BAB II KAJIAN TEORITIS. Pengertian adat-istiadat ini, perlu untuk disadari sangat banyak yang

dokumen-dokumen yang mirip
ADAT LEARO DALAM PERNIKAHAN MASYARAKAT BUSISINGO. Pembimbing : Drs. H. Darwin Une, M.Pd*, Hj. Yusni Pakaya, S.Pd M.Pd** WINDA DAENG MASENGE

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA. Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang mempunyai banyak pulau serta keragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Mengenal Adat Istiadat Pengertian adat-istiadat ini, perlu untuk disadari sangat banyak yang dikemukakan oleh para ahli, bisa dikatakan sebanyak para ahli yang mendefinisikan tersebut.adat sendiri secara umum menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-istiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendirisendiri, yang satu dengan yang lainnya pasti tidak sama. Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat. Menurut Ensiklopedi Umum, adat merupakan aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu di Indonesia dan sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya.adat ini merupakan istilah yang dikenal sebagai Het Indische Gewoontezecht. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini diterjemahkan sebagai hukum kebiasaan Indonesia. Sementara dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun W.J.S Poerwadharminta, adat disebut sebagai aturan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala. 7

Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum. Menurut JC. Mokoginta (1996:77), adat istiadat adalah bagian dari tradisi yang sudah mencakup dalam pengertian kebudayaan. Karena itu, adat atau tradisi ini dapat dipahami sebagai pewarisan atau penerimaan norma-norma adat istiadat. Berdasarkan pandangan para pendapat para ahli tersebut, maka dapat di simpulkan bahwa adat istiadat adalah sebuah aturan yang ada dalam suatu masyarakat yang di dalamnya terdapat aturan-aturan kehidupan manusia serta tingkah laku manusia didalam masyarakat tersebut, tetapi bukan merupakan aturan hukum. 2.2 Pengertian Masyarakat Sifat masyarakat sebagai makhluk social budaya membuat terciptanya berbagai wujud kolektif manusia yang berbeda cirinya, sehingga penyebutan terhadap kesatuan-kesatuan tersebut juga berbeda-beda. Istilah yang paling sering digunakan untuk menyebut sekelompok manusia adalah masyarakat, meskipun sebenarnya tidak semua kelompok masyarakat dapat dikategorikan sebagai masyarakat. Diperlukan adanya karakteristik tertentu sehingga kelompok manusia dapat disebut sebagai masyarakat. Istilah masyarakat berasal dari kata Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi.kata-kata Arab musyaraka berarti saling bergaul.dalam bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti kawan. 8

Gillin dan Gillin (dalam Usman Pelly, 1994 : 28) juga mengatakan, bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil. Menurut R. Linton (dalam Riyani, 2011 :18) Mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan social dengan batas-batas tertentu. Masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu, yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama. Kelompok-kelompok manusia yang dimaksud di atas belum terorganisasikan mengalami proses yang fundamental yaitu : (1) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggotanya. (2) Timbul perasaan kelompok secara lambat laun. Koentjaraningrat (2002:143-144) menjelaskan cukup detail tentang pengertian masyarakat ini, sebagai berikut: Istilah yang paling lazin dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari adalah masyarakat.dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata socius, yang berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab yang berbunyi syaraka yang berarti ikut serta atau berpartisipasi. Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Sedangkan Soepomo (dalam Soekanto, 1983: 153), mengambarkan masyarakat ini sebagai: individu adalah suatu mahluk, dalam mana masyarakat mengkhususkan diri. Masyarakat ialah keseluruhan dari sekalian dari anggota seorang-seorang. Karena itu keinsafan kemasyarakatan dan 9

