BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. ini diuraikan kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis tersebut.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu usaha yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Endi Rohendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. belajar dari teori kognitif (Efi, 2007). Pendidikan Biologi diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perubahan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 siswa di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pembelajaran Biologi masih didominasi oleh penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. ujian akhir semester (UAS) ganjil T.A 2011/2012. Ujian Akhir Semester Ganjil TB Rerata Kelas SMP Negeri 2 Pahae Julu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

Rata-rata UN SMP/Sederajat

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keterampilan berbahasa yang diajarkan dalam pengajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan temuan yang diperoleh dari hasil penelitian, didapat kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

M 2015 PENERAPAN TEKNIK BBM (BERPIKIR-BERBICARA-MENULIS) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pada. prinsipnya yang memiliki tanggung jawab besar adalah penyelenggara

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUANG SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang zat, yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bagian ini akan diungkap simpulan hasil penelitian yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. matematika di sekolah adalah berpikir kritis. Menurut Cockroft (dalam Uno

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

I. PENDAHULUAN. karena pembelajarannya mengandung unsur-unsur ilmiah yang menekankan

depan yang akan dijalani yang diwarnai tantangan dan perubahan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Afandi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Tanjungpura. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang berkembang pesat sekarang ini. Sejalan dengan kemajuan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, menurut

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

2015 PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DI KELAS X IIS SMA KARTIKA XIX-2 BANDUNG

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Simpulan hasil penelitian model pembelajaran proyek berbasis lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. di kelas. Selama ini proses pembelajaran masih bersifat konvensional, guru masih

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru. Sebaik apapun

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan kegiatan sehari-hari yang penting bagi siswa di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. persamaan model struktural yang dilaksanakan mengenai intensi berwirausaha

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi (TIK), dan lahirnya masyarakat berbasis ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

PENINGKATAN PARTISIPASI DAN MOTIVASI BELAJAR BIOLOGI MELALUI ACTION LEARNING PADA SISWA KELAS X.6 SMAN 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan seperti di bawah ini :

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, di bawah ini di paparkan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil analisis terhadap temuan-temuan penelitian, di bawah ini diuraikan kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis tersebut. Pertama; Sebagian besar para dosen Fisika Dasar di LPTK tempat penelitian tidak mengenal model pembelajaran yang didasarkan pada landasan teoretik konstruktivisme, sehingga tidak terjadi pengajaran Fisika Dasar yang baik. Pengajaran yang baik diartikan sebagai pengajaran yang memerlukan pengetahuan mendalam terhadap konten (isi) yang diajarkan, dan saling berjalin dengan model pembelajaran yang tepat (yakni model pembelajaran konstruktivis) dalam memberi landasan fisika bagi mahasiswa, dengan bertolak dari pengetahuan fisika yang telah diperoleh di SMA. Kedua; Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial (KKS) lebih baik daripada model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional (NKK) dalam meningkatkan Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF) mahasiswa. Namun, nilai KKFF mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS termasuk nilai sedang dan nilai KKFF mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK termasuk nilai kurang. Demikian pula, hanya sekitar separuh lebih mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS dan kurang dari separuh mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK yang berhasil mencapai nilai KKFF di atas klassifikasi sedang. 147

148 Ketiga; Nilai KKFF mahasiswa kelompok TBL Formal maupun mahasiswa kelompok TBL Konkret termasuk nilai kurang. Namun, separuh lebih mahasiswa kelompok TBL Formal dan kurang dari separuh mahasiswa kelompok TBL Konkret berhasil mencapai nilai KKFF di atas klassifikasi sedang. Keempat; Perbedaan kelompok TBL (Konkret dan Formal) dan perbedaan model pembelajaran (KKS dan NKK) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berarti terhadap KKFF mahasiswa. Meskipun tidak ada interaksi, sejalan dengan kesimpulan Kedua dan Ketiga di atas, ternyata perbedaan model pembelajaran (KKS dan NKK) lebih berpengaruh daripada perbedaan kelompok TBL (Konkret dan Formal) terhadap peningkatan KKFF mahasiswa. Kesimpulan ini didasarkan pada nilai KKFF mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada nilai KKFF mahasiswa kelompok TBL Formal pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK. Namun, pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS, nilai KKFF mahasiswa kelompok TBL Formal termasuk nilai sedang dan nilai KKFF mahasiswa kelompok TBL Konkret termasuk nilai kurang. Demikian pula, hanya separuh lebih mahasiswa kelompok TBL Formal dan kurang dari separuh mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS yang berhasil mencapai nilai KKFF di atas klassifikasi sedang. Kelima; Model pembelajaran KKS lebih baik daripada model pembelajaran NKK dalam meningkatkan Konsepsi Saintifik (KS) mahasiswa. Namun, nilai KS mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS termasuk nilai sedang dan nilai KS mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK termasuk nilai kurang. Demikian pula, sekitar sedikit lebih dari separuh mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS dan kurang dari

