BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERAN PENDAMPING (PARALEGAL) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

I. PENDAHULUAN. persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

BAB III PENUTUP. penelitian maka dapat diambil kesimpulan seperti berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang dalam perkawinannya menginginkan agar dapat membangun keluarga yang harmonis, damai dan bahagia karena saling mencintai. Sebuah keluarga yang harmonis menjadi tempat yang paling aman dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling menyayangi dan melindungi. Namun pada kenyataannya tidak semua keluarga dapat berjalan secara harmonis seperti yang diharapkan, di mana anggota keluarga dapat merasakan kebahagiaan. Kondisi sebaliknya justru dirasakan yaitu tidak adanya kebahagiaan karena perasaan tertekan, rasa takut, rasa ketidak nyamanan dan lain sebagainya, karena adanya ketidak harmonisan dalam sebuah keluarga. Salah satu hal yang memicu ketidak harmonisan dalam keduanya adalah adanya kekerasan dalam keudanya. Menurut Pasal 1 butir 1 UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah: 1 Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan yang memaksa atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 1 Pasal 1 butir 1 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 1

2 Angka kejadian KDRT di Indonesia terus meningkat berdasarkan data dari Badan Pemberdaya Perlindungan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 35 Kabupaten, bahwa di Jawa Tengah angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada tahun 2012 sebanyak 1.234 kasus, tahun 2013 sebanyak 1.311 kasus dan tahun 2014 mencapai 1.436 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kasus KDRT pada tiap tahunnya. 2 Peningkatan jumlah kasus KDRT berhubungan dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat yang semakin meningkat sehingga istri korban yang mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang sebelumnya tidak berani melapor sekarang memberanikan diri untuk melapor tindak kekerasan yang dialaminya. Korban KDRT dulu tidak berani melapor, karena mereka beranggapan bahwa persoalan tersebut merupakan masalah keluarga yang sebaiknya diselesaikan oleh keluarga yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Namun setelah berlakunya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, maka tindak KDRT bukan hanya menjadi urusan suami istri saja, tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan mengawasi bila terjadi kekerasan terhadap istri dan anak dalam rumah tangga. Korban KDRT tidak selalu istri dan anak, bisa juga suami, pembantu rumah tangga, dan orang serumah lainnya, tetapi paling banyak menimpa istri dan anak. Jadi yang menjadi 2 Tim. 2015. Arsip Kasus: Lembaga Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah. Semarang. Hal 2

3 korban KDRT hampir seluruh anggota keluarga dalam rumah tangga seseorang. 3 Pencegahan kasus KDRT perlu dilakukan karena akibat dari tindak kekerasan yang terjadi pada anak dan istri dalam rumah tangga ini dapat menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan baik secara fisik maupun psikologis bagi korban. Kondisi tersebut tentunya sangat memprihatinkan, yang perlunya mendapatkan penanganan yang serius melalui upaya bersama yang melibatkan antara pihak pemerintah, masyarakat serta keluarga. Keterlibatan semua pihak dalam penanganan yang dilakukan secara optimal diharapkan akan memiliki dampak yang positif. Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah merupakan salah satu lembaga non pemerintah yang melakukan program pendampingan terhadap kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sesuai hasil observasi diketahui bahwa kasus KDRT yang ditangani oleh Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah sangat beragam, mulai dari kasus ringan hingga kasus berat. Bentuk kekerasan fisik dan non fisik. Beragam kasus kekerasan tersebut tentunya akan memiliki cara penanganan yang berbeda-beda tentunya. Oleh karena itu semua pihak yang terkait dalam pendampingan kasus KDRT tersebut tentunya harus benar-benar tahu akar permasalahan yang terjadi agar solusi yang diberikan tepat. 3 Lingkup KDRT menurut UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 2 Ayat (1): (a) Suami, istri dan anak; (b) Orang-orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga; (c) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, seperti dalam Proses Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta: Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta. 2008. Hal. 3

4 Program Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah adalah mendampingi korban KDRT. Dalam melaksanakan tugas pendamping (paralegal) korban KDRT, tim dari Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah terdiri dari berbagai macam unsur yaitu advokat dan paralegal. Yang menjadi pembahasan adalah mengenai keparalegalan yang berarti orang yang memiliki pengetahuan di bidang hukum materiil dan hukum acara dengan pengawasan dari advokat atau organisasi bantuan hukum yang berperan dalam membantu masyarakat yang mencari keadilan. Paralegal ini bisa bekerja sendiri di dalam komunitasnya atau bekerja untuk legal. Seseorang yang menjadi paralegal tidak mesti harus seorang sarjana hukum atau mengenyam pendidikan hukum di Perguruan Tinggi, namun harus mengikuti pendidikan khusus keparalegalan. Sifatnya membantu penanganan kasus atau perkara, maka paralegal sering disebut dengan Legal Assistant. Pada kegiatan seharihari peran paralegal sangat penting untuk menjadi jembatan bagi masyarakat pencari keadilan dengan advokat atau penegak hukum lainnya untuk menyelesaikan masalah hukum yang dialami individu maupun kelompok masyarakat. 4 Paralegal dapat membantu advokat dalam memberikan bantuan hukum kepada korban KDRT. Bantuan hukum merupakan jasa hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin yang memerlukan pembelaan secara cumacuma, baik di luar pengadilan (Non Litigation) maupun di dalam pengadilan (Litigation) baik secara pidana, perdata dan tata usaha negara dari seorang 4 LBH Jakarta. 2015: Paralegal di Indonesia. http://www.trunity.net/paralegallbhjakarta/topics/ view/55478/hal1. Diakses tanggal 20 Januari 2016, pukul 20.30 WIB.

5 yang mengerti seluk-beluk pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah-kaidah hukum serta hak asasi manusia. 5 Penyelesaian kasus KDRT dapat dilakukan melalui proses di pengadilan (Litigation) maupun di luar pengadilan (Non Litigation). Penyelesaian di luar pengadilan (Non Litigation) dapat dilakukan melalui kegiatan: (a) Penyuluhan hukum; (b) Konsultasi hukum; (c) Investigasi perkara; (d) Penelitian hukum; (e) Mediasi; (f) Negosiasi; (g) Pemberdayaan masyarakat; (h) Pendampingan di luar pengadilan dan/atau (i) Drafting dokumen hukum. 6 Sedangkan penyelesaian melalui jalur Litigation adalah melalui jalur pengadilan. Proses pendampingan terhadap korban KDRT oleh paralegal baik melalui jalur pengadilan (Litigation) dan di luar pengadilan (Non Litigation) diharapkan mampu memutus mata rantai kekerasan dalam sebuah keluarga karena pelaku kekerasan akan sadar bahwa apa yang dilakukan tidak benar serta dapat memberikan efek jera bagi pelaku sehingga perkawinannya tidak berujung pada perceraian. Dengan demikian tujuan dari UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004 dapat terwujud yakni terciptanya keluarga yang sejahtera dan bahagia. Peraturan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah UUD 1945 (amandemen ke-4), BAB X Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia 5 Frans Hendra Winarta. 2011. Bantuan Hukum di Indonesia Hak Untuk Didampingi Penasehat Hukum Bagi Warga Negara. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal 23. 6 Bantuan Hukum Kemenkumham RI. 2011. Panduan Implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Hal 9.

6 Tahun 1974 No. 1), Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 No. 76), UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga BAB VI Pasal 25, BAB VII Pasal 44 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 95), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 No. 49) BAB IV Pasal 17 dan Pasal 19. Paralegal itu adalah seseorang yang bukan sarjana hukum tetapi mempunyai pengetahuan dan pemahaman dasar mengenai hukum dan hak asasi manusia dengan tujuan untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu. 7 Apabila korban pada saat proses peradilan masih dalam keadaan tidak stabil, maka paralegal berusaha memberikan pengarahan dengan cara menghibur agar korban tidak terlalu memikirkan apa yang terjadi, sehingga pada saat memberikan kesaksian di persidangan koban dalam keadaan tenang, serta menginginkan adanya keadilan bagi dirinya sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemberian bantuan hukum secara litigation dilakukan oleh advokat yang berstatus sebagai pengurus pemberi bantuan hukum dan/atau advokat yang direkrut oleh pemberi bantuan hukum. Dalam hal jumlah advokat yang terhimpun dalam wadah pemberi bantuan hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah penerima bantuan hukum, maka pemberi bantuan hukum 7 Peran Paralegal dalam Memberikan Bantuan Hukum di Indonesia, http://anwar-ronyf.blog.ugm.ac.id/2012/05/27/peran-paralegal-dalam-pemberian-bantuan-hukum-di-indonesia/ diakses tanggal 21 April 2016, pukul 20.15 WIB.

7 dapat merekrut paralegal. Dalam melakukan pemberian bantuan hukum paralegal harus melampirkan bukti tertulis pendelegasian dan/atau pendampingan dari advokat. 8 Permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengambil penelitian dengan judul PERAN PENDAMPING (PARALEGAL) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah) B. Rumusan Masalah Pembatasan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu rangkaian pelaksanaan penelitian, perumusan masalah yang jelas akan menghindari pengumpulan data yang tidak perlu, dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga, penelitian ini akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Siapakah yang disebut paralegal di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah? 2. Bagaimana peran Paralegal dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)? 8 Bantuan Hukum Kemenkumham RI. 2011. Panduan Implementasi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Hal 8.

8 3. Apa yang menjadi hambatan Paralegal dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan bagaimana menyelesaikan hambatannya? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan peneliti dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui keberadaan paralegal di dalam Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah. 2. Untuk mengetahui peran pendamping (Paralegal) dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh pendamping (Paralegal) dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan cara menyelesaikan hambatan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat atau berguna baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah khasanah pengembangan ilmu hukum pidana. b. Menambah wawasan pengetahuan mengenai fungsi bantuan hukum oleh paralegal. c. Sebagai bahan informasi atau referensi bagi kalangan akademisi dan calon peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan tentang penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

9 b. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukkan bagi aparat penegak hukum dalam proses penyelesaian kasus KDRT. b. Sebagai bahan informasi atau masukkan bagi proses pembinaan kesadaran hukum bagi masyarakat untuk mencegah terulangnya peristiwa KDRT. c. Bagi aparat penegak hukum sebagai sumbangan pemikiran mengenai peningkatan peran paralegal bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum. d. Bagi akademisi dan praktisi hukum untuk memberi masukkan dan gambaran mengenai penyelesaian kasus KDRT melalui jalur non litigasi. D. Kerangka Pemikiran Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam suatu hubungan rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT): 9 KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran dalam rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 9 Pasal 1 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

10 Sejarah paralegal di dalam sistem tata hukum di Indonesia secara tertulis baru diakui dalam UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, namun tidak secara khusus mendefinisikan maupun mengatur tentang persyaratan dan peranan Paralegal dalam pelaksanaan bantuan hukum. Lebih lanjut secara eksplisit mengenai paralegal muncul ada berbagai perundangundangan antaranya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dalam Pasal 10 dan Pasal 23 yang memberikan kewenangan kepada relawan pendamping untuk memberikan pendampingan kepada korban dalam setiap tahap pemeriksaan, dari penyidikan sampai persidangan termasuk meminta kepada pengadilan untuk mendapat penetapan perlindungan, UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang memberikan haknya kepada lembaga pemberi bantuan hukum untuk merekrut paralegal dalam menjalankan fungsi bantuan hukum, dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 68 yang memberikan kewenangan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial untuk mendampingi anak yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana baik sebagai korban, saksi, maupun tersangka/terdakwa. 10 Sebagai warga negara, korban KDRT memiliki hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Apalagi dengan dibentuknya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, maka hak dan kewajiban korban semakin dihormati. Adapun yang menjadi hak-hak korban dalam Pasal 10 UU No. 23 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: 10 Perkembangan Paralegal untuk masyarakat miskin dan kelompok Marginal di Indonesia: http://www.kompasiana.com/ekoroesanto/perkembangan-paralegal-untuk-masyarakat-miskindan-kelompok-marginal-di-indonesia_552a1f826ea834830c552cfb. diakses tanggal 17 Maret 2016, pukul 16.30 WIB.

11 1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat dan paralegal, lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. 2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. 3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban. 4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. 5. Pelayanan bimbingan rohani. Ketentuan dalam UU No. 23 Tahun 2004 tesebut menyatakan bahwa korban memiliki hak baik dalam perlindungan, pelayanan kesehatan, pendampingan serta bimbingan rohani. Selain itu korban berhak melaporkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya baik secara langsung maupun dengan memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain yang ditunjuk. Kekerasan dalam masyarakat biasanya muncul karena adanya bias gender, sehingga bila terjadi kekerasan perempuan dan anaklah yang selam ini menjadi korban baik secara fisik, seksual, psikis dan ekