BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA

STUDI METODA TAHANAN JENIS ARUS SEARAH ( DC ) UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON PADA LAPANGAN X, IRIAN JAYA BARAT TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

ANALISA RESISTIVITAS BATUAN DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER DAR ZARROUK DAN KONSEP ANISOTROPI

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR


7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon, seismik pantul merupakan metoda

183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK RESISTIVITY-2D DAN GEOMAGNET DI DAERAH SEBAYUR, DESA MAROKTUAH, KEC

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

APLIKASI METODE GEOLISTRIK DALAM SURVEY POTENSI HIDROTHERMAL (STUDI KASUS: SEKITAR SUMBER AIR PANAS KASINAN PESANGGRAHAN BATU)

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

Ciri Litologi

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target.

Analisis dan Pembahasan

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara

METODE EKSPERIMEN Tujuan

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT

PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Porositas Efektif

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

CURVE MATCHING. Moe2KiyoKidi

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Abstrak

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

Transkripsi:

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis 70.4-306 Ohm.m dengan kontras yang tinggi terhadap lapisan diatasnya yang memiliki nilai tahanan jenis 0.37 27.2 Ohm.m. Menurut data geologi yang ada maka kedua lapisan tersebut dapat dikaitkan dengan 2 formasi utama yang ada pada kedalaman antara 0 280.1 m di lapangan tersebut. Formasi itu adalah formasi Klasafet dan formasi Kais. Dimana formasi Klasafet memiliki kedalaman 0 500 m dan formasi Kais memiliki kedalaman 90 690 m di bawah permukaan. Kalau dilihat dari material penyusunnya maka formasi Klasafet yang secara geologi berada diatas formasi Kais tersusun oleh batu napal berlapis buruk sampai baik, kelabu muda sampai tua, coklat, batu lumpur gampingan mika, sedikit batu gamping, buncak gampingan ( Pilgram & Sukanta, 1989 ). Formasi ini jika diprediksi besar tahanan jenisnya, maka nilainya akan lebih kecil dari tahanan jenis formasi Kais sebab formasi Kais tersusun oleh boundstone dan grainstone berlapis baik, packstone dan sedikit batuan wake, umumnya setempat terdapat bintil silikaan hitam. Formasi Klasafet secara umum memiliki porositas dan permeabilitas yang rendah sesuai dengan data sumur yang ada. Hal ini berkaitan dengan distibusi besar butir yang buruk dan ukuran besar butir yang kecil dari batu napal yang menyebabkan fluida tidak dapat mengalir. Adanya air formasi yang terjebak di dalamnya dan berada di selubung luar butir sedimen serta tidak dapat mengalir keluar karena permeabilitas yang rendah dapat memengaruhi sifat kelistrikan batuan ini. Berdasarkan data geologi dari kedua formasi yang dominan tersebut, dapat diketahui bahwa lapisan dengan nilai tahanan jenis antara 0.37 27.2 Ohm.m merupakan satu 54

paket dari formasi Klasafet. Sedangkan lapisan dengan nilai tahanan jenis 70.4 306 Ohm.m merupakan satu paket dari formasi Kais bagian atas pada line 08. Nilai tahanan jenis formasi Kais terkecil diperoleh pada pengukuran di ST.20. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan besar tahanan jenis untuk formasi ini pada stasiun yang lain. Ada perbedaan kedalaman yang cukup besar antara estimasi kontak kedua formasi antara kedalaman sebenarnya dari peta dan kedalaman estimasi yang terlihat dari kurva ST.71. Karena perbedaan kedalamannya yang cukup besar maka digunakan kedalaman estimasi pada kurva dalam pengolahan data sebelumnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai anomali. Bisa jadi ini sebabkan oleh sebuah struktur atau memang geometri yang tidak terpetakan. Kurva dibawah menunjukkan hal tersebut: 100 Kurva rho apparent VS AB/2 dari ST. 71 Rho a 10 130 estimasi top kais AB/2 Gambar 5.1 Kurva tahanan jenis semu ( rho a ) terhadap spasi elektroda arus (AB/2) ST.71. Dapat dilihat kedalaman estimasi top kais pada AB/2 = 389 dan kedalaman sebenarnya pada AB = 712.42 ( Ipi2win ). 55

X LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 0 m ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 Z 38 m 0.37 27.2 Ohm.m 0.37-30 Ohmm 76 m 114 m 153 m 191 m 70.4-306 Ohm.m 70-306 Ohmm 229 m 267 m Gambar 5.2 Penampang line 08, garis merah adalah top formasi Kais hasil interpretasi dengan Curve Matching ( Ipi2win ), jarak antara stasiun pengukuran = 100 m dan Z = kedalaman ( m ). Penampang line 1235 melewati puncak tertinggi dari top Formasi Kais nilai tahanan jenis Formasi Kais yang terbaca setelah disesuaikan dengan rata ratanya pada sumur terdekat adalah sekitar 206 Ohm.m. Namun nilai tahanan jenis Formasi Kais terkecil ditemui di bawah stasiun 25 yaitu sebesar 20.2 ohmmeter. Bisa jadi ini disebabkan oleh suatu rekahan yang terisi oleh material dari Formasi Klasafet sehingga nilai tahanan jenisnya berkurang. Hasil curve matching terlampir pada lampiran A dan B. Dengan metoda Curve Matching ini dapat diketahui nilai tahanan jenis dan kedalaman minimum dan maksimum. Namun metoda ini memiliki kekurangan yakni ketidakmampuannya untuk memperlihatkan event event loncatan ( anomali ) yang sifatnya lokal. Hal ini berkaitan dengan pendekatan interpolasi yang dilakukan, sehingga nilai tahanan jenis yang diinterpretasi merupakan nilai tahanan interval yang konstan. 56

X Z ST.21 0 m LINE 1235 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 38 m 76 m 1.52-52.9 Ohmm Ohm.m 114 m 153 m 191 m 20.2-206 Ohm.m 20-206 Ohmm 229 m 267 m Gambar 5.3 Penampang line 1235, garis merah adalah top formasi Kais hasil interpretasi dengan Curve Matching ( Ipi2win ), jarak antara stasiun pengukuran = 100 m dan Z = kedalaman ( m ). 5.2 Penampang Dar Zarrouk Parameter Gambar di bawah ini memperlihatkan posisi beberapa sumur yang di sekitar line 08 dan line 1235 : POSISI SUMUR TERHADAP LINTASAN PENGUKURAN Line 1235 Line 08 Gambar 5.4 Posisi beberapa sumur terhadap line. Warna merah adalah line pengukuran dan kotak biru adalah posisi sumur ( Surfer ). 57

5.2.1 Penampang Tahanan Jenis Longitudinal Penampang tahanan jenis longitudinal line 08 ( gambar 5.5a ) memperlihatkan adanya loncatan loncatan nilai tahanan jenis yang tinggi antara 20 130 Ohm.m dan lebih sering pada kedalaman 100 281 m. Nilai tahanan jenis yang besar ini pasti berkaitan dengan formasi Kais yang berupa karbonat. Selain itu pada penampang line 08 terlihat anomali positif yang besar di bawah ST.65 dan beberapa di sekitar ST.20 ST.68 yang mungkin berkaitan dengan hidrokarbon. Namun, beberapa nilai tahanan jenis yang tinggi juga muncul di bagian atasnya sehingga sulit untuk memastikannya di samping itu batuan karbonat ( formasi Kais ) memiliki nilai tahanan jenis yang besar, sehingga sulit membedakan apakah anomali tersebut karena kehadiran hidrokarbon atau karena karbonat itu sendiri. Hal ini juga ditunjukkan oleh line 1235 ( gambar 5.6a ). Tetapi nilai tahanan jenis tinggi terkumpul pada sudut kiri dan kanan penampang. 5.2.2 Penampang Tahanan Jenis Transversal Penampang tahanan jenis transversal line 08 ( gambar 5.5b ) memperlihatkan nilai tahanan jenis yang secara berangsur angsur membesar terhadap kedalaman. Nilai tahanan jenis ini selalu lebih besar dari tahanan jenis longitudinal. Ini berkaitan dengan rumus untuk mencari nilai tahanan ini, seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 25 dan 26. Dari penampang tahanan jenis transversal ini, dapat dilihat bahwa lapisan pada kedalaman 100 281 m memiliki nilai tahanan jenis tinggi yang lebih konsisten jika dibandingkan dengan yang diperlihatkan oleh penampang tahanan jenis longitudinal. Lompatan lompatan nilai tahanan jenis yang tinggi pada bagian atasnya terlihat berkurang. Penampang tahanan jenis transversal ini membantu untuk mengenali struktur atau perlapisan yang ada. Namun interpretasi untuk nilai tahanan jenis sebenarnya tidak dapat dilakukan dengan menggunakan penampang ini. Pada penampang line 1235 ( gambar 5.6b ) terlihat nilai tahanan jenis yang tinggi sedikit miuncul pada bagian tengah penampang pada kedalaman > 100 m. Berbeda dengan penampang tahanan jenis longitudinalnya. Penampang ini 58

