Bab V KESIMPULAN Kesimpulan. Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama. Pasal 28E

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB IV A. PENGANTAR. 1 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 43 2 Ibid, 44

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BUPATI BULUNGAN. Jalan Jelarai Tanjung Selor Kaltim, Telp. (0552) , Fax (0552) 21009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN TRENGGALEK

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Repub

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

PERATURAN BERSAMA WALIKOTA DEPOK DAN KETUA PENGADILAN NEGERI DEPOK NOMOR : 32 TAHUN 2012 NOMOR : W11.U21/2238/UM.01.10/IX/2012

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

BUPATI BUPATI SEMARANGEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

rangkaa standar minimal menyeluruh untuk berdasarkan Nomor Kepulauan

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012

WALIKOTA MOJOKERTO PROVINS! JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2015

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PADANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Re

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

I. PENDAHULUAN. sebuah sistem merupakan bagian dari administrasi pemerintahan dan. administrasi Negara dalam memberikan jaminan kepastian hukum dan

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SIDOARJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 18 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI BELITUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BANDUNG BARAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU

7. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;

TENTANG BUPATI PATI,

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BUTON PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI LANNY JAYA PROVINSI PAPUA

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 1 TAHUN 2009

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2009 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI KABUPATEN BANTUL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU

Transkripsi:

Bab V KESIMPULAN Setelah menguraikan dan membahas beberapa hal di beberapa bab sebelumnya, maka dalam bab V ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Alasan-alasan Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga dalam mencatatkan perkawinan beda agama di pengaruhi oleh beberapa faktor.faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia. Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974. Secara eksplisit perkawinan beda agama tidak diatur dalam pasal ini. Sehingga muncul berbagai interpretasi terhadap undang-undang ini. Dan besar kemungkinan dalam prakteknya terjadi penyelundupan hukum karena diasumsikan perkawinan bagi pasangan beda agama tidak difasilitasi oleh negera. Dan bisa jadi adanya pemaksaan agama, seperti misalnya dalam pernikahan beda agama, salah satu pihak harus mengganti KTP-nya supaya pernikahan mereka dapat disahkan dan dicatatkan. Padahal dalam negara yang demokrasi dan religius ini, negara kita sudah seharusnya menjamin hak-hak masing-masing warga negara untuk menjalankan agama dan kepercayaan seperti tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945, dan Pasal 28 E UUD 1945. 1 1 Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama. (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 48

Jadi sangat perlu bagi pemerintah untuk menyusun perundang-undangan (baca: UU Perkawinan) yang tegas dan tidak menimbulkan multitafsir. Untuk sementara ini sepertinya terjadi kekosongan hukum untuk perkawinan bagi pasangan yang berbeda agama. Padahal kebutuhan sosial yang ada menuntut persoalan ini segera terpecahkan. Jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum maka seperti yang saya ungkapkan di penjelasan sebelumnya bahwa tidak menutup kemungkinan akan selalu terjadi penyelundupan hukum, penyelundupan nilai-nilai agama dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 2. Berkaitan dengan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan khususnya pasal 34 sampai dengan pasal 35 a 2 yang berkaitan dengan perkawinan bagi pasangan beda agama maka dibutuhkan sosialisasi dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kota Salatiga setempat melalui para pemuka agama / rohaniawan di Kota Salatiga yang telah diberi mandat oleh Walikota Salatiga untuk mencatatkan perkawinan. 3. Pelayanan Administrasi Kependudukan oleh Dinasdukcapil Salatiga, khususnya yang berkaitan dengan pencatatan sipil kepada masyarakat perlu ditingkatkan. 2 Undang Undang No 23 tahun 2006 khususnya pasal 34 sampai dengan pasal 35 a: Pasal 34: (1) Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. (3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan istri. (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Penduduk yang beragama Islam kepada KUAKec. (5) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan dalam Pasal 8 ayat dua (2) wajib disampaikan oleh KUAkec kepada Instansi Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan. (6) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memerlukan penerbitan kutipan akta Pencatatan Sipil. (7) Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada UPTD Instansi Pelaksana. Sedangkan Pasal 35 a: Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan (penjelasan pasal 35 huruf a: yang dimaksud Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah Perkawinan yang dilakukan antar- umat yang berbeda agama. 49

