BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi ( Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I Pendahuluan. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

I. PENDAHULUAN. dilaksanakan secara tertib dan terencana yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan yang teratas dan juga terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) pada tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

ANGKET RESPONDEN. 1. Identitas Responden Nama :.. Kelas :.. Jenis Kelamin : Usia :..

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan dasar formal di Indonesia setelah menyelesaikan sekolah dasar (SD), yang dilaksanakan dalam kurun waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk dalam lingkup program wajib belajar bagi setiap warga negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun yaitu pendidikan sekolah dasar (atau sederajat) selama 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) selama 3 tahun, dan pelajar SMP biasanya berusia 12-15 tahun (Kementerian Pendidikan Nasional). Sekolah merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pembelajaran, memberi dan menerima pelajaran berdasarkan tingkatannya. Menurut Syamsu Yusuf (2011) sekolah adalah lembaga pendidikan yang merupakan lingkungan sosial bagi siswa untuk dapat berinteraksi dengan teman sebaya atau dengan siswa lainnya. Sekolah berkewajiban untuk membentuk lingkungan sosial yang konstruktif bagi siswa, sehingga mampu menghilangkan gangguan-gangguan sosial-psikologis, seperti kecemasan yang berlebihan, putus asa, egois, stres dan gangguan psikologis lainnya. 1

Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan transisi dari sekolah dasar (SD), transisi ini merupakan sebuah pengalaman normatif yang dialami oleh semua anak. Transisi tersebut dapat menimbulkan stres karena terjadi secara simultan dengan terjadinya sejumlah perubahan lain dalam diri individu, keluarga dan sekolah. Secara intelektual, siswa lebih tertantang oleh tugas-tugas akademik. Para siswa juga akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk meluangkan waktu bersama dengan teman-teman, dan memilih teman yang cocok serta menikmati kemandirian dari pengawasan orangtua secara langsung (Santrock, 2012). Menurut Kementerian Pendidikan Nasional banyak siswa yang sangat terbiasa dengan cara guru X mengajar, maka dengan cara tersebut ia dapat optimal menyerap materi pelajaran. Kenyataannya, saat naik kelas atau transisi dari SD ke SMP dan seterusnya siswa mendapatkan cara guru yang berbeda cara mengajarnya dengan guru yang sebelumnya, hal ini tentu memengaruhi sikap siswa. Fenomena seperti ini berlaku pada perbedaan aturan sekolah, guru, temanteman, lingkungan, maka siswa yang memasuki kondisi sekolah yang baru, maka anak dituntut untuk melakukan penyesuaian. Penyesuaian merupakan kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga siswa merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan. Penyesuaian merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan siswa dengan segala macam kemungkinan yang ada di lingkungan. Penyesuaian sosial adalah suatu kemampuan seseorang dalam bereaksi secara efektif, sehat terhadap keadaan-keadaan yang dihadapinya agar survive. Schneiders mengatakan bahwa penyesuaian sosial timbul apabila terdapat 2

kebutuhan, dorongan, tuntutan dan keinginan yang harus dipenuhi oleh individu termasuk juga saat menghadapi suatu masalah di sekolah yang harus diselesaikan (Schneiders, 1964). Dalam kerangka menyesuaikan diri di sekolah, siswa harus memerhatikan pelbagai tuntutan, seperti harus menerima dan menghargai otoritas yaitu memosisikan guru-guru sebagai figur yang dihormati dan dihargai, menerima peraturan sekolah; bersedia berpartisipasi dalam aktivitas sekolah; membina relasi yang sehat dengan teman sebaya, guru dan staf di sekolah; menerima batasan dan tanggung jawab; serta membantu merealisasikan tujuan sekolah. Kehidupan sekolah hanyalah sebuah bagian dari realitas, dan faktor-faktor seperti kurangnya minat terhadap sekolah, bolos, hubungan emosional yang tidak sehat dengan guru, memberontak, dan menantang otoritas, merupakan hambatan bagi penyesuaian sosial di sekolah (Schneiders, 1964). Menurut Scheneiders (1964) proses penyesuaian sosial di sekolah dapat menimbulkan berbagai masalah terutama masalah-masalah di sekolah yang terjadi pada diri sendiri, siswa yang berhasil memenuhi berbagai tuntutan tanpa gangguan, maka siswa tersebut dikatakan dapat melakukan penyesuaian sosial di sekolah, namun siswa yang tidak berhasil memenuhi tuntutannya dikatakan maladjusted. Siswa yang dapat melakukan penyesuaian sosial dengan ciri-ciri seperti memiliki rasa tanggung jawab, adaptabilitas, memiliki tujuan yang jelas, dapat mengendalikan diri, adanya penerimaan sosial. Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan penulis di SMP Negeri X Bandung, ditemukan sebesar 50% dari 366 siswa kelas VII yang melakukan 3