memperlihatkan perubahan secara vertikal. Mungkin pada bagian tengah penampang sekitar ST. 25 terdapat formasi Kais yang memiliki nilai tahanan jenis yang rendah daripada formasi Kais di stasiun sekitarnya. PENAMPANG TAHANAN JENIS LONGITUDINAL DAN TRANSVERSAL LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-68 KLO-08 KLO-27 ( a ) ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-68 KLO-08 KLO-27 ( b ) Gambar 5.5 Penampang tahanan jenis longitudinal ( a ) dan tahanan jenis transversal ( b ) line 08 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. KLO-68 dry, KLO- 08 suspended, dan KLO-27 produksi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 59

PENAMPANG TAHANAN JENIS LONGITUDINAL DAN TRANSVERSAL LINE 1235 ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 LINE 1235 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-119 KLO-48 1.52-52.9 Ohmm KLO-148 20-206 Ohmm ( a ) ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 LINE 1235 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-119 KLO-48 1.52-52.9 Ohmm KLO-148 20-206 Ohmm ( b ) Gambar 5.6 Penampang tahanan jenis longitudinal ( a ) dan tahanan jenis transversal ( b ) line 1235 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. Kuning sumur produksi, biru sumur suspended, merah muda sumur perlu evaluasi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 60

5.2.3 Penampang Tahanan Jenis Anisotropi Penampang tahanan jenis anisotropi line 08 ( gambar 5.7a) memperlihatkan hal yang sama, yaitu adanya suatu lapisan dengan nilai tahanan jenis yang tinggi pada kedalaman 100 281 m yang diinterpretasikan sebagai formasi Kais. Penampang ini memiliki kelebihan yakni dapat memperlihatkan bentuk lensa dari anomali anomali yang ada. Seperti di bawah ST.65 dan beberapa di bawah ST.20 ST.68 yang berupa anomali positif yang mungkin disebabkan oleh kehadiran hidrokarbon. Namun sekali lagi hal itu sulit dipastikan mengingat nilai tahanan jenis batuan karbonat berdasarkan pengukuran di laboratorium berkisar antara 50 10.000.000 Ohm.m seperti yang diperlihatkan di lampiran B. Namun penampang ini juga memiliki kekurangan yakni sulitnya mengetahui geometri ( kontak ) dari lapisan yang memiliki nilai tahanan jenis tinggi yang menjadi target dengan lapisan di atasnya. Hal ini berbeda dengan hasil pengolahan data dengan metoda Curve Matching yang memperlihatkan struktur antiklin dari lapisan dengan nilai tahanan jenis yang tinggi tersebut. Namun secara tidak langsung kehadiran struktur antiklin dapat terlihat dengan puncaknya antara ST.20 dan ST.67. Selain itu pada ST.71 terlihat kalau tahanan jenis tinggi yang di interpretasi sebagai formasi Kais berkurang kedalamannya. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa nilai tersebut tidak disebabkan oleh suatu anomali lokal, sebab pada hasil pengolahan data dengan metoda Curve Matching hal yang sama juga muncul pada ST.70 pada posisi yang sama pula. Penampang tahanan jenis anisotropi line 1235 ( gambar 5.8a ) memperlihatkan nilai tahanan jenis yang tinggi > 20 Ohm.m yang diinterpretasikan sebagai formasi Kais. Seperti dapat dilihat pada penampang tahanan jenis longitudinal dan transversal dari line ini bahwa formasi ini jika topnya ditarik dari peta top formasi Kais memiliki nilai tahanan jenis anisotropi yang kecil di bawah ST. 25 dan sekitar ST.23 sampai ST.27. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan turunnya nilai tahanan jenis formasi Kais di bawah titik titik pengukuran tersebut. Pertama mungkin karena banyaknya sumur di sekitar lintasan sehingga tahanan jenis yang terukur terpengaruh oleh casing casing dari sumur dan menyebabkan nilainya 61

