BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain (Potter & Perry, 2005). Secara umum komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau diantara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Setiap pelaku komunikasi dengan demikian akan melakukan empat tindakan, yaitu membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan. Keempat tindakan tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. (Nurhasanah, 2010). Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik yang merupakan komunikasi antara perawat dengan klien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk terapi. Seorang perawat (helper) dapat membantu klien dalam mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, misalnya masalah kecemasan (Nurhasanah, 2010). Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dialami setiap makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Cemas merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik (Purba, et al. 2008). Kecemasan merupakan suatu keadaan ketidaknyamanan atau hal-hal yang tidak diinginkan yang berpengaruh pada irama jantung dan nafas cepat (Damarwati, 2012). Ada empat tingkat kecemasan yaitu : kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik (Stuart, 2007). Faktor presipitasi kecemasan dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis, yaitu: (1) ancaman terhadap integritas biologi seperti kebutuhan akan makanan, minuman dan perumahan; dan (2) ancaman terhadap rasa aman yang meliputi tidak tercapainya harapan, tidak 1
2 terpenuhinya akan status, rasa bersalah,atau pertentangan antara keyakinan diri dan perilaku dan tidak mampu untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain (Purba, et al. 2008). Menurut Friedman (1998) dalam Padila (2012), keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari individu-individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain, saling tergantung yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia adalah hubungan keluarga. Karena hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan kebutuhan dasar (Hidayat, 2008). Anggota keluarga pasien unit perawatan intensif sering mengalami kecemasan karena rata-rata kematian yang tinggi dari pasien dalam perawatan intensif. Kecemasan pada pasien dan keluarga sering diakibatkan oleh ketakutan akan kematian, ketidak berhasilan medikasi dan komplikasi yang terjadi. Keadaan tersebut dapat menimbulkan krisis dalam keluarga, terutama jika sumber krisis merupakan stimulus yang belum pernah dihadapi oleh keluarga sebelumnya. Selain itu peraturan di Intensive Care Unit (ICU) cenderung ketat, keluarga tidak boleh menunggu pasien secara terus menerus sehingga hal ini akan menimbulkan kecemasan bagi keluarga pasien yang dirawat di ICU (Kusuma, 2007). Adapun penyebab kecemasan pada keluarga klien ICU adalah terpisah secara fisik dengan keluarganya yang dirawat diruang ICU, tarif yang mahal, masalah keuangan, terutama jika klien adalah salah satu pencari nafkah dalam keluarga, serta kurangnya informasi dan komunikasi dengan staf ICU mengenai keadaan dan perkembangan pasien, sehingga keluarga tidak tahu dengan perkembangannya pasien (Kusuma, 2007). Dengan adanya komunikasi yang efektif oleh perawat diharapkan kecemasan klien dapat berkurang salah satunya berupa pemberian pengertian dan informasi melalui komunikasi terapeutik (Huda, 2006).
3 Menurut Hawari (2013) jumlah orang yang menderita gangguan kecemasan baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria yaitu 2:1, dan diperkirakan antara 2% - 4% diantara penduduk disuatu saat dalam kehidupannya pernah mengalami cemas. Dari hasil penelitian Soesanto & Nurkholis (2008) di ICCU RSU Tugurejo Semarang secara umum menunjukkan sebagian besar (76,9%) pasien mengalami kecemasan dengan tingkat kecemasan bervariasi yang didominasi oleh kecemasan ringan sebanyak 41%. Hasil penelitian Setiawan & Sukri (2005) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa sebanyak 84,6% responden mengalami kecemasan ringan dan 15,4% mengalami kecemasan sedang dan tidak ada pasien dengan tingkat kecemasan berat maupun panik sebelum pelaksanaan treatment (komunikasi terapeutik). Setelah pelaksanaan komunikasi terapeutik 92,3% pasien preoperasi tingkat kecemasannya menjadi ringan dan hanya 7,7% tingkat kecemasannya menjadi sedang. Dari hasil survey pendahuluan peneliti pada tanggal 7 Februari 2014 di dapatkan data dari medical record jumlah pasien ICU dalam tahun 2013 adalah 560 pasien dengan jumlah rata-rata pasien perbulan adalah 47 pasien. Dari hasil wawancara dengan keluarga pasien di ruang tunggu ICU Rumah Sakit Umum (RSU) Sari Mutiara Medan, 3 dari 5 keluarga pasien mengaku merasa cemas ketika menunggu keluarga mereka yang sedang dirawat di ICU. Mereka juga mengatakan bahwa selama anggota keluarga mereka dirawat di ICU mereka kurang mendapat informasi tentang bagaimana keadaan dan perkembangan pasien dari perawat, dan 2 orang mengatakan tidak merasa cemas karena masih hari pertama pasien dirawat di ICU, peneliti juga melihat perawat masih kurang memperhatikan kebutuhan dari keluarga pasien tentang komunikasi dan pemberian informasi tentang keadaan dan perkembangan pasien saat berada di ICU, mereka hanya terfokus pada pasien dan penulisan asuhan keperawatan saja. Selain itu jarak ruang tunggu yang jauh dari ruang ICU dan cara komunikasi yang kurang efektif melalui speaker yang tersedia di ruang tunggu ICU tersebut semakin
4 menambah kecemasan anggota keluarga. Anggota keluarga sering merasa cemas ketika mendengar perawat memanggil salah satu anggota keluarga pasien yang dirawat di ICU. Mereka mengira anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU dalam kondisi kritis, padahal ada hal lain yang ingin disampaikan perawat kepada anggota keluarga. Seharusnya perawat lebih memperhatikan lagi kebutuhan keluarga dalam hal komunikasi dan pemberian informasi tentang keadaan dan perkembangan pasien saat berada di ICU agar keluarga yang menunggu anggota keluarganya saat dirawat di ICU tidak terlalu cemas. Dari pemikiran dan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan komunikasi teraupetik perawat dengan tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien yang dirawat di ICU RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini apakah ada hubungan komunikasi teraupetik perawat dengan tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien yang dirawat di ICU RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya hubungan komunikasi teraupetik perawat dengan tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien yang dirawat di ICU RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran komunikasi teraupetik perawat di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014. b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien yang dirawat di ICU RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014.
5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Kepala Bidang Keperawatan Untuk melihat sejauh mana para perawat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien. 2. Bagi Perawat Melalui penelitian ini kiranya para perawat yang ada di rumah sakit dapat lebih menerapkan lagi tentang pentingnya komunikasi terapeutik bagi keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ICU, sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien yang dirawat di ICU. 3. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai informasi tambahan maupun data awal untuk mengembangkan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kebutuhan anggota keluarga pasien yang dirawat di ICU saat menunggu anggota keluarganya yang sedang dirawat di ICU.