BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Perempuan merupakan hak-hak dasar yang dijamin oleh Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga patut untuk diketahui, dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi oleh setiap manusia. Hak perempuan belum secara eksplisit diterangkan di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang telah disahkan pada tanggal 10 Desember 1948, namun telah menjadi awal munculnya pemikiran-pemikiran beberapa tokoh untuk menyuarakan hak perempuan, sebagai akibat sering terjadinya tindakan-tindakan kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, lahirlah instrumen hukum yang mengatur mengenai hak perempuan, sebagai perkembangan hak asasi manusia. Instrumen hukum internasional tentang hak perempuan antara lain Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) atau Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Instrumen hukum internasional tersebut yang pertama yang mengatur dan mengakui hak asasi perempuan secara komprehensif. CEDAW telah dianggap sebagai Bill of Right for Women, berintikan perwujudan hak-hak perempuan, meletakkan strategi atau langkah-langkah khusus sementara yang perlu dilakukan dalam rangka menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan, serta meletakkan pemikiran dasar bahwa diskriminasi terhadap perempuan sebagai hasil dari relasi yang timpang di dalam masyarakat yang dilegitimasi oleh struktur politik dan termasuk hukum yang ada (http://hamblogger.org/mengenalhak-asasi-perempuan/ di akses pada 20 Juni 2015). CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1984 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi ini selaras dengan ketentuan Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI 1945) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1
2 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang mengatur secara umum tentang Hak Asasi Manusia. Dengan dilakukannya ratifikasi oleh Pemerintah Indonesia atas Konvensi Internasional tentang Hak Perempuan, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia turut mengakui, menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi hak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia didalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk kepedulian dan perhatian pemerintah Indonesia terhadap hak perempuan dengan upaya meratifikasi konvensi Internasional melalui Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1984, agar dapat secara luas menjadi perhatian dan pemahaman masyarakat Indonesia, namun aturan tersebut nampaknya belum dapat dipahami secara mendalam oleh masyarakat Indonesia, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya pelanggaran terhadap hak perempuan yang terjadi di Indonesia. Selama sepuluh tahun terakhir, sejak tahun 1998-2011, Komisi Nasional anti-kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) mencatat ada sebanyak 400.939 kasus kekerasan terhadap perempuan (termasuk kawin paksa). Begitupun, KOMNAS Perempuan meyakini bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan sesungguhnya lebih tinggi, karena beberapa kasus kebanyakan tidak dilaporkan (http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/25/women-still-face high -rates-of sexual violence.html yang di akses pada 20 Juni 2015). Berdasarkan survei kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2006 oleh BPS dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan mengenai tindak kekerasan terhadap perempuan menurut pelaku, menunjukkan bahwa: sebanyak 51,1% (dilakukan oleh suami); 11,7% (dilakukan oleh orang tua/mertua, anak/cucu, dan famili); 19,6% (dilakukan oleh tetangga); 0,2% (dilakukan oleh guru); dan 8,0% (dilakukan oleh lainnya) (Guse Prayudi, 2012: 2). Berdasarkan pada data kekerasan terhadap perempuan di atas, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung belum menunjukkan penghargaan terhadap hak perempuan yang dibuktikan dengan masih tingginya tindakan kekerasan terhadap perempuan.
