BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan tempat masyarakat menyimpan dananya yang semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. Sehingga dapat dikatakan bahwa eksistensi suatu bank sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Semakin tinggi kepercayaan masyarakat semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan uangnya pada bank dan menggunakan jasa-jasa dari bank tersebut. Disamping itu juga tergantung pada keahlian pengelolanya. 1 Hingga tahun 1991 lembaga perbankan yang beroperasional di Indonesia hanyalah lembaga perbankan yang menjalankan istrumen bunga saja atau yang dikenal dengan Bank Konvensional. Sampai saat itu, lembaga perbankan sangat identik dengan instrumen bunga. Namun seiring dengan perkembangan pengetahuan agamis masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, yang kemudian diikuti dengan semakin pesatnya perkembangan perbankan nasional maka lahirlah suatu tuntutan untuk menghadirkan lembaga perbankan yang menjalankan konsep syariah di Indonesia. Tuntutan ini dilatar belakangi oleh pemahaman yang dimiliki masyarakat yang beragama Islam bahwa instrumen bunga yang 1 Sutan Remy Sjahdeini,1993, Kebebasan berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, hlm. 9.
2 selama ini dijalankan oleh Bank konvensional adalah riba dan riba dilarang oleh agama Islam, hingga konsekuensi berhubungan dengan riba adalah dosa yang akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Nya di akhirat kelak. Berdasarkan hal tersebut maka pada tahun 1992 lahirlah sebuah Bank syariah pertama di Indonesia yang menjalankan prinsip syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Kehadiran Bank Muamalat Indonesia memberi andil bagi perkembangan perbankan syariah selanjutnya. Hadirnya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia tentu tidak terlepas dari lahirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian di ubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan di ibaratkan sebagai titik tolak lahirnya bank berdasarkan syariah di Indonesia. Sebab,menurut Pasal 6 huruf (m) juncto Pasal 13 huruf (c) dari Undang- Undang tersebut dengan tegas membuka kemungkinan bagi bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya, baik untuk Bank Umum maupun untuk Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan pembiayaan bagi hasil tersebut kemudian oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 diperluas menjadi kegiatan apa pun dari bank berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, hal ini tercantum dalam Pasal 6 huruf (m) dan Pasal 13 huruf (c). Dengan demikian, Pasal 6 huruf (m) dan Pasal 13 huruf (c) dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan dan disempurnakan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21
3 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang sekarang ini merupakan dasar hukum utama bagi eksistensi bank berdasarkan syariah. Dengan adanya dasar hukum bagi eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah kemudian memberikan peluang besar untuk pendirian kantor-kantor bank syariah baru dan pembukaan kantor bank syariah dengan cara konversi dari bank konvensional atau pembukaan unit usaha syariah (UUS), dimana bank tersebut dapat melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan melakukan kegiatan secara syariah dengan sistem pencatatan yang terpisahkan. Yang juga memberi arti bagi perkembangan bank syariah di Indonesiaa adalah keluarnya Fatwa Bunga Bank Haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2003 yang menyebabkan banyak bank kemudian menjalankan prinsip syariah dan yang paling banyak di lakukan adalah membuka unit usaha syariah. Setelah lahirnya Bank Muamalat Indonesia, banyak bank-bank yang berprinsip syariah muncul antara lain Bank Tabungan Negara (Bank BTN) yang kemudian memutuskan untuk mendirikan Unit Usaha Syariah. Hingga saat ini bank BTN telah membuka lima Kantor Cabang Syariah (KCS) di berbagai kota, antara lain yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan Makassar. Di Yogyakarta BTN Syariah hadir sebagai pemain baru di antara bank-bank syariah yang lebih dulu ada. Kegiatan usaha utama dari BTN KCS Yogyakarta, sebagaimana bank umum lainnya, adalah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. Dalam hal ini bentuk penyaluran
4 dana di Bank Syariah di sebut dengan istilah pembiayaan. Istilah pembiayaan di gunakan untuk membedakan dengan istilah kredit. Dalam masyarakat umum istilah kredit lebih dikenal daripada istilah pembiayaan, sedangkan bank dengan prinsip syariah menggunakan istilah pembiayaan untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga perbankan yang menyalurkan dana bagi masyarakat disamping tentunya menjalankan fungsi lainnya sebagai penghimpun dana milik masyarakat. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diatur berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam Pasal 1 butir 25 adalah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa igtina). Dalam dunia perbankan baik itu bank dalam sistem konvensional maupun bank dengan menggunakan prinsip syariah tentu tidak dapat mengesampingkan peran notaris. Jasa notaris tidak hanya diperlukan dalam eksistensi bank sebagai Badan Hukum misalnya dalam hal pembuatan Akta pendirian perseroan atau Anggaran Dasar, membuat Beriata Acara RUPS, jual beli saham, pelaksanaan merger, konsolidasi, akuisisi bank tetapi juga hampir meliputi seluruh aspek kegiatan usaha bank dan nasabah misalnya bagi bank konvensional jasa notaris diperlukan dalam hal pembuatan perjanjian kredit
