BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Macam macam mikroba pada biogas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

I. PENDAHULUAN. Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

Media Kultur. Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4. Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Keragaman mikroorganisme 2 ( prokaryotz/archaea &eukaryote ) Kelompok e

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB I PENDAHULUAN. bersifat sebagai katalisator yaitu zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

1. Pengertian Enzim. Makalah Baru Amilase I. PENDAHULUAN

Produksi dan Karakterisasi Enzim Kitinase dari Bakteri Kitinolitik Asal Kerang Anadara Granosa

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Xilanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA. Brock, T.D Thermophiles: General, Molecular and Applied Microbiology. USA: John Wiley & Sons, Inc. Hlm

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. enzim bersifat tahan lingkungan yang mampu melakukan aktifitas pada

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Termofilik Sumber air panas merupakan salah satu hasil aktivitas geotermal. Air panas yang keluar melalui rekahan-rekahan bumi mengalir membentuk kolam-kolam kecil dan aliran yang menyerupai sungai (Yani, 2003). Air panas mengandung kadar mineral yang tinggi seperti sulfur dan kalsium. Sumber air panas memiliki ph asam sampai alkali. Air panas yang keluar mengandung hidrogen sulfat, karbon dioksida, senyawa-senyawa karbon organik dengan berat molekul rendah, metana, hidrogen, amonia dan elemen-elemen garam seperti sulfur, besi, karbonat fosfor, bikarbonat dan sebagainya (Brock, 1986). Sejumlah bakteri termofilik yang telah ditemukan ternyata berasosiasi dengan berbagai lingkungan geotermal (Brock, 1986). Mikroorganisme termofilik hidup di lingkungan ekstrim dengan suhu di atas 50 C (Rudiana, 2003). Beberapa bakteri termofilik seperti Sulfolobus dapat ditemukan pada sumber air panas dengan ph rendah dan kandungan sulfur yang tinggi. Pyrodictium dapat ditemukan pada sumber air panas dengan ph netral, sedangkan Methanococcus jannasch yang tergolong bakteri termofilik metanogen berhasil diisolasi dari zona laut dalam (Brock, 1986). Genus Bacillus, Clostridium, Thermoactinomyces, Methanobacterium dan kemungkinan terdapat beberapa genus lain sering ditemukan pada suhu sampai 70 ºC (Zubaidah, 2000). Pada umumnya kelompok bakteri termofilik mempunyai struktur sel yang memiliki beberapa kelebihan dibanding kelompok bakteri lainnya (Zubaidah, 2000). Bakteri termofilik memiliki kandungan lipid yang tinggi asam lemak jenuh. Struktur tersebut memungkinkan membran tetap stabil dan fungsional pada suhu tinggi. Protein yang tahan panas didukung oleh peningkatan jumlah ikatan ion antara asam amino basa dan asam, dan memiliki struktur yang sangat hidrofobik. Struktur tersebut kemungkinan dapat menurunkan rusaknya ikatan ionik pada struktur protein, dan protein pada organisme termofilik mempunyai ketahanan alami dalam cairan sitoplasma (Madigan et al. 2009). Stabilitas panas

terjadi akibat interaksi multipoint dengan komponen sel lain dan adanya faktor spesifik penstabil panas (Nam-Soo & Kim, 1991). 2.2 Kitin Kitin merupakan polimer dari β-1,4 N-asetil-D-glukosamin (Gambar 1.) dan merupakan biopolimer terbesar kedua setelah selulosa (Flach et al. 1992). Lebih kurang 10 gigaton (1 x 10 13 kg) kitin disintesis dan didegradasi di biosfer (Muzzarelli, 1999). Gambar 1. Struktur Kitin (Gooday, 1990) Kitin merupakan struktur utama penyusun dinding sel fungi (Blumenthal & Roseman, 1957), dan ditemukan juga pada eksoskleton serangga, fungi, yeast, alga, serta golongan crustacea seperti kepiting, udang kecil dan lobster (Bhattacharya et al. 2007). Pada hewan, kitin merupakan struktur rigid yang terdapat pada eksoskeleton. Hal ini disebabkan pada rantai polimer N-asetil-glukosamin terdapat ikatan hidrogen antar molekul membentuk mikrofibril menghasilkan struktur yang stabil dan rigid, tidak larut dalam air sehingga dapat mengkristal (Shaikh & Deshpande, 1993). 2.3 Kitinase dan Pemanfaatannya Kitinase adalah enzim yang mampu menghidrolisis kitin menjadi N-asetilglukosamin. Degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolitik dengan melibatkan enzim kitinase melalui dua jalur yaitu, pertama adalah degradasi kitin oleh mekanisme kitinolitik yang menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosida dan kedua dihidrolisis oleh kitosanase (Gooday, 1990). Harman et al. (1993) membagi kitinase dalam tiga tipe yaitu:

1. Eksokitinase (EC. 3.2.1.29) dinamakan juga kitobiosidase atau kitin-1,4-ß-kitobiosidase, yaitu enzim yang mengkatalisis secara aktif pembebasan unit-unit diasetilkitobiose tanpa ada unit-unit monosakarida atau oligosakarida yang dibentuk. 2. Endokitinase (EC. 3.2.1.14) yaitu enzim yang memotong secara acak ikatan ß-1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang terbentuk berupa oligomer pendek N- asetilglukosamin (GlcNAc) yang mempunyai berat molekul rendah seperti kitotetraose. Produk yang dihasilkan bersifat mudah larut. 3. ß-1,4-N asetilglukosamidase (EC. 3.2.1.30) adalah suatu enzim kitinolitik yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dengan menghasilkan monomer-monomer GlcNAc. Kitinase merupakan salah satu enzim yang menarik untuk diisolasi karena kemampuannya untuk menghidrolisis kitin menjadi turunan kitin yang sangat banyak manfaatnya. Peranan kitinase sebagai pengendali hayati sangat menjanjikan untuk dimanfaatkan sebagai biopestisida yang aman dan ramah lingkungan (Terayama et al. 1993). Kitinase dapat mendegradasi kitin yang merupakan komponen utama dinding sel jamur. Pada tumbuhan, kitinase digunakan sebagai pertahanan dalam melawan serangan patogen yang mengandung kitin. Pemanfaatan isolat kitinolitik lokal asal Sumatera Utara telah digunakan sebagai pengendalian jamur (Suryanto & Munir 2006). Suryanto et al. (2010) melaporkan bakteri kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium pada benih cabai. Dewi (2011) menunjukkan bahwa 6 isolat bakteri kitinolitik yang diisolasi dari lingkungan perairan budidaya ikan gurami yaitu PB05, PB08, PB13, PB14, PB15, dan PB17 mampu menurunkan tingkat mortalitas serta meningkatkan daya tetas telur yang diinfeksi Saprolegnia sp. Kitinase juga berperan sebagai agen biokonversi limbah kitin menjadi protein sel tunggal (Kobayashi et al. 1997) atau senyawa turunannya (Rattanakit et al. 2002). Kitinase dari Aspergillus sp. 501 dan Streptomyces A8.13 yang diproduksi dengan fermentor dapat meningkatkan proses hidrolisis kitin menjadi senyawa turunanannya berupa N-asetil-Dglukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin (Widhyastuti, 2010) yang banyak digunakan untuk terapi penyakit seperti osteoarthritis, gastritis, alergi makanan dan digunakan sebagai prebiotik. GlcNAc telah diaplikasikan dalam industri pangan yaitu dengan penambahannya ke dalam yoghurt dan teh hijau dengan dosis 0,5-1,6 gram (Aiba, 2009).

