BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Desa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

Muza>ra ah dan mukha>barah adalah sama-sama bentuk kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Implementasi gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang dimiliki.

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Bandar Lampung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN DENGAN SISTEM BON DI WARKOP CAHYO JAGIR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli hukum Islam memberikan pengertian harta ( al-maal ) adalah. disimpan lama dan dapat dipergunakan waktu diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena ketidak percayaan di antara manusia, khususnya di zaman sekarang ini.

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB IV ANALISIS SADD AL-DHARI AH TERHADAP DAMPAK GADAI EMAS TANPA SURAT/NOTA PEMBELIAN DI UNIT PEGADAIAN SYARIAH KOMPLEKS PASAR PAKIS SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB IV DENGAN UANG DI DESA LAJU KIDUL KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

ARTICLE REVIEW. Penulis buku/artikel : Safrizal. : Jurnal Ilmiah Islam Futura. A. Isi Buku / Artikel

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI. A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI INTAN DENGAN PERANTARA DI PASAR INTAN MARTAPURA KABUPATEN BANJAR

dalam ibadah maupun muamalah. Namun nas-nas syarak tidak secara rinci memberikan solusi terhadap berbagai macam problematika kehidupan manusia.

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI DENGAN SISTEM PANJAR DI DESA JENARSARI GEMUH KENDAL

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

dasarnya berlandaskan konsep yang sesuai dengan Syariat agama Islam. perubahan nama di tahun 2014 Jamsostek menjadi BPJS (Badan

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Kerena manusia sebagai makhluk

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan

BAB III PRAKTIK GADAI KTP DI KELURAHAN SIMOLAWANG KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA

BAB IV ANALISIS HYBRID CONTRACT PADA PRODUK GADAI ib EMAS DI PT. BRI SYARIAH KCP GRESIK

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor

PELAKSANAAN AKAD RAHN DALAM LAYANAN GADAI DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG KALIGARANG-SEMARANG (TINJAUAN MANAJEMEN DAKWAH)

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Keabadian Islam dan kekuatan Islam tersebut telah terbukti sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISA A. PELAKSANAAN IB RAHN EMAS DI BANK JATENG SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS.

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB III PRAKTIK TEBUSAN GADAI TANAH SAWAH YANG DIKURS DENGAN REPES DI DESA BANGSAH

A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Rak Antara. Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Substansi dari jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima

SURAT PERJANJIAN GADAI TNAH

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai di istilahkan dengan rahn dan juga dapat

shahibul maal yang menyediakan seluruh modalnya, sedangkan pihak kedua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG.

BAB IV PEMBAHASAN. A. Implementasi Akad pada produk Gadai Emas di bank Syariah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian masyarakat berdampak terhadap

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Desa Bumiharjo, Kec Batanghari, Kab Lampung-Timur Untuk mendapatkan informasi mengenai mekanisme praktik gadai sawah yang selama ini dijalankan oleh masyarakat Desa Bumiharjo, disini terdapat beberapa informan yang bersedia untuk mengungkapkan tentang mekanisme tersebut. Mereka diantaranya adalah para pihak penggadai dan penerima gadai sawah, ulama desa setempat, dan juga kepala Desa Bumiharjo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung-Timur. 1. Praktik Gadai Sawah Dari hasil informasi yang didapat peneliti mengenai mekanisme praktik gadai sawah di Desa Bumiharjo, yaitu menjadikan sawah mereka sebagai barang jaminan atas pinjaman penggadai kepada penerima gadai. Untuk selanjutnya 48