5 bank dan surat pengakuan hutang, sedangkan untuk bank yang menggunakan prinsip syariah jasa notaris digunakan antara lain dalam pembuatan akta akad pembiayaan. Hal-hal yang dituangkan dalam suatu akta akad pembiayaan harus jelas dan sedapat mungkin rumusannya tidak menimbulkan penafsiran dengan demikian dalam pembuatan draft akta akad pembiayaan haruslah berisikan kata-kata, kalimat atau pasal-pasal yang mudah dimengerti oleh kedua belah pihak. Seperti yang telah kita ketahui bahwa akad pembiayaan pada sistem perbankan berprinsip syariah ada yang dibuat secara di bawah tangan namun ada juga bank yang membuat akad pembiayaan secara notariil agar berfungsi sebagai alat bukti yang sempurna. Pada dasarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengharuskan akta akad pembiayaan dibuat dengan akta dibawah tangan atau pun dengan akta otentik (notariil) namun ada pula manajemen bank yang telah mengambil sikap dan menentukan bahwa untuk pembiayaan-pembiayaan tertentu, biasanya untuk jumlah yang besar dan jangka waktu yang lama, diharuskan untuk dibuat dengan akta notariil,. Oleh karena itu dalam membuat akta akad pembiayaan agar sebelumnya dipastikan terlebih dahulu bentuk mana yang akan dipergunakan sesuai dengan sikap manajemen bank yang telah ditetapkan. Salah satu layanan pembiayaan yang dilakukan oleh BTN KCS Yogyakarta adalah pembiayaan kendaraan bermotor. Produk pembiayaan dalam rangka pembelian kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor) bagi
6 nasabah perorangan tersebut menggunakan prinsip akad Murabahah (Jual Beli). Berdasarkan hasil pra penelitian pembiayaan kendaraan bermotor dengan prinsip akad Murabahah (Jual Beli) tersebut dilakukan secara notariil. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul Tesis tentang Peranan Notaris dalam Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Kendaraan Bermotor pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Syariah di Yogyakarta. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah peranan Notaris dalam pembuatan akta akad pembiayaan kendaraan bermotor pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Syariah di Yogyakarta? 2. Apakah manfaat yang diperoleh Bank dengan dibuatnya akta akad pembiayaan kendaraan bermotor secara notariil? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui peranan Notaris dalam pembuatan akta akad pembiayaan kendaraan bermotor pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Syariah di Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh bank dengan dibuatnya akta akad pembiayaan kendaraan bermotor secara notariil.
7 D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis antara lain yang terdapat dilingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, khususnya yang ada di Magister Kenotariatan, terdapat penelitian tentang Perbankan syariah di Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Syariah, di Yogyakarta yang dilakukan oleh Wardah Yuspin, Mahasiswa Magister Kenotariatan,dengan judul PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR DI BANK TABUNGAN NEGARA KANTOR CABANG SYARIAH YOGYAKARTA, yang menjadi permasalahan dalam penelitian tersebut adalah pelaksanaan akad murabahah multiguna di BTN KCS Yogyakarta dan kesesuaian prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan akad murabahah multiguna di BTN KCS Yogyakarta. Penulis juga menemukan penelitian tentang peran Notaris dalam dunia perbankan yang dilakukan oleh FAJAR RUDIYANTI, mahasiswa Magister Kenotariatan dengan mengambil judul PERAN NOTARIS DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN, dalam penelitian tersebut yang menjadi permasalahan adalah tentang Peranan Notaris dalam Pemberian Kredit Perbankan dan Faktor-faktor yang menjadi dasar bagi kreditur (bank) dalam membuat perjanjian kredit baik yang dilakukan dengan akta di bawah tangan maupun akta notariil. Selanjutnya penulis juga menemukan penelitian tentang Perbankan syariah di BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta yang dilakukan
8 oleh AGUNG HARIS SETIAWAN, Mahasiswa Magister Kenotariatan,dengan judul PERANAN NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI BPR SYARIAH BANGUN DRAJAT WARGA YOGYAKARTA, yang menjadi permasalahan dalam penelitian tersebut adalah Peranan notaris selaku pejabat pembuat akta perjanjian pembiayaan atau perjanjian kredit dan Peranan notaris terhadap pembuatan akta perjanjian pembiayaan musyarakah di BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta. Berdasarkan uraian hasil penelusuran kepustakaan tersebut diatas jelas bahwa penelitian penulis membahas hal yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Walaupun ada penelitian yang mempunyai kesamaan lokasi penelitian dan ada penelitian yang melakukan kajian tentang peranan notaris dalam dunia perbankan konvensional dan perbankan syariah akan tetapi permasalahan dan kajiannya berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis. Namun demikian ketiga penelitian yang terdahulu akan dijadikan sebagai bahan acuan bagi penulis sepanjang relevan dan sependapat dengan penelitian, sehingga penelitian yang terdahulu dengan penelitian ini akan saling melengkapi.
9 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi perkembangan ilmu hukum untuk menambah dan melengkapi khasanah ilmu hukum pada umumnya dan bidang hukum perbankan Islam pada khususnya 2. Bagi ilmu kenotariatan khususnya Notaris diharapkan dapat menjadi masukkan dalam praktek perbankan syariah agar dalam pembuatan akad pembiayaan dapat merumuskan dengan baik agar tercermin prinsip syariah dalam akad pembiayaan tersebut.