Selain itu pelayanan kepada masyarakat harus mengedepankan hak-hak warga masyarakat, tanpa diskriminasi dan memberi kemudahan. 4. Ketika UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 tidak bisa memberi jawab atas realitas sosial yang ada maka Pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini diwakili oleh Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil menggunakan alternatif-alternatif solusi dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti pendekatan hukum, sosial dan moral. Dan produk hukum yang digunakan oleh aparat pemerintah (Salatiga) yaitu (a) undang-undang Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang menetapkan bahwa : Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejah tanggal perkawinan. (b) Pasal 67 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pentatan Sipil ditetapkan, bahwa Salah satu persyaratan pencatatan perkawinan adalah Surat keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka agama/pendeta. (c) Dalam perkawinan antara pemeluk agama yang satu dengan yang lain yang tidak dapat menunjukkan bukti perkawinan dari pemuka agama yang bersangkutan, maka sebagai dasar pencatatan perkawinannya adalah Penetapan Pengadilan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi kependudukan. 5. Kesadaran moral Pemimpin (Baca: Kepala Dinasdukcapil). Para pemimpin Dinasdukcapil bertindak mencatatkan perkawinan bagi pasangan beda agama sungguh sungguh dilakukan dengan sebuah kesadaran moral. Kewenangan dan kebijakan khusus yang diambil bukan karena sekedar kecenderungan atau ikutikutan tetapi tindakan yang dilakukan bertolak dari suatu rasa kewajiban moral. Meskipun berada dalam kewenangan yang terbatas akan tetapi kewajiban moral pemimpin terhadap pergumulan warganya (baca: kebutuhan sosial warganya) harus dikedepankan. Kekuasaan yang dimiliki bukan semata-mata digunakan untuk melayani kepentingan mereka sendiri atau kepentingan beberapa kelompok tetapi untuk mewujudkan kepentingan umum / pelayanan yang utuh 50

terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Dan semua kewenangan yang dimiliki, kebijakan yang diambil selalu diintegrasikan dan dikomunikasikan dengan : (1) Kesadaran diri akan tugas pokok dan fungsinya sebagai Kepala Dinasdukcapil yang membantu tugas Walikota. (2) Pertimbangan moral-etis, (3) Pertimbangan aturan/norma hukum yang berlaku. B. Saran 1. Pemerintah Melalui Kementrian Dalam Negeri perlu : a. Memberikan sosialisasi dan penyuluhan hukum dan Hak Asasi manusia kepada segenap aparat dan warganya baik dari tingkat pusat sampai dengan di daerah berkaitan dengan pelaksanaan pencatatan perkawinan khususnya bagi perkawinan pasangan beda agama. b. Memberi arahan kepada aparat dan jajarannya baik di pusat sampai di daerah agar berusaha memfasilitasi pelayanan kepada warganya dengan berbagai kemudahan. Khususnya yang berkaitan dengan perkawinan pasangan beda agama. pencatatan 2. Lembaga Pencatat Perkawinan ( Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil) a. Diperlukan pemahaman yang utuh baik dari sisi sosial kemasyarakatan dan hukum kepada pegawai-pegawai Dinasdukcapil setempat mengenai pentingnya melayani pencatatan perkawinan khsususnya pasangan yang berbeda agama. Dengan dibangunnya pemahaman yang seperti ini maka secara otomatis lembaga pencatatan perkawinan yang ada telah menghormati hak asasi manusia. b. Perlu meningkatkan pemahaman bersama mengenai Pluralisme bangsa dan pluralisme agama yang ada di negeri ini c. Perlu membatasi diri untuk tidak terlalu intervensi mendalam pada persoalan perbedaan, terutama perbedaan agama. Dinasdukcapil hanya 51

bertugas mencatat peristiwa perkawinan yang telah terjadi dan telah di sahkan secara agama. d. Sebagai seorang pemimpin (baca: kepala dinas) tentunya segala kebijakan yang diambil harus sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai aturan yang berlaku. Dan sebagai seorang pemimpin tentunya memiliki kewenangan untuk berani memodifikasi / meng-kreasi aturan hukum yang ada untuk menjawab situasi yang ada. 52