BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI.

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan)

BAB II BAHAN RUJUKAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pajak. Bumi dan Bangunan. Pemberian. Pengurangan. Pencabutan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

BAB II BAHAN RUJUKAN

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

Walikota Tasikmalaya

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 30 TAHUN 2012

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG

NOMOR lv TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 23 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 23 TAHUN 2013

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

Perpajakan Elearning # 11

01 seri. Ketentuan Umum Yang Perlu Diketahui PBB PAJAK BUMI DAN BANGUNAN. Pengertian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 34 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA METRO PROVINSI LAMPUNG PERATURAN WALIKOTA METRO NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB II LANDASAN TEORI

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri atas Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) memberikan pengalaman yang sesungguhnya, memberikan pengetahuan

DASAR HUKUM. ASAS PBB 1.Memberikan kemudahan dan kesederhanaan 2.Adanya kepastian hukum 3.Mudah dimengerti dan adil 4.Menghindari pajak berganda

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 48 TAHUN 2012

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :

BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu :

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 3/1994, PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN; ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH; ATAU TANAH DAN BANGUNAN

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 27 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENERBITAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1. Pengertian dan Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan yang berasal dari luar negeri. pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Masyarakat. mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang.

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). Pembahasan

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 30 TAHUN TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak dikategorikan pengelolaanya menjadi Pajak yang dikelola Pemerintah

BUPATI INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang sedang giat melaksanakan

TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN WALIKOTA SURABAYA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III IMPLIKASI TIDAK DITERBITKANNYA SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM MASA

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1% TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang


Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaksud dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Usaha pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional Indonesia yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur, mencakup ruang lingkup yang luas, yang di dalamnya terdiri dari lingkungan pembangunan daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dalam meningkatkan dan menetapkan penyelenggaraan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan diperoleh dari beberapa sumber. Salah satu upaya pemerintah dalam membiaya pembanguan tersebut yaitu dengan cara menyerap dari sektor pajak, pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Terdapat beberapa macam jenis pengenaan pajak di 1

BAB I PENDAHULUAN 2 Indonesia, antara lain Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek pajak yaitu bumi atau tanah dan bangunan, keadaan subjek pajak (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Sedangkan Subjek pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah dan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tercantum didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) untuk Pajak Bumi dan Bangunan, Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2002 tentang Penyesuaian Besar Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK.04/2002 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual

BAB I PENDAHULUAN 3 Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang tidak sesuai dengan luas tanah/bangunan ataupun lokasi tanah/bangunan. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan perwilayah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan: 1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. 2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. 3. Nilai perolehan baru. 4. Penentuan Nilai Objek Pajak pengganti. Dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dimana besarnya Nilai Jual Objek Pajak adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Besarnya Nilai Jual Objek Pajak No. Objek pajak Nilai Jual Objek Pajak 1. Perkebunan 40% 2. Kehutanan 40% 3. Pertambangan 20% 4. Lainnya (pedesaan dan perkotaan): Sumber: www.pajak.go.id. Apabila NJOP-nya > Rp. 1.000.000.000,00 adalah 40%. Apabila NJOP-nya <Rp. 1.000.000.000,00 adalah 20%. Untuk memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan atau bangunan perlu diketahui pengelompokan objek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Objek

BAB I PENDAHULUAN 4 Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Pengelompokan Objek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi tanah (bumi) dan bangunan. Klasifikasi tanah (bumi) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual bumi (tanah) Kelompok A dan Kelompok B. Kelompok A telah ditentukan klasifikasinya terdiri atas 50 kelas bumi (tanah) dengan ketentuan Nilai Jual bumi (tanah) tertinggi Rp.3.100.000/m² dan terendah sebesar Rp.140/m², sedangkan Kelompok B terdiri dari 50 kelas dengan ketentuan Nilai Jual bumi (tanah) tertinggi Rp.68.545.000/ m² dan terendah sebesar Rp.3.375.000/ m². Untuk klasifikasi bangunan juga dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan Kelompok A dan Kelompok B. Kelompok A terdiri atas 20 kelas dengan ketentuan Nilai Jual bangunan tertinggi sebesar Rp.1.200.000/m² dan terendah sebesar Rp.50.000/m², sedangkan Kelompok B terdiri atas 20 kelas dengan ketentuan Nilai Jual bangunan tertinggi sebesar Rp.15.250.000/m² dan terendah sebesar Rp.1.516.000/m² (Rusjdi: 2008: 19-22). Dalam menentukan klasifikasi bumi (tanah) terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan, yaitu letak, peruntukan, pemanfaatan dan kondisi lingkungan sedangkan untuk menentukan klasifikasi bangunan faktor-faktor yang diperhatikan adalah bahan yang digunakan, rekayasa, letak, dan kondisi. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak dengan sistem official assessment, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2. Wajib pajak bersifat pasif.