pelanggaran terhadap beberapa aturan sekolah yaitu 5% siswa terlambat datang ke sekolah, 5% siswa yang membolos, 15% siswa tidak mengerjakan PR, 25% siswa merasa malu membina hubungan dengan teman sebaya dan guru. Siswa yang melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah, akan diberikan sanksi-sanksi yang berlaku. Menurut Syamsu Yusuf (2011) ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekolah terlihat dari ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan lingkungan sekolah, memiliki sikap-sikap yang menolak terhadap realitas dan lingkungan sekolah. Siswa yang mengalami perasaan ini akan merasa terasing dari lingkungan, akibatnya siswa tidak mengalami kebahagiaan dalam berinteraksi dengan guru, teman sebaya ataupun keluarganya. Respon terhadap untutan dan realitas kehidupan sosial di sekolah akan diekspresikan secara berbeda-beda oleh masing-masing siswa, tergantung pada kemampuan penyesuaian sosial yang dimilikinya. Siswa dalam melakukan tuntutan-tuntutan penyesuaian sosial di sekolah membutuhkan keterampilan emosional yang tercermin melalui kemampuan mengelola emosi diri sendiri dan empati terhadap orang lain. Keterampilan emosional di atas merujuk pada kecerdasan emosional dari Goleman (2002). Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang memengaruhi penyesuaian sosial di sekolah, sehingga siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Menurut Goleman (2002) kecerdasan emosional adalah kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, 4

mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres, berempati dan berdoa. Kecerdasan emosional pada siswa akan terlihat melalui kecerdasan interpersonal, yaitu mampu untuk menyadari emosi diri sendiri, mampu untuk mengelola emosi diri sendiri, dan memotivasi diri sendiri, serta diimbangi oleh kecerdasan antarpersonal yang meliputi mampu berempati, bagaimana kemampuan siswa dalam memberikan kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengekspresikan emosi dengan cara-cara yang matang, melibatkan diri dengan permasalahan yang memiliki pandangan moral dan tanggung jawab, bersikap tegas, mudah bergaul, ramah, serta mampu menyesuaikan diri dengan beban stres. Berdasarkan uraian fenomena di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri X Bandung. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Seberapa kuat hubungan antara kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa kelas VII di SMP Negeri X Bandung. 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Maksud Penelitian Melihat hubungan antara dua variabel yaitu kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah. 5

1.3.2 Tujuan Penelitian Memperoleh pemahaman mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa kelas VII di SMP Negeri X Bandung. 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 Kegunaan Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu Psikologi Pendidikan dan psikologi sosial, khususnya mengenai kecerdasan emosional dalam kaitannya dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1) Memberikan masukan bagi siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, lingkungan sekolah, maupun lingkungan sosialnya. 2) Memberikan masukan bagi pihak sekolah yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memberikan tuntutan bagi siswa. 1.5 KERANGKA PEMIKIRAN Siswa yang sedang menempuh pendidikan di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) menemui berbagai macam tuntutan dari lingkungan tersebut, antara lain tuntutan akademis, tuntutan emosi dan tuntutan sosial. Dalam usaha 6

