BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam upacara perkawinan masyarakat Jawa, penyumbang adalah orangorang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB IV ANALISIS SISTEM BUWUHAN PADA PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT. A. Analisis Komparasi Hukum Islam Dan Hukum Adat Tentang Buwuhan

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

Penjelasan lebih lanjut mengenai mahar dan prosesi pertunangan akan dibahas di bab selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB IV PENUTUP. pemberian saran dari proses pengembangan masyarakat melalui nilai-nilai. kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kompetisi yang ketat. Pengaruh budaya asing juga sangat membentuk kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

TRADISI BECEKAN. (Studi Kasus Pada Masyarakat Jawa Di Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.


BAB III GAMBARAN TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYUURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANAN KULON KABUPATEN BLITAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

FUNGSI BUDAYA MESOKO DALAM SOLIDARITAS MASYARAKAT TOLAKI (Studi Pada Masyarakat di Desa Kosebo Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan)

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dikenal dengan Sumatera Timur tanah kekuasaan raja-raja Melayu.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam

I. PENDAHULUAN. pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan mengenai perkembangan sistem gotong royong sebagai fenomena

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kota Nanga Bulik (ibu kota Kabupaten Lamandau). Adapun desa-desa yang berbatasan dengan Desa Cuhai adalah :

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan),

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. Upacara tradisional merupakan wujud dari suatu kebudayaan. Kebudayaan adalah

BIAYA PERNIKAHAN. Oleh: Ahmad Gozali

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suku yang hidup dan berkembang di Provinsi Aceh.

BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

DRAFT PANDUAN ACARA PERNIKAHAN. Putra pertama Bapak.. & Ibu. Dengan. Srah Tinampi : Ahad,.. Sepetember 2014 Pukul 07.00

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. unsur simbolis sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalani

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. kental dan peka terhadap tata cara adat istiadat. Kekentalan masyarakat Jawa

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengenai desa, masyarakat, atau komunitas desa, serta solidaritasnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB V KESIMPULAN. bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup tersebut terdapat acara seremonial seperti selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut terdapat tradisi yang melekat kuat dalam proses kegiatannya yakni tradisi nyumbang.tradisi ini merupakan suatu kebiasaan masyarakat yang memberi sumbangan uang maupun barang kepada penduduk yang menyelenggarakan suatu perhelatan. Sebagai penyelenggara acara selamatan, masyarakat yang nduwe gawe biasanya membagi-bagikan makanan kepada seluruh warga desa. Warga yang telah menerima kiriman makanan ini kemudian membalasnya dengan memberi sumbangan sejumlah uang atau barang kepada sang penyelenggara hajatan. Jika ada tetangga, saudara dan teman yang mengadakan hajatan maka para tetangga beramai-ramai membantu dengan memberikan bantuan berupa bahan kebutuhan untuk menggelar hajatan tersebut. Bantuan yang diberikan biasanya berupa barang kebutuhan pokok dan atau uang. Bantuan berupa barang kebutuhan pokok diharapkan dapat membantu nyengkuyung lancarnya prosesi hajatan yang digelar. Bantuanbantuan yang diberikan oleh warga masyarakat disekitar lingkungan tinggal 228

mempunyai maksud agar apa yang sudah mereka upayakan dan lestarikan selama ini dapat terjaga. Seiring dengan perkembangan jaman, tradisi nyumbang juga mengalami berbagai pergeseran. Jaman dahulu, bentuk sumbangan yang umum diberikan kepada warga yang menggelar hajatan adalah sumbangan dalam bentuk barang. Masyarakat menyumbangkan barang-barang kebutuhan pokok yang berasal dari hasil pertanian atau perkebunan mereka sendiri. Pada jaman itu masyarakat tidak memiliki aturan khusus mengenai beberapa banyak barang yang disumbangkan. Warga juga tidak menentukan secara khusus jenis barang seperti apa yang boleh disumbangkan. Sifat nyumbang adalah sukarela, sehingga masyarakat bebas memberi apa saja dan berapa banyak barang yang diberikan. Bahkan jika warga tidak bisa menyumbangkan barang, sumbangan tenaga juga masih bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk nyumbang. Pergeseran bentuk nyumbang dapat dilihat melalui dua kacamata. Yang pertama adalah sumbangan yang diberikan kepada manten (anak yang menikah) maupun sumbangan yang diberikan kepada orangtua (penyelenggara hajatan). Ketika ada salah seorang warga yang menikah, sumbangan tidak hanya diberikan kepada orangtua sebagai penyelenggara hajatan saja, tetapi juga kepada kedua pengantin atau anak yang menikah. Sumbangan kepada manten atau anak yang menikah pada jaman dahulu berbentuk kado. 229

Umumnya berisi barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti sprei, panci, termos, gelas, piring, alat pecah belah, maupun peralatan dapur lainnya. Seiring dengan perkembangan jaman, sumbangan untuk manten berupa kado mulai ditinggalkan dan digantikan dengan uang karena alasan kepraktisan dan keefektifan. Masyarakat menilai sumbangan berbentuk kado kurang praktis dan repot. Bentuk sumbangan untuk orangtua juga mengalami pergeseran. Sumbangan yang semula berbentuk barang yang berasal dari hasil pertanian atau perkebunan mereka sendiri seiring perubahan jaman, sumbangan berupa barang juga berubah menjadi sumbangan dalam bentuk uang. Pada jaman dahulu, prosesi-prosesi pernikahan dilakukan secara lengkap dan membutuhkan waktu yang lama. Masyarakat menjalankan prosesi pernikahan dari upacara nontoni hingga upacara panggih dan ngundhuh mantu. Waktunyumbang pun tidak hanya dilakukan pada saat resepsi atau hari pernikahan saja, tetapi dilakukan sejak dimulainya rangkaian pernikahan. Prosesi pernikahan tidak hanya terjadi dalam kurun waktu sehari sehingga sumbangan tidak hanya diberikan sekali. Seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat modern menilai rangkaian acara yang harus dijalani pengantin laki-laki dan perempuan dalam prosesi pernikahan sangatlah panjang dan merepotkan. Penyelenggaraan hajatan yang terlampau lama dirasa masyarakat Dusun Jatirejo tidak efektif dan efisien sehingga banyak prosesi pernikahan yang dihilangkan atau digabungkan. 230

Masyarakat Dusun Jatirejo dalam melaksanakan tradisi memiliki caracara tersendiri. Ketika masih menggunakan cara lama (tradisional), masyarakat Jatirejo datang ke rumah penyelenggara hajatan lalu memberikan bantuan sumbangan kepada nyonya rumah yang juga bertugas sebagai penerima tamu. Sumbangan tersebut langsung diberikan ke dapur untuk diolah menjadi ater-ater. Warga yang menyumbang juga tidak lantas pulang melainkan ikut rewang di dapur, membantu mempersiapkan suguhan. Bergesernya sumbangan barang menjadi uang membuat masyarakat Dusun Jatirejo menyadari pentingnya sumbangan dalam hajatan pernikahan. Masyarakat Dusun Jatirejo kemudian membuat sebuah acara baru yang menjadi bagian dari acara ewuh atau hajatan pernikahan. Kegiatan nyumbang bagi masyarakat Dusun Jatirejo diposisikan sejajar dengan ijab ataupun resepsi pernikahan. Nyumbang dibuat layaknya pesta, lengkap dengan tenda, musik organ tunggal, dan berbagai jenis makanan enak yang disajikan. Acara nyumbang berlangsung selama dua atau tiga hari dan dilakukan sebelum resepsi berlangsung. Masyarakat Dusun Jatirejo mengenal stratifikasi dalam pembagian ater-ater. Masyarakat yang menyumbang sejumlah sepuluh ribu rupiah mendapatkan ater-ater berisi lauk telur rebus dan cakar ayam. Masyarakat yang menyumbang sejumlah dua puluh ribu rupiah mendapatkan ater-ater berisi lauk ikan bandeng. Masyarakat yang menyumbang sejumlah lima puluh 231

