BAB V PENUTUP Kesimpulan Modernisasi telah mempengaruhi perilaku dan kehidupan masyarakat. Pedesaan yang notabene masih tergolong tradisional tidak luput mengalami perubahan. Adapun proses modernisasi masih lambat jika dibandingkan kota. Penggunaan teknologi sederhana telah diterapkan di desa-desa salah satunya Desa Gedangrejo. Perubahan yang ada di masyarakat Gedangrejo tidak terjadi begitu saja, namun perlahan dari tahun ke tahun. Perubahan dikategorikan menjadi dua perubahan lambat dan cepat. Perubahan cepat dikarenakan masuknya teknologi dan peralihan teknologi konvensional ke teknologi yang lebih maju. Pemakaian teknologi sederhana dan membantu pekerjaan sehari-hari lebih dapat diterima oleh masyarakat. Berbeda dengan perubahan ideologi atau nilai-nilai dalam masyarakat yang sulit berubah. Upacara adat Cing-Cing Goling adalah salah satu bukti masih bertahannya nilai tradisional namun tetap mengalami perubahan di beberapa unsur pendukungnya. Upacara adat Cing-Cing Goling masih eksis sampai saat ini karena lambatnya perubahan yang terjadi di dalam nilai-nilai yang ada. Hal ini disebabkan adanya peran tokoh yang konservatif. Tokoh tradisional terus memproduksi nilai-nilai yang sama untuk ditanamkan kedalam diri masingmasing individu. Asumsi ini didukung oleh sikap masyarakat yang masih banyak berperan pasif dan bersikap tradisional. Sikap pasif masyarakat ditunjukkan oleh golongan generasi tua yang memiliki ketataan terhadap nilai-nilai dalam upacara
adat Cing-Cing Goling. Sikap pasif tersebut merupakan bentuk kepercayaan masyarakat yang memiliki keyakinan bahwa upacara adat Cing-Cing Goling adalah ungkapan terimakasih kepada leluhur dan menjadi sarana berdoa untuk meminta pertolongongan kepada Tuhan. Sikap tradisional yang ditunjukkan masyarakat untuk mempertahankan tradisi untuk tidak berubah, memperkuat posisi tradisi sebagai nilai yang terinternalisasi. Sikap masyarakat yang masih mengagung-agungkan nilai tradisi juga anggapan bahwa tradisi tidak dapat berubah adalah bentuk pertahanan diri masyarakat. Sikap tersebut untuk mengantisipasi jika nilai upacara berubah atau bahkan dihilangkan akan menimbulkan guncangan sosial atau kegoyahan dalam keseimbangan sosial. Karena masyarakat membutuhkan nilai pengganti untuk menggantikan nilai upacara adat yang telah ada sejak lama. Giddens ( 1984:2) dalam Ritzer,2007;507 menyatakan bahwa untuk melihat masyarakat hal mendasar adalah praktik sosial yang diatur melintasi ruang dan waktu. Masyarakat Gedangan terus memproduksi praktik sosial berupa upacara adat Cing-Cing Goling hingga saat ini. Nilai-nilai terus menerus diproduksi dan diciptakan-ulang oleh individu (aktor). Tindakan yang dilakukan oleh aktor dimotivasi adanya kesadaran dalam diri aktor. Kesadaran tersebut ada untuk merasionalisasi dan memberikan alasan atas tindakan yang dilakukan. Namun lebih lanjut Giddens menjelaskan bahwa terdapat elemen tidak sadar atau lapis motivasi. Tindakan yang dilakukan individu tidak hanya berkaitan dengan rasionalitas saja tetapi terdapat motif kepercayaan. Motif tersebut terkait dengan kepercayaan bahwa apa yang berlangsung terjadi apa adanya.
Masyarakat Gedangan yang terus menerus melanjutkan praktik sosial menunjukkan reflek yang secara otomatis mendorong rasionalitas mereka untuk tetap melaksanakan upacara adat. Hal ini disebabkan rasionalitas individu hanya mengulang kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan secara bertahun-tahun. Kepercayaan yang selalu dipertahankan oleh masyarakat digunakan untuk mendapatkan identitas diri dan memenuhi kebutuhan batiniah mereka. Sama halnya ketika masyarakat telah terbiasa makan dengan nasi putih, kemudian hanya disuguhkan roti atau kentang saja. Muncul perasaan tidak tenang dan gelisah, hal ini disebabkan tubuh memiliki ingatan tentang kebiasaan-kebiasaan sehari-hari. Ketika kebiasaan itu dihilangkan atau diganti maka tubuh merasa asing dan merasa tidak aman. Kenyataan bahwa upacara adat Cing-Cing Goling tetap bertahan namun terdapat perubahan baik fisik maupun maknanya, menunjukkan bahwa masyarakat masih membutuhkan praktik sosial tersebut sebagai hasil dari identitas diri yang telah mereka dapatkan. Sikap masyarakat yang tetap bersikeras mempertahankan tradisi merupakan tindakan irasional. Tindakan irasional yang ditunjukkan masyarakat dimotivasi oleh ikatan emosional masyarakat terhadap simbol-simbol upacara. Tindakan irasional tidak dapat dijelaskan dengan rasional, mereka melakukan karena ada spontanitas didalam tubuh masing-masing yang langsung merespon jika berkaitan dengan upacara adat. Sebaliknya tindakan rasional banyak ditunjukkan oleh pemerintah desa, generasi muda yang melihat potensi upacara sebagai aset pariwisata yang dapat menarik wisatawan dan menjadi tontonan yang menarik. Beberapa masyarakat lainnya seperti masyarakat pendatang mengaku mengikuti upacara agar diterima di masyarakat. Telah disebutkan bahwa
masyarakat tradisional memiliki ikatan emosional yang kuat. Ikatan tersebut muncul karena masyarakat saling membutuhkan satu sama lain. Bagi masyarakat pendatang, memasuki masyarakat yang homogen membutuhkan waktu berinteraksi dan bersosialisasi. Salah satunya mempelajari nilai-nilai dalam masyarakat dan mempraktikannya. Masyarakat tradisional sangat antusias ketika seorang pendatang mau mempelajari budaya setempat. Tetapi masyarakat akan langsung mengecap pendatang yang sama sekali tidak mau belajar. Proses tersebut wajar di masyarakat Gedangan. Upacara adat Cing-Cing Goling menjadi sarana bagi pendatang untuk masuk dan menjadi bagian dalam masyarakat Gedangan. Tindakan rasional yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dilatarbelakangi oleh pendidikan maupun pengaruh budaya luar. Pendidikan yang tinggi menjadikan individu memiliki pandangan yang lebih luas dibandingkan individu yang berpendidikan rendah. Namun tidak serta merta tindakan rasional tersebut menghilangkan kecintaan masyarakat terhadap tradisi tersebut. Generasi muda yang diwakili oleh karangtaruna menunjukkan sikap bangga terhadap upacara adat. Pengaruh lingkungan masyarakat yang masih mempertahankan nilai-nilai dalam upacara adat sebagai konsensus di masyarakat akan mempengaruhi pandangan individu. Upacara adat Cing-Cing Goling telah berubah dari sekadar praktik sosial bagi masyarakat petani yang menginginkan selamatan dan keberkahan menjadi kebiasaan yang menunjukkan eksistensi desa atau dusun tersebut. Upacara adat Cing-Cing Goling menjadi identitas dan kebanggan masyarakat Gedangan. Kebanggaan tersebut memiliki makna bahwa Dusun Gedangan khususnya
mendapatkan perhatian dari publik. Perbaikan kualitas pertunjukan yang setiap tahunnya ditunjukkan oleh pemerintah desa menjadi bentuk komitmen untuk tetap mempertahankan tradisi tersebut. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam upacara adat Cing-Cing Goling mempengaruhi fungsi dan makna dari upacara itu sendiri. Perubahan merupakan hal yang wajar dalam perkembangan suatu masyarakat.