BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang berpengaruh terhadap perekonomian global. Ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PERESMIAN ACARA PESONA BATIK PESISIR UTARA JAWA BARAT. Di Hotel Sari Pan Pasific. Tanggal, 19 Mei 2016.

BAB I PENDAHULUAN. senang menggunakan pakaian yang bermotif batik baik digunakan saat santai, kuliah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

ANALISIS VISUAL MOTIF BATIK KARAWANG

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Total Penjualan di Negara Tujuan Ekspor Batik (Liputan 6.com, 2013) Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Definisi Batik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

memiliki potensi yang sekaligus menjadi identitas kota, salah satunya yang dirintis oleh beberapa warga setempat. Produk Cibaduyut tak

MUSEUM BATIK TULIS BAKARAN DI KOTA PATI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wenni Febriani Setiawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri kecil di perdesaan dikenal sebagai tambahan sumber pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa globalisasi seperti sekarang, keadaan menuntut kita segera

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novi Pamelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya persaingan dalam dunia bisnis abad ini tidak dapat dihindarkan lagi. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang saat ini dirasakan hampir di seluruh dunia mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peluang Bisnis Batik

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

2016 MODEL KEMITRAAN BISNIS DONAT MADU CIHANJUANG

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian di negara yang sedang berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. implementasi perjanjian perdagangan bebas multilateral ASEAN-China Free

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang, dimana tiap-tiap industri bersaing mengembangkan produk atau

BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

BABl PENDAHULUAN. penting bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan aktifitas ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

Customer Oriented sebagai Strategi Industri Kecil Garment Pada Era Pasar Bebas 1

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan UMKM di Indonesia dari tahun telah. Tabel 1.1. Jumlah Unit UMKM dan Industri Besar

2015 PENGUASAAN PENGETAHUAN PEMBUATAN BATIK CAP PADA PESERTA DIDIK SMKN 14 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyrakatnya juga terkenal dengan handmade dan handicraftnya. salah satunya Koto

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

Ketika cakar Sang Naga kian kuat mencengkeram

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keanekaragaman kesenian dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion adalah batik. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada awalnya batik hanya dikenal oleh kalangan keraton yang digunakan untuk upacara keagamaan maupun acara-acara kerajaan, sehingga pada waktu itu batik hanya digunakan oleh para raja, bangsawan dan abdi kerajaan. Namun begitu kini batik telah berkembang menjadi ikon pakaian nasional Indonesia. Batik mulai digunakan oleh masyarakat umum pada awal abad ke-19 dan jenis batik yang dikenal berupa batik tulis, kemudian berkembang menjadi batik cap dan printing bermotif batik. Selain masyarakat lokal, turis mancanegara juga sudah menggunakan batik. Hal itu dikarenakan keindahan dari berbagai motif serta mutu warna alami yang menarik. Salah satu daerah penghasil batik terbesar yang ada di Jawa Barat terdapat di daerah Cirebon. Sentra pembuatan batik Cirebon berada di Desa Trusmi Wetan dan Trusmi Kulon, Kecamatan Plered. Batik Cirebon disebut juga batik Trusmi oleh masyarakat, karena di Cirebon hanya terdapat satu daerah sentra pembuatan

2 batik. Produk batik Cirebon antara lain adalah batik pesisiran, batik mega mendung, batik sawat penganten, batik urang jejer, dan lain-lain. Bagi sebagian besar masyarakat disana, industri batik Trusmi adalah salah satu mata pencaharian utama. Industri kerajinan batik Trusmi tergolong kedalam industri padat karya, karena membutuhkan cukup banyak tenaga kerja manusia dengan beberapa keahlian khusus, telah memberikan kontribusi bagi Kabupaten Cirebon dengan membuka lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja dari dalam desa tempat industri itu berada, maupun angkatan kerja dari luar daerah. Tabel 1.1 Data Jumlah Tenaga Kerja Di Industri Batik Trusmi Tahun Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Prosentase Pertumbuhan (%) 2007 1.210-2008 1.197-0,010 % 2009 1.189-0,006 % 2010 998-0,160 % 2011 1.102 0,104 % Sumber : Desperindag Kabupaten Cirebon, 2012 Berdasarkan tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa dengan adanya industri batik Trusmi cukup membantu penyerapan tenaga kerja, walaupun dari data relatif ada penurunan sebanyak -0,010%, -0,006%, dan -0,160% yang terjadi seperti pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Namun begitu, pada tahun 2011 adanya peningkatan sebesar 0,104% atau sejumlah 1.102 orang dari tahun 2010 yang hanya sebesar 998 orang, membuktikan bahwasanya industri batik Trusmi masih berperan baik dalam penyerapan tenaga kerja.

3 Usaha yang bermula dari skala rumahan lama-kelamaan menjadi industri kerajinan yang berorientasi bisnis. Produk batik Trusmi kini bukan sekedar memenuhi kebutuhan lokal, tetapi sebagian pengrajin mengekspor ke Jepang, Amerika, Australia dan Belanda. Karenanya, industri batik Trusmi merupakan salah satu sektor penyumbang pendapatan bagi Kabupaten Cirebon sekaligus penghasil devisa bagi Indonesia. Selain berguna bagi aspek perekonomian, batik Trusmi juga penting sebagai salah satu aset kekayaan budaya daerah khususnya bagi Kabupaten Cirebon dan bangsa Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu harus dijaga kelestariannya agar tidak sampai menghilang seiring berjalannya waktu. Daerah produksi batik Cirebon terdapat di lima wilayah desa yang berbeda, diantaranya desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali, Kalitengnah dan Panembahan. Pertumbuhan batik Trusmi semakin bergerak cepat mulai dari tahun 2000-an, hal ini bisa dilihat dari banyaknya bermunculan showroom-showroom batik yang berada di sekitar jalan utama Desa Trusmi dan Panembahan. Namun begitu tidak selamanya pertumbuhan batik Trusmi dapat berlangsung baik. Batik Trusmi yang semula sedang berkembang, menjadi terganggu kelangsungan usahanya, pada saat krisis perekonomian dan arus globalisasi, serta beredarnya batik ilegal ke pasar Indonesia pada tahun 2008. Produk selundupan yang sebagian besar berasal dari China itu diperkirakan mencapai 290 miliar rupiah. Kedatangan batik asing ini langsung mengambil alih pangsa pasar batik yang selama ini menjadi tumpuan penghasilan pengusaha lokal, termasuk pengusaha batik Trusmi Cirebon. Hal itu disampaikan Dirjen

4 Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian Fauzi Aziz (www.indonesia.go.id, 11 November 2011). Kemunduran industri batik juga semakin menjadi dengan adanya perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), sejak 1 Januari 2010. Sebagaimana isi penggalan artikel Pikiran Rakyat (www.pikiranrakyat.com) tertanggal 29 Oktober 2009 berikut ini : Dan pada awal tahun 2010 adalah saat diberlakukan CAFTA (China- ASEAN Free Trade Agreement) di Indonesia dan negara peserta CAFTA lainnya. Diberitakan melalui berbagai media informasi, akhir-akhir ini produk China mendominasi pasar Indonesia, bahkan ke pelosok daerah. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan terutama bagi usaha kecil dan menengah yang sedang berkembang akan kalah bersaing denga produk-produk China sehingga ditakutkan akan mengalami kebangkrutan. Melalui artikel di atas, dapat dikatakan bahwa ACFTA telah membuat produsen lokal, tak terkecuali pengusaha batik Trusmi, mulai terganggu, sebagaimana pendapat Buchori dan H. Abed, pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon yang terlihat dalam artikel Pengusaha Cemas Terhadap Membanjirnya Batik China pada http://nasional.kompas.com tertanggal 1 Oktober 2008 berikut ini : Masuknya batik impor dari China dipastikaan akan menjadi gejolak bagi pengusaha dan pengrajin setelah Lebaran 2008 usai. Kedatangan batik China tersebut akan mempengaruhi usaha kerajinan batik asal Cirebon karena mereka mempunyai keunggulan dalam bidang modal, teknologi, dan menguasai bahan baku batik sehingga dipastikan akan mengancam kelangsungan usaha batik lokal. Selain itu terganggu usaha batik lokal juga terlihat dari omset mereka yang menurun akibat pasar lokal semakin dipenuhi oleh produk-produk asing, terutama dari China, sebagaimana yang diunggah dalam www.kompas.co.id, tertanggal 11

