BAB I PENDAHULUAN. memaparkan bahwa dalam Al-Qur an, perkawinan itu disebut mitsaq

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. Menurut arti sebenarnya kata Nikah mengandung arti jima (masuknya

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT PENDAPAT MASJFUK ZUHDI DAN NURCHOLIS MADJID

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PNDAHULUAN. Perpustakaan 2013), h Line) tersedia di blogspot. com/2012/12/pengertianimplementasi-menurut-para.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. A.Rahman I. Doi, penjelasan lengkap hukum-hukum allah (syariah), PT Raja Grafindo persada, Jakarta, 2002, hal.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB II TINJAUAN UMUM MAQASHID AL-SYARIAH DALAM HUKUM PERKAWINAN. Maqashid Syariah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

As dengan pada masa nabi berikutnya, selain berbeda, juga semakin teratur pada masa nabi Muhammad Saw.

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi dapat juga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

Lingkungan Mahasiswa

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

STUDI ANALISIS COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH SIRRI, NIKAH MUT AH, DAN NIKAH BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF FIQIH SKRIPSI

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. semua yang diberi berbagai kelebihan dari mahkluk lainnya, sehingga mereka

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Apakah Kawin Kontrak Itu?

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai umatnya. Serta ayat-ayat Al-qur an yang Allah SWT. khaliknya dan mengatur juga hubungan dengan sesamanya.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB III ANALISIS. Pada dasarnya hukum islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi

BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH. nash yang menerangkan tentang pembagian waris seorang transseksual yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maulana Muhammad Ali dalam bukunya The Religion of Islam memaparkan bahwa dalam Al-Qur an, perkawinan itu disebut mitsaq (perjanjian), yaitu perjanjian antara suami dan isteri. 1 Firman Allah Swt. dalam surat An-Nisa Ayat 21. "#$%&! -./ (), $'! 789: 0-%5 6 01&23.4/ Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (Q.S. An-Nisaa: 21). 2 Ikatan perkawinan (akad nikah) dilakukan dengan menyatakan persetujuan oleh kedua belah pihak, pihak suami dan pihak isteri, dihadapan saksi-saksi dan inilah satu-satunya yang paling penting. 3 Menurut jumhur ulama, rukun pernikahan ada lima dan masingmasing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. 4 Berbeda dengan perspektif fiqih, menurut Amiur Nurudin dan Azahari Akmal Tarigan 1 Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam A Comprehensive Discussion of The Sources Principles and Practices of Islam, (New York: National Publication & Printing House, t.th.), hlm. 620 2 Depag RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-qur an, 1971), hlm. 120. 3 Maulana Muhammad Ali, loc. cit. 4 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.71.

2 menyatakan bahwa UU Nomor 1/1974 tidak mengenal adanya rukun perkawinan. Tampaknya Undang-undang perkawinan Nomor 1/1974 hanya memuat hal-hal yang berkenaan dengan syarat-syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Bab II pasal 6 dan pasal 7. 5 Berbeda dengan UU Nomor 1/1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI) ketika membahas rukun perkawinan tampaknya mengikuti sistematika fiqih yang mengaitkan rukun dan syarat yang dimuat dalam pasal 14. Meskipun KHI menjelaskan lima rukun perkawinan sebagaimana fiqih, ternyata dalam uraian persyaratannya KHI mengikuti Undangundang Perkawinan (UUP) yang melihat syarat hanya berkenaan dengan persetujuan kedua calon mempelai dan batasan umur. 6 Dalam hubungannya dengan masalah agama, bahwa dalam praktiknya tidak sedikit adanya hubungan muda-mudi yang berbeda agama yaitu muslim dengan non muslim. Hubungan itu tidak menutup kemungkinan sampai pada jenjang pernikahan. Masalah muncul, apakah hukumnya sah perkawinan muslim dengan non muslim? Peristiwa di atas berarti menyangkut perkawinan antar agama yang dapat meliputi: perkawinan orang beragama Islam (pria/wanita) dengan orang beragama non Islam (pria/wanita). Perkawinan antar agama yang dimaksud ini dapat terjadi antara: 1. Calon isteri beragama Islam dan calon suami tidak beragama Islam, baik ahlul kitab maupun musyrik. 5 Amiur Nurudin dan Azahari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media), 2004, hlm. 67. 6 Ibid., hlm.72