ribu rupiah mendapatkan ater-ater berisi dada ayam utuh. Semakin besar nominal uang yang diberikan dalam nyumbang, maka semakin bervariasi pula ater-ater yang didapatkan. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil nominal uang yang disumbangkan, semakin sedikit pula ater-ater yang didapatkan. Pemberian ater-ater era sekarang berbeda sekali dengan ater-ater era tradisional yang diberikan kepada semua penyumbang tanpa standart minimal. Jaman dahulu semua penyumbang diberi ater-ater yang sama meskipun jumlah sumbangan yang diberikan berbeda. Semula nyumbang merupakan sesuatu yang memiliki nilai sosial yang tinggi. Nyumbang merupakan wujud solidaritas sosial masyarakat guna mengurangi beban warga yang sedang menggelar hajatan. Nyumbang yang awalnya kental dengan nuansa solidaritas organis yang merupakan solidaritas berdasarkan ketulusan, telah berubah menuju solidaritas mekanis yang didasarkan atas untung rugi. Dewasa ini, masyarakat melakukan nyumbang karena mengharapkan adanya pertukaran. Masyarakat Jatirejo menerapkan prinsip saya memberi supaya nantinya saya juga diberi. Nyumbang menjadi sebuah bentuk pertukaran (resiprositas) sederhana yang berlangsung dalam hajatan pernikahan. Perubahan tradisi nyumbang tersebut terjadi karena beberapa alasan, antara lain: alasan kepraktisan, alasan keefektifan, dan mengikuti trend. Masyarakat Dusun Jatirejo mulai meninggalkan tradisi nyumbang barang dan 232

tenaga, lalu menggantinya dengan sumbangan berbentuk uang karena sumbangan uang dirasa lebih praktis dan fleksibel. Uang bisa langsung digunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan hajatan. Masyarakat modern menilai rangkaian acara yang harus dijalani pengantin laki-laki dan perempuan dalam prosesi pernikahan sangatlah panjang dan merepotkan. Selain membutuhkan waktu yang lama, prosesi pernikahan yang dilakukan secara lengkap juga membuat penyelenggara hajatan harus menyediakan dana yang tidak sedikit. Dewasa ini nilai-nilai kepraktisan dan keefektifan mulai muncul dan menyebabkan bergesernya prosesi pernikahan. Singkatnya prosesi pernikahan membuat dana yang dikeluarkan masyarakat berkurang, tidak sebanyak jika prosesi pernikahan dilakukan secara lengkap. Masyarakat juga bisa menghemat waktu karena penggabungan atau penghilangan prosesi pernikahan membuat prosesi-prosesi tersebut bisa dilakukan dengan lebih efektif. Makna dari prosesi tersebut juga tidak hilang. Tradisi nyumbang mengalami perubahan ketika para pendatang menetap di Dusun Jatirejo. Masyarakat pendatang yang umumnya berasal dari daerah perkotaan datang dan menetap di Dusun Jatirejo dan membawa serta adat atau kebiasaan mereka selama di kota, tak terkecuali dalam hal nyumbang atau menyelenggarakan hajatan. Masyarakat kota, yang sudah jarang menyumbang dalam bentuk barang dan juga melakukan rewang, mulai 233