turun. Kedua mungkin ini disebabkan oleh adanya suatu rekahan yang terisi oleh air atau material dari formasi Klasafet pada saat pengendapan material formasi Klasafet. Seperti disebutkan sebelumnya jika formasi Klasafet salah satu penyusunnya adalah batu lumpur antar gamping. Maka mungkin material ini yang mengisi rekahan pada gamping Kais dibawah ST. 23 ST.27. Secara alami material lumpur akan memiliki densitas lebih besar dari napal. Sehingga posisi pengendapannya akan berada dibawah batu napal. 5.2.4 Penampang Koefisien Anisotropi Pada penampang koefisien anisotropi line 08 ( gambar 5.7b ) formasi Kais memiliki nilai koefisien anisotropi yang yang lebih tinggi dari formasi Klasafet di atasnya. Nilai tersebut berkaitan dengan sifat anisotropi batuan karbonat yang tinggi. Pada penampang koefisien anisotropi ini terlihat nilai yang rendah pada formasi Kais di bawah ST.65 dan beberapa di bawah ST.20 ST.68 yang diduga berkaitan dengan hidrokarbon. Pada penampang line 1235 ( gambar 5.8b ) hal yang sama juga dapat dijumpai di bawah ST.21 ST.22 dan sedikit di bawah ST.28 ST.30 yang diduga disebabkan karena kehadiran hidrokarbon. 62

PENAMPANG TAHANAN JENIS DAN KOEFISIEN ANISOTROPI LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 ( a ) ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 ( b ) Gambar 5.7 Penampang tahanan jenis anisotropi ( a ) dan koefisien anisotropi ( b ) line 08 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. KLO-68 dry, KLO-08 suspended, dan KLO-27 produksi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 63

PENAMPANG TAHANAN JENIS DAN KOEFISIEN ANISOTROPI LINE 1235 ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 LINE ST.261235ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-48 KLO-119 1.52-52.9 Ohmm KLO-148 20-206 Ohmm ( a ) ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 LINE ST.26 1235 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-48 KLO-119 KLO-148 1.52-52.9 Ohmm 20-206 Ohmm ( b ) Gambar 5.8 Penampang tahanan jenis anisotropi ( a ) dan koefisien anisotropi ( b ) line 1235 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. Kuning sumur produksi, biru sumur suspended, merah muda sumur perlu evaluasi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 64