49 sawah yang dijadikan barang jaminan tersebut dapat dimanfaatkan seutuhnya oleh pihak penerima gadai untuk beberapa tahun masa perjanjian dan tanpa adanya bagi hasil. Dalam hal pelunasan hutang apabila si penghutang atau penggadai sawah belum dapat melunasi hutangnya hingga jatuh tempo yang telah ditentukan, maka pihak penerima gadai masih bisa meneruskan untuk menggarap sawah yang dijadikan jaminan tersebut sampai penggadai tersebut dapat melunasi hutangnya. Akan tetapi apabila pihak penggadai dapat melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo, maka pihak penerima gadai tidak akan memperbolehkan pihak penggadai untuk melunasi hutangnya terlebih dahulu sampai batas waktu yang ditentukan. Akan tetapi, apabila pihak penggadai tetap memaksa untuk mengembalikan hutangnya maka pihak penggadai akan menerima sejumlah denda atau sawahnya belum dapat diambil atau digarap olehnya sampai batas waktu perjanjian selesai. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari beberapa informan yang bersedia untuk diwawancara, yaitu: a) Ibu Painem umur 52 tahun pendidikan terakhir adalah sekolah dasar (SD), beliau adalah merupakan pihak penggadai sawah. Beliau menyatakan bahwa Mekanisme gadai yaitu: pertama pihak penggadai meminjam sejumlah uang kepada pihak penerima gadai dengan jumlah kurang dari harga sawah yang akan digadaikan. Lama pinjaman ditentukan diawal perjanjian dengan melihat jumlah uang pinjaman. Pada saat akad dilakukan tidak ada penyerahan sertifikat tanah karena dianggap tidak boleh. Perjanjian dilakukan secara tertulis dengan menggunakan materai dan juga terdapat saksi dari masing-masing pihak (saat transaksi gadai

50 yang selanjutnya tidak menggunakan materai dan juga saksi). Pihak penggadai tidak boleh melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo yang telah disepakati. Karena terikat dengan janji di awal maka pihak penggadai terpaksa harus mentaatinya. Karena apabila pihak penggadai memaksa untuk membayar hutang sebelum jatuh tempo, maka dia akan dikenai dengan denda sesuai dengan perkiraan jumlah hasil garapan yang belum diselesaikan. 57 b) Pak Minto umur 55 tahun pendidikan terakhir adalah tamat sekolah dasar (SD) dan Ibu Darmi umur 50 tahun pendidikan terakhir beliau adalah sekolah dasar (SD), yaitu pasangan suami istri yang pernah menggadaikan sawah mereka. Saat ditanya mengenai mekanisme gadai sawah mereka menyatakan bahwa: pertama pihak penggadai menawarkan kepada pihak penerima gadai untuk meminjam sejumlah uang, dengan menjadikan sawah sebagai jaminanya. Selanjutnya saat diadakan perjanjian tersebut tidak menghadirkan saksi, dan juga tidak terdapat perjanjian secara tertulis, artinya perjanjian yang dilakukan hanya cukup dengan melalui lisan. Perjanjian dengan macam tersebut dilakukan karena mereka beranggapan bahwa meminjam uang kepada orang lain adalah aib yang harus ditutupi agar tidak menyebar luas sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi masing-masing pihak. Dan untuk jaminan mereka tidak menyerahkan sertifikat tanah akan tetapi langsung memberikan sawah yang akan digadaikan. Selama sawah tersebut digadaikan, maka 57 Painem, wawancara, Bumiharjo, 17 Desember 2013.

51 pihak penerima gadai sebagai pemegang sawah tersebut berhak untuk menggarap sawahnya hingga waktu yang telah ditentukan. Apabila pihak penggadai dapat melunasi hutangnnya sebelum jatuh tempo, maka pihak penerima gadai tidak bersedia untuk menyerahkan sawah yang dijadikan jaminan sampai batas waktu yang telah ditentukan. 58 c) Ibu Ngainah umur 48 tahun pendidikan terakhir adalah SPG, menyatakan bahwa ketika beliau menggadaikan sawahnya yaitu untuk menjadi jaminan dari sejumlah uang yang dipinjamnya kepada pihak penerima gadai, akan tetapi dalam perjanjian tidak ditentukan jangka waktunya, sehingga apabila beliau dapat melunasi hutangnya maka beliau berhak mendapatkan kembali sawahnya, akan tetapi apabila beliau belum bisa melunasi hutangnya maka sawah yang menjadi jaminan akan terus digarap oleh pihak penerima gadai. Akad tersebut dilakukan secara lisan tanpa adanya saksi. 59 d) Ibu Ida fitria umur 33 tahun pendidikan terakhir adalah SMA yaitu sebagai pihak penerima gadai menyatakan bahwa: Mekanisme gadai adalah dengan meminjam sejumlah uang dengan jumlah kurang dari harga sawah yang akan digadaikan, dengan perjanjian untuk beberapa tahun lama pinjaman. Akad dilakukan secara lisan tanpa adanya saksi karena sudah saling percaya antara warga desa setempat. Pada saat akad terjadi tidak ada penyerahan sertifikat tanah, karena menurut beliau penyerahan sertifikat tanah tidak dibolehkan. Apabila pihak penggadai dapat melunasi 58 Minto, Darmi, wawancara, Bumiharjo, 18 Desember 2013 59 Ngainah, wawancara, Bumiharjo, 7 Maret 2014,

