KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK CAMPURAN SERBUK KETAM DAN SERBUK AMPLAS DENGAN LEM EPOXY SEBAGAI BAHAN PERBAIKAN KAYU. Achmad Basuki 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERBUK KETAM DAN SERBUK AMPLASAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT RESIN DAN HARDENER SEBAGAI BAHAN PERBAIKAN KAYU (275M)

KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK CAMPURAN SERBUK KETAM DAN SERBUK AMPLAS DENGAN LEM EPOXY SEBAGAI BAHAN PERBAIKAN KAYU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyusunnya yang mudah di dapat, dan juga tahan lama. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis yang lebih ringan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Struktur dan Konstruksi II

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Disusun Oleh : ARIS CHOLID BAICUNI PRAMANTO NIM : I

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

MODEL SAMBUNGAN DINDING PANEL DENGAN AGREGAT PECAHAN GENTENG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON

STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

Kekuatan Kayu. Revandy Iskandar M. Damanik. Program Studi Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dunia konstruksi bangunan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY

PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON

PENGARUH PENGGUNAAN RESIN EPOXY PADA CAMPURAN BETON POLIMER YANG MENGGUNAKAN SERBUK GERGAJI KAYU

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. penghasil kayu, yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan,baik

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN. penggunaannya sehingga mendukung terwujudnya pembangunan yang baik.

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GERGAJI KAYU JATI TERHADAP KUAT TEKAN KUAT LEKAT DAN ABSORFSI PADA MORTAR SEMEN. Oleh : Dedi Sutrisna, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kayu mempunyai kuat tarik dan tekan relatif tinggi dan berat yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rumah Kayu dari Norwegia yang Bergaya Klasik

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Campuran Beton terhadap Kuat Tekan

BAB 1 PENDAHULUAN. proyek pembangunan. Hal ini karena beton mempunyai banyak keuntungan lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

EKO YULIARITNO NIM : D

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baja sehingga menghasilkan beton yang lebih baik. akan menghasilkan beton jadi yang keropos atau porous, permeabilitas yang

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi

UJI EKSPERIMENTAL PROFIL BAJA HOLLOW YANG DIISI MORTAR FAS 0,4

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu material yang banyak digunakan sebagai material

TINJAUAN KUAT LENTUR RANGKAIAN DINDING PANEL DENGAN PERKUATAN TULANGAN BAMBU YANG MENGGUNAKAN AGREGAT PECAHAN GENTENG

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH PLASTIK LDPE SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BATAKO BETON RINGAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan kemajuan industri yang semakin berkembang pesat memacu peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL SIFAT-SIFAT MEKANIK BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI AGREGAT KASAR

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertulang, mulai dari jembatan, gedung - gedung perkantoran, hotel,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus, agregat kasar,

REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kekuatan dari beton tersebut khususnya dalam hal kuat tekan dan

BAB I PENDAHULUAN. serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Campuran bahan-bahan

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB I PENDAHULUAN. bahan terpenting dalam pembuatan struktur bangunan modern, khususnya dalam

Sambungan Kayu. Sambungan Kayu: Hubungan Kayu:

UJI KUAT LENTUR KAYU DENGAN TAMBALAN SERBUK GERGAJI, SERBUK KETAM DAN SERBUK AMPLASAN KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK CAMPURAN SERBUK KETAM DAN SERBUK AMPLAS DENGAN LEM EPOXY SEBAGAI BAHAN PERBAIKAN KAYU Achmad Basuki 1 1 Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 6A Surakarta 57126 Email: achmadbasuki@yahoo.com ABSTRAK Perbaikan kayu merupakan suatu teknik yang bertujuan untuk meningkatkan kembali kualitas kayu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kuat tekan dan kuat tarik bahan perbaikan kayu dengan tujuan bahan tersebut dapat meningkatkan kembali kualitas kayu yang mengalami kerusakan ringan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian, yaitu dengan mencampurkan serbuk pasah (ketam) dan serbuk amplas kayu jati dengan lem epoxy sebagai matrik. Perbandingan yang dipakai yaitu perbandingan proporsi kadar hardener (10%, 25%, dan 50%) dan kadar filler (25%, 50% dan 75%). Campuran yang telah tercampur merata kemudian dicetak dengan bekisting sesuai SNI Kayu 2002 untuk uji tekan dan uji tarik. Dari penelitian yang telah dilakukan didapat hasil untuk kuat tekan dan kuat tarik, nilai kuat tekan tertinggi 0,45 MPa diperoleh dari benda uji dengan kode CSC F50/H50 atau benda uji dengan proporsi campuran filler 50% dan hardener 50%, sedangkan nilai kuat tekan paling kecil yaitu 0,06 MPa diperoleh dari campuran dengan kode benda uji CSC F75/H10 atau benda uji dengan proporsi campuran filler 75% dan hardener 10%. Untuk kuat tarik, nilai kuat tarik paling besar yaitu 2,610 MPa diperoleh dari benda uji dengan kode TSC F50/H50 atau benda uji dengan proporsi ampuran filler 50% dan hardener 50%, sedangkan nilai kuat tarik paling kecil yaitu 0,008 MPa diperoleh dari campuran dengan kode benda uji TSC F50/H25 atau benda uji dengan proporsi campuran filler 50% dan hardener 25%. Kata kunci: kayu, epoxy, perbaikan kayu, serbuk ketam, serbuk amplas. 1. PENDAHULUAN Hutan merupakan kekayaan alam yang sangat potensial di Indonesia dan merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional. Salah satu dari hasil hutan tersebut adalah kayu. Kayu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dan kebutuhanya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kayu di Indonesia dewasa ini menghadapi tantangan yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan antara kebutuhan bahan baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara berkesinambungan, sehingga hal inilah yang membuat kayu menjadi langka dan harganya menjadi semakin mahal. Kayu dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan, mulai dari yang sederhana (korek api, peti barang), bahan mewah (furniture, bahan interior kapal dan bangunan, ukiran) serta bahan bangunan seperti bangunan gedung, jembatan, pelabuhan atau perumahan. Untuk penggunaan kayu sebagai bahan bangunan disyaratkan mempunyai kekuatan tertentu, terutama mengenai sifat fisik/ mekaniknya. Dengan diketahuinya kekuatan untuk jenis kayu tertentu, maka konsumen akan memilih jenis kayu yang tepat sesuai penggunaanya. Tapi tidak serta merta jenis mutu kayu tertentu bisa digunakan langsung sebagai bahan bangunan, kayu tersebut harus terbebas dari cacat kayu, karena cacat kayu dapat mempengaruhi sifat mekanik kayu tersebut. Cacat kayu dapat berupa lubang, semakin besar lubang kayu maka akan semakin besar pula luas permuan kayu yang berkurang, sehingga kekuatan kayu tersebut akan berkurang. Sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kuat tekan dan nilai kuat tarik dari material campuran untuk perbaikan kayu. 2. TINJAUAN PUSTAKA Kayu adalah karakteristik yang sangat diinginkan untuk digunakan sebagai bahan struktural dan oleh karena itu telah digunakan sejak awal peradaban. Bahan struktural paling memiliki kekuatan yang baik, ringan dan karakter bahan alam yang dapat diperbaharui adalah kualitas utama dari kayu untuk digunakan sebagai struktural. Kayu salah satu elemen bangunan tertua yang digunakan manusia untuk pembangunan rumah KoNTekS 6 MB-85