3 2. Calon suami beragama Islam dan calon istri tidak beragama Islam, baik ahlul kitab maupun musyrik. 7 Akibat hukum dari perkawinan antar agama adalah apabila perkawinan antar agama terjadi antara perempuan yang beragama Islam dan laki-laki yang tidak beragama Islam, baik musyrik maupun ahlul kitab, maka para ulama Imamiyah sebagaimana halnya dengan keempat mazhab lainnya sepakat bahwa wanita muslimah tidak boleh kawin dengan lakilaki non muslim meskipun ahlul kitab. 8 Hal ini berarti apabila perkawinan antar agama terjadi antara perempuan yang beragama Islam dan laki-laki yang tidak beragama Islam, baik musyrik maupun ahlul kitab, maka ulama fiqih sepakat hukumnya tidak sah. 9 Alasannya adalah firman Allah Swt. dalam Surat al-baqarah ayat 221. Apabila perkawinan terjadi antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik, ulama fiqih sepakat bahwa hukumnya tidak sah. Argumen yang dikemukakan adalah firman Allah Swt. Dalam surat al- Baqarah ayat 221. Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang disebut perempuan musyrik itu. Menurut Maulana Muhammad Ali, orang Islam hanya dilarang kawin dengan kaum musyrik bangsa Arab; sedang perkawinan dengan wanita yang menganut agama lain di dunia diperbolehkan, seperti kaum Kristen, Yahudi, Majusi, Budha dan Hindu, 7 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: Haji Masagung, 1994), hlm. 4. 8 Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqh ala al-mazahib al-khamsah, Terj. Masykur AB, et al, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000), hlm. 336. 9 Abdul Aziz Dahlan, et al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm. 1409.

4 semuanya tergolong ahli kitab. 10 Selanjutnya apabila perkawinan terjadi antara laki-laki beragama Islam dan perempuan yang tergolong ahlul kitab, terdapat beberapa pendapat antar ulama fiqih: a. Abdullah ibnu Umar melarang perkawinan antara laki-laki muslim dan perempuan ahlul kitab, Sebab menurutnya Allah Swt. telah mengharamkan laki-laki muslim menikahi perempuan musyrik dan ia tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih besar daripada kemusyrikan seseorang yang menyatakan bahwa Tuhannya adalah Nabi Isa As. Sesungguhnya Isa hanyalah seorang hamba Allah. 11 b. Jumhur ulama fiqih membolehkan perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan ahlul kitab. Argumen mereka adalah, penjelasan yang terdapat dalam Al-Qur an dalam surat al Ma idah ayat 5, pendapat Sayyid Sabiq, ahli fiqih Mesir menjelaskan bahwa walaupun boleh seorang laki-laki beragama Islam mengawini wanita ahlul kitab namun hukumnya makruh. 12 Sekalipun jumhur ulama fiqih sepakat tentang kebolehan seorang laki-laki beragama Islam mengawini wanita ahlul kitab, namun mereka berbeda pendapat dalam menentukan wanita ahlul kitab itu sendiri. Dalam hubungannya dengan perkawinan antar agama Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa yang dikeluarkan pada tanggal 29 Juli 2005 Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005, MUI Pusat mengharamkan semua bentuk pernikahan beda agama, termasuk pernikahan laki-laki 10 Maulana Muhammad Ali. op. cit. hlm. 614-615. 11 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid II, Kairo: Darul Fath,1995, hlm.179. 12 Ibid.

5 Muslim dengan non muslim, walaupun dari kalangan ahlul kitab dan menganggap perkawinan tersebut tidak sah. Alasannya karena kerusakan (mafsadah) yang ditimbulkan dari pernikahan beda agama itu lebih besar daripada kebaikan (maslahah) yang didatangkannya, terutama bagi kaum Muslimin. Dalam hal ini, MUI mengambil kaidah fiqih mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) daripada menarik kemaslahatan. 13 Dalam hal pernikahan beda agama, Siti Musdah Mulia menyatakan sebagai berikut: Dapat disimpulkan, semua pendapat yang berkaitan dengan soal pernikahan antara Muslim dan non-muslim atau pernikahan lintasagama hanya merupakan persoalan ijtihadi. Tidak ditemukan dalil berupa teks Al-Quran dan hadis yang secara tegas dan pasti (qath i) melarang atau membolehkannya. Menurut kaidah fiqih ketiadaan dalil itu sendiri justru adalah sebuah dalil ( adam al-dalil huwa al-dalil). Artinya, jika dalam suatu perkara tidak ditemukan nash atau teks yang secara tegas melarang atau menyuruh, maka dikembalikan ke hukum asal. Salah satu kaidah fiqih menyebutkan bahwa dalam urusan muamalah, seperti pernikahan, hukum asalnya adalah mubah atau boleh (al-ashl fi al-asyya al-ibahah). 14 Pernyataan Siti Musdah Mulia menunjukkan bahwa dalam pandangannya, pernikahan muslim dan non-muslim adalah diperbolehkan. Boleh saja, kenapa!, karena tidak ada ayat ataupun hadis yang melarangnya. Demikian juga para ulama apakah ada kesepakatan mengenai larangan menikah beda agama, tidak kan. Saya masih bisa memahami nikah beda agama itu dilarang jika yang menjadi alasan pelarangannya adalah nikah beda agama ini digunakan kedok untuk konversi agama, Islamisasi, Kristenisasi dan semacamnya, atau modus operandi kegiatan perdagangan perempuan dan anak-anak yang akhir-akhir ini semakin marak. 13 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), hlm. 234. 14 Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:Perempuan Pembaru Keagamaan, (Bandung: PT. Mizan Pusaka), 2005, hlm. 70.

6 Maka dari itu dalam Counter Legal Draft saya katakan, perkawinan beda agama itu dibolehkan dengan syarat pasangan meminta ijin dispensasi kepada pengadilan untuk menikah beda agama, hal demikian untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan tersebut. 15 Menurutnya nikah beda agama itu merupakan persoalan ijtihadi, hukum yang dihasilkan berdasarkan ijtihad (fiqih). Sebagai hasil pemikiran manusia, fiqih dipengaruhi oleh faktor-faktor sosio-kultural masyarakatnya oleh karena itu suatu hasil ijtihad tidak mungkin berlaku abadi sepanjang masa. Boleh jadi suatu ijtihad cocok untuk masyarakat tertentu, tetapi belum pasti cocok untuk lainnya yang memiliki budaya yang berbeda. Dalam konteks Indonesia yang masyarakatnya bersifat pluralistik dan heterogen tidak sedikit terjadi pernikahan beda agama, dengan demikian negara sebagai institusi yang harus melindungi warganya. Siti Musdah Mulia menyatakan sebagai berikut; Pernikahan lintas-agama dapat dilihat sebagai sebuah konsekuensi logis dari perkembangan kehidupan yang semakin pluralis di masyarakat. Islam mengajarkan bahwa pluralis adalah sunnatullah, sesuatu yang tidak dapat dibantah adanya dan diciptakan demi untuk kebahagiaan manusia itu sendiri. Pluralisme inilah yang sesungguhnya diajarkan Islam seperti yang dilansir dalam Al- Quran: Katakanlah wahai Muhammad: Siapakah yang memberimu rezeki dari langit dan dari bumi? Katakanlah Allah, dan sesungguhnya kami atau kamu (non-muslim) pasti berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata. Katakanlah kamu (non-muslim) tidak akan bertanggung jawab tentang dosa yang kami perbuat, dan sebaliknya kami pun tidak akan ditanya tentang dosa yang kami perbuat, dan sebaliknya kami pun tidak akan ditanya tentang apa yang kamu perbuat. Katakanlah Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi 15 Wawancara dengan Siti Musdah Mulia.

7 keputusan antara kita dengan benar dan Dialah Maha Pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Saba: 24-26). 16 Dari pandangan yang cukup kontroversial, hal itu dapat dilihat dari pernyataan dia yang merasa aneh, jika seorang muslim yang membolehkan perkawinan lintas agama yang selalu menginginkan pihak muslim mampu mempengaruhi pasangannya untuk melakukan konversi agama, menjadi penganut agama Islam, tetapi mengutuk orang Islam yang berpindah agamanya menjadi penganut non-muslim. Menurut Musdah Mulia, kita harus jujur mengakui bahwa pikiran dan sikap demikian sangat tidak sehat, bahkan dapat dikatakan culas. 17 Musdah Mulia berargumen kebolehan pernikahan beda agama dengan mengambil pendapat dari Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang menyatakan bahwa ayat al-qur an yang melarang nikah beda agama yakni Surat Al-Baqarah: 221 dan Surat Al-Mumtahanah: 10 telah dinasakh oleh Surat Al-Ma idah: 5 yang justeru membolehkan laki-laki Muslim menikahi perempuan ahlul kitab dan kebolehan itu tentu saja dipahami dapat berlaku sebaliknya. Dalam bahasa Arab dikenal gaya bahasa yang lazim disebut al-iktifa, yakni cukup menyebutkan sebagaian saja dan dari situ dapat dipahami bagaian lainnya. 18 Misalnya, dalam ayat tersebut dinyatakan laki-laki Muslim boleh menikahi perempuan ahlul kitab, maka mafhum mukhalafah-nya perempuan Muslim pun tidak terhalang menikahi laki-laki ahlul kitab. 16 Siti Musdah Mulia, op.cit., hlm. 79-80 17 Ibid., hlm.70 18 Ibid., hlm. 63

8 Latar belakang Musdah Mulia membolehkan nikah beda agama berangkat dari pemahaman dia bahwa perkawinan hanyalah perjanjian hukum (legal agreement) antara seorang laki-laki dan perempuan yang masing-masing telah memenuhi persyaratan yuridis formal, Musdah Mulia mengatakan perkawinan dalam Islam sebenarnya lebih merupakan suatu akad atau kontrak Q.S. An-Nisaa: 21. 19 Sehubungan dengan itu tema ini penting dikritisi karena pernikahan memiliki pengaruh yang amat luas dalam kehidupan bermasyarakat terutama bagi generasi yang akan datang, kemudian masih banyak orang yang belum paham akan dampak buruk yang diakibatkan pernikahan beda agama ini. Disinilah terletak, antara lain pentingnya mengkaji pendapat Siti Musdah Mulia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah: 1. Mengapa Siti Musdah Mulia membolehkan pernikahan beda agama? 2. Bagaimana Istinbat hukum Siti Musdah Mulia tentang kebolehan pernikahan beda Agama? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 19 Konsekuensi dari pengertian perkawinan hanyalah akad atau kontrak, maka dalam hal ini berakibat perkawinan hanya urusan muamalah, dalam urusan muamalah berlaku kaidah fiqih al-ashl fi al-asyya al-ibahah (segala sesuatu hukum asalnya boleh) jadi perkawinan beda agama adalah dibolehkan.

9 1. Untuk mengetahui mengapa Siti Musdah Mulia membolehkan pernikahan beda agama. 2. Untuk mengetahui Istinbat hukum Siti Musdah Mulia tentang kebolehan pernikahan beda Agama. Manfaat dari Penelitian ini adalah: 1. Memberi manfaat kepada perkembangan hukum Islam di Indonesia terutama dalam lapangan hukum keluarga. 2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut. D. Telaah Pustaka Pembahasan mengenai pernikahan beda agama bukanlah merupakan suatu hal yang baru, banyak ulama yang mengkajinya. Ada beberapa buku dan skripsi yang membahas perkawinan beda agama, walaupun secara khusus belum membahas konsep Siti Musdah Mulia, yang merupakan cendekiawan perempuan asli Indonesia yang dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1958 di Bone dan sampai saat ini masih aktif di beberapa organisasi, antara lain; Korps Perempuan Majelis Dakwah Islamiyah, Majelis Ulama Indonesia dan Lembaga Kajian Agama dan Gender. Skripsi-skripsi yang membahas pernikahan beda agama antara lain: 1. Skripsi yang disusun oleh M. Rodli (NIM 2195143 IAIN Walisongo Semarang) berjudul: Analisis Pendapat Muhammad Rasyid Ridha tentang Kebolehan Laki-Laki Muslim Menikahi Wanita Kristen/Nasrani (Ahlul Kitab) dalam Al-Manar. Dalam skripsinya

10 dijelaskan bahwa pada intinya M. Rasyid Ridha membolehkan lakilaki muslim menikahi wanita ahlul kitab dengan syarat laki-laki muslim tidak terpengaruh dan ikut ke agama istrinya, yang ia khawatirkan wanita ahlul kitab tersebut akan menarik laki-laki muslim untuk masuk ke agamanya dengan kepandaiannya, kecantikannya, dan hartanya. 2. Skripsi yang disusun oleh Nurhuda (NIM 2103095 IAIN Walisongo Semarang) yang berjudul: Analisis Pendapat Maulana Muhammad Ali tentang Pria Muslim Boleh Menikah dengan Wanita Apa Saja Selain Musyrik bangsa Arab. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa Maulana Muhammad Ali membolehkan pernikahan laki-laki muslim dengan wanita agama apa saja, yang tidak diperbolehkan adalah menikahi wanita musyrik bangsa Arab. Menurut Maulana Muhammad Ali semua agama apa saja termasuk Ahlul Kitab, dalam memaknai Ahlul Kitab ia menggunakan dasar hukum surat al-maidah ayat 5, walaupun menurut ajaran Kristen Yesus Kristus itu disebut Allah atau Anak Allah sehingga terang-terangan dapat disebut Syirik, namun kaum Kristen diperlakukan sebagai Ahlul Kitab bukan sebagai kaum musyrik maka dari itu hubungan perkawinan dengan pihak mereka diperbolehkan. 3. Skripsi yang disusun oleh Thoifah (NIM 2196073 IAIN Walisongo Semarang) dengan judul: Studi Pemikiran Quraish Shihab tentang Ahlul Kitab dan Implikasinya pada Pernikahan Beda Agama di

11 Indonesia. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa M. Quraish Shihab membolehkan seorang pria menikah dengan ahlul kitab dengan catatan wanita itu yang muhsonat yaitu perempuan yang dapat menjaga kehormatan diri dan sangat menghormati serta mengagungkan kitab sucinya. Muhammad Quraish Shihab, ahli tafsir kontemporer dari Indonesia, lebih cenderung berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah semua penganut agama Yahudi dan Nasrani dari masa Nabi Muhammad Saw. sampai sekarang. Pendapat ini didasarkan kepada firman Allah Swt. dalam Surat al-an am ayat 156: @0 B%& <=>?>& ; "# G52HIJ?0 CDEF 0-%5S R./ :L MH N P@0 R 0T- ;%& (ZM%5.N2? UV WX.Y 79%.: Artinya: (Kami turunkan Al-Qur an itu) agar kamu (tidak) mengatakan: Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca. (Q.S. al-an am: 156). 20 Dengan demikian perbedaan dengan saat ini yaitu beberapa penelitian sebelumnya belum meneliti tokoh Siti Musdah Mulia yang membolehkan pernikahan beda agama dengan alasan pernikahan beda agama merupakan suatu konsekuensi yang logis dari perkembangan kehidupan yang semakin pluralis di masyarakat. 21 20 Depag RI., op. cit. hlm. 215. 21 Siti Musdah Mulia, op. cit. hlm. 79.

12 E. Metode Penelitian Metodologi penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan pemecahannya. Dalam hal ini penulis akan menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Metode pengumpulan data Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kualitatif, metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan (library research). 22 Data-data yang digunakan dalam penelitian ini kesemuanya diperoleh dari sumber-sumber literatur, baik sumber primer maupun sekunder. Sumber primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian, dalam hal ini sumber primer yang digunakan adalah buku karya Siti Musdah Mulia yang berjudul Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan. Sumber sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari pihak lain yang tidak secara langsung diperoleh peneliti dari objek penelitian, sumber sekunder dari penelitian ini adalah berupa buku-buku karya orang lain yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. 22 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1997), hlm. 9.

13 2. Metode analisis data Dalam menganalisis data yang telah diperoleh, penulis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan cara menganalisis data yang diteliti dengan memaparkan data-data tersebut kemudian diperoleh kesimpulan, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu namun hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variable, gejala atau kejadian. Di dalam penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan. Umumnya penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis. 23 Penelitian ini merupakan kajian dari sebuah tokoh, maka dengan metode tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan dan menguraikan pemikiran Siti Musdah Mulia sehingga akan didapat informasi dari pemikiran tersebut secara komprehensif, metode wawancara juga digunakan hal ini diperlukan sebagai data pendukung terhadap pendapat-pendapatnya. F. Sitematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam lima bab yang masing-masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan saling mendukung dan melengkapi. 23 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 310.

14 Bab pertama berisi pendahuluan dengan memuat: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi tinjauan umum tentang pernikahan beda agama yang meliputi pengertian pernikahan beda agama, nikah beda agama dalam hukum positif di Indonesia, nikah beda agama dalam hukum agama yang diakui di Indonesia, pendapat para ulama terhadap nikah beda agama. Bab tiga berisikan pendapat Siti Musdah Mulia tentang pernikahan beda agama yang meliputi latar belakang kehidupan dan pendidikan Siti Musdah Mulia, karya-karya Siti Musdah Mulia, pendapat Siti Musdah Mulia tentang kebolehan pernikahan beda agama, metode istinbat hukum Siti Musdah Mulia tentang kebolehan pernikahan beda agama. Bab keempat berisi analisis terhadap pendapat Siti Musdah Mulia tentang pernikahan beda agama yang meliputi anlaisis pendapat Siti Musdah Mulia tentang kebolehan nikah beda agama dan analisis terhadap istinbat hukum Siti Musdah Mulia tentang kebolehan nikah beda agama. Bab kelima merupakan penutup yang berisikan kesimpulan, saran dan penutup.