52 hutangnya sebelum jatuh tempo maka pihak penerima gadai tetap menggarap sawah tersebut hingga selesai perjanjian yang telah ditentukan, apabila pihak penggadai tidak menerima maka pihak penggadai harus membayar sejumlah denda yang ditentukan oleh pihak penerima gadai sesuai dengan perkiraan hasil garapan yang belum diselesaikan. 60 e) Bapak Nasip umur 56 tahun pendidikan terakhir adalah menamatkan sekolah dasar (SD), beliau adalah merupakan pihak penerima gadai menyatakan bahwa: mekanisme gadai yang dipraktikkan yaitu, pertama pihak penggadai meminjam uang dengan menjadikan sawah sebagai barang jaminan untuk beberapa tahun garapan. Dalam masalah akad perjanjian tidak menggunakan surat resmi, atau hanya dengan secara lisan, juga tidak terdapat saksi dan tidak adanya penyerahan sertifikat tanah. Apabila telah jatuh tempo perjanjian pelunasan hutang, akan tetapi pihak penggadai belum bisa melunasinya maka sawah tersebut akan terus digarap oleh pihak penerima gadai. Dan apabila pihak penggadai ingin melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo, maka tidak diperbolehkan sampai waktu garapan telah selesai. 61 f) Ibu Sulasmi umur 53 tahun pendidikan terakhir adalah sekolah dasar (SD), sebagai pihak penerima gadai menyatakan, bahwa beliau pernah menggadai sawah milik tetangganya, akan tetapi sebelum jatuh tempo pengembalian hutang pihak penggadai sudah dapat melunasi hutangnya. Dan dengan terpaksa beliau mengembalikan sawah garapan tersebut 60 Ida fitria, wawancara, Bumiharjo, 16 Desember 2013 61 Nasip, wawancara, Bumiharjo, 7 Maret 2014

53 kepada pihak penggadai. Padahal sesungguhnya kata beliau sawh tersebut belum dapat dikembalikan karen masih dalam masa perjanjian, akan tetapi karena penggadai adalah tetangga dekat sehingga beliau memperbolehkannya. Dalam masalah akad perjanjian tidak menggunakan surat resmi, atau hanya dengan secara lisan, juga tidak terdapat saksi dan tidak adanya penyerahan sertifikat tanah. 62 g) Bapak H. Ta yin umur 57 tahun pendidikan terakhir adalah sekolah dasar (SD) dan juga menematkan pada pondok pesantren, beliau sebagai ulama desa menyatakan bahwa mekanisme gadai yang ada di Desa Bumiharjo adalah: pertama pihak penggadai meminjam sejumlah uang kepada pihak penerima gadai dengan manjadikan sawahnya sebagai barang jaminan. Selanjutnya sawah tersebut dapat digarap sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan. Selama sawah tersebut digarap oleh pihak penerima gadai, maka pihak pihak penggadai tidak akan mendapatkan bagi hasil dari hasil garapan tersebut. Apabila telah jatuh tempo pengembalian hutang dan pihak penggadai belum bisa melunasi hutangnya, maka sawah tersebut akan terus digarap oleh pihak penerima gadai sampai pihak penggadai dapat melunasi hutangnya. Akan tetapi, apabila sebelum jatuh tempo dan pihak penggadai dapat melunasi hutangnya, maka pihak penerima gadai tidak akan memperbolehkannya samapai selesai masa garapannya. Menurut beliau, praktik gadai di Desa Bumiharjo bersifat menyusahkan pihak penggadai atau pihak yang memiliki sawah. Karena, walaupun pihak 62 Sulasmi, wawancara, Bumiharjo, 7 Maret 2014

54 penerima gadai telah mendapatkan keuntungan dari hasil garapan sawahnya, dia juga masih berkewajiban untuk melunasi hutangnya secara penuh. 63 h) Bapak Mahfud Sidiq umur 55 tahun pendidikan terakhir adalah SMA, beliau selaku Kepala Desa Bumiharjo menyatakan, bahwa praktik gadai yang selama ini dilakukan oleh masyarakat desa adalah pertama dengan meminjam uang dan menjadikan sawah sebagai jaminannya. Selanjutnya sawah tersebut dapat digarap penuh oleh pihak penerima gadai selama waktu yang telah ditentukan. Menurut beliau di Desa Bumiharjo tidak menerapkan sistem sita, yang artinya bahwa apabila pihak penggadai belum dapat melunasi hutangnya maka pihak penerima gadai akan terus menggarap sawah tersebut sebagai barang jaminan bukan sebagai hak miliknya sampai pihak penggadai dapat melunasi hutang tersebut. Apabila sebelum jatuh tempo hutang telah dilunasi, maka pihak penerima gadai masih menggarap sawah tersebut sampai waktu yang telah ditentukan. Pada saat perjanjian tersebut dilakukan hanya dilakukan antara pihak penggadai dan penerima gadai tanpa melibatkan pamong Desa. 64 Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa praktik gadai sawah yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Desa Bumiharjo adalah dengan cara lisan tanpa menghadirkan saksi. Karena menurut mereka transaksi tersebut adalah aib, sehingga tidak boleh diketahui oleh orang lain. Adapun yang menggunakan 63 Ta yin, wawancara, Bumiharjo, 4 maret 2014. 64 Mahfud Sidiq, wawancara, Bumiharjo, 6 Maret 2014.

55 saksi dan perjanjian tertulis, dilakukan saat transaksi gadai yang pertama, akan tetapi saat transaksi gadai selanjutnya tidak lagi menggunakan saksi dan juga tidak secara tertulis. 2. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai Praktik denda yang selama ini dilakukan oleh pihak penerima gadai kepada penggadai sawah adalah, pihak penerima gadai selaku pemegang sawah gadai yang selama sawah gadai tersebut berada menjadi jaminan gadai telah dimanfaatkan secara penuh tanpa adanya bagi hasil kepada pihak penggadai sawh. Pihaknya menolak untuk mengembalikan sawah gadai tersebut kepada pihak penggadai walaupun pihak penggadai tersebut telah melunasi hutangnya. Karena pelunasan tersebut dilakukan sebelum jatuh tempo yang telah disepakati. Namun, apabila pihak penggadai memaksa meminta sawahnya kembali, maka pihak penggadai akan menerima denda dari pihak penerima gadai sebesar prakiraan hasil panen dari sisa garapan yang belum terpakai. Karena pihak penerima gadai merasa bahwa garapan sawah tersebut masih menjadi haknya. Sehingga pihaknya merasa dirugikan apabila pihak penggadai sawah mengambil sawah gadai tersebut sebelum jatuh tempo kesepakatan. B. Tinjauan Urf Terhadap Praktik Denda Bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Kalangan Masyarakat Desa Bumiharjo, Batanghari, Lampung-Timur Setelah peneliti mendapat beberapa informasi dari hasil wawancara dan dari hasil yang lainnya. Bahwa sesungguhnya praktik gadai sawah yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Desa Bumiharjo adalah berdasarkan atas sikap saling