149 separuh mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK yang berhasil mencapai nilai KS di atas klassifikasi sedang. Keenam; Nilai KS mahasiswa kelompok TBL Formal maupun mahasiswa kelompok TBL Konkret termasuk nilai kurang. Bahkan, kurang dari separuh mahasiswa kelompok TBL Formal maupun mahasiswa kelompok TBL Konkret yang berhasil mencapai nilai KS di atas klassifikasi sedang. Ketujuh; Perbedaan kelompok TBL (Konkret dan Formal) dan perbedaan model pembelajaran (KKS dan NKK) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berarti terhadap peningkatan KS mahasiswa. Meskipun tidak ada interaksi, sejalan dengan kesimpulan Kelima dan Keenam di atas, perbedaan model pembelajaran (KKS dan NKK) ternyata lebih berpengaruh daripada perbedaan kelompok TBL (Konkret dan Formal) terhadap peningkatan KS mahasiswa. Kesimpulan ini didasarkan pada nilai KS mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada nilai KS mahasiswa kelompok TBL Formal pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK. Namun, pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS, nilai KS mahasiswa kelompok TBL Formal termasuk nilai sedang dan nilai KS mahasiswa kelompok TBL Konkret termasuk nilai kurang. Demikian pula, hanya separuh lebih mahasiswa kelompok TBL Formal dan kurang dari separuh mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS yang berhasil mencapai nilai KS di atas klassifikasi sedang. Kedelapan; Model pembelajaran KKS lebih baik daripada model pembelajaran NKK dalam meningkatkan Perubahan Konsepsi (PK) mahasiswa. Dilihat dari segi jumlah jenis konsepsi keliru yang muncul sebelum dan sesudah pembelajaran, secara total jumlah jenis konsepsi keliru yang muncul dalam

150 kelompok mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS jauh lebih sedikit daripada jumlah jenis konsepsi keliru yang muncul pada kelompok mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK. Jumlah jenis konsepsi keliru yang tetap bertahan setelah pembelajaran pada kelompok model pembelajaran KKS hanya separuh jumlah jenis konsepsi keliru yang tetap bertahan setelah pembelajaran pada kelompok model pembelajaran NKK. Kesembilan; Perbedaan kelompok TBL (Konkret dan Formal) tidak menunjukkan pengaruh berarti terhadap peningkatan PK. Demikian pula, perbedaan kelompok TBL (Konkret dan Formal) dan perbedaan model pembelajaran (KKS dan NKK) tidak menunjukkan adanya interaksi yang berarti terhadap PK mahasiswa. Meskipun tidak ada interaksi, sejalan dengan kesimpulan Kedelapan di atas, perbedaan model pembelajaran (KKS dan NKK) ternyata lebih berpengaruh daripada perbedaan kelompok TBL (Konkret dan Formal) terhadap peningkatan PK mahasiswa. Kesimpulan ini didasarkan pada jumlah PK mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Jumlah PK mahasiswa kelompok TBL Formal pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK. Kesepuluh; Penerapan model pembelajaran KKS dalam perkuliahan Fisika Dasar membangkitkan pembelajaran kooperatif, yang membantu pembelajar bekerja bersama secara efektif, dan pada dasarnya akan bermuara pada keterampilan sosial, penghargaan pada diri (self-esteem) dan kemampuan belajar akademik. Dilihat dari kegiatan mahasiswa pada pelaksanaan model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK, para mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih terlibat secara verbal terhadap konsep-konsep

151 Fisika dibandingkan para mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK. 5.2 Implikasi Berdasarkan pada kesimpulan yang ditarik dari temuan-temuan penelitian ini, pada bagian ini dikemukakan implikasinya terhadap pengajaran Fisika Dasar di LPTK tempat penelitian. Berdasarkan pada data kualitatif yang mengindikasikan kesuksesan diskusi kelompok pada pelaksanaan model pembelajaran KKS, berimplikasi pada pemikiran bahwa diskusi kelompok yang sifatnya belajar kooperatif, bukan kompetitif, merupakan faktor penentu peningkatan KKFF, KS dan PK pada perkuliahan Fisika Dasar dengan model pembelajaran KKS. Berdasarkan kesimpulan yang ditarik atas hasil pengujian hipotesis-hipotesis penelitian ini, para mahasiswa akan dapat ditingkatkan KKFF, KS dan PK, jika para dosen Fisika Dasar menerapkan model pembelajaran KKS sebagai ganti model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar ataupun model pembelajaran lain yang didominasi metode ceramah dalam perkuliahan Fisika Dasar. Berdasarkan kesimpulan yang ditarik atas hasil analisis terhadap hasil kuesioner mahasiswa yang mengalami pembelajaran dengan model pembelajaran KKS, ternyata kegiatan mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS berimplikasi pada sikap mahasiswa. Model pembelajaran KKS mempromosikan sikap mahasiswa yang lebih positif terhadap belajar.