BAB I PENDAHULUAN 5 3. Utang pajak timbul setelan dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Penetapan pajak terutang dan mendistribusikan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang diisi oleh Wajib Pajak atau verifikasi pihak fiskus di lapangan. Setelah mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan menyerahkannya ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama, selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Pemerintah daerah melalui Kelurahan/Desa akan mendistribusikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) sampai ke tangan Wajib Pajak. Setelah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) sampai kepada wajib pajak maka Pemerintah Daerah melalui kelurahan/desa dan pihak-pihak lainnya akan menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Penyetoran pajak terutang selain melalui petugas pemungut kelurahan/desa, juga dapat dilakukan di Bank /Kantor Pos yang telah ditunjuk dalam SPPT dan juga melalui e-payment, transaksi pembayaran melalui perangkat elektronik perbankan, yaitu melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking ataupun Teller Bank yang online di seluruh Indonesia. Direktur Jendral Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara jabatan, dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diterbitkan kerena hal-hal sebgai berikut: 1. Apabila SPOP tidak disampaikan pada waktunya, walaupun sudah diberi teguran secara tertulis namun tidak juga menyampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Teguran itu. 2. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada di Direktorat Jendral Pajak ternyata jumlah pajak yang tertuang (seharusnya)

BAB I PENDAHULUAN 6 lebih besar dari jumlah pajak dalam SPPT yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak. Sanksi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP adalah berupa denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah pokok. Surat Ketetapan Pajak yang berkaitan dengan hal ini, berdasarkan data yang ada di Direktorat Jendral Pajak memuat penetapan objek pajak dan besarnya pajak yang terhutang berserta denda administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak. Kebijakan-kebijakan diatas diberlakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi yang berwenang mengurus masalah pajak dengan tujuan mempermudah wajib pajak PBB melaksanakan kewajibannya dibidang perpajakan sehingga kepatuhan dan kesadaran wajib pajak yang selama ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik dapat diminimalisir dengan segala kemudahan yang diberikan. Sehingga target penerimaan negara yang berasal dari pajak, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan tercapai dengan maksimal. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 362/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak kepada Direktur Jendral Pajak karena menerima SPPT maupun SKP. Pengurangan atas pajak terutang dapat diberikan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak, pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi objek pajak serta penghasilan wajib pajak. Selain dari pada itu, pengurangan atas pajak terhutang dapat diberikan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana

BAB I PENDAHULUAN 7 alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya) dan pengurangan dapat diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) dari besarnya pajak terutang. Penguranagan atas pajak terhutang diberikan juga pada wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan. Pengurangan ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang. Permohonan pengurangan pajak diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan. Permohonan pengurangan diajukan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa. Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau perseorangan, permohonan pengurangan pajak terutang secara perseorangan harus dilampiri: 1. Foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya; dan 2. Foto copy tanda anggota Veteran, bagi anggota Veteran. Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat diajukan sebelum SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui: 1. Pemerintah Daerah setempat; atau 2. Organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia, bagi anggota Veteran.

BAB I PENDAHULUAN 8 Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan harus dilampiri dengan foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya, foto copy SPT PPh tahun pajak terakhir beserta lampirannya dan Laporan Keuangan. Permohonan pengurangan pajak terutang harus dilampiri Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat/instansi terkait, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang apabila telah melunasi Pajak Bumi dan Bangunan untuk tahun sebelumnya atas objek pajak yang sama. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dalam mempengaruhi permohonan pengurangan pajak terhadap Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan menuangkan pada skripsi yang berjudul PENGARUH SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG (SPPT) TERHADAP PERMOHONAN PENGURANGAN PAJAK (STUDI KASUS DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TEGALLEGA BANDUNG ). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung? 2. Seberapa besar pengaruh Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terhadap permohonan pengurangan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung?

BAB I PENDAHULUAN 9 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh data-data dan informasi yang akan dijadikan bahan penulisan skripsi. 2. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari, menggali, menghubungkan dan membuat forecasting atas suatu kejadian. Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) di di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung. b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terhadap permohonan pengurangan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tegallega Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Kegunaan Bagi Akdemisi Sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terutama dalam pengelolaannya sebagai alat untuk meningkatkan Pajak Bumi dan Bangunan.

BAB I PENDAHULUAN 10 2. Kegunaan Praktis Bisnis a. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bandung, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dan keputusan dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). b. Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pijakan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Tegallega dihubungkan dengan variabel-variabel lainnya.