56 tolong menolong antar sesama warga desa yang membutuhkan. Akan tetapi setelah gadai tersebut dijalankan sesungguhnya timbul permasalahan yang lain. Yaitu dengan adanya pembebanan terhadap pihak penggadai sawah atau yang disini berperan sebagai pihak yang memiliki hutang. Pembebanan yang dimaksudkan disini adalah, bahwa dengan dijadikannya sawah tersebut sebagai jaminan gadai atas hutangnya. Karena selama sawah tersebut menjadi barang jaminan dan dipegang oleh pihak penerima gadai, maka sawah tersebut akan digarap oleh pihak penerima gadai. Dan selama sawah tersebut digarap oleh pihak penerima gadai, maka pihak penggadai tidak akan mendapatkan bagi hasil dari hasil garapan sawah tersebut. Apabila seluruh hutangnya sudah dibayar lunas, maka gadai tersebut telah berakhir. Akan tetapi yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Desa Bumiharjo adalah sebaliknya. Yaitu selama masa perjanjian gadai belum berakhir maka pihak penerima gadai masih dapat menggarap sawah yang dijadikan barang gadai tersebut. Selain penggadai tidak mendapatkan bagi hasil dari hasil garapan sawah tersebut. Pihak penggadai juga harus tetap melunasi hutangnya secara penuh kepada pihak penerima gadai. Sehingga selain mendapatkan hutangnya dibayarkan, pihak penerima gadai juga mendapatkan keuntungan dari hasil penggarapan sawah yang digadaikan tersebut. Apabila pihak penggadai tidak dapat melunasi hutangnya setelah jatuh tempo, maka sawah tersebut tetap akan digarap oleh penerima gadai. Namun

57 sebaliknya, apabila pihak penggadai dapat melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo maka dia akan tetap belum bisa menggarap sawahnya sampai sisa garapan diselesaikan oleh pihak penerima gadai. Sehingga tidak ada pilihan bagi pihak penggadai sawah antara melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo ataupun setelah jatuh tempo. Karena pihak penggadai tetap tidak bisa mendapatkan sawahnya kembali sebelum penerima gadai menyelesaikan garapannya. Hal-hal tersebut diatas terjadi karena adanya kekeliruan saat awal akad dilakukan. Yaitu karena adanya ketidak sempurnaan atau ketidak sahan akad yang terdapat pada awal akad dilakukan. Yaitu apabila kita lihat dengan adanya syarat yang ditetapkan pada saat terjadinya akad transaksi gadai. Sedangkan syaratsyarat tersebut dapat dikatakan bahwa tidak memenuhi syariat Islam. Dapat dinyatakan demikian karena syarat-syarat yang diajukan dalam akad tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam. Dan juga sesungguhnya kewajiban untuk memenuhi syarat dalam sebuah akad adalah sesuai dengan kemampuan. Adat denda terhadap penggadai sawah oleh penerima gadai tersebut termasuk kedalam salah satu kaidah urf yaitu Sesuatu yang sudah dikenal secara المعروف ( syarat, urf (adat) adalah seperti sesuatu yang disyaratkan dengan suatu (adat) yaitu sesuatu yang sudah dikenal (masyhur) secara urf,(عرفا كالمشروط شرطا dalam sebuah komunitas masyarakat adalah menempati posisi (hukumnya) sama

58 dengan sebuah syarat yang disyaratkan (disebutkan dengan jelas), walau sesuatu itu tidak disebut dalam sebuah akad (transaksi) atau ucapan. 65 Akan tetapi syarat-syarat ini tidak lepas dari empat keadaan, yaitu: (1) syarat-syarat yang ditetapkan syariat kebolehannya (shart jaiz). Ini diperbolehkan, seperti syarat khiyar; (2) syarat-syarat yang salah dan diabaikan, tapi tidak membatalkan akad (shart fasi/shart laghw). Ini jelas dilarang, seperti syarat kepada pembeli agar tidak menjual lagi barangnya; (3) syarat-syarat yang membatalkan akad (shart bathil). Ini jelas-jelas merusak dan membatalkan akad, seperti syarat kepada pembeli yang tidak boleh memanfaatkan barang yang dibelinya; dan (4) syarat-syarat yang didiamkan oleh syariat (shart maskut). Ini kembali ke hokum asalnya. Contoh aplikasi kaidah ini dalam muamalah adalah jika seorang pemilik harta dalam akad mudharabah mensyaratkan suatu syarat kepada mudharib (pekerja) dalam sebuah bisnis, seperti dengan syarat untuk tidak keluar dari negaramu, maka itu adalah persyaratan yang mengikat yang wajib ditaati. Ini dalam fiqh muamalah dikenal dengan mudharabah muqayyadah. 66 Praktik gadai sawah dengan terdapatnya syarat-syarat yang harus dilakukan tersebut termasuk kedalam syarat-syarat yang membatalkan akad (shart bathil). Ini jelas-jelas merusak dan membatalkan akad, karena dengan adanya syarat berupa denda apabila pihak penggadai sawah dapat melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo. Dengan demikian tidak ada pilihan yang terbaik bagi pihak 65 Abbas Arfan, Kaidah-kaidah Fiqh Muamalah dan Aplikasinya dalam Ekonomi Islam & Perbankan Syariah, Buku Daras, Malang: Fakultas Syariah UIN Maliki, 2012, h. 184 66 Abbas, Kaidah-kaidah Fiqh Muamalah, h. 225