dan bangunan lainnya. Tetapi untuk mencapai hasil yang sangat baik dalam pekerjaan mereka harus ingat aspek-aspek tertentu yang terkait dengan bentuk pemotongan, menyembuhkan dan pengeringan. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak terdapat pada bahan-bahan lain, diantaranya memiliki kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang hampir seimbang, kayu mudah dibentuk dan dapat diperoleh dimana saja (Dumanauw, 199). Menurut Benny Puspantoro (1992), kayu sebagai bahan bangunan mempunyai sifat yang menguntungkan dan merugikan. Sifat yang menguntungkan dari kayu antara lain: a) Mudah didapat dan relatif murah harganya dibandingkan bahan bangunan lain seperti beton dan baja. b) Mudah dikerjakan tanpa alat-alat berat khusus, misalnya mudah dipotong, dihaluskan, diukir ataupun disambung sebagai suatu konstruksi. c) Bentuknya indah alami sehingga sering diexpose serat-seratnya sebagai hiasan ruang d) Isolasi panas, sehingga rumah yang banyak menggunakan bahan kayu akan terasa sejuk nyaman. e) Tahan zat kimia, seperti asam atau garam dapur. f) Ringan sehingga mengurangi berat sendiri dari bangunan dan dapat menghemat ukuran fondasinya. g) Serba guna, artinya dapat dipakai sebagai konstruksi bangunan, seperti kuda-kuda atap, langit-langit, pintu jendela, tiang atau dinding, selain itu dapat juga untuk alat bantu kerja sementara seperti bekesting untuk cor beton, bouwplank, tangga kerja dan lain sebagainya. h) Mudah diganti dalam waktu singkat, relatif mempunyai kekuatan yang tinggi, dan berat sendiri yang rendah. Sedangkan sifat yang merugikan dari kayu antara lain: a) Mudah terbakar dan menimbulkan api, sehingga rumah yang banyak memakai bahan kayu kalau terbakar sulit dipadamkan karena api mudah menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya melalui bahan kayu ini. b) Kekuatan dan keawetan kayu sangat tergantung dari jenis dan umur pohonnya, sedang kayu yang ada diperdagangan sulit ditaksir umurnya. c) Cepat rusak oleh pengaruh alam, hujan/air menyebabkan kayu cepat lapuk, panas matahari menyebabkan kayu retak-retak. d) Dapat dimakan serangga-serangga kecil sepertai rayap, bubuk dan kumbang. e) Dapat berubah bentuknya, menyusut atau memuai, tergantung kadar air yang dikandungnya. Bila kandungan airnya banyak kayu akan memuai, sebaliknya kalau kering kayu akan menyusut. f) Pada pembebanan jangka panjang, lendutan cukup besar. Kayu sebagai bahan konstruksi harus bersifat baik dengan ketentuan bahwa segala sifat dan kekurangan yang berhubungan dengan pemakaiannya sebagai bahan konstruksi tidak akan mengurangi nilai konstruksi. Kekuatan kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti angka kerapatan, penyimpangan arah serat, cacat karena retak kayu atau mata kayu, kadar air serta beban (Eko Joko Santoso, 2004). Sifat-sifat mekanik kayu atau kekuatan kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan dari luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar ialah gaya-gaya diluar benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda. Untuk lebih jelasnya sifat-sifat mekanik dari kayu dan dimana atau bagaimana sifat mekanik itu penting, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sifat-Sifat Mekanik Kayu Yang Penting Sifat-sifat Bagaimana atau dimana sifat ini penting A. sifat Kekuatan Kekuatan lentur Kekuatan tekan sejajar serat Kekuatan tekan tegak lurus serat Kekuatan tarik sejajar serat Kekuatan geser sejajar serat Menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar Menentukan beban yang dapat dipikul suatu tiang atau pancang yang pendek Penting dalam rancangan sambungansambungan antara suku-suku kayu dalam suatu bangunan dan pada penyangga gelagar Penting untuk suku bawah (busur) pada penopang kayu dan dalam rancangan sambungan antara suku-suku bangunan Sering menentukan kapasitas beban yang dapat dipikul oleh gelagar pendek B. Sifat Elastik Modulus elastisitas Ukuran ketahanan terhadap pembengkokan, yaitu berhubungan langsung dengan kekakuan gelagar juga suatu faktor untuk kekuatan atau tiang panjang Sumber: US. Forest Products Laboratory (1974) MB-86 KoNTekS 6

