PENDAHULUAN Latar Belakang Masa balita merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani dan jumlahnya dalam populasi besar. Pada balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual. bahkan gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diperbaiki dimana kekurangan gizi pada saat balita akan berdampak hingga masa remaja dan dewasa sehingga mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Gizi salah adalah penyebab kematian dan kesakitan dan berhubungan dengan peningkatan risiko malaria berat. Malaria merupakan penyebab kematian diantara anak dibawah lima tahun, penyebab berat badan lahir rendah pada bayi dan kematian ibu. Telah lama diakui bahwa kondisi populasi yang tinggal di daerah malaria umumnya mengarah ke status gizi buruk dimana kekurangan gizi merupakan faktor resiko terkena serangan malaria klinis (Gomes & Elisa, 2002). Penelitian Nurhadimuda (2003) menyebutkan bahwa infeksi malaria mempengaruhi penurunan status gizi anak balita di Purworejo, sedangkan penelitian Tarmidzi M (2006) menyebutkan bahwa kejadian malaria tidak berhubungan dengan status gizi pada balita di Kecamatan Kokap dan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo Propinsi D.I Yogyakarta. Selanjutnya malaria dan kekurangan gizi penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi di pedesaan sub-sahara Afrika. Ditemukan bahwa anak-anak kekurangan gizi kronis memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami malaria (Deen, Walraven & Seidlein, 2002). Jeremiah ZA & Uko EK (2007) juga menyebutkan bahwa anak-anak di bawah lima tahun di Harcourt Nigeria memiliki tingkat parasit lebih tinggi (36.36%) dan beresiko mengalami mordibitas dibandingkan dengan kelompok 5-8 tahun (21.27%) sehingga perlu gizi yang cukup untuk menahan dampak negatif dari malaria. Berdasarkan data Riskesdas (2010), prevalensi nasional gizi buruk dan gizi kurang untuk kategori balita mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai 2010. Hingga tahun 2010 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang sebesar 6.5% dan 8.2%. Propinsi Papua Barat dan Papua memiliki prevalensi gizi buruk dan
2 gizi kurang diatas prevalensi nasional yaitu sebesar 9.1% dan 17.4%. Pada tahun 2007 persentase BBLR tertinggi adalah Provinsi Papua Barat (23.8%) sama halnya dengan tahun 2010 (23.8%), persentase BBLR sedikit lebih tinggi di pedesaan (12.2%) dibanding di perkotaan (10.8%). Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena pola asuh ibu dan penyakit infeksi. Pada keadaan terserang penyakit infeksi, penderita biasanya berkurang nafsu makannya yang pada akhirnya dapat menderita kurang gizi. Lemahnya kemampuan ibu dan keluarga untuk memberikan pola asuh akan berakibat pada kejadian gizi kurang bahkan gizi buruk pada anak balita. Anak yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang lebih baik besar kemungkinan akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizi yang relatif lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Anwar (2000) bahwa pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan gizi anak. Selanjutnya menurut Widayani S (2000) ada hubungan yang sangat kuat antara pola asuh dengan status gizi balita. Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra dan pasca kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhan bermain (Hamzah A, 2000). Malaria merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium dan dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Kemenkes, 2011). Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization menyebutkan sebanyak 665 ribu orang meninggal disebabkan penyakit malaria pada tahun 2010. Dari jumlah tersebut, sebanyak 86% merupakan anak-anak di bawah lima tahun (WHO, 2010). Menurut Prabowo A (2002), malaria menyerang penduduk yang tinggal didaerah endemis atau orang-orang yang bepergian ke daerah yang angka penularannya tinggi. Selanjutnya Estefania et al, (2009) menyebutkan bahwa prevalensi parasit malaria lebih tinggi dipedesaan dibandingkan didaerah perkotaan (P=0.06) didukung oleh penelitian Kirby et al, (2008) bahwa penularan malaria terbesar terjadi didaerah pedesaan Gambia Sahara Afrika, dimana masyarakat tidur dalam rumah yang terbuat dari bata dan atap terbuka.
