IHSG sebagai cerminan pasar modal Indonesia. 4.4. Jenis dan Sumber Data Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 4.4.1. Data Sekunder Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui pihak atau media lain. Data ini berasal dari ringkasan saham di situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dalam bentuk harian (daily) 5 hari kerja selama tahun 2010 hingga 2014 maupun dari ICAMEL (Indonesian Capital Market Electronic Library). 4.5. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan
61 dan mempelajari jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku literatur, bacaan-bacaan yang berhubungan dengan pasar modal, dan mengumpulkan ringkasan-ringkasan IHSG dan indeks harga saham sektoral dalam bentuk data harian (daily) selama tahun 2010 hingga 2014 yang diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) maupun dari ICAMEL (Indonesian Capital Market Electronic Library). 4.6. Teknik Analisis Data Teknik analisis dalam mengaplikasikan model time series yang dapat menganalisis data yang mengandung heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan estimasi volatilitas time series ARCH, GARCH, TGARCH, EGARCH, APGARCH. Model-model tersebut, pada penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak program Eviews 8.0. Beberapa pengolahan data masih menggunakan Microsoft Excel sesuai kapasitas dan kemudahan program yang tersedia. 4.6.1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian ini tidak berlanjut sebagai penarikan kesimpulan meskipun statistik deskriptif adalah statistik yang berfokus pada pengumpulan, penyajian, pengolahan, serta peringkasan data. Statistik deskriptif disajikan untuk memberikan informasi pada karakteristik variabel penelitian, diantaranya mean, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi. Pengukuran statistik deskriptif dilakukan dengan program Eviews 8.0. Di dalam statistik deskriptif dilakukan juga pengujian normalitas dengan menggunakan Uji Jarque-Bera. Adapun persamaan umum uji statistik Jarque- Bera ini sebagai berikut:
62 ( ) (4.1) Dimana S = koefisien skewness dan K = koefisien kurtosis. Jika nilai koefisien S= 0 dan K= 3, maka data terdistribusi normal sehingga diharapkan nilai statistik JB akan samadengan nol. Statistik JB berdasarkan pada distribusi chi squares. Jika nilai probabilitas p lebih besar dari nilai statistik JB maka gagal menolak Ho karena terdistribusi normal. Dan jika nilai probabilitas p lebih kecil dari nilai statistik JB maka menolak Ho karena terdistribusi tidak normal 4.6.2. Menghitung Return Saham Semua harga penutupan indeks saham harus dirubah dalam bentuk imbal hasil (return) dahulu sebelum melakukan pemodelan GARCH. Dengan mengambil bentuk logaritma natural (ln) dari rasio harga saham periode t terhadap harga saham periode t-1, maka continously compounded return series dihitung dengan menggunakan data indeks harga penutupan: ( ) ( ) ( ) ( ) (4.2) Dimana R t adalah return pada periode t, P t adalah indeks harga saham penutupan harian pada waktu t tertentu, P t-1 adalah indeks harga saham penutupan untuk periode sebelumnya dan ln adalah logaritma natural. Dengan demikian perlu untuk melakukan pre-test untuk memastikan bahwa hubungan stasioner ada di antara variabel-variabel. Dalam Eviews 8.0, return dapat diolah dengan memasukkan dlog (variabel) dengan cara quick > generate series.
63 4.6.3. Pengujian Stasioneritas Di dalam data time series, pengertian stasioner ini merupakan data yang memiliki variance dan mean yang cenderung konstan sepanjang waktu serta kovarian antara dua data time series hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tersebut. Secara ekonometrika, itu stasioner apabila variance data tersebut ( ) terbatas pada nilai tertentu dan mean ( ) konstan tidak tergantung terhadap waktu. Sehingga data yang ditunjukkan cenderung bergerak mendekati mean atau berfluktuasi disekitar mean yang menjadikan data tidak mengandung unsur trend. Kondisi stasioner ini pada akhirnya akan menjelaskan perilaku data berdasarkan unsur residual (error term). Ide dasar uji stasionaritas data dengan uji unit root dijelaskan dengan model berikut : (4.3) Dickey dan Fuller (1979) menjelaskan bahwa time series Y t jika ϕ < 1 maka data stasioner sedangkan jika ϕ = 1 maka data tidak stasioner. Karena nilai ρ = (ϕ - 1) dan jika ϕ = 1 maka ρ = 0 yang menunjukkan data tidak stasioner. Jadi agar ρ 0 maka nilai ϕ harus lebih kecil dari satu sehingga ρ akan negatif sehingga data akan stasioner. Data time series seringkali diasumsikan data non-stasioner. Jadi jika dilakukan analisis menggunakan data yang tidak stasioner, maka akan menghasilkan regresi palsu (spurious regressions) dan kesimpulan yang di pakai akan kurang bermakna serta berakibat tidak dapat mengestimasi parameter model tersebut.