3 Penghargaan hak perempuan dinilai penting agar pelanggaran terhadap hak perempuan atau diskriminasi terhadap perempuan dapat diminimalisasi atau mungkin tidak terjadi lagi dikemudian hari. Jika di dasarkan pada data di atas, maka penghargaan terhadap perempuan penting dilaksanakan agar kasus pelanggaran terhadap hak perempuan dapat di tekan. Penghargaan hak perempuan harus dipahami dan diinternalisasikan oleh setiap orang karena hak perempuan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang melekat pada perempuan secara kodrati. Demikian juga kenyataan bahwa jumlah perempuan didunia lebih banyak daripada jumlah laki-laki. Serta perempuan merupakan bagian dari warga negara yang memiliki hak yang sama dalam berkehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Penguatan sikap menghargai hak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia harus dibangun agar mewujudkan bangsa Indonesia yang berakhlak baik, berbudi luhur dan sebagai warga negara yang baik. Salah satu cara yang paling efektif dalam menanamkan sikap menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi hak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia sehingga terwujud penghargaan terhadap hak perempuan adalah melalui pendidikan formal. Pendidikan merupakan langkah bagi setiap orang untuk dapat memberdayakan dirinya demi menatap dan menjalani kehidupan di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan landasan fundamental dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, yang merupakan sarana penting untuk mewujudkan individuindividu yang cerdas, berkualitas, dan berkarakter baik. Pendidikan, dilakukan melalui pembelajaran pada beberapa mata pelajaran, sebagai upaya sarana untuk mewujudkan individu yang cerdas, berkualitas dan berkarakter baik. Salah satu mata pelajaran yang bertujuan untuk mempersiapkan dan membentuk warga negara yang baik (good citizen) adalah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Melalui pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada pendidikan formal, pemahaman tentang hak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia akan lebih mudah ditanamkan sejak dini. Sehingga ketika dewasa, mampu memahami dan mampu mewujudkan
4 penghargaan terhadap hak perempuan tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat dalam konteks berbangsa dan bernegara. Berdasarkan pada kasus-kasus pelanggaran terhadap hak perempuan yang telah dijelaskan di atas, maka mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan strategis dan penting dalam membentuk warga negara yang baik, sehingga mampu menghargai hak asasi manusia khususnya hak perempuan. Sebagai mata pelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi dan misi yang menjadi pedoman sebagai berikut: Menanamkan komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 guna memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misi dari Pendidikan Kewarganegaraan ialah menghindarkan Indonesia dari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prisip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (BSNP, 2006: 155). Memperhatikan visi dan misi tersebut, diharapkan Pendidikan Kewarganegaraan mampu menciptakan warga negara yang memiliki kepribadian dan berkarakter sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan sekolah juga memiliki misi sebagai pendidikan politik demokrasi di Indonesia. Hal itu tersirat dalam kalimatkalimat sebagai berikut: Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme. (Bagian Pendahuluan bidang studi PKn Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) Berdasarkan pada visi dan misi tersebut di atas, Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya dimaksudkan untuk membentuk warga negara
5 yang baik dan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang terkandung dalam dasar negara Pancasila, dan melalui terselenggaranya Pendidikan Kewarganegaran diharapkan mampu mewujudkan penghargaan hak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia, sekaligus mewujudkan sikap menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi hak perempuan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Winarno (2013: 22), Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM), pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi. Fokus di sini pada Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan pada misi sebagai Pendidikan Hak Asasi Manusia dan terrmasuk hak perempuan yang menjadi bagian dari hak asasi manusia. Pendidikan Kewarganegaraan berperan untuk menyiapkan peserta didik agar memenuhi kemampuan menghormati dan menegakkan hak asasi manusia, khususnya hak perempuan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup. Secara umum tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk warga negara yang baik, sebagaimana menurut Wuryan dan Syaifullah (2008: 77) bahwa: Baik civic atau ilmu kewarganegaraan maupun ilmu Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, warga negara yang kreatif, warga negara yang bertanggungjawab (civic reponsibilities), warga negara yang cerdas, warga negara yang kritis, dan warga negara yang partisipatif. bahwa: Mengenai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, John J. Cogan menyatakan Pendidikan kewarganegaraan lazimnya dilukiskan sebagai kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik-karakteristik dari seorang warga negara. Bahkan sekarang ini istilah warga negara yang baik mendapat tambahan warga negara yang cerdas. Jadi tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah terbentuknya warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizen) (Winarno dan Wijianto (2010: 6-7). Tentunya untuk mewujudkan misi dan visi serta mencapai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dijabarkan diatas, tidak terlepas dari pelaksana
