A. LATAR BELAKANG MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pernyataan Suherman, dkk. (2003: 25) bahwa matematika. matematika haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran matematika dan salah satu tujuan dari materi yang

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

II. KAJIAN PUSTAKA. menyampaikan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip kepada siswa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. (Hasratuddin, 2010 : 19).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Everett M Rogers dalam Latifah (2011:12) mengemukakan bahwa komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan. lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia,karena pendidikan. Dalam pendidikan, terdapat kegiatan yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena matematika sebagai ilmu, memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Noviawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat

I. PENDAHULUAN. dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006). Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman matematis harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah menengah atas. Berkaitan dengan pentingnya mengembangkan kemampuan pemahaman matematis, NCTM (2000) menyatakan bahwa siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan pemahaman, hal ini merupakan visi dari belajar matematika. Belajar tanpa pemahaman merupakan fenomena yang terjadi dan menjadi masalah sejak tahun 1930-an, sehingga belajar dengan pemahaman terus ditekankan dalam kurikulum. Untuk menjabarkan pemahaman sebagai visi utama dalam pembelajaran matematika, Sumarmo (2003) menyatakan bahwa visi matematika mempunyai dua arah pengembangan, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan masa kini yaitu mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Menurut Bloom (Anderson dan Krathwohl: 2010) pemahaman dapat digolongkan dalam tiga segi yaitu pemahaman translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi. Pemahaman translasi adalah kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan cara lain daripada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya. Misalnya individu mampu mengubah soal yang tertulis dalam kalimat ke dalam bentuk simbol dan sebaliknya. Pemahaman interpretasi adalah kemampuan untuk memahami atau mampu mengartikan suatu ide yang diubah atau disusun dalam bentuk lain seperti kesamaan, grafik, diagram, dan sebagainya. 1

2 Pemahaman ekstrapolasi adalah kemampuan untuk meramalkan kelanjutan dari kecenderungan yang ada menurut data tertentu. Sementara itu Alfeld (2004) menyatakan bahwa seorang siswa dikatakan sudah memiliki kemampuan pemahaman matematis jika ia sudah dapat melakukan hal-hal berikut ini: 1. menjelaskan konsep-konsep dan fakta-fakta matematika dalam istilah konsep dan fakta matematika yang ia telah miliki; 2. dapat dengan mudah membuat hubungan logis diantara konsep dan fakta yang berbeda tersebut; 3. menggunakan hubungan yang ada ke dalam sesuatu hal yang baru (baik di dalam atau di luar matematika) berdasarkan yang ia ketahui; dan 4. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang ada dalam matematika sehingga membuat segala pekerjaannya berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa jika siswa memahami konsepkonsep matematika yang mereka pelajari, maka mereka akan mampu mengkomunikasikan konsep-konsep yang telah dipahaminya itu dalam bentuk lain seperti simbol, kesamaan, grafik, diagram, dan lain sebagainya. Dengan kata lain siswa yang memahami konsep-konsep matematika yang mereka pelajari, mereka akan merefleksikan pemahamannya dalam bentuk komunikasi matematis. Kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematis menurut Sumarmo (2010) adalah: 1. menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematis; 2. menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, 3. mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; 4. membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; dan 5. mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri. Selain merupakan bentuk refleksi pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang mereka pelajari, mengkomunikasikan ide-ide matematis juga

3 merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman siswa. Dengan berdiskusi, menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika dalam bahasa sendiri baik secara lisan maupun tulisan siswa dapat mempertajam ide dan memperoleh informasi dari orang lain. Sehingga pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang dipelajari akan meningkat. Hal ini serupa dengan pandangan Huggins (Qohar, 2010) bahwa untuk meningkatkan pemahaman konseptual matematis, peserta didik dapat melakukannya dengan mengemukakan ide-ide matematisnya. Berdasarkan pemaparan di atas tampak bahwa kemampuan komunikasi dan pemahaman matematis mempunyai keterkaitan yang erat. Ketika siswa mengkomunikasikan konsep-konsep matematika yang mereka pelajari, maka mereka sedang meningkatkan kemampuan pemahaman matematisnya. Ketika siswa telah memahami konsep-konsep matematika yang mereka pelajari, maka mereka akan mempunyai dasar yang kuat dalam mengkomunikasikan konsepkonsep yang dipelajarinya. Terkait dengan kemampuan komunikasi, Baroody (1993) mengungkapkan terdapat dua alasan penting mengapa pembelajaran matematika berfokus pada komunikasi, yaitu: 1. mathematics is essentially a language; artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau membuat kesimpulan, tetapi matematika juga adalah alat yang tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas; dan 2. mathematics learning as social activity; artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, juga sebagai wahana interaksi antar siswa, seperti komunikasi antara guru dan siswa. Menurut NCTM (2000) kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan standar yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Merujuk pada NCTM, BSNP (2006) mencantumkan komunikasi matematis sebagai salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam

4 pembelajaran matematika di sekolah menengah atas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis harus dikembangkan juga dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah menengah atas. Kemampuan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika tidak hanya mencakup kemampuan kognitif tetapi juga kemampuan afektif. Kemampuan afektif yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap siswa sekolah menengah atas dalam pembelajar matematika adalah sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006). Aspek afektif tersebut merupakan disposisi matematis. Disposisi matematis menurut NCTM dalam Standard 10 (NCTM, 1989) menunjukkan: (1) rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memberikan alasan; (2) fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah; (3) tekun mengerjakan tugas matematik; (4) minat, rasa ingin tahu, dan daya temu dalam melakukan tugas matematik; (5) cenderung memonitor dan merefleksikan kinerja dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam bidang lainnya dan pengalaman sehari-hari; dan (7) penghargaan peran matematika dalam kultur dan nilai matematika, sebagai alat dan bahasa. Sejalan dengan itu Sumarmo (2012) menyatakan bahwa disposisi matematis merupakan keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia. Selanjutnya Sumarmo (2012) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki disposisi matematis yang tinggi akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya. Menurut Mullis, et al. (2012) terdapat hubungan yang positif antara sikap terhadap matematika dengan prestasi

5 matematika. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan afektif dalam hal ini disposisi matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap siswa. Namun demikian mengembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis dalam pembelajaran matematika pada siswa sekolah menengah atas tidaklah mudah. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil penelitianpenelitian terdahulu. Pada penelitian yang dilakukan Oktavien (2012) diperoleh hasil rata-rata skor postes kemampuan pemahaman matematis siswa SMA melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebesar 59 % dari skor ideal, begitu juga hasil penelitian Suwarni (2011) menunjukkan bahwa rata-rata skor postes kemampuan komunikasi matematis siswa SMA yang mendapat pembelajaran dengan berbantuan Wingeom sebesar 58,78% dari skor ideal. Sementara itu hasil penelitian Sumaryati (2012) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi think-pair-square-share dan pendekatan induktif-deduktif dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa. Disposisi matematis kedua kelompok siswa tersebut berada pada kategori netral. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa penelitian-penelitian terdahulu belum memberikan hasil yang diharapkan. Sebagai peneliti pendidikan, guru harus terus berupaya merancang pembelajaran yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. Dalam merancang pembelajaran guru tidak cukup hanya memperhatikan aspek kognitif tetapi harus memperhatikan juga aspek afektifnya. Selain itu guru harus mempertimbangkan juga bagaimana materi pelajaran disajikan kepada siswa dan bagaimana aktifitas siswa selama pembelajaran. Menyajikan materi pelajaran kepada siswa bisa diawali dengan pemberian kasus, fakta, atau contoh yang bersesuaian dengan materi yang akan dipelajari, dengan maksud siswa dapat menemukan aturan, generalisasi atau prinsip yang luas dengan proses identifikasi, membedakan, interpretasi, generalisasi, dan akhirnya membuat kesimpulan. Kemudian siswa memberi contoh atau menerapkan aturan, generalisasi, atau prinsip yang telah ditemukannya itu.

6 Penyajian materi pelajaran seperti demikian merupakan penyajian materi pelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif, yang merupakan gabungan dari pendekatan induktif dan pendekatan deduktif. Menurut Wahyudin (2008) pendekatan induktif dimulai dari contoh-contoh spesifik menuju ke suatu aturan, generalisasi, atau prinsip yang luas, sedangkan pendekatan deduktif dimulai dari sebuah aturan, generalisasi, atau prinsip menuju ke contoh-contoh spesifik. Selain mempertimbangkan bagaimana materi pelajaran disajikan kepada siswa, hal lain yang harus dipertimbangkan juga adalah bagaimana aktifitas siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran yang sesuai dengan harapan Kurikulum 2006 adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, berorientasi pada proses, guru sebagai fasilitator, materi dikembangkan dan berfokus pada berfikir tingkat tinggi (BSNP, 2006). Disamping itu Sullivan (Tandililing, 2011) mengatakan bahwa peran dan tugas guru sekarang adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa dengan jalan; (1) melibatkan secara aktif dalam eksplorasi matematika; (2) mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada pada mereka; (3) mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi; (4) mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal; (5) memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengar ide temannya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika guru harus melakukan inovasi, sehingga pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru dan materi yang dikembangkan tidak hanya berfokus pada berpikir tingkat rendah. Guru dalam pembelajaran matematika harus berupaya agar proses pembelajaran sesuai dengan harapan kurikulum dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Salah satu model pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered-Heads-Together (NHT). Pembelajaran NHT pertama kali dikembangkan oleh Russ Frank (Slavin, 2009). Dalam pembelajaran ini siswa bekerja dalam kelompok kecil yang heterogen. Setiap siswa dalam kelompok mempunyai nomor dan mereka diberitahu bahwa hanya satu orang siswa yang akan dipanggil untuk mewakili kelompoknya. Secara

7 individu mereka akan merasa bertanggungjawab untuk keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu siswa akan termotivasi untuk menguasai materi yang dipelajari dengan baik. Mereka akan semakin ulet, aktif, kreatif, saling membantu, berdiskusi, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masingmasing sampai merasa yakin bahwa setiap siswa dalam kelompok telah menguasai materi yang dipelajari dengan baik. Pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan pemahaman materi yang dipelajarinya dalam bentuk komunikasi. Ketika ada siswa yang kesulitan dalam mempelajari materi yang ditugaskan maka siswa yang lebih menguasai akan menjelaskan materi itu kepada temannya. Begitu juga ketika siswa dipanggil untuk mewakili kelompoknya maka siswa tersebut dituntut untuk mempresentasikan pemahaman terhadap materi tersebut kepada teman sekelasnya. Dengan menjelaskan materi yang dipelajari kepada temannya, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran NHT akan semakin terasah. Sejalan dengan ini Slavin (2009) menyatakan bahwa para siswa yang menerima penjelasan elaborasi, belajar lebih banyak dari mereka yang belajar sendiri, tetapi tidak sebanyak siswa yang berperan sebagai pemberi penjelasan. Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pendekatan induktif-deduktif dan pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk mengembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa SMA. Penelitian ini penulis beri judul Meningkatkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Induktif-Deduktif dan Belajar Kooperatif tipe Numbered-Heads-Together. Dalam penelitian ini akan dianalisa juga apakah ada asosiasi antara peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis, dan peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis pada siswa yang memperoleh

8 pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa? 3. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa? 4. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa? 5. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numberedheads-together lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa? 6. Apakah terdapat asosiasi antara peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, antara peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis, dan antara peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis pada siswa yang memperoleh pembelajaran melalui

9 pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-headstogether? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang: 1. kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numberedheads-together dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa; 2. peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa; 3. kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numberedheads-together dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa; 4. peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa; 5. peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numberedheads-together dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa; dan 6. asosiasi antara peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, antara peningkatan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis, dan antara peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi

10 matematis pada siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe numbered-heads-together. D. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan peneliti. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. bagi siswa, memberikan pengalaman baru dan mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika di kelas sehingga selain dapat meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis juga membuat pembelajaran matematika menjadi lebih variatif, bermakna, dan bermanfaat; 2. bagi guru, dapat menjadi bahan informasi bahwa pembelajaran melalui pendekatan induktif-deduktif dan belajar kooperatif tipe Numbered-Heads- Together dapat diimplementasikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa; dan 3. bagi semua pihak yang berkepentingan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya. E. DEFINISI OPERASIONAL Untuk menghindari penafsiran yang berbeda, beberapa istilah yang digunakan dalam proposal penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan menyerap arti dari konsep matematis yang dipelajari. Indikator kemampuan pemahaman matematis yang dipakai dalam penelitian ini adalah: (a) menerapkan konsep matematis secara algoritma; dan (b) mengaitkan berbagai konsep untuk menyelesaikan permasalahan matematis. 2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis secara lisan maupun tulisan. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang dipakai dalam penelitian ini adalah: (a) kemampuan menyatakan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel,

11 grafik atau model matematika lainnya; (b) kemampuan menjelaskan ide atau situasi matematis dengan bahasa sendiri; dan (c) kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan mengajukan pertanyaan terhadap suatu informasi yang diberikan. 3. Disposisi matematis adalah sikap keinginan, minat, dan kesungguhan yang kuat dalam belajar matematika, serta apresiasi terhadap matematika dan aplikasi di bidang lainnya. Adapun indikator untuk mengukur diposisi matematis adalah: a. rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memberikan alasan; b. fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metode alternatif dalam memecahkan masalah; c. tekun mengerjakan tugas matematik; d. minat, rasa ingin tahu, dan daya temu dalam melakukan tugas matematik; e. cenderung memonitor dan merefleksikan kinerja dan penalaran mereka sendiri; f. menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam bidang lainnya dan pengalaman sehari-hari; g. penghargaan peran matematika dalam kultur dan nilai matematika, sebagai alat dan bahasa. 4. Pendekatan induktif-deduktif adalah proses pembelajaran yang diawali dengan pemberian kasus, fakta, atau contoh yang bersesuaian dengan materi yang akan dipelajari, dengan maksud siswa dapat menemukan aturan, generalisasi atau prinsip yang luas dengan proses identifikasi, membedakan, interpretasi, generalisasi, dan akhirnya membuat kesimpulan. Kemudian siswa memberi contoh atau menerapkan aturan, generalisasi, atau prinsip yang telah ditemukannya itu. 5. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered-Heads-Together adalah pembelajaran dalam kelompok kecil dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) numbered (pemberian nomor) yaitu pembentukan kelompok dan

12 pemberian nomor pada siswa dalam kelompok tersebut; (b) questioning (pengajuan pertanyaan) yaitu guru mengajukan pertanyaan kepada siswa; (c) head together (berpikir bersama atau thinking together) yaitu para siswa berpikir bersama untuk mendiskusikan jawaban serta menyakinkan bahwa setiap orang dalam anggotanya mengetahui jawaban pertanyaan tersebut; dan (d) answering (pemberian jawaban). 6. Pembelajaran biasa adalah suatu pembelajaran di mana guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan oleh guru, siswa belajar secara individu, kemudian guru memberikan latihan, dan siswa diperbolehkan bertanya jika belum mengerti.