64 Untuk menguji kestasioneran data menggunakan uji unit root. Apabila data mengandung unit root, maka data tersebut tidak stasioner dan untuk itu dibutuhkan suatu diferensiasi hingga data menjadi stasioner. Untuk menguji keberadaan unit root, standar Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Philips- Perron (PP) test dipekerjakan dalam penelitian ini. 4.6.3.1. Pengujian Augmented Dickey Fuller (ADF) Tes unit root akan dilakukan dengan metode Augmented Dickey Fuller Test yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller pada tahun 1979. Dengan software E-Views 8.0, dapat digunakan Mackinnon Critical Value yang merupakan pengembangan dari hasil perhitungan Dickey Fuller untuk jumlah sampel dan variable yang banyak setelah variable indeks didiferensiasikan menjadi data return. Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dengan mengikuti model berikut: (4.4) Dimana Y adalah variabel yang diamati, dan T adalah trend waktu. Sedangkan i adalah urutan lag dari proses autoregressive. Menekankan α = 0 dan β = 0 sesuai dengan pemodelan random walk dan menggunakan β = 0 sesuai dengan pemodelan random walk dengan drift. Dengan termasuk lags dari i, perumusan ADF memungkinkan untuk proses autoregressive yang lebih tinggi. Ini berarti panjang lag i harus ditentukan ketika menerapkan pengujian. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik Mackinnon. Nilai statistik ADF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien
65. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritis MacKinnon, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner (Widarjono, 2013). 4.6.3.2. Pengujian Phillips - Perron (PP) Phillips dan Perron (1988) menunjukkan metode alternatif (nonparametrik) mengendalikan seri korelasi ketika pengujian unit root. Metode PP memasukkan unsur adanya autokorelasi di dalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. PP membuat uji unit root dengan menggunakan metode statistik nonparametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelas sebagaimana uji ADF. Uji PP memungkinkan gangguan menjadi lemahnya dependen dan didistribusikan heterogen. Tes PP didasarkan pada persamaan berikut: (4.5) Dimana t adalah trend waktu. Prosedur untuk menentukan data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi stastistik MacKinnon. Nilai statistik PP ditunjukkan oleh nilai t statistik pada koefisien. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner (Widarjono, 2013).
66 4.6.4. Pengujian Autokorelasi Widarjono (2013) menjelaskan bahwa di dalam asumsi metode OLS, autokorelasi adalah korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan lainnya. Hal ini melanggar asumsi bahwa kovarian dari υ i dan υ j sama dengan nol. Winarno (2009) juga menjelaskan bahwa autokorelasi merupakan hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtun waktu karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya Konsekuensi dari adanya autokorelasi adalah: 1. Perhitungan standar error metode OLS sudah tidak dapat dipercaya kebenarannya. 2. Interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak dapat dipercaya untuk evaluasi hasil regresi. Pengujian adanya autokorelasi ini dapat menggunakan uji residual pada Eviews 8.0 dengan melihat correlogram dari Q-Stat pada model. Jika ditemukan p-value yang signifikan yakni lebih kecil dari 5% dari 30 lag, maka pemodelan masih mengandung autokorelasi. Model yang mengandung autokorelasi ini dilanjutkan ke pemodelan ARIMA di mana unsur AR (autoregressive) ataupun MA (moving average) akan dimasukkan ke dalam model hingga tidak terdapat efek autokorelasi di dalam model.