Aplikasi kitinase dapat dilakukan melalui kloning gen penyandi kitinase. Dua Gen kitinase yaitu chi A dan chi B dari Serratia marcescens disisipkan ke E. Coli kemudian ke Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas putida. Hasil menunjukkan strain Pseudomonas memiliki aktivitas kitinase (Suslow & Jones, 1988). Downing et al. (2000) melaporkan, kloning gen kitinase dari Serratia marcescens ke bakteri Pseudomonas aeruginosa mampu menekan hama penggerek batang pada tebu, Eldana saccharina. Hasil manipulasi genetik dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme potensial yang menghasilkan kitinase dalam kontrol patogen tanaman. 2.4 Bakteri Kitinolitik Sejumlah bakteri ditemukan memiliki aktivitas kitinolitik. Park et al. (2000) berhasil mengisolasi bakteri kitinolitik Vibrio sp. 98CJ11027 dari perairan laut Korea. Bakteri kitinolitik B2-4 dan NA S4-1 berhasil diisolasi dari Gunung Bromo Jawa Timur yang menunjukkan aktivitas kitinolitik tertinggi setelah diinkubasi pada waktu satu dan dua hari (Soeka & Sulistiani, 2011). Hasil isolasi dari sumber air panas Tinggi Raja, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara diperoleh lima isolat yang memiliki aktivitas kitinolitik (Dewi, 2008). Bakteri termofilik Ralstonia sp. A471 telah berhasil diisolasi dari kompos dan diuji aktivitas kitinasenya (Ueda et al. 2005). Bushan (2000) berhasil mengisolasi Bacillus sp. BG-11 dari lingkungan alkali termal. Pada sumber air panas Danau Ranau diperoleh genus Bacillus yang memiliki aktivitas kitinolitik (Muharni, 2010), Bacillus licheniformis MB-2 juga berhasil diisolasi dari Danau Tompaso, Sulawesi Utara (Toharisman, 2004), dan Hamid et al. (2012) melaporkan S. maltophila memproduksi kitinase termostabil dari tanah Jamia Hamdard, New Delhi. 2.5 Karakteristik Kitinase dari Bakteri Kitinolitik Suhu dan ph sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Pada suhu yang tinggi enzim yang merupakan protein dapat terdenaturasi. Semakin tinggi suhu, proses inaktivasi enzim meningkat (Winarno, 1995).

Setiap enzim memiliki kisaran ph optimum yaitu kisaran ph dimana enzim menunjukkan aktivitas maksimum dengan stabilitas yang tinggi (Fresht, 1985). Peningkatan aktivitas enzim pada ph optimum dapat dihubungkan dengan adanya perubahan ionisasi dalam gugus ionik enzim pada sisi aktif sehingga bentuk sisi aktif menjadi lebih efektif dalam mengikat dan mengubah substrat menjadi produk (Webb & Dixon, 1979). Beberapa karakter kitinase dari beberapa bakteri kitinolitik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakter Kitinase dari Beberapa Bakteri Kitinolitik Bakteri ph optimum Suhu Optimum (ᴼC) Stabilitas ph Stabilitas Suhu (ᴼC) Referensi Stenotrophomonas maltophilia SJ602 5,5 60 5-8 60 Hamid et al. (2013) Bacillus subtilis 7 35 - - Karunya et al. (2011) Micrococcus sp. AG84 8 45 8-11 45-60 Annamalai et al. (2010) Bacillus sp. HS,3-1a 5 60 5 55-65 Natsir et al. (2010) Bacillus licheniformis A2 dan A35 5 60 - - Khiyami & Masmali (2008) Ralstonia sp. A-471 5 60 5-10 60 Ueda et al. (2005) 6 70-60 Toharisman (2004) Bacillus licheniformis MB-2 Bacillus sp. 13.26 7 60 7-8 60-70 Purwani (2002) Bacillus sp. BG-11 8,5 50 5-10 70-90 Bushan (2000) Vibrio sp. 98CJ11027 6 45 - - Park et al. (2000) Kin etik a enz im ber upa par am eter K m dan V ma ks. Nilai K m dan V maks bersifat spesifik dan berbeda satu sama lain pada enzim. Nilai K m digunakan untuk menentukan ukuran afinitas suatu enzim dalam menghidrolisis substrat yang merupakan indikator kekuatan kompleks enzim substrat. Nilai K m lebih kecil, maka kompleks enzim substrat mantap dan memiliki afinitas enzim terhadap substrat lebih tinggi, sedangkan jika nilai K m lebih besar maka afinitas enzim terhadap substrat lebih rendah (Bintang, 2010). Dari hasil penelitian yang dilakukan Dahiya et al. (2005) diperoleh nilai K m dan V max kitinase Enterobacter sp. NRG4 adalah sebagai berikut 1,43 mg/ml dan 83,33 µm/µg jam

untuk hidrolisis kitin, 1,41 mg/ml dan 74,07 µm/µg jam untuk koloidal kitin, 1,8 mg/ml dan 40 µm/µg jam untuk regenerasi kitin, dan 2 mg/ml dan 33,33 µm/µg jam untuk kitin glikol. Harini & Martiningrum (2006) melaporkan, Vibrio fluvialis memiliki K m sebesar 7,778% dan V maks sebesar 0,066 mmol per menit. Karakterisasi isolat Streptomyces sp. IK memiliki enzim kitinase dengan nilai V maks 4,26 μg/jam, nilai K m 2,92 mg/ml (Nugroho, 2006).