5.3 Penampang Tahanan Jenis Anisotropi Curve Matching Penampang tahanan jenis yang dihasilkan oleh metoda Curve Matching memiliki kelebihan dalam mengenali munculnya suatu perlapisan dengan lebih jelas, namun anomali anomali lokal yang muncul, hilang karena dianggap noise pada saat interpolasi kurva pada pengolahan data. Sedangkan penampang tahanan jenis anisotropi dari Dar Zarrouk Parameter memiliki kelebihan dalam menampilkan anomali anomali lokal tersebut, namun sulit untuk mengenali perlapisan yang ada. Dengan menggabungkan kedua hasil pengolahan data dengan kedua metoda tersebut, diperoleh gambaran yang lebih baik dari target yang berupa antiklin yang disusun oleh formasi Kais. Dari penampang yang dihasilkan dapat dilihat bahwa nilai dari anomali anomali lokal tetap muncul pada beberapa bagian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses yang dilakukan dengan menggabungkan kedua data tersebut merupakan proses smoothing dari kurva tahanan jenis sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari grafik pada lampiran B yang menunjukkan grafik tahanan jenis sebenarnya dari Dar-Zarrouk Parameter, tahanan jenis sebenarnya dari Curve Matching, dan hasil penggabungan keduanya. Penampang dari line 08 ( gambar 5.10 ) memperlihatkan suatu struktur antiklin dari formasi Kais dengan nilai tahanan jenis > 20 ohmmeter di bawah formasi Klasafet dengan tahanan jenis sebesar 0.443 20 Ohm.m. Hal ini juga diperlihatkan oleh data seismik Line92KLU-04 yang posisinya berhimpit dengan line 08. Terlihat ada suatu anomali positif pada kedalaman 250 m dibawah ST.65 dan di sekitar ST.67 dengan ST.68 serta di sekitar sesar pada ST.71. Anomali ini bisa jadi berkaitan dengan hidrokarbon. Jika benar, maka hidrokarbon berada pada perangkap struktur antiklin dari suatu carbonate buildup. Hasil interpretasi tersebut mungkin bisa menjadi sebuah acuan untuk suatu pengeboran. Namun harus disadari bahwa sering terjadi kesalahan dari interpretasi karena tingkat anisotropi yang tinggi dari batuan karbonat. Sebab kenyataannya sumur KLO-68 yang posisinya berhimpit dengan ST.65 memiliki status dry mungkin hingga kedalaman 180 m. Mungkin karena anomaly positif ada pada kedalaman sekitar 250 280 m sehingga butuh kedalaman 65

lebih dari 180 m untuk membuktikannya. Pada ST.70 terjadi penurunan kedalaman dari nilai tahanan jenis tinggi. Hal ini tidak terlihat pada penampang seismik di mana posisi line 08 pada penampang seismik diperlihatkan oleh kotak hitam. Pada bagian kanan terlihat event yang kabur, sedangkan pada penampang tahanan jenis di bawah ST.71 kedalaman nilai tahanan jenis tinggi menurun jauh. Ada beberapa kemungkinan, yang pertama mungkin nilai tahanan jenis tinggi di bawah ST.71 berasal dari formasi Kais akibat permukaan yang bergelombang atau bisa saja sebuah fragmen Kais jika event pada penampang seismik yang diberi lingkaran hitam juga mungkin sebenarnya adalah bagian dari formasi Kais. Kemungkinan kedua adalah mungkin nilai tahanan jenis yang tinggi di bawah ST.71 berasal dari tahanan jenis dari event dalam lingkaran hitam pada penampang seismik yang menindih formasi Kais yang berarti merupakan dua event yang berbeda. Line 92 KLU-04 0 m 100 m ST.62 ST.71 200 m 300 m 400 m 500 m Gambar 5.9 Penampang seismik Line92KLU-04 yang berhimpit dengan line 08. Kotak hitam menunjukkan panjang lintasan sounding line-08 dan garis jingga adalah top formasi Kais. Warna menunjukkan nilai amplitude ( merah adalah positif dan biru adalah negatif ) sedangkan panah hitam menunjukkan kehadiran event tinggi. (Pertamina DOH Papua). Pada penampang line 1235 ( gambar 5.11 ) terlihat formasi Kais memiliki tahanan jenis > 20 Ohm.m. Ada anomali rendah di bawah ST.25 yang 66