67 4.6.5. Pemilihan Model ARIMA Dalam teknik Box Jenkin, langkah-langkah yang harus diambil di dalam menganalisa data secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Identifikasi model. Langkah ini untuk mencari nilai p, d, dan q dengan menggunakan correlogram untuk menguji kestasioneran data. 2. Estimasi parameter yang telah dipilih. Estimasi parameter dapat dilakukan melalui metode kuadrat terkecil atau metode estimasi lainnya seperti maximum likelihood. 3. Uji diagnosis dan pemilihan model yang terbaik dengan melihat apakah model yang dipilih relatif kecil karena bersifat random (white noise). Untuk melihat residual bersifat random adalah dengan menganalisis residual dengan correlogram baik melalui ACF maupun PACF. Widarjono (2013) menjelaskan bahwa setelah mendeteksi masalah stasioner, maka selanjutnya identifikasi model ARIMA. Metode baku yang digunakan untuk pemilihan ARIMA melalui correlogram yaitu ACF dan PACF. Jika koefisien ACF menurun secara perlahan (eksponensial) dan nilai koefisien PACF menurun drastis (spiked) pada kelambanan (lag) tertentu maka modelnya adalah AR(p). Jika sebaliknya koefisien ACF menurun drastis pada kelambanan tertentu sedangkan PACF menurun secara eksponensial maka model yang tepat adalah MA(q). Namun, jika koefisien ACF maupun PACF menurun secara eksponensial maka model yang tepat adalah ARMA (p,q). Sedangkan jika ACF dan PACF menurun secara drastis, maka mencoba model tentatif menggunakan model ARIMA (p,d,q).
68 4.6.6. Pengujian Heteroskedastisitas Penggunaan model ARCH dan GARCH sebelumnya perlu diperiksa dahulu untuk mendeteksi adanya unsur heteroskedastisitas. Ada dua uji untuk menguji efek ARCH, yaitu ARCH LM Test dan Correlogram Squares of Residual 4.6.6.1. Correlogram Squares of Residual Correlogram Squares of Residual menampilkan autokorelasi dan korelasi parsial dari error kuadrat sampai lag tertentu dan menghitung LjungBox Q- statistics sampai pada lag tertentu pula (Akbar, 2008). Widarjono (2013) menjelaskan di dalam uji correlogram, jika tidak ada unsur ARCH di dalam residual kuadrat maka Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) seharusnya adalah nol pada semua kelambanan atau secara statistik tidak signifikan. Sebaliknya jika ACF dan PACF tidak sama dengan nol maka model mengandung unsur ARCH. Pada pengujian Ljung-Box, jika nilai statistik LB lebih kecil dari nilai kritis stastistik dari tabel distribusi chi squares ( ) maka residual menunjukkan tidak adanya unsur ARCH. Sebaliknya jika nilai statistik LB lebih besar dari nilai kritis stastistik dari tabel distribusi chi squares ( ) maka residual menunjukkan adanya unsur ARCH. Berdasarkan uji dari LB ditunjukkan Q-stat, jika Q-Stat nilai cukup tinggi sehingga secara statistik signifikan. Signifikannya koefisen ACF dan PACF dapat juga dilihat dari rendahnya semua probabilitas Q-Stat, bahkan hampir nol yang berarti data mengandung unsur ARCH.
69 4.6.6.2. ARCH-LM Test Uji Lagrange Multiplier (LM) berfungsi untuk menguji keberadaan efek ARCH, yakni keheterogenan ragam sisaan yang dipengaruhi kuadrat sisaan periode sebelumnya (conditional heteroscedasticity) dalam data time series. Widarjono (2013) menjelaskan hipotesis nol adalah tidak adanya unsur ARCH dimana variance variabel gangguan akan konstan sebesar. Jika gagal menolak hipotesis nol maka model tidak mengandung masalah ARCH dan jika menolak hipotesis nol maka model mengandung unsur ARCH. Menurut Robert Engle model akan mengikuti distribusi chi-squared dengan df sebanyak p. (4.6) Jika merupakan chi squares (χ) hitung lebih besar dari nilai kritis chi squares ( ) pada derajat kepercayaan tertentu (α), maka menolak hipotesis nol. Namun jika chi squares (χ) hitung lebih kecil dari nilai kritis chi squares ( ) pada derajat kepercayaan tertentu (α), maka gagal menolak hipotesis nol yang berarti varian residu adalah konstans sebesar sehingga model terbebas dari masalah ARCH. 4.6.7. ARCH Engle (1982) menjelaskan bahwa variance sekarang tergantung dengan variance masa lalu sehingga heteroskedastisitas dapat dimodelkan dan variance diperbolehkan untuk berubah antar waktu. Secara umum model ARCH(p) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: (4.7) Dimana > 0,,. > 0 dan adalah slope. adalah error variance sedangkan adalah error term. Error variance tergantung pada lag term dari