Kerusakan pada kayu terjadi karena tindakan-tindakan atau karena keadaan yang mengakibatkan kekuatan kayu menurun, harga kayu menurun, dan mutu dan nilai pakai kayu berkurang atau kayu sama sekali tak terpakai. yang merupakan akibat dari perilaku manusia yang kurang cermat dalam mengelola kayu. Misalnya: pemeliharaan hutan yang kurang baik, penebangan pohon yang salah, pembagian batang yang keliru, cara menggergaji yang keliru serta cara pengeringan kayu yang tidak sesuai. Berikut ini beberapa kerusakan/cacat yang biasa terjadi pada kayu, antara lain: Mata kayu adalah cacat yang paling umum mengurangi kekuatan kayu gergajian. Mata kayu pada pinggir bawah suatu gelagar pengurangan kekuatanya jauh lebih besar dari pada terletak di pinggir atas, karena mata kayu mempunyai pengaruh yang sangat besar pada kekuatan tarik dari pada pengaruhnya pada kekuatan tekan. Pada beberapa jenis kayu mata kayu justru dianggap sebagai tekstur penting yang menambah nilai ekonomis dan estetika kayu. Bagaimanapun, mata kayu pada sebagian jenis kayu bukanlah suatu hal yang baik terutama mata kayu mati. Terbentuk karena adanya pertumbuhan cabang pohon. Semakin besar cabang pohon akan semakin besar diameter mata kayu pada batang utama. Pada kayu bulat sering terlihat adanya serat-serta yang terpisah memanjang dan berdasarkan ketentuan pengujian kayu jika: a) Lebar terpisahnya serat 2 mm, dinamakan retak. b) Lebar terpisahnya serat 6 mm, dinamakan pecah. c) Lebar terpisahnya serat 6 mm, dinamakan belah. Beberapa teknik perbaikan kayu pada umumnya sering digunakan untuk perbaikan benda-benda dan bangunan cagar budaya/purbakala. Bahan bangunan yang retak, pecah berlobang maupun patah dipertahankan untuk tidak diganti karena nilai sejarah yang terkandung didalamnya. Beberapa teknik perbaikan berdasarkan Petunjuk Teknis Perawatan Benda Cagar Budaya Bahan Kayu, Direktorat Peninggalan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2006 antara lain adalah perekatan, pengisian lubang serangga, penambalan, injeksi, penyambungan, penyelarasan warna (kamuflase), konsolidasi, pengawetan, pelapisan permukaan (coating) dan pelapisan permukaan yang kedap air. Untuk teknik yang digunakan dalam penelitian ini kurang lebih sama seperti yang digunakan dalam teknik penambalan ataupun kamuflase. Teknik kamuflase adalah suatu teknik perbaikan kayu yang mengalami kerusakan yang tidak begitu parah, teknik ini sering digunakan untuk perbaikan benda-benda cagar budaya atau benda-benda dari kayu yang memiliki nilai historis sehingga bila masih bisa untuk diperbaiki maka akan diperbaiki sehingga nilai historisnya tidak hilang. Serbuk kayu adalah sisa dari proses pengerjaan kayu. Serbuk kayu yang dihasilkan dari proses pengerjaan biasanya terkumpul dalam jumlah yang banyak dan tidak terbuang sia-sia. Pemanfaatan serbuk kayu di Indonesia belum begitu banyak selain untuk bahan kerajinan dan bahan bakar. N. Balaguru, P. Shah, (1992), Serbuk kayu merupakan salah satu serat alami (cellulose fibers) yang dapat digunakan sebagai zat tambah dalam campuran menambal. Serbuk kayu sebagai bahan dasar material pembuatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu a. Serbuk Pasahan (ketam), yaitu serbuk yang berasal dari sisa pengetaman kayu yang bertektur lebih kasar dan lebih besar. b. Serbuk Amplasan, yaitu sebuk yang berasal dari sisa pengamplasan / penghalusan pemukaan kayu, tesktur serbuk ini sangat halus sehingga sangat cocok sebagai bahan pengisi atau filler. c. Lem Epoxy, lem terdiri dari resin & hardener yang penggunaanya sangat serba guna, bisa digunakan untuk merekatkan logam, kayu, beton, kaca, plastik dan berbagai media yang memerlukan daya rekat yang extra kuat. Resin berfungsi sebagai pengikat atau perekat sedangkan hardener berfungsi sebagai pengeras. Lem epoxy yang digunakan dalam penelitian ini dengan merk NEW MR.. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena tertentu dengan cara ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode eksperimen dapat dilakukan di dalam maupun di luar laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan di dalam laboratorium, yaitu Laboratorium Bahan dan Struktur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pemecahan masalah pada penelitian ini dengan cara statistik, yaitu dengan urutan kegiatan dalam memperoleh data hingga data tersebut dapat digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan. Kegiatankegiatan yang dilakukan diantaranya adalah proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan cara pengambilan keputusan secara umum berdasarkan hasil penelitian. Jumlah yang digunakan seperti tertera dalam Tabel 2 dan Tabel. KoNTekS 6 MB-87