3 Besarnya angka malaria tahun 2009 sampai 2010 di seluruh Indonesia adalah 22.9. Tahun 2011, angka Annual Parasite Insidence di Indonesia adalah 1.75, Papua barat 33,25 permil dan Papua 23.34 (Ditjen P2PL, 2012). Menurut kelompok umur, angka kasus baru malaria terendah adalah pada kelompok umur <1 tahun (11.6%) sedangkan pada kelompok umur lainnya relatif sama. Angka kasus baru malaria pada kelompok umur <1 tahun merupakan indikator terjadinya penularan malaria di dalam rumah atau di sekitar rumah. Prevalensi malaria klinis di perdesaan dua kali lebih besar dari prevalensi di perkotaan, dan cenderung tinggi pada responden dengan pendidikan rendah, kelompok petani/nelayan/buruh dan kelompok dengan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita rendah (Riskesdas 2010). Perumusan Masalah Malaria masih menjadi salah satu penyakit yang mematikan di Provinsi Papua Barat, sebanyak 15% penyebab kematian di provinsi ini disebabkan oleh malaria. Trend prevalensi penyakit malaria di provinsi selama tiga tahun terakhir menunjukkan penurunan namun angkanya masih tetap tinggi. Pada tahun 2008, dalam 1 000 penduduk terdapat 84 orang yang terjangkit malaria dan tahun 2010 turun menjadi 64 orang. Itu berarti, dari jumlah penduduk 798 600 jiwa, yang terjangkit malaria mencapai 51 000 orang setiap tahun. Dari jumlah penderita yang tercatat selama tahun 2010, sebanyak 4678 orang dirawat inap di rumah sakit dan Puskesmas, serta 61 orang meninggal karena malaria. Jumlah penderita malaria yang meninggal terbanyak ada di Kabupaten Manokwari dan Fakfak. Kabupaten Manokwari merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Papua Barat dan terdiri dari 29 kecamatan. Kabupaten Manokwari merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Papua Barat dimana pada tahun 2010 sekitar 10% anak balita di kabupaten ini mengalami gizi buruk dari 2 270 balita yang ditimbang di posyandu dan Puskesmas. Pada tahun 2011 jumlah balita yang terjangkit malaria diperkirakan sebanyak 17% atau sekitar 918 balita. Diantara anak di bawah lima tahun (balita) dengan gejala klinis malaria, hanya sekitar 4.4% yang menerima pengobatan malaria, sementara balita yang menderita malaria umumnya hanya
4 menerima obat untuk mengurangi demam (67.6%) (Riskesdas, 2010). Jika terpapar malaria, balita berisiko mengalami anemia dan kekurang gizi (Dinkes Kab. Manokwari, 2010). Dari 22 Puskesmas yang ada di Kabupaten Manokwari, hanya 16 Puskesmas yang berjalan baik dan Posyandu hanya 80% dari 270 unit yang aktif (Dinkes Kab Manokwari, 2010). Pemerintah Papua Barat, telah berupaya melakukan sejumlah program untuk mengurangi kasus yang terjadi dan mewujudkan target bebas malaria di Papua Barat pada tahun 2030, diantaranya kerjasama dengan lembaga asing seperti Global Found maupun UNICEF, pengadaan mikroskop dan rapid test di seluruh puskesmas baik di perkotaan maupun pedalaman, menganjurkan kepada penderita agar melakukan tes darah dan mengonsumsi obat yang benar. Namun prevalensi dan penderita malaria masih tetap tinggi, diduga karena masyarakat di kabupaten ini terlambat menerima penggunaan obat malaria, pola asuh ibu, pola hidup masyarakat yang tidak sehat dan kondisi lingkungan yang berawa dan lembab. Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti tertarik untuk mengetahui tentang: 1. Bagaimana hubungan antara pola asuh makan, tingkat konsumsi, pola asuh kesehatan, kejadian malaria dengan status gizi balita. 2. Bagaimana hubungan antara pola asuh makan, pola asuh kesehatan, sanitasi lingkungan dengan kejadian malaria. 3. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik balita, pengetahuan ibu tentang ASI dan malaria, pola asuh makan, pola asuh kesehatan, sanitasi lingkungan terhadap kejadian malaria dan status gizi balita di Kabupaten Manokwari.
5 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian untuk menganalisis hubungan antara pola asuh makan, pola asuh kesehatan dengan kejadian malaria dan status gizi balita di Kabupaten Manokwari. b. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Menganalisis hubungan antara pola asuh makan, tingkat konsumsi, pola asuh kesehatan, kejadian malaria dengan status gizi balita. 2. Menganalisis hubungan antara pola asuh makan, pola asuh kesehatan, sanitasi lingkungan dengan kejadian malaria. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi keluarga, karakteristik balita, pengetahuan ibu tentang ASI dan malaria, pola asuh makan, pola asuh kesehatan, sanitasi lingkungan terhadap kejadian malaria dan status gizi balita. Manfaat Penelitian a. Manfat Teoritis Untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan perbaikan status gizi balita dengan kejadian malaria. Sebagai referensi untuk studi lebih lanjut bagi para peneliti yang tertarik pada masalah gizi, khususnya bayi dan balita, efek pola asuh ibu dan kejadian malaria terhadap status gizi. b. Manfaat Praktis Memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat khususnya para orangtua dan pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari dalam penanggulangan masalah malaria dan status gizi balita.