70 error term kuadrat yang berarti berita tentang periode sebelumnya diukur sebagai lag dari squared error ( ). Di dalam penelitian ini, pemilihan lag (p) hanya berupa ARCH(1) sebagai penyederhanaan model (parsimony) dikarenakan model yang dikatakan paling baik adalah model yang paling sederhana dan juga di dalam penelitian-penelitian sebelumnya belum ada kriteria tertentu untuk mengidentifikasi lag (p) pada model volatilitas 4.6.8. GARCH Gujarati (2004) menjelaskan bahwa conditional variance dari σ pada waktu t tidak hanya tergantung pada squared error term dalam periode waktu sebelumnya (seperti ARCH), tetapi juga pada conditional variance dalam periode waktu sebelumnya. Secara umum model GARCH (p,q) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: (4.8) Dimana adalah konstan, > 0, > 0, adalah bentuk ARCH term, dan adalah bentuk GARCH term. Di dalam penelitian ini, pemilihan lag (p,q) hanya berupa GARCH(1,1) sebagai penyederhanaan model (parsimony) dikarenakan model yang dikatakan paling baik adalah model yang paling sederhana dan juga di dalam penelitianpenelitian sebelumnya belum ada kriteria tertentu untuk mengidentifikasi lag (p,q) pada model volatilitas.
71 4.6.9. Exponential GARCH Gejolak asimetris pada efek volatilitas diteliti oleh Nelson pada tahun 1991 dengan mengembangkan model EGARCH atau Exponential GARCH. Model tersebut secara umum diformulasikan dengan persamaan: (4.9) Pemakaian bentuk ln pada persamaan conditional variance menunjukkan bahwa conditional bersifat eksponensial bukan dalam bentuk kuadratik seperti persamaan conditional variance di dalam model ARCH dan GARCH. Selain itu penggunaan ln juga menjamin bahwa variance tidak pernah negatif. Efek asimetris terjadi jika γ 0. Persamaan variance terdiri dua unsur yaitu: maginitude effect ( ) yang menunjukkan besarnya pengaruh volatilitas pada periode t p terhadap variance saat ini dan sign effect ( ) yang menunjukkan perbedaan pengaruh shock positif dan negatif pada periode t terhadap variance saat ini (Widarjono, 2013). Di dalam penelitian ini, pemilihan lag (p,q) hanya berupa EGARCH(1,1) sebagai penyederhanaan model (parsimony) dikarenakan model yang dikatakan paling baik adalah model yang paling sederhana dan juga di dalam penelitianpenelitian sebelumnya belum ada kriteria tertentu untuk mengidentifikasi lag (p,q) pada model volatilitas.
72 4.6.10. Threshold GARCH umum: TGARCH ini dikenalkan oleh Zakoian pada tahun 1994 dengan persamaan (4.10) dimana d adalah variabel dummy, = 1 jika < 0, dan = 0 jika > 0. Di dalam model TGARCH ini, berita baik (good news) pada periode t 1 ( > 0) dan berita buruk (bad news) pada periode t 1 ( < 0) mempunyai efek yang berbeda terhadap conditional variance. Berita baik mempunyai dampak terhadap α dan berita buruk mempunyai dampak terhadap α + γ. Jika γ > 0 maka terjadi leverage effect (Widarjono, 2013). Di dalam penelitian ini, pemilihan lag (p,q) hanya berupa TGARCH(1,1) sebagai penyederhanaan model (parsimony) dikarenakan model yang dikatakan paling baik adalah model yang paling sederhana dan juga di dalam penelitianpenelitian sebelumnya belum ada kriteria tertentu untuk mengidentifikasi lag (p,q) pada model volatilitas. 4.6.11. Asymmetric Power GARCH Ding, Granger, dan Engle pada tahun 1993 mengusulkan APGARCH (p,d,q) dengan persamaan umum: ( ) (4.11) Dimana dan adalah ARCH dan GARCH standar, δ adalah koefisien positif dan merupakan efek leverage, dan δ > 0, 0 untuk і = 1,2,,r, = 0 untuk semua i < r dan r p. Ketika δ = 2, persamaan di atas menjadi model