59 penggadai sawah. Karena pihak penggadai sawah tetap mendapatkan kerugian walaupun pihaknya dapat melunasi hutang sebelum jatuh tempo. Karena dengan adanya penetapan syarat-syarat tersebut maka akad dapat dianggap batal, akan tetapi yang terjadi di masyarakat Desa Bumiharjo sebaliknya. Karena walaupun akad tersebut tidak sah transaksi gadai sawah tetap dilanjutkan. Maka seperti itulah adat yang selama ini berkembang di masyarakat Desa tersebut. Apabila dilihat dari masa berakhirnya gadai, maka sesungguhnya gadai tersebut dapat berakhir pada saat si penggadai atau si penghutang dapat melunasi hutangnya tersebut. Hal ini tidak dapat dilaksanakan karena adanya persyaratan yang mengikat pihak penggadai sawah pada saat akad gadai tersebut dilakukan. Menurut Hukum Islam berakhirnya gadai (rahn) ada dua cara yaitu, diantaranya 67 : 1. Rahin membayar pokok pinjaman dan jasa simpan sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan. 2. Menjual marhun apabila rahin tidak memenuhi kewajibannya ketika jatuh tempo. Mekanisme penjualan marhun yaitu dengan melakukan pemberitahuan selambat-lambatnya 5 hari sebelum tanggal penjualan. Diatas telah terlihat jelas bahwa akad gadai akan berakhir apabila Rahin membayar pokok pinjaman dan jasa simpan sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan. Sudah jelas dinyatakan bahwa apabila pihak penghutang dapat 67 A. Zainuddin dan jamhuri, al-islam 2 Muamalah dan Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 1998, h. 24

60 mengembalikan hutang pokoknya, dan juga jasa simpan maka akad gadai telah berakhir. Namun yang terjadi pada masyarakat Desa Bumiharjo sebaliknya. Karena walaupun pihak penghutang telah melunasi hutang pokoknya akan tetapi akad gadai belum dinyatakan berakhir sebelum benar-benar waktu kesepakatan gadai telah selesai. Praktik gadai sawah tersebut apabila kita tinjau dari rukun dan syarat gadai maka sudah dapat dinyatakan sah. Terdapat beberapa syarat dan juga rukun gadai (Rahn), yaitu : 1. Syarat Gadai (Rahn) a. Sehat fikirannya b. Dewasa, baligh c. Barang yang digadaikan telah ada di waktu gadai d. Barang gadai bisa diserahkan/dipegang oleh penggadai 68 1) Rukun dan unsur-unsur Gadai (Rahn) 69 Rahn memiliki empat unsur, yaitu rahin (orang yang memberikan jaminan), al-murtahin (orang yang menerima), al-marhun (jaminan), dan al-marhun bih (hutang). Akan tetapi apabila dilihat dari pemanfaatan barang gadai belum dapat dinyatakan sah karena adanya ketidak jelasan pada hasil panen dari hasil garapan sawah tersebut. Karena pihak penggadai tidak pernah mengetahui besar kecilnya hasil panen yang diperoleh oleh pihak penerima gadai. Dan juga karena tidak 68 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Grafindo Persada, 2000, h 105 69 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2000, h 162