memperkenalkan trend catering dan sumbangan dalam bentuk uang kepada masyarakat Dusun Jatirejo. Tradisi nyumbang sampai sekarang masih dilakukan untuk mempertahankan tradisi. Masyarakat Jatirejo berkeyakinan bahwa tradisi nyumbang tersebut merupakan warisan dari nenek moyang yang harus dilestarikan dan diwariskan kepada anak-cucu mereka. Nyumbang juga merupakan perwujudan dari nilai gotong royong yang menjadi dasar hidup masyarakat Dusun Jatirejo. Secara sosial, tradisi nyumbang dimaknai sebagai bentuk solidaritas. Namun di sisi lain, nyumbang juga digunakan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan. Dengan menyumbang, seseorang dapat menaikkan status sosialnya di mata masyarakat melalui jumlah sumbangan yang diberikan. Dalam hal ini nyumbang mengandung nilai balas budi atau timbal balik. Masyarakat Jatirejo merupakan masyarakat yang tidak mau memiliki hutang budi sehingga sumbangan apapun yang pernah diberikan harus dikembalikan sebagai bentuk timbal balik. Masyarakat yang terlibat dalam tradisi ini menginginkan apa yang diberikannya dibalas sebanding dengan orang yang telah menerimanya, jika resiprositas ini tidak terpenuhi maka ada sanksi sosial seperti cibiran atau gunjingan dalam masyarakat. Orang yang melakukan kerjasama ini tidak mau dirugikan satu sama lainnya. Resiprositas yang ada juga mengarah negatif karena orang yang terlibat membantu hajatan bukan lagi atas dasar keikhlasan untuk membantu, tetapi lebih kepada adanya timbal balik dari kerjasama yang mereka sepakati, tenaga 234

dan jasa yang dibantukan mulai di hargai dengan uang serta kadangkala orang yang melakukan hajatan juga lebih mencari keuntungan semata dan merugikan orang lain, artinya mencari keuntungan dengan menggelar hajatan. Dalam melakukan nyumbang, masyarakat menginginkan kerjasama resiprositas yang seimbang antara mereka yang terlibat dalam tradisi ini. Masyarakat tidak ingin rugi dan tidak ingin merugikan orang lain. Walaupun terdapat berbagai motif dan kepentingan masing-masing individu untuk melakukan kerjasama ini namun keseimbangan dalam melakukan kerjasama ini tetap harus dilakukan karena jika tidak maka orang tidak percaya lagi untuk melakukan kerjasama yang serupa ini dikemudian hari. Tradisi nyumbang yang semula dilakukan dan dimaknai sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian sosial, kini dilakukan atas dasar timbal balik atau resiprositas. Masyarakat melakukan nyumbang tidak lagi sebagai wujud kepedulian mereka terhadap warga yang sedang menggelar hajatan, tetapi dilakukan atas dasar kepentingan-kepentingan tertentu. Pemaknaan masyarakat akan tradisi nyumbang juga turut bergeser. Masyarakat yang terlibat membantu hajatan bukan lagi atas dasar keikhlasan untuk membantu, tetapi lebih kepada adanya timbal balik dari kerjasama yang mereka sepakati. 235

B. Saran Tradisi sumbang-menyumbang merupakan bentuk kepedulian masyarakat terhadap sesama demi meringankan beban warga yang menyelenggarakan hajatan. Tradisi ini sampai sekarang masih dipertahankan dan dilakukan oleh masyarakat Dusun Jatirejo dalam memperingati peristiwa penting yang terjadi dalam hidup mereka. Tradisi nyumbang di satu sisi memiliki nilai positif, karena beban masyarakat yang menyelenggarakan hajatan menjadi berkurang. Namun di sisi lain tradisi ini juga memberatkan masyarakat karena warga memiliki kewajiban untuk membalas sumbangan. Tak jarang masyarakat harus rela berhutang atau menjual barang kepemilikannya hanya untuk bisa menyumbang. Tradisi ini tidak bisa diputus atau dihentikan karena masyarakat memiliki ketergantungan satu sama lain dan mereka tidak akan rela jika tradisi ini dihilangkan. Tradisi nyumbang yang semula memiliki nilai sosial yang tinggi kini berubah menjadi sebuah tradisi yang dilakukan atas dasar kepentingankepentingan sosial dan finansial. Makna tradisi nyumbang mulai berubah dan bergeser. 236

Tradisi ini seharusnya dilakukan murni karena solidaritas, tanpa ada tujuan lain atau kepentingan-kepentingan lain. Masyarakat seharusnya menyumbang karena ingin membantu meringankan beban tetangga atau warga yang menggelar hajatan, bukan karena ingin mendapatkan keuntungankeuntungan lain. 237