BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

AKTIVITAS ANALGETIK INFUSA BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) PADA MENCIT NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

PENGARUH INFUSA BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA ANALGETIK ASETOSAL PADA MENCIT NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus)

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental

UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) ABSTRAK

UJI DAYA ANALGETIK INFUSA DAUN KELOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH INFUSA BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA ANALGETIK ASETOSAL PADA MENCIT SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

N N. Gambar 1.1. Struktur molekul piroksikam dan O-(3,4- diklorobenzoil)piroksikam.

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

Gambar 1.1. Struktur turunan N-arilhidrazon (senyawa A) CH 3

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. bijinya untuk asma, bronkitis, kusta, tuberkulosis, luka, sakit perut, diare, disentri,

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah mempunyai tanaman obat yang telah dibuktikan kemanjurannya secara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. analgesik dari senyawa AEW1 terhadap mencit. Metode yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. sensitivitas terhadap nyeri. Ekspresi COX-2 meningkat melalui mekanisme

inflamasi non steroid turunan asam enolat derivat oksikam yaitu piroksikam (Mutschler, 1991; Gringauz, 1997). Piroksikam digunakan untuk pengobatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Gambar 1.2. Struktur molekul Asam O-(4-klorobenzoil) Salisilat (Rendy,2006)

penghambat prostaglandin, turunan antranilat dan turunan pirazolinon. Mekanisme kerja NSAID adalah dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi. Nyeri timbul jika terdapat rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik yang melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri), dan itu yang menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan jaringan yang disebut senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti bradikinin, prostaglandin. Di dalam ilmu kefarmasian, obat yang biasa digunakan untuk mengobati rasa sakit disebut analgetik, yaitu senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa sakit (Mutschler, 1986). Obat analgetik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping (Wilmana dan Gan, 2007). Masyarakat masih banyak yang percaya dengan pengobatan tradisional yang berasal dari kekayaan alam yang juga sangat mudah didapatkan dan dilakukan, serta mempunyai banyak khasiat bagi kesehatan. Indonesia memiliki sumber daya alam tanaman obat yang cukup besar, salah satunya yaitu buah asam jawa (Tamarindus indica L.). Banyak peneliti yang telah menemukan kandungan kimia yang terdapat pada buah asam jawa, diantaranya yaitu mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, glikosida, tannin, fenol, minyak atsiri, dan karbohidrat (Khalid dkk,2009; Livingston dkk, 2008; Doughari, 2006; Abukakar dkk, 2008). Sedangkan pemanfaatan secara empiris banyak digunakan untuk analgetik (pereda rasa nyeri), demam, nyeri haid, rematik, sakit perut (Soedibyo, 1998; Khalid dkk, 2009). Pada penelitian sebelumnya oleh Khalid, dkk (2009), membuktikan bahwa ekstrak air buah asam jawa pada dosis 60-600 mg/kg pada dosis mencit mampu mengurangi nyeri sehingga berkhasiat sebagai analgetik. Penelitian ini diharapkan bisa mengetahui efek analgetik pada buah asam jawa (Tamarindus indica L) dengan sediaan infusa dan dosis yang efektif, yang diujikan pada mencit jantan 1

2 dengan metode rangsang kimia. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar perbedaan efektivitas analgetik antara sediaan infusa dengan ekstrak buah asam jawa, karena dengan sediaan ekstrak lebih kental sehingga kemungkinan lebih banyak kandungan kimia yang berefek sebagai analgetik dibandingkan dengan sediaan infusa. B. Perumusan Masalah Apakah sediaan infusa buah asam jawa (Tamarindus indica L.) mempunyai aktivitas analgetik pada mencit putih jantan yang diinduksi asam asetat 0,6%? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivitas analgetik buah asam jawa (Tamarindus indica L.) dengan sediaan infusa pada mencit putih jantan yang diinduksi asam asetat 0,6%. D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Asam Jawa (Tamarindus indica L.) a. Sistematika tanaman Kedudukan tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.) dalam taksonomi adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledonae Sub Classis : Dialypetalae Ordo : Rosales Familia : Caesalpiniaceae Genus : Tamarindus Species : Tamarindus indica L. (Tjitrosoepomo, 2007; Van Steenis, 2005)