untuk memenuhi tuntutan lingkungan, siswa harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan tersebut. Kemampuan siswa untuk mengubah tuntutan menjadi tantangan adalah dengan cara beradaptasi terhadap tuntutan yang bersumber dari lingkungan eksternal, yaitu lingkungan sekolah. Penyesuaian siswa kelas VII terhadap lingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sangat menyulitkan, karena Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan suatu jenjang pendidikan yang membutuhkan tanggung jawab dan kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan jenjang pendidikan sebelumnya. Khusus bagi siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung memiliki tuntutan untuk mematuhi aturan sekolah dan dapat membina relasi dengan orang lain, karena di SMP Negeri X Bandung ini lebih diutamakan pada kedisiplinan siswa terhadap aturan dan akademisnya. Kemampuan penyesuaian sosial di sekolah dibutuhkan oleh siswa untuk dapat memenuhi tuntuan dalam lingkungan sekolah. Penyesuaian sosial yaitu kemampuan seseorang saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti di lingkungan. Proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, hanya untuk mencapai penyelesaian bagi masalah di kehidupannya, termasuk juga persoalan di sekolah (Schneiders, 1964). Menurut Scheneiders (1964), penyesuaian sosial di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa bereaksi secara tepat realitas sosial, situasi, dan relasi sosial, sehingga mampu berinteraksi secara wajar dan sehat, serta dapat memberikan kepuasan bagi dirinya dan lingkungannya. Siswa yang dapat 7

menyesuaikan diri di lingkungan sekolah ditandai oleh respon siswa yang sesuai dengan keadaan diri sendiri, sesuai dengan hubungan dengan teman, guru maupun staf karyawan. Penyesuaian sosial di sekolah juga dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya secara fleksibel tanpa di warnai oleh konflik-konflik dalam dirinya. Penyesuaian sosial yang dituntut dalam kehidupan sekolah, dengan tidak memertimbangkan kebutuhan akademik. Schneiders (1964) telah menyusun tuntutan lingkungan atau perilaku yang diharapkan dan berkaitan dengan realitas, situasi, relasi sosial, serta dihadapi oleh siswa di lingkungan sekolah, adapun tuntutan-tuntutannya yang akan menjadi suatu aspek-aspek, pada siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung dituntut untuk menerima dan menghargai otoritas seperti kepala sekolah, guru, staf sekolah; mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku, serta memiliki kesadaran akan pentingnya peraturan sekolah. Tuntutan yang selanjutnya ialah berpartisipasi dalam aktivitas sekolah, siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung wajib mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah dan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Pada siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung memiliki tuntutan untuk membina relasi yang sehat dengan teman sebaya, guru, staf sekolah yaitu siswa mampu bertanya terlebih dahulu, dapat mempertahankan persahabatan dengan teman, bertutur kata yang sopan ketika sedang berbicara dengan guru, volume suara yang lebih rendah dari kepala sekolah, guru, staf sekolah ketika sedang berkomunikasi. Tuntutan selanjutnya yaitu menerima batasan dan tanggung jawab, siswa kelas VII SMP Negeri X harus berperilaku sesuai dengan norma, 8

menjaga sikap ketika bertemu dengan kepala sekolah, guru serta staf sekolah, bertanggung jawab sebagai siswa yaitu mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dengan baik. Tuntutan terakhir yaitu membantu merealisasikan tujuan dari sekolah, siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung membantu sekolah untuk mencapai visi dan misi yang salah satu misinya membuat lingkungan sekolah yang sehat dan nyaman melalui kegiatan penghijauan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan. Goleman (2002) mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat membantu siswa untuk melakukan penyesuaian sosial di sekolah adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan suatu komponen mendasar yang dimiliki oleh siswa yang berangsur-angsur terbentuk ketika siswa menghadapi pelbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk membina hubungan dengan orang lain dalam pelbagai setting, sehingga membuat siswa untuk terus menerus belajar sehingga kecerdasan emoisonal ini terus berkembang. Kecerdasan emosional di bagi menjadi 5 aspek, terdiri dari aspek pertama ialah mengenali emosi diri adalah mengetahui apa yang dirasakan siswa pada perasaan tertentu yang terjadi dan menggunakannya untuk memandu dalam pengambilan keputusan sendiri. Melalui pengenalan emosi diri, siswa kelas VII SMP Negeri X tidak boleh mengganggu siswa lainnya dalam kegiatan belajar mengajar didalam kelas. Aspek kedua adalah mengelola emosi yaitu kemampuan siswa dalam menangani perasaan agar dapat mengungkapkannya dengan tepat atau selaras. Siswa Kelas VII SMP Negeri X Bandung diharapkan tidak membawa permasalahan dirumah ke sekolah yang akan mengganggu siswa dalam 9