73 GARCH klasik yang memungkinkan untuk efek leverage dan ketika δ = 1 standar deviasi bersyarat akan diestimasi. Selain itu, akan dapat meningkatkan fleksibilitas model Asymmetric Power GARCH dengan mempertimbangkan δ sebagai koefisien lain yang juga harus diestimasi (Miron dan Tudor, 2010). Di dalam penelitian ini, pemilihan lag (p,q) hanya berupa APGARCH(1,1) sebagai penyederhanaan model (parsimony) dikarenakan model yang dikatakan paling baik adalah model yang paling sederhana dan juga di dalam penelitian-penelitian sebelumnya belum ada kriteria tertentu untuk mengidentifikasi lag (p,q) pada model volatilitas. 4.6.12. Pemilihan Model Terbaik Dalam pendekatan perbandingan model, tujuan yang mendasarinya adalah untuk memilih model yang terbaik. Model yang terbaik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah model yang dapat meminimalkan kesalahan dalam menggunakan periode sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Ini dikarenakan tidak ada metode peramalan yang terbaik dan selalu digunakan untuk membuat peramalan aset tertentu. Oleh karena itu, beberapa model yang dihasilkan dari proses analisis time series perlu dilakukan pemilihan model yang terbaik dengan mengacu pada kriteria perhitungan model residual yang sesuai. Kriteria yang dipakai untuk memilih model terbaik berdasarkan residual adalah sebagai berikut: 4.6.12.1. Akaike Information Criteriation (AIC) Dayton (2003) menjelaskan bahwa pada dasarnya, AIC melibatkan gagasan lintas validasi, tetapi hanya pada akal teoritis. Mengingat nilai AIC dari
74 dua atau lebih model, model AIC yang paling minimum adalah yang mewakili dari model yang benar dan dapat diartikan sebagai model yang terbaik. Widarjono (2013) menjelaskan bahwa kriteria ini didasarkan pada Metode Maximum Likelihood (ML). Adapun formula AIC sebagai berikut: (4.12) Dimana k merupakan jumlah parameter estimasi, n adalah jumah observasi, e = 2,718 dan adalah residual. Jika ditulis dalam bentuk logaritma sebagai berikut: ( ) (4.13) Pengukuran kriteria ini jika nilai AIC semakin kecil maka model tersebut semakin baik. Alasan utama untuk memilih penggunaan prosedur pemilihan model seperti AIC dibandingkan dengan tes signifikansi tradisional adalah kenyataan bahwa, keputusan holistik tunggal dapat dibuat mengenai model yang terbaik didukung oleh data berbeda dengan apa yang biasanya serangkaian uji signifikansi mungkin bertentangan. Selain itu, model dapat peringkat dari terbaik sampai terburuk didukung oleh data di tangan. Dengan demikian, memperbesar kemungkinan penafsiran (Dayton, 2003). 4.6.12.2. Bayesian Schwartz s Information Criteriation (BSIC) Widarjono (2013) menjelaskan bahwa kriteria lain yang biasanya digunakan adalah Schwartz s Information Criteriation (SIC). Adapun formulasinya: (4.14)
75 Dalam bentuk persamaan logaritma sebagai berikut: ( ) (4.15) Kriteria SIC memberi timbangan lebih besar daripada AIC. Penilaian SIC ditunjukan dengan nilai SIC yang semakin kecil maka model tersebut semakin baik. Jika AIC maupun SIC nilainya negatif maka diambil nilai absolutnya. SIC dikarenakan memberi timbangan lebih besar, maka jika ada kontradiksi antara nilai SIC dan AIC maka yang digunakan adalah kriteria dari SIC. Kelebihan kedua model ini adalah dapat digunakan untuk peramalan in-sample (peramalan model apakah sesuai dengan data yang ada) dan out-sample (peramalan model apakah sesuai dengan nilai yang terjadi di masa mendatang. Kedua model ini juga dapat digunakan untuk pemilihan model nested (sebuah model yang merupakan mbagian dari model lain) dan model non-nested (sebuah model yang bukan merupakan bagian dari model lain). SIC dan AIC biasanya juga digunakan untuk menentukan panjangnya kelambanan di dalam Autoregressive (AR) (Widarjono, 2013).
76 4.7. Alur Penelitian Pengumpulan Data Ubah ke bentuk Return Uji Stasioner Uji Autokorelasi Pemilihan Model ARIMA Terbaik Uji Heteroskedastisitas Pemodelan ARCH Pemodelan GARCH Pemodelan TGARCH Pemodelan EGARCH Pemodelan APGARCH Pemilihan Model Terbaik Peramalan