3 b. Khasiat dan kandungan kimia Secara empiris buah asam jawa berkhasiat sebagai pereda nyeri (analgetik), nyeri haid, rematik, sakit perut (Soedibyo, 1998). Selain itu kegunaan buah asam jawa juga digunakan untuk mengobati antibakteri dan antiinflamasi (Abukakar dkk, 2008). Percobaan yang dilakukan Khalid, dkk (2009) juga membuktikan bahwa ekstrak buah asam jawa bisa untuk analgetik. Kandungan kimia dengan analisis fitokimia buah asam jawa dengan prosedur screening menunjukkan hasil positif mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, glikosida, tannin, fenol, minyak atsiri, dan karbohidrat (Khalid dkk, 2009; Livingston et al, 2008; Doughari, 2006; Abukakar dkk, 2008). Daging buah asam jawa juga mengandung asam tartrat, asam maleat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat, pektin, dan gula invert (Soedibyo, 1998) 2. Metode Ekstraksi Simplisia Metode ektraksi biasanya dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat (Ansel, 1989). Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 C selama 15 menit. Pembuatan simplisia dicampur dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya, dipanaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu sudah mencapai 90 C sambil sesekali diaduk. Diserkai selagi panas melalui kain flannel, ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Depkes, 1979). Cairan penyari yang digunakan dalam ekstraksi dipilih berdasarkan kemampuannya melarutkan jumlah yang maksimum dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989). Cairan penyari yang baik harus memiliki kriteria murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif

4 hanya mampu menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Depkes, 1986). 3. Patofisiologi Nyeri a. Pengertian nyeri Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri (Mutschler, 1986). Ada tiga (3) stimulus yang merangsang reseptor rasa nyeri yaitu mekanik, suhu, dan kimiawi. Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi meliputi bradikinin, serotonin, histamine, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Selain itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri (Guyton dan Hall, 1996). Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin strukturnya mirip dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arakidonat, yang kemudian menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimia (Tjay dan Rahardja, 2007). b. Mekanisme terjadinya nyeri Nyeri erat kaitannya dengan inflamasi atau radang, karena nyeri merupakan respon pertama munculnya peradangan. Seperti yang dijelaskan diatas nyeri timbul jika ada stimulus yang melewati ambang nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya (Tjay dan Rahardja, 2007). Penelitian telah membuktikan bahwa prostaglandin menyebabkan sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi yang disebut dengan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata (Wilmana dan Gan, 2007). Seperti yang telah disebutkan, rangsangan yang cukup untuk menimbulkan rasa nyeri ialah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan. Yang termasuk mediator nyeri dengan potensi kecil adalah ion hidrogen dengan

5 penurunan ph dibawah 6 yang selalu terjadi peningkatan rasa nyeri pada setiap kenaikan konsentrasi ion hidrogen. Sedangkan pada pembentukan kinin khususnya bradikinin, merupakan senyawa penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin merupakan senyawa yang terbentuk paling banyak dalam peristiwa nyeri dan mensensibilisasi reseptor (Mutschler, 1986). Kerusakan Jaringan Pembebasan H+ (ph < 6) K+ (>20 mmol/l) Asetilkolin, Serotonin, Histamine Pembentukan Kinin (misalnya bradikinin) Prostaglandin Nyeri Pertama Sensibilisasi reseptor Nyeri lama Gambar 1. Mediator yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri setelah kerusakan jaringan (Mutschler, 1986). 4. Analgetik Analgetik adalah zat-zat yang pada dosis terapeutik menghilangkan atau menekan rasa nyeri (Schmitz, dkk, 2008). Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam dua kelompok yaitu analgetika yang berkhasiat kuat dan bekerja pada pusat (hipoanalgetika atau kelompok opiat) dan analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang). Yang dimaksud analgetik perifer atau yang berkhasiat lemah yang tidak menurunkan kesadaran dan tidak menyebabkan ketagihan. Semua analgetik perifer selain sebagai anti nyeri, juga bekerja sebagai anti-piretik dan antiinflamasi (antiflogistik). Penggunaan analgetik ini juga mempunyai efek samping, yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan-kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi-reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini

6 terutama terjadi pada penggunaan lama atau pada dosis yang besar, maka sebaiknya penggunaanya tidak secara terus-menerus (Tjay dan Raharja, 2007). 5. Asetosal Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgetik antipiretik dan antiinflamasi yang lebih luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas dan banyak digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrolisis (Wilmana, 2007). Selain itu, aspirin juga merupakan penghambat sintesin prostaglandin yang paling efektif dari golongan salisilat (Priyanto, 2008). Mekanisme kerja utama agaknya dengan menghambat siklooksigenase, suatu enzim yang mengkonversi asam arakidonat menjadi precursor endoperoksida dari prostaglandin dan tromboksan. Asetosal diabsorbsi dengan baik dengan pemberian oral dan dihidrolisis dalam darah dan jaringan menjadi asetat dan asam salisilat, yang merupakan komponen aktif. Individu dengan kepekaan khusus terhadap aspirin dapat mengalami serangan asma karena adanya peningkatan sintesis leukotrien. Pada dosis tinggi, obat ini menimbulkan efek terhadap SSP berupa tinitus dan vertigo. Pada dosis yang sangat tinggi, obat ini dapat menyebabkan hiperventilasi, demam, dehidrasi, koma, kolaps vasomotor dan akhirnya gagal ginjal dan pernafasan (Katzung dan Trevor, 1994). Dosis analgetik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang secara umum dipergunakan adalah kurang dari 0,6 gram dosis oral. Dosis yang lebih besar mungkin memperpanjang efek. Dosis biasa tersebut bisa diulang setiap 4 jam dan dosis yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam. Dosis untuk anak- anak adalah 50-75 mg/kg/hari (tetapi tidak pernah lebih dari dosis orang dewasa) dalam dosis yang terbagi (Katzung, 2002). Sedangkan untuk asetosal yang berkhasiat antiflogistik (obat yang dapat mencegah atau melawan peradangan) diberikan dengan dosis yang tinggi, yaitu lebih dari 5 g sehari (Tjay dan Raharja, 2007).

7 6. Asam asetat Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0% dan tidak lebih dari 37,0% b/b C 2 H 4 O 2. Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk dan rasa asam yang tajam (Depkes, 1995). Penggunaan asam asetat sebagai penginduksi inflamasi dan nyeri telah lama digunakan untuk mengevaluasi agen baru yang bersifat analgetik dan anti-inflamasi. Injeksi peritoneal asam asetat memproduksi peradangan peritoneum yang terkait dengan peningkatan prostaglandin, dan dengan demikian akan meningkatkan permeabilitas kapiler yang diperkirakan akan berkonstribusi dengan peningkatan inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung juga untuk mengemukakan rasa sakit yang terkait dalam pengujian melalui stimulasi neuron nociceptive perifer oleh mediator endogen seperti serotonin, histamine, bradikin, dan prostaglandin (Khalid dkk, 2009). 7. Metode induksi kimia (metode Sigmund) Terdapat empat ketegori yang digunakan untuk mengevaluasi kelompok aktivitas analgetik yaitu mekanik, listrik, panas, dan kimia. Gejala sakit yang ditunjukkan pada mencit dengan metode kimia sebagai akibat dari pemberian asam asetat, ditunjukkan dengan adanya kontraksi dari dinding perut, kepala, dan kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya, gejala ini biasanya disebut geliat (writhing) (Domer, 1971). Obat uji dinilai kemampuannya dengan menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia (pemberian asam asetat) pada hewan percobaan mencit. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat. Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Ditabulasikan data jumlah geliatan dalam 5 menit selama 30-60 menit untuk setiap mencit. Kemudian dilakukan perbandingan data ini, antara kelompok uji dengan kelompok kontrol. Adanya aktivitas analgetik dinyatakan oleh lebih sedikit terjadi jumlah geliatan nyeri pada mencit sebesar 50% dari kelompok kontrol (KKI, 1991).

8 E. Landasan Teori Ekstrak air buah asam jawa memberikan aktivitas analgetik pada dosis 60; 100; 300; 600 mg/kgbb pada hewan uji mencit putih yang diinduksi dengan asam asetat 0,6% (Khalid dkk, 2009). Dalam buah asam jawa terkandung beberapa kandungan kimia antara lain flavonoid, saponin, alkaloid, karbohidrat, steroid, antosian, tanin, asam askorbat, β-karoten, komponen volatil, asam tartrat, asam maleat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat, pektin, dan gula invert (Khalid dkk, 2009; Livingston dkk., 2008; Pino dkk, 2004; Soedibyo, 1998). Penelitian lain juga menemukan beberapa kandungan ekstrak buah asam jawa yaitu saponin (2,2%), alkaloid (4,32%) dan glukosida (1,59%) (Abukakar dkk, 2008). Diharapkan dengan sediaan infusa juga terdapat kandungan seperti pada sediaan ekstrak buah asam jawa. Khasiat buah asam jawa sebagai analgetik, kemungkinan karena kandungan minyak atsiri. Daniel (2006) menjelaskan bahwa minyak atsiri digunakan untuk meredakan sakit pada reumatik dengan kata lain berguna sebagai analgetik, tetapi tidak tertutup kemungkinan efek analgetik dari infusa buah asam jawa karena adanya interaksi efek dari kandungan kimia lain seperti flavonoidnya. Pada Ebadi (2002) menyebutkan bahwa flavonoid dapat menginhibisi lipooksigenase dan siklooksigenase. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan efek analgetik dari infusa buah asam jawa dari kandungan kimia lain. F. Hipotesis Infusa buah asam jawa (Tamarindus indica L.) mempunyai aktivitas sebagai analgetik.