Jenis benda uji Tabel 2 Bahan penelitian untuk pengujian kuat tekan. 10 % Kode Jumlah Kode 25 % Jumlah 50 % Kode Jumlah Serbuk ketam CSC-H10 H25 H50 25% H10/F25 H25/F25 H50/F25 50% H10/F50 H25/F50 H50/F50 75% H10/F75 H25/F75 H50/F75 Jenis benda uji Tabel Bahan penelitian untuk pengujian kuat tarik. 25 % 50 % Kode Jumlah Kode Jumlah Serbuk ketam TSC-H25 TSC -H50 25% 50% 75% TSC -H25/F25 TSC -H50/F25 TSC -H25/F50 TSC -H50/F50 TSC -H25/F75 TSC -H50/F75 Keterangan: CSC : Compression Sample Crab ( tekan campuran ketam) TSC: Tension Sample Crab ( tarik campuran ketam) H : Hardener F: Filler 5 cm 5cm 5 cm Gambar 1 Benda uji tekan dan tarik MB-88 KoNTekS 6

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian kuat tekan pada penelitian ini menggunakan benda uji berbentuk kubus dengan ukuran 5 x 5 x 5 cm. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan beban hingga benda uji tersebut hancur dengan alat Universal Testing Machine (UTM). Pada saat dial mulai melambat didapatkan beban/gaya tekan maksimum ( P maks ) dari benda uji. Data tersebut kemudian diolah untuk memperoleh nilai kuat tekan benda uji ( f c ). Nilai kuat tekan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Dengan: f c f c = P A maks = kuat tekan (MPa) P maks = beban tekan maksimum (N) A = luas permukaan benda uji tertekan (mm 2 ) Pengujian kuat tekan yang dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM), didapat nilai kuat tekan dan setelah dimasukan ke dalam rumus yang telah disebutkan diatas maka didapat beberapa hasil sesuai dengan perbandingan filler dan variasi hardener. Hasil pengujian kuat tekan dengan variasi filler dan hardener berturut-turut dapat dilihat dalam Tabel 4 sampai dengan Tabel 7. Tabel 4 Kuat Tekan Rata-rata Benda Uji dengan Kadar Filler 0% dan Variasi Hardener 10%, 25% dan 50 % Kuat Tekan Rata-rata Nama Benda Uji (Mpa) CSC H10 0.07 CSC H25 0.09 CSC H50 0.17 10% nilai kuat tekan benda uji adalah sebesar 0,07 MPa, pada kadar hardener 25% nilai kuat tekan sebesar 0,09 Mpa dan pada kadar hardener 50% nilai kuat tekan sebesar 0,17 MPa. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pertambahan kadar hardener akan menambah pula kuat tekan benda uji, mengingat sifat hardener adalah sebagai pengeras. Tabel 5 Kuat Tekan Rata-rata Benda Uji dengan Kadar Filler 25% dan Variasi Hardener 10%, 25% dan 50 % Kuat Tekan Rata-rata Nama Benda Uji (Mpa) CSC F25/H10 0.10 CSC F25/H25 0.22 CSC F25/H50 0.11 Nilai kuat tekan benda uji pada kadar hardener 10% sebesar 0,10 Mpa, kadar hardener 25% sebesar 0,22 Mpa, dan kadar hardener 50% sebesar 0,11 Mpa. Hal ini berbeda dari asumsi awal bahwa pertambahan kadar hardener akan menambah pula kuat tekan benda uji. Ini disebabkan karena pemadatan yang tidak merata/kurang saat pembuatan benda uji yang masih menggunakan cara manual (tenaga manusia). Faktor lain yang menyebabkan adalah karena kesalahan dalam penimbangan bahan, sehingga campuran untuk membuat berkurang. Tabel 6 Kuat Tekan Rata-rata Benda Uji dengan Kadar Filler 50% dan Variasi Hardener 10%, 25% dan 50 % Kuat Tekan Rata-rata Nama Benda Uji (Mpa) CSC F50/H10 0.12 CSC F50/H25 0.2 CSC F50/H50 0.45 (1) KoNTekS 6 MB-89