diinterpretasikan sebagai suatu rekahan yang terisi oleh air atau material dari formasi Klasafet yang ada di atasnya. Dilihat dari keadaan beberapa sumur sekitar ST.25 yakni sumur KLO-109 statusnya suspended, sumur KLO-46 statusnya produksi, dan KLO-119 statusnya perlu evaluasi. Hal tersebut mungkin berkaitan dengan nilai tahanan jenis rendah disekitar ST.24, ST.25, dan ST.26 seperti terlihat pada penampang tahanan jenis anisotropi sebelumnya. Pada ST.29 dan ST.30 terlihat tahanan jenis dari formasi Klasafet di bawahnya menjadi lebih besar. Bisa jadi ini berkaitan dengan topografi ( lereng ) dan posisi stasiun yang berada pada kemiringan dari topografi itu menyebabkan bacaan dari nilai tahanan jenis menjadi lebih besar karena efek topografi sangatlah penting untuk sudut kemiringan lebih besar dari 10 derajat (Ricard dkk, 1980). Pada bagian kanan dari penampang yaitu antara ST.29 ST.31 memiliki topografi yang tinggi. Sedangkan pada penampang hasil inversi 2D dengan Res2dinv ( gambar 5.13 ) terlihat suatu pola kontak dengan sudut yang besar pada bagian tersebut. Selain itu juga terlihat pada penampang gambar 5.14 ada lompatan nilai tahanan jenis pada arah horizontal di bawah ST.28 ST.30 yang diduga merupakan sebuah sesar turun. Jika benar maka mungkin struktur rekahan yang ada di bawah ST.25 merupakan hasil dari sesar ini. 67

PENAMPANG TAHANAN JENIS ANISOTROPI - CURVE MATCHING LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 Gambar 5.10 Penampang tahanan jenis anisotropi curve matching line 08 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. KLO-68 dry, KLO-08 suspended, dan KLO-27 produksi ( Res2dinv ).* PENAMPANG TAHANAN JENIS ANISOTROPI - CURVE MATCHING LINE 1235 ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 Gambar 5.11 Penampang tahanan jenis anisotropi line 1235 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais, perkiraan sesar ditandai oleh garis hitam putus putus dengan arah pergerakan sesuai panah, dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. Kuning sumur produksi, biru sumur suspended, merah muda sumur dalam evaluasi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 68

5.4 Penampang hasil pengolahan data 2D dengan perangkat lunak Res2dinv Hasil pengolahan data 2D ternyata memberikan hasil yang tidak baik. Gambar dibawah adalah model tahanan jenis hasil inversi line 08 dan line 1235 yang sudah mengikutsertakan data topografi untuk masing masing stasiun pengukuran dengan spasi untuk elaktroda terkecil adalah 10 m. Dari model penampang line 08 dengan error 11.9 %, tidak terlihat adanya suatu antiklin, hanya terlihat pola yang agak cembung pada penampang. Namun terlihat kehadiran lapisan dengan kontras yang tinggi terlihat antara lapisan atas (0 20 ohmmeter) dan bawah (20 260 ohmmeter). Data tahanan jenis semu yang dimasukkan sangatlah acak, sehingga mempengaruhi hasil pemodelan dengan inversi. Pemodelan dengan inversi memberikan hasil yang tidak konsisten. Dan sangat tergantung terhadap model awal. Sehingga dengan data masukan yang tidak baik, model awal juga akan tidak baik pula. Sehingga hasil yang dihasilkan akan jauh dari baik. Model Tahanan Jenis Line 08 Gambar 5.12 Model tahanan jenis sebenarnya dengan topografi ( m ) untuk line 08 dengan jarak antara stasiun 100 m. Titik putih menunjukkan posisi datum data ( Res2dinv ). 69

Hal yang serupa juga dijumpai pada penampang line 1235 dengan error model 16 %. Penampang model line 1235 terlihat lebih mendekati hasil pengolahan 1D sebelumnya hasil Curve Matching Dar Zarrouk Parameter. Model Tahanan Jenis Line 1235 Gambar 5.13 Model tahanan jenis sebenarnya dengan topografi ( m ) untuk line 1235 dengan jarak antara stasiun 100 m. Titik putih menunjukkan posisi datum data ( Res2dinv ). 70