keinsafan individu bercampur baur. Itulah sebabnya hukum adat bersifat komunal (untuk bersama). Berdasarkan padangan para ahli tersebut, bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa masyarakat sebagai suatu system selalu bersifat kontinyu, karena memiliki suatu rasa identitas yang sama. Dalam artian masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup bersama, dalam suatu bentuk interaksi.masyarakat merupakan wadah dan wahana majemuk (plural suku, agama, istiadat dan lain-lain). Di mana didalamnya terdapat ikatan-ikatan berupa interaksi kegiatan tujuan keyakinan dan tindakan yang cenderung memiliki kesamaan dalam pelaksanaanya. 2.3 Definisi Perkawinan atau Pernikahan Karena penelitian ini menyinggung tentang permasalahan suatu adat dalam perkawinan, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan tentang definisi perkawinan atau pernikahan ini, agar bisa ditelusuri lebih dalam maksud dan tujuan dari penelitian ini. Perkawinan atau pernikahan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput.semua agama resmi di Indonesia memandang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan harus dijaga kelanggengannya.oleh karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya sebagai orang tua telah selesai bila anaknya telah memasuki jenjang perkawinan. Setiap manusia pasti mendambakan hal yang namanya pernikahan, baik itu pria ataupun wanita, karena manusia itu diciptakan untuk berpasang-pasangan, 10

dan pernikahan itu adalah seuatu yang sangat sakral sehingga orang terkadang harus berfikir seribu kali dalam memepersiapkan pernikahannya.perkawinan dalam Islam dikenal juga dengan pernikahan, dimana pernikahan iniialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan suka rela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang di ridhoi Allah SWT. Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan : nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut akad nikah, kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual. (http://www.ahmadzain.com/read/karyatulis/271/pengertian-menikah-dan-hukumnya/,diakses 29 Juni 2013). Al-Fara seorang ahli bahasa Arab mengatakan bahwa orang Arab menyebutkan kata Nukah al Mar-atu artinya adalah organ kewanitaan. Jika mereka mengatakan nakaha al-mar-ata artinya telah menggauli di organ kewanitaannya. Adapun Nikah secara istilah adalah : Akad yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual.(http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikahdan-hukumnya/,diakses 29 Juni 2013). Pada hakekatnya perkawinan adalah ikatan lahir batin manusia untuk hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia dan sejahtera. Pengertian perkawinan sendiri dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun, menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang 11

pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2, dijelaskan bahwa Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Berikut ini definisi perkawinan menurut beberapa ahli: 1) Menurut Prof. Subekti, SH, Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. 2) Prof. Mr. Paul Scholten, Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh Negara. 3) Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH, yang mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturanhukum perkawinan. (http://carapedia.com/pengertian_definisi_perkawinan_info2156.html, di akses29 Juni 2013). Berdasarkan definisi pernikahan dan perkawinan yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, pernikahan atau perkawinan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat 12

keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan hidup manusia di bumi. 2.4 Deskripsi Awal Tentang Adat Learo Masyarakat Busisingo Masyarakat Desa Busisingo, Kecamatan Sangkub, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, adalah masyarakat yang termasuk dalam etnis Bintauna. Dimana Bintauna sendiri merupakan daerah yang pernah menjadi sebuah kerajaan, yakni kerajaan Bintauna.Menurut DJ. S. Datunsolang, dkk (dalam Ointoe, 2012 : 6) bahwa: Asal mula kerajaan Bintauna termasuk dalam wilayah pemerintahan afdeling Gorontalo. Karena pada massa VOC Bintauna merupakan satu Marsaoleh-Schar, yaitu wilayah pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Marsaoleh (Ulea) dari kerajaan Suwawa. Dalam perkembangannya kemudian, kerajaan Bintauna melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Suwawa dan membentuk kerajaan sendiri dengan nama Vintauna (Bintauna). Pada masa Ohongia/Jokulango Mooreteo dinobatkan menjadi seorang raja, saat itu pula terjadi pembentukan struktur kemasyarakatan. Termasuk didalamnya adalah adat istiadat, beserta hukum adat.selain itu pula, dibentuk strata kemasyarakatan, sehingga mereka yang dianggap cakap dan berani diangkat menjadi pemimpin dan bangsawan.sedangkan bagi mereka yang cakap dan berpenghidupan sederhana diangkat menjadi pembantu kepala suku dan dijuluki simpalo. Sementara bagi mereka yang penghidupannya rendah (mokiko) dikenal sebagai anak negari (suango lipu). Selain itu, ada pula yang dimasukkan sebagai golongan pelayan (budak) dan disebut vevako. Namun dimasa pemerintahan M.T Datunsolang sekitar tahun 1938, pembagian golongan ini ditiadakan. Sedangkan 13

bentuk-bentuk penyapaan bagi anak cucu ohongia, biasanya disapa dengan kata avo dan vua. Strata yang dibentuk dalam masyarakat Bintauna ini, kemudian sangat menentukan dalam pemberian harga dalam perkawinan. Perhitungan harta nikah itu dikenal dengan kati. Namun, perhitungan kati ini bisa diwujudkan dalam bentuk uang, pohon kelapa, hewan dan lain-lain. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini lambat laun meningkat menjadi suatu kebiasaan yang dipegang oleh masyarakat. sehingga dalam perkembangannya berubah menjadi adat istiadat yang mengakar dalam kehidupan masyarakat. Secara umum perkembangan adat istiadat tersebut, terdapat banyak wujud dan bentuk adat istiadat penting yang sampai sekarang masih terpelihara pada masyarakat Busisingo, diantaranya: 1) Adat perkawinan; yaitu adat istiadat yang berhubungan dengan tata cara dan bentuk pelaksanaan upacara adat bagi masyarakat Busisingo yang bakal melangsungkan perkawinan. 2) Adat pemakaman; yaitu adat istiadat yang berhubungan dengan tata cara atau kebiasaan menyangkut penyelenggaraan pemakaman jenazah. 3) Adat penyambutan tamu; yaitu tata cara atau adat istiadat yang berhubungan dengan kebiasaan menyambut atau menghormati tamu atau pejabat tinggi yang berkunjung ke daerah Bolaang Mongondow Utara, khususnya Desa Busisingo, Kecamatan Sangkub. 4) Adat penobatan; yaitu bentuk upacara adat dalam rangka melantik pejabat yang akan memangkuh jabatannya. 14

5) Adat pemberian anugrah gelar; yaitu tata cara adat yang digunakan para tetua adat untuk memberikan anugrah berupa gelar kehormatan kepada siapa saja yang dianggap berprestasi. Biasanya anugrah ini banyak diberikan kepada para pejabat daerah. Dari keseluruhan wujud adat istiadat pada masyarakat Busisingo dan masyarakat Bintauna khususnya, yang menarik perhatian penulis adalah adat istiadat perkawinannya. Dimana dalam tata cara adat perkawinan ini penulis tertarik meneliti tentang adat learo pada acara pernikahan. Tidak banyak literatur dalam bentuk tertulis yang menjelaskan tentang adat learo ini. Peneliti hanya menemukan arti menurut bahasa, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nurmin Pamili (1991: 26), bahwa: Learo atau learu ketika dicari dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata itu sama dengan padanan kata pepat atau memepat yang berarti membuat rata (dikerat, dipangkas, didabung dengan gigi, dipenggal puncaknya dan sebagainya). Sedangkan menurut istilah adat, learo adalah suatu kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus dan turun temurun sebagai pelengkap dalam setiap pelaksanaan perkawinan adat, dengan jalan menggosok atau memepat, mengerat dan memangkas puncak gigi kedua calon pengantin hingga rata dan teratur. Memepat gigi dalam adat learo bukan memepat sampai habis, melainkan hanya merapihkan, sehingga learo ini juga sering dikenal dengan istilah adat menyikat gigi juga. Selain itu, pelaksanaan learo dalam acara pernikahan, menurut kepercayaan masyarakat, adat learo ini bisa menunjukkan si calon pengantin masih suci atau tidak lagi. Sehingga tidak heran terkadang pelaksanaan adat ini juga berdampak pada pergunjingan ditengah-tengah masyarakat. 15

Adapun pelaksanaan learo ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan akad nikah dan walimah digelar. Penentuan pelaksanaan adat learo inipun juga diputuskan melalui musyawarah keluarga kedua bela pihak. Menurut tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh adat bahwa apabila adat learo ini tidak dilaksanakan maka biasanya situasi pesta perkawinan tidak semeriah sebagaimana yang diharapkan. Karena adat learo ini pada pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan acara penyerahan dan penerimaan calon pengantin laki-laki beserta mas kawinnya dan perlengkapan lain yang ada sangkut pautnya dengan acara perkawinan adat tersebut. Menurut S.K. Datunsolang (1996: 138), agar gigi setiap wanita tampak rapi dan bersih, dilakukan acara learo (memepat/menyikat gigi). Hal ini dilakukan sebagai tanda kasih sayang orang tua kepada anak gadisnya. Namun, hingga sang gadis dilamar dan menikah, tata cara learo ini bisa dilaksanakan oleh suaminya. Bahkan ada juga pandangan yang sudah mengakar dan menjadi kepercayaan masyarakat bahwa, pada gelar adat learo bisa diketahui apakah si wanita tersebut masih suci atau tidak. Hal ini dapat dilihat ketika saat pelaksanaan adat learo, jika si wanita merasakan sakit atau ngilu berarti wanita tersebut sudah tidak suci lagi, sedangkan jika tidak merasakan apa-apa berarti wanita tersebut masih terjaga kesuciannya. Dalam pelaksanaan learo disediakan beberapa ramuan yang terdiri dari srey, bawang merah dan bunga pohon pinang. Buah pinang sendiri kerap digunakan untuk meramal jenis kelamin bakal bayi yang akan lahir. Buah pinang itu biasanya dibela di atas perut wanita yang bakal melahirkan. 16

Setiap bahan ramuan yang digunakan untuk adat learo itu diletakkan di pelepah daun pinang. Lilin juga digunakan sebagai penerang agar kilapan gigi akan tampak. Alat yang digunakan untuk learo ini merupakan sejenis batu dan diletakkan pada daun woka (vou= sejenis daun palem). Selain itu, digelar diserambi rumah seperangkat tempat tidur. Dimana gelar adat learo ini dilakukan di tengah-tengah keluarga terutama bagi mereka yang hendak menikah. Dengan cara tertentu, si wanita ditidurkan dengan tertutup sapu tangan. Selama gelar adat learo, dimainkan musik gambus yang diiringi dengan pantun (solivako) untuk menghibur pengantin.sedangkan untuk anak dan cucu bangsawan dimainkan kaimbu. Konon, pantun solivako ini sudah muncul sejak perpindahan suku Bintaunadai Sohawuto ke Iposolo yang dipimpin Sakurango Vahe. Tempat perpindahan itu dikenal sebagai Savahohavo. Ketika tiba ditempat itu, Sakurango Vahe berseru: Hu Nganao, selengkapnya syair itu berbunyi: Litu-litu o Sapahohavo Tinumika kunomanto Lipu parango mopanto Ino sumbola no rayo No munga no mohindapo Tipuwongku pokunfalo Peneyapu Sumaki Luli rasu mindao Duduk-duduk di Sapahohavo Berdiri dan memandang Negeri yang tercinta Ditumbuhi pohon kraton yang berbuah, bercahaya Kupetik dan kujadikan bedak Penyapu muka Hilang rindu dendam Kini syair ini telah digubah menjadi sebuah nyanyian.pengubahannya pun tidak diketahui hingga kini.masyarakat Bintauna menjadikan nyanyian sebagai ungkapan untuk mengenang tanah leluhur tercinta. 17