152 5.3 Rekomendasi Berdasarkan pada bukti-bukti yang dikumpulkan dalam penelitian ini, pada bagian ini peneliti mengemukakan rekomendasi sebagaimana diuraikan di bawah ini. Pertama; Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS hendaknya menjadi salah satu alternatif pilihan dosen Fisika Dasar dalam pencapaian tujuan mata-mata kuliah tersebut sebagai salah satu mata kuliah Program Bersama Program S-1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS memungkinkan pencapaian sasaran pembelajaran yang komprehensip yang memuat dimensi: Kemampuan Konkret dan Formal Fisika, Pemahaman Konsep Fisika, dan Pengubahan Konsepsi Keliru menjadi Konsepsi Saintifik. Dengan demikian, pembelajaran Fisika Dasar dengan model pembelajaran KKS dapat membina landasan berpikir yang sama dan mengembangkan wawasan yang luas mengenai rumpun IPA, serta dapat berfungsi sebagai wahana bagi pengembangan sikap ilmiah dan pembinaan cara-cara belajar di perguruan tinggi. Kedua; Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS hendaknya menjadi salah satu alternatif pilihan dosen Fisika Dasar dalam meningkatkan aktivitas dosen dan mahasiswa untuk menumbuhkan sikap yang lebih positif terhadap belajar. Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS memungkinkan mahasiswa aktif terlibat di kelas dalam: mengemukakan tanggapan atau ide atau gagasan terhadap sesuatu yang dipelajari dalam perkuliahan di kelas dan merumuskan penjelasan atau pengertian terhadap gejala-gejala atau persoalan fisika.

153 Ketiga; Karena landasan teoretis model pembelajaran KKS mencakup kedua corak konstruktivisme maka pada pelaksanaannya hendaknya dosen pelaksana model memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang perbedaan model pembelajaran konstruktivis dengan model non konstruktivis serta cukup terampil mengelola kelas berdasarkan kondisi yang dibutuhkan model pembelajaran konstruktivis. Dengan demikian, model pembelajaran KKS yang sudah siap pakai sebagai hasil penelitian ini direkomendasikan sebagai masukan bagi para pengelola mata-mata kuliah Program Bersama Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Masukan tersebut adalah temuan penelitian berupa proses belajar mengajar dan hasil belajar memakai model pembelajaran KKS serta konsepsi mahasiswa terhadap konsep-konsep materi perkuliahan tengah semester kedua mata kuliah Fisika Dasar II MIPA LPTK. Keempat; Mengingat bahwa kurikulum baru sekarang ini (baik perguruan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah didorong memakai kurikulum berbasis kompetensi) menuntut pendekatan konstruktivis sebagai pendekatan pembelajaran maka suka atau tidak suka dosen/guru hendaknya mulai mencoba menerapkan berbagai model pembelajaran konstruktivis. Model pembelajaran KKS sebagai hasil penelitian ini dapat langsung dipakai dengan sedikit penyesuaian di sana sini. Dosen/guru dapat memakai uraian pengembangan model pembelajaran KKS dalam Bab II, Bab III dan Bab IV disertasi ini sebagai ramburambu (petunjuk) untuk menyesuaikan model pengajaran KKS hasil penelitian ini dengan kebutuhannya. Kelima; Pada dasarnya model pembelajaran yang disusun peneliti dalam penelitian ini masih merupakan sebuah model dari banyak model pembelajaran yang dapat disusun berdasarkan strategi konstruktivis. Melihat bahwa hanya lebih

154 besar sedikit dari separuh mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS yang berhasil mencapai nilai KKFF dan KS di atas klassifikasi sedang, diharapkan dilakukan perbaikan model pembelajaran KKS ini melalui penelitian lanjutan oleh peneliti lain maupun nantinya oleh peneliti sendiri. Peneliti menyarankan peneliti lain untuk meneliti model pembelajaran konstruktivis berdasarkan strategi konstruktivis lainnya, dengan mengacu pada kerangka model yang telah disusun dalam penelitian ini. Penelitian lanjutan tersebut diharapkan nantinya akan memberikan petunjuk pada jalan menuju pencapaian model pembelajaran yang paling efektif dari semua model pembelajaran yang dapat ditarik dari berbagai strategi konstruktivis dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada perkuliahan Fisika Dasar di LPTK- FKIP Universitas.