5 Maret 2010. Penurunan omset/pendapatan pengusaha tersebut dapat dilihat dari data penjualan produk batik Trusmi dibawah yang pertumbuhannya relatif semakin menurun. Tabel 1.2 Data Penjualan Batik Trusmi Di Cirebon Tahun Data Penjualan(RP) Prosentase Pertumbuhan 2007 447.178.200-2008 307.738.000-0,31% 2009 228.360.600-0,26% 2010 208.280.200-0,09% 2011 198.260.800-0,04% Sumber : Desperindag Kabupaten Cirebon, 2011 Berdasarkan tabel 1.2 diatas, tampak bahwa volume dan nilai penjualan batik Trusmi mengalami kondisi yang tidak tetap, bahkan cenderung menurun. Pada tahun 2007, volume batik mencapai 447.178.200 dan mengalami penurunan -0,31% pada tahun 2008 menjadi 307.738.000. Voume batik pada tahun 2009 pun mengalami penurunan lagi -0,26% atau sebesar 228.360.600. Pertumbuhan batik pun semakin menurun pada tahun 2010 dan 2011 hingga sebesar -0,09% dan - 0,04% atau sebesar 208.280.200 dan 198.260.800. Menurut sumber dari Disperindag Kabupaten Cirebon, kondisi pertumbuhan penjualan yang buruk ini dipengaruhi oleh adanya krisis ekonomi, kenaikan harga bahan bakar, kenaikan tarif dasar listrik, dan masuknya produk-produk batik asing, seperti dari China. Batik asing yang ada di pasar lokal mendominasi, karena produknya yang

6 dianggap lebih menampilkan model-model terkini, warna yang bervariatif dan harga yang relatif lebih terjangkau dari batik lokal. Meskipun demikian, keberadaan industri batik Cirebon tetap harus dipertahankan mengingat batik merupakan ciri khas produk Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri batik harus tetap didorong sehingga memiliki keunggulan bersaing yang kuat. Ada beberapa faktor yang diduga memberikan pengaruh terhadap keunggulan bersaing para pengusaha/produsen batik agar produknya tidak kalah saing dibandingkan batik asing lainnya, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, FXSugiyanto (www.kompas.co.id) Saya pikir produsen lokal ( batik Trusmi) akan melakukan penyesuaianpenyesuaian menghadapi serbuan produk China ini, misalnya perbaikan mutu dan kualitas produk, penginovasian produk, serta standardisasi produk. Sejumlah produsen lokal, tampaknya melakukan pembelajaran atas implikasi membanjirnya produk China selama satu tahun pertama. Kemudian melakukan penyesuaian-penyesuaian agar mampu merebut pasar. Dari pernyataan FXSugiyanto tersebut, penulis pun menduga bahwasanya beberapa faktor yang mungkin dapat meningkatkan keunggulan bersaing bagi pengusaha/produsen batik Trusmi diantaranya adalah inovasi produk dan kualitas produk. Inovasi produk batik dilakukan untuk menarik perhatian dan minat para konsumen, sekaligus membuktikan bahwa batik Indonesia, khususnya batik Trusmi bukanlah kebudayaan kuno yang tidak dapat mengikuti perkembangan

7 jaman. Adanya inovasi produk juga bermanfaat untuk memenuhi keinginan para konsumen atau pelanggan masa kini yang selalu menginginkan produk-produk inovatif. Selain inovasi produk, faktor lain yang diduga dapat berpengaruh pada keunggulan bersaing yaitu kualitas produk. Kualitas akan menentukan eksistensi produk dan pembeda yang paling efektif dengan produk lain sejenis. Semakin baik kualitas produk, kepuasan dan loyalitas konsumen atau pelanggan pun dapat terus dipertahankan. Berdasarkan paparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis akan mencoba melakukan penelitian yang berjudul PENGARUH INOVASI PRODUK DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING PENGUSAHA BATIK TRUSMI DI KABUPATEN CIREBON. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di dalam latar belakang, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Bagaimana gambaran keunggulan bersaing, inovasi produk dan kualitas produk pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon? 2) Bagaimana pengaruh inovasi produk terhadap keunggulan bersaing pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon?

8 3) Bagaimana pengaruh kualitas produk terhadap keunggulan bersaing pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan penulis untuk mengetahui dan mempelajari: 1) Mengetahui bagaimana gambaran keuunggulan bersaing, inovasi produk dan kualitas produk pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon. 2) Mengetahui bagaimana pengaruh inovasi produk terhadap keunggulan bersaing pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon. 3) Mengetahui bagaimana pengaruh kualitas produk terhadap keunggulan bersaing pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon. 1.4 Manfaat Penelitian antara lain : Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian yang akan dilakukan

9 1) Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi mikro terkait dengan keunggulan bersaing pengusaha. 2) Secara Praktis, penelitian ini diharapkan : a. Dapat memberikan informasi tambahan dan gambaran tentang inovasi produk dan kualitas produk serta pengaruhnya terhadap keunggulan bersaing pengusaha batik di Desa Trusmi Kabupaten Cirebon. b. Bagi pelaku usaha dapat dimanfaatkan sebagai acuan atau bahan untuk kemajuan, keberhasilan usahanya dan meningkatkan keunggulan bersaingnya. c. Dapat memberikan informasi, sumber pengetahuan, dan bahan kepustakaan atau bahan penelitian bagi penelitian-penelitian berikutnya.