Bab V KESIMPULAN Setelah menguraikan dan membahas beberapa hal di beberapa bab sebelumnya, maka dalam bab V ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Alasan-alasan Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga dalam mencatatkan perkawinan beda agama di pengaruhi oleh beberapa faktor.faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia. Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974. Secara eksplisit perkawinan beda agama tidak diatur dalam pasal ini. Sehingga muncul berbagai interpretasi terhadap undang-undang ini. Dan besar kemungkinan dalam prakteknya terjadi penyelundupan hukum karena diasumsikan perkawinan bagi pasangan beda agama tidak difasilitasi oleh negera. Dan bisa jadi adanya pemaksaan agama, seperti misalnya dalam pernikahan beda agama, salah satu pihak harus mengganti KTP-nya supaya pernikahan mereka dapat disahkan dan dicatatkan. Padahal dalam negara yang demokrasi dan religius ini, negara kita sudah seharusnya menjamin hak-hak masing-masing warga negara untuk menjalankan agama dan kepercayaan seperti tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945, dan Pasal 28 E UUD 1945. 1 1 Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama. (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 48
Jadi sangat perlu bagi pemerintah untuk menyusun perundang-undangan (baca: UU Perkawinan) yang tegas dan tidak menimbulkan multitafsir. Untuk sementara ini sepertinya terjadi kekosongan hukum untuk perkawinan bagi pasangan yang berbeda agama. Padahal kebutuhan sosial yang ada menuntut persoalan ini segera terpecahkan. Jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum maka seperti yang saya ungkapkan di penjelasan sebelumnya bahwa tidak menutup kemungkinan akan selalu terjadi penyelundupan hukum, penyelundupan nilai-nilai agama dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 2. Berkaitan dengan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan khususnya pasal 34 sampai dengan pasal 35 a 2 yang berkaitan dengan perkawinan bagi pasangan beda agama maka dibutuhkan sosialisasi dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kota Salatiga setempat melalui para pemuka agama / rohaniawan di Kota Salatiga yang telah diberi mandat oleh Walikota Salatiga untuk mencatatkan perkawinan. 3. Pelayanan Administrasi Kependudukan oleh Dinasdukcapil Salatiga, khususnya yang berkaitan dengan pencatatan sipil kepada masyarakat perlu ditingkatkan. 2 Undang Undang No 23 tahun 2006 khususnya pasal 34 sampai dengan pasal 35 a: Pasal 34: (1) Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. (3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan istri. (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Penduduk yang beragama Islam kepada KUAKec. (5) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan dalam Pasal 8 ayat dua (2) wajib disampaikan oleh KUAkec kepada Instansi Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan. (6) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memerlukan penerbitan kutipan akta Pencatatan Sipil. (7) Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada UPTD Instansi Pelaksana. Sedangkan Pasal 35 a: Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan (penjelasan pasal 35 huruf a: yang dimaksud Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah Perkawinan yang dilakukan antar- umat yang berbeda agama. 49
Selain itu pelayanan kepada masyarakat harus mengedepankan hak-hak warga masyarakat, tanpa diskriminasi dan memberi kemudahan. 4. Ketika UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 tidak bisa memberi jawab atas realitas sosial yang ada maka Pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini diwakili oleh Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil menggunakan alternatif-alternatif solusi dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti pendekatan hukum, sosial dan moral. Dan produk hukum yang digunakan oleh aparat pemerintah (Salatiga) yaitu (a) undang-undang Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang menetapkan bahwa : Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejah tanggal perkawinan. (b) Pasal 67 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pentatan Sipil ditetapkan, bahwa Salah satu persyaratan pencatatan perkawinan adalah Surat keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka agama/pendeta. (c) Dalam perkawinan antara pemeluk agama yang satu dengan yang lain yang tidak dapat menunjukkan bukti perkawinan dari pemuka agama yang bersangkutan, maka sebagai dasar pencatatan perkawinannya adalah Penetapan Pengadilan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi kependudukan. 5. Kesadaran moral Pemimpin (Baca: Kepala Dinasdukcapil). Para pemimpin Dinasdukcapil bertindak mencatatkan perkawinan bagi pasangan beda agama sungguh sungguh dilakukan dengan sebuah kesadaran moral. Kewenangan dan kebijakan khusus yang diambil bukan karena sekedar kecenderungan atau ikutikutan tetapi tindakan yang dilakukan bertolak dari suatu rasa kewajiban moral. Meskipun berada dalam kewenangan yang terbatas akan tetapi kewajiban moral pemimpin terhadap pergumulan warganya (baca: kebutuhan sosial warganya) harus dikedepankan. Kekuasaan yang dimiliki bukan semata-mata digunakan untuk melayani kepentingan mereka sendiri atau kepentingan beberapa kelompok tetapi untuk mewujudkan kepentingan umum / pelayanan yang utuh 50
terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Dan semua kewenangan yang dimiliki, kebijakan yang diambil selalu diintegrasikan dan dikomunikasikan dengan : (1) Kesadaran diri akan tugas pokok dan fungsinya sebagai Kepala Dinasdukcapil yang membantu tugas Walikota. (2) Pertimbangan moral-etis, (3) Pertimbangan aturan/norma hukum yang berlaku. B. Saran 1. Pemerintah Melalui Kementrian Dalam Negeri perlu : a. Memberikan sosialisasi dan penyuluhan hukum dan Hak Asasi manusia kepada segenap aparat dan warganya baik dari tingkat pusat sampai dengan di daerah berkaitan dengan pelaksanaan pencatatan perkawinan khususnya bagi perkawinan pasangan beda agama. b. Memberi arahan kepada aparat dan jajarannya baik di pusat sampai di daerah agar berusaha memfasilitasi pelayanan kepada warganya dengan berbagai kemudahan. Khususnya yang berkaitan dengan perkawinan pasangan beda agama. pencatatan 2. Lembaga Pencatat Perkawinan ( Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil) a. Diperlukan pemahaman yang utuh baik dari sisi sosial kemasyarakatan dan hukum kepada pegawai-pegawai Dinasdukcapil setempat mengenai pentingnya melayani pencatatan perkawinan khsususnya pasangan yang berbeda agama. Dengan dibangunnya pemahaman yang seperti ini maka secara otomatis lembaga pencatatan perkawinan yang ada telah menghormati hak asasi manusia. b. Perlu meningkatkan pemahaman bersama mengenai Pluralisme bangsa dan pluralisme agama yang ada di negeri ini c. Perlu membatasi diri untuk tidak terlalu intervensi mendalam pada persoalan perbedaan, terutama perbedaan agama. Dinasdukcapil hanya 51
bertugas mencatat peristiwa perkawinan yang telah terjadi dan telah di sahkan secara agama. d. Sebagai seorang pemimpin (baca: kepala dinas) tentunya segala kebijakan yang diambil harus sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai aturan yang berlaku. Dan sebagai seorang pemimpin tentunya memiliki kewenangan untuk berani memodifikasi / meng-kreasi aturan hukum yang ada untuk menjawab situasi yang ada. 52