61 adanya kesepakatan bagi hasil panen dari garapan sawah tersebut setelah dipotong dengan biaya perawatan barang gadai, atau hasil bersih panen tersebut. Apabila adat yang selama ini berlaku di masyarakat Desa Bumiharjo mengenai denda tersebut dikaitkan dengan urf maka hal tersebut tidak dapat dinyatakan masuk kedalam kategori urf yang dibolehkan dalam syariat Islam. Karena terdapat syarat-syarat dan unsur-unsur urf yang harus dilakukan apabila ingin dianggap sesuai dengan syariat. Karena bukan setiap adat kebiasaan dapat diterima mentah-mentah saja, karena suatu adat bisa diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut: 70 1. Tidak bertentangan dengan syariat, yaitu sebuah adat yang baik dan bukan adat buruk; 2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemashlahatan; 3. Tidak berlaku pada umumnya orang muslim; 4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdah; dan 5. Adat atau urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya. Setelah membandingkan antara adat yang berlaku di Desa Bumiharjo dengan persyaratan urf tersebut, maka dapat diketahui bahwa sesungguhnya urf yang terjadi pada masyarakat Desa Bumiharjo tidak memenuhi syarat urf. Yaitu karena bertentangan dengan syariat Islam dengan dibebankan syarat-syarat 70 Abbas, kaidah-kaidah Fiqh Muamalah, h. 173

62 mengikat yang tidak dapat dilakukan oleh pihak penggadai pada saat akad dilakukan. Dan juga menimbulkan kemafsadatan, karena dengan dengan syarat saat akad tersebut sehingga mengikat pihak penggadai sawah. Oleh karena itu maka pihak penggadai sawah tidak memiliki pilihan lain selain mentaatinya. Sehingga karena adanya kemafsadatan tersebut, maka urf tersebut tidak dapat diserap oleh hukum Islam. Karena adat dapat dibagi kepada 4 kelompok, yaitu: 71 1. Adat yang lama secara substansial dan dalam hal pelaksanaannya mengandung unsur kemaslahatan. Maksudnya, unsur manfaatnya lebih besar dari unsur mudharatnya. Adat dalam hal bentuk ini diterima sepenuhnya dalam hukum Islam; 2. Adat lama yang pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur maslahat, namun dalam pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk ini dapat diterima hukum Islam, namun dalam pelaksanaan selanjutnya mengalami perubahan dan penyesuaian; 3. Adat lama yang pada prinsip dan pelaksanaannya mengandung unsur mafsadat. Adat dalam bentuk ini ditolak hukum Islam secara mutlak; 4. Adat atau urf yang telah berlangsung lama, diterima oleh orang banyak karena tidak mengandung unsur mafsadat dan tidak bertentangan dalil syara. Adat yang selama ini berkembang dikalangan masyarakat Desa Bumiharjo mengenai praktik gadai sawah dengan denda termasuk kedalam kelompok adat 71 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, Jakarta: Kencana, 2011, h. 393-396

63 lama yang pada prinsip dan pelaksanaannya mengandung unsur mafsadat. Adat dalam bentuk ini ditolak hukum Islam secara mutlak. Karena denda yang dibebankan oleh penerim gadai kepada pihak penggadai mengandung unsur mafsadat. Unsur mafsadat dari denda tersebut adalah, karena denda tersebut akan memberatkan bagi pihak penggadai sawah. Sebab selama sawah tersebut manjadi barang jaminan maka pihak penggadai tidak dapat memanfaatkan sawah tersebut. Karena sawah tersebut dimanfaatkan secara penuh oleh pihak penggadai sawah tanpa adanya bagi hasil. Apabila pihak penggadai ingin menggarap sawahnya kembali, maka pihak penggadai harus menunggu sampai dengan waktu yang telah ditentukan. Karena pihak penggadai tidak dapat mengambil kembali sawahnya walaupun telah melunasi hutang pokoknya kepada pihak penerima gadai. Karena pelunasan hutang tersebut dilakukan pada saat waktu perjanjian gadai belum berakhir. Sehingga bagi pihak penggadai tidak memiliki pilihan selain mengikuti ketentuan tersebut.