6 pendidikan itu sendiri yaitu guru. Guru berperan sebagai pendidik, karena dalam menjalankan pekerjaannya guru tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tatapi juga melatih beberapa keterampilan dan membangun sikap mental peserta didik. Mendidik sikap mental seseorang tidak cukup hanya mengajarkan sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan dapat disampaikan dengan baik oleh guru dan dapat diterima oleh peserta didik serta mampu diimplementasikan dalam bentuk tindakan-tindakan dan sikap peserta didik. Selain guru mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan, guru memiliki tanggung jawab membentuk warga negara yang baik. Guru memiliki andil yang besar dalam membentuk perkembangan peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik khususnya guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang mengemban tujuan membentuk karakter dan membangun pribadi warga negara yang baik. Suatu perencanaan upaya-upaya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran oleh guru disebut dengan strategi. Strategi diperlukan guru untuk menunjang profesinya untuk dapat mewujudkan pembelajaran yang mencapai tujuan pendidikan nasional. Strategi guru Pendidikan Kewarganegaraan, sangat diperlukan dalam menginteprestasikan nilai-nilai yang ada didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI 1945) dan Pancasila yang didalamnya mengandung pengakuan hak asasi manusia, khususnya hak perempuan. Melalui strategi yang diterapkan guru Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan mampu membentuk perilaku atau tindakan yang mencerminkan wujud penghargaan terhadap hak perempuan dalam proses pembelajaran untuk membentuk kompetensi kewarganegaraan peserta didik yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter kewarganegaraan (civic disposition) agar tercipta pribadi warga negara yang baik. Hasil observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Al Islam 1 Surakarta, di ketahui bahwa peserta didik cenderung kurang menunjukkan penghargaan terhadap hak perempuan. Hal
7 tersebut di tunjukkan dengan adanya kondisi peserta didik laki-laki yang kurang menghargai pendapat peserta didik perempuan, peserta didik perempuan yang menganggu peserta didik perempuan yang lain, peserta didik peserta didik perempuan yang di ganggu peserta didik laki-laki yang memicu perselisihan. Fenomena yang dilakukan peserta didik di atas menyebabkan adanya sikap peserta didik yang merujuk pelanggaran hak perempuan. Apabila sikap sikap peserta didik yang demikian terus dibiarkan akan berdampak pada kurangnya penghargaan terhadap hak asasi manusia khususnya hak perempuan yang berujung pada akibat lain yang mungkin timbul lebih jauh di kehidupan bermasyarakat seperti tawuran, perselisihan yang menimbulkan perpecahan dan permusuhan hingga pada tindak kekerasan yang berakibat fatal. Selain itu keadaan sekolah menengah atas Al Islam 1 Surakarta, telah mewujudkan perilaku menghargai hak perempuan yang diwujudkan oleh guru dan pihak sekolah. Keadaan tersebut seperti, guru dan pihak sekolah telah melaksanakan hak perempuan di lingkungan sekolah dengan cara memposisikan perempuan dengan perilaku adil, tidak bersikap diskriminasi dalam pembagian tugas sekolah, mewujudkan kerjasama antara guru/pihak sekolah laki-laki dengan perempuan. Kondisi tersebut mendukung untuk menekankan pentingnya mewujudkan sikap menghargai hak asasi khususnya hak asasi perempuan pada peserta didik SMA Al Islam 1 Surakarta. Hal tersebut mendasari bahwa strategi guru perlu dilakukan kepada peserta didik untuk meningkatkan penghargaan terhadap hak perempuan. Berdasarkan data dan fenomena diatas maka peneliti mengambil judul penelitian sebagai berikut: Strategi Guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membentuk Kompetensi Kewarganegaraan Peserta Didik dalam Upaya Meningkatkan Penghargaan terhadap Hak Perempuan (Studi di SMA Al Islam 1 Surakarta).
8 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana strategi guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk kompetensi kewarganegaraan peserta didik dalam meningkatkan penghargaan terhadap hak perempuan di SMA Al Islam 1 Surakarta? 2. Bagaimana dampak penerapan strategi guru Pendidikan Kewarganegaraan pada peserta didik terhadap penghargaan hak perempuan di SMA Al Islam 1 Surakarta? 3. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam melaksanakan strateginya untuk membentuk kompetensi kewarganegaraan peserta didik dalam upaya meningkatkan penghargaan terhadap hak perempuan di SMA Al Islam 1 Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui strategi guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk kompetensi kewarganegaraan peserta didik dalam upaya meningkatkan penghargaan terhadap hak perempuan di SMA Al Islam 1 Surakarta. 2. Untuk mengetahui dampak penerapan strategi guru Pendidikan Kewarganegaraan pada peserta didik terhadap penghargaan hak perempuan di SMA Al Islam 1 Surakarta. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam menerapkan strateginya untuk membentuk kompetensi kewarganegaraan peserta didik dalam meningkatkan penghargaan hak perempuan di SMA Al Islam 1 Surakarta. D. Manfaat Penelitian
9 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap pendidikan khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran. Adapun maanfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan khususnya dalam bidang ilmu pendidikan dan dapat membantu memahami teori-teori yang berkaitan dengan strategi guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk kompetensi kewarganegaraan peserta didik dalam upaya meningkatkan penghargaan terhadap hak perempuan. b. Menjadi pedoman dan bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yang relevan. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi guru Pendidikan Kewarganegaran dalam menerapkan strategi-strateginya untuk meningkatkan kompetensi kewarganegaran peserta didik yang berupaya pada peningkatkan penghargaan hak perempuan. b. Memberikan masukan kepada pembaca mengenai strategi guru pendidikan kewarganegaran untuk membentuk kompetensi kewarganegaraan peserta didik dalam meningkatkan penghargaan hak perempuan.