Nilai kuat tekan benda uji pada kadar hardener 10% adalah sebesar 0,12 Mpa, untuk kadar hardener 25% sebesar 0,2 Mpa, dan nilai kuat tekan pada kadar hardener 50% sebesar 0,45 Mpa. Sehingga dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin besar kadar hardener, semakin tinggi pula kuat tekan benda uji. Tabel 7 Kuat Tekan Rata-rata Benda Uji dengan kadar Filler 75% dan variasi Hardener 10%, 25% dan 50 % Kuat Tekan Rata-rata Nama Benda Uji (Mpa) CSC F75/H10 0.06 CSC F75/H25 0.14 CSC F75/H50 0.11 Nilai kuat tekan benda uji pada kadar hardener 10% sebesar 0,06 Mpa, kadar hardener 25% sebesar 0,14 Mpa, dan kadar hardener 50% sebesar 0,11 Mpa. Ini disebabkan karena pemadatan yang tidak merata/kurang saat pembuatan benda uji. Faktor lain yang menyebabkan adalah karena kesalahan dalam penimbangan bahan, sehingga campuran untuk membuat berkurang. Kuat Tekan (MPa) 0,50 0,45 0,40 0,5 0,0 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 0,45 filler 0% filler 25 % filler 50% 0,2 filler 75% 0,22 0,17 0,12 0,12 0,10 0,11 0,09 0,07 0,06 0,11 10 25 50 Kadar Hardener (%) Gambar 2 Perbedaan Antara Kadar Hardener dan Kuat Tekan Rata-rata Benda Uji pada Kadar Filler 0%, 25%, 50% dan 75% Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa kuat tekan paling tinggi benda uji dengan kode CSC F50/H50 atau dengan kadar filler 50% dan hardener 50%, dengan nilai sebesar 0,45 Mpa dan yang mempunyai kuat tekan paling rendah adalah dengan kode CSC F75/H10 atau dengan kadar filler 75% dan hardener 10%, dengan nilai sebesar 0,06 Mpa. Hal tersebut diatas dapat terjadi selain disebabkan karena pengaruh kadar hardener, juga dipengaruhi karena faktor gradasi campuran. Sampel CSC F50/H50 mempunyai kuat tekan yang baik karena kadar hardener yang tinggi dan gradasi campuran yang seimbang antara filler / serbuk ampelas dengan serbuk ketam (pasah). Sedangkan CSC F75/H10 mempunyai kuat tekan yang rendah karena selain kadar hardener yang rendah juga karena gradasi campuran yang tidak seimbang dan terlalu banyak filler / serbuk ampelas. Pengujian kuat tarik yang dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM), didapat nilai kuat tarik dan setelah dimasukan ke dalam rumus yang telah disebutkan diatas maka didapat beberapa hasil sesuai dengan perbandingan filler dan variasi hardener. 25% mempunyai nilai kuat tarik sebesar 1,7 Mpa dan pada kadar hardener 50% nilai kuat tarik sebesar 0,98 MPa. Hal ini berbeda dari asumsi awal bahwa pertambahan kadar hardener akan menambah pula kuat tarik benda uji. Ini disebabkan mungkin karena pemadatan yang tidak merata/kurang saat pembuatan benda uji yang masih menggunakan cara manual (tenaga manusia). Faktor lain yang menyebabkan adalah mungkin karena kesalahan dalam penimbangan bahan, sehingga campuran untuk membuat berkurang. Nilai kuat tarik benda uji pada kadar hardener 25% sebesar 1,0 Mpa, dan kadar hardener 50% sebesar 1,597 Mpa. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pertambahan kadar hardener akan menambah pula kuat tarik benda uji, mengingat sifat hardener adalah sebagai pengeras. Nilai kuat tarik benda uji pada kadar hardener 25% sebesar 0,008 Mpa, dan nilai kuat tarik pada kadar hardener 50% sebesar 2,610 Mpa. Sehingga dari Gambar dapat dilihat bahwa semakin besar kadar hardener, semakin tinggi pula kuat tarik benda uji. MB-90 KoNTekS 6

Nilai kuat tarik benda uji padaa kadar hardener 25% sebesar 1,59 Mpa, dan kadar hardener 50% sebesar 1,492 Mpa. Ini disebabkan karena pemadatan yang tidak merata/kurang saat pembuatan benda uji. Faktor lain yang menyebabkan adalah karena kesalahan dalam penimbangan bahan, sehingga campuran untuk membuat berkurang. Gambar Perbedaan Antara Kadar Hardener dan Kuat Tarik Rata-rata Benda Uji pada Kadar Filler 0%, 25%, 50% dan 75% Dari Gambar. dapat diketahui bahwa kuat tarik paling tinggi benda uji dengan kode TSC F50/H50 atau dengan kadar filler 50% dan hardener 50%, dengan nilai sebesar 2,610 Mpa dan yang mempunyai kuat tarik paling rendah, dan tidak mempunyai nilai sama sekali adalah dengan kode TSC F50/H25 atau dengan kadar filler 50% dan hardener 25%, dengann nilai 0,000 Mpa. Hal tersebut diatas dapat terjadi selain disebabkan karena pengaruh kadar hardener, juga dipengaruhi karena faktor gradasi campuran. Sampel TSC F50/H50 mempunyai kuat tarik yang baik karena kadar hardener yang tinggi dan gradasi campuran yang seimbang antara filler/ serbuk ampelas dengan serbuk ketam (pasah). Sampel TSC F50/H25 tidak mempunyai kuat tarik karena selain kadar hardener yang rendah juga karena gradasi campuran yang tidak seimbang dan terlalu banyak filler/serbuk ampelas. 5. KESIMPULAN Dari seluruh pengujian, analisis data, dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak semua penambahann hardener menambah kuat tekan dan kuat tarik benda uji. Karena dari hasil pengujian, penambahan filler juga berpengaruh terhadap kekuatan benda uji. 2. Campuran tertinggi dengan nilai 0,45 MPa terdapat pada campuran dengan kode CSC F50/H50 atau dengan kadar filler 50% dan hardener 50%, untuk tekan dan campuran tertinggi dengan nilai sebesar 2,610 MPa terdapat pada campuran dengan kode TSC F50/H50 atau dengan kadar filler 50% dan hardener 50%, untuk tarik.. Campuran terendah dengan nilai sebesar 0,06 MPa terdapat pada campuran dengan kode CSC F75/H10 atau dengan kadar filler 75% dan hardener 10%, untuk tekan dan campuran terendah terdapat pada campuran dengan kode TSC F50/H25 atau dengan kadar filler 50% dan hardener 25%, untuk tarik, dan tidak mempunyai nilai sama sekali 0,008 MPa. DAFTAR PUSTAKA Benny Puspantoro, (1992), Sambungan Kayu Pintu dan Jendela, Penerbit Andi Offset Yogyakarta. Dumanauw J.F, (1990), Mengenal Kayu, Pendidikan Industri Kayu Atas, Semarang. Haygreen, John G, 1986, Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Kasmudjo Soeherdradjati, (1990), Teknologi Hasil Hutan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Suwarno Wiryomartono, (1976), Konstruksi Kayu Jilid I, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012 MB-91

MB-92 KoNTekS 6