berpikir. Aspek ketiga adalah memotivasi diri sendiri merupakan suatu keterampilan siswa untuk lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang dilakukan dan dikerjakan di sekolah, sehingga siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung harus dapat memotivasi dirinya sendiri untuk menghindari dari rasa malas belajar, rasa jenuh untuk sekolah. Aspek keempat adalah mengenali emosi orang lain (empati) merupakan suatu kemampuan siswa untuk menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan oleh orang lain sehingga siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung lebih mampu untuk menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan pembicaraan orang lain. Aspek kelima adalah membina hubungan yaitu kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung untuk dapat mengendalikan emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan banyak ditentukan oleh kualitas kecerdasannya yang dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan adalah kecerdasan yang berkaitan dengan aspek emosional. Setiap siswa memunyai pengalaman hidup yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, dan mereka berkumpul dalam suatu lingkungan yang disebut sekolah. Di sekolah, mereka harus saling bersaing dalam menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan oleh guru. Oleh karena itu, siswa perlu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah atau dengan lingkungan sekitarnya, 10

baik dengan guru dan teman-teman. Semakin siswa dapat mengenal dan mengendalikan emosi diri sendiri ataupun orang lain, maka siswa tersebut dapat menjalin suatu hubungan yang baik dengan anggota lain disekitar lingkungannya. Sebagai kelengkapan, penulis akan mengumpulkan data sosio demografik responden. Data sosio demografik itu meliputi usia, jenis kelamin, urutan dalam keluarga, pekerjaan orang tua (Ibu & Bapak), pendidikan orang tua (Ibu & Bapak), tinggal dengan orang tua/bukan orang tua. Selanjutnya data sosio demografik di atas akan dimanfaatkan untuk memberikan gambaran tentang data utama. Berikut bagan kerangka pemikiran hubungan antara kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa kelas VII di SMP Negeri X Bandung adalah sebagai berikut : 11

Data demografik sosio Kecerdasan Emosional 1. Mengenali Emosi Diri 2. Mengelola Emosi 3. Memotivasi Diri Sendiri 4. Mengenali Emosi Orang Lain 5. Membina Hubungan rs Siswa kelas VII SMP Negeri X Bandung Penyesuaian Sosial di sekolah 1. Menerima dan menghargai otoritas 2. Berpartisipasi dalam aktivitas sekolah 3. Membina relasi yang sehat dengan teman sebaya, guru dan staf di sekolah 4. Menerima batasan dan tanggung jawab 5. Membantu merealisasikan tujuan dari sekolah Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran 12

1.6 ASUMSI PENELITIAN 1) Siswa yang sedang berada dalam masa transisi pendidikan perlu melakukan penyesuaian diri secara sosial. 2) Proses penyesuaian diri secara sosial dapat menghindari terjadinya kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan. 3) Keadaan psikologis yang dapat membantu siswa melakukan penyesuaian diri di sekolah adalah kecerdasan emosional. 4) Kecerdasan emosional akan tercermin melalui kemampuan siswa untuk mengelola pemyesuaiannnya dan memanifestasikannya ke lingkungan. 1.7 HIPOTESIS Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa kelas VII di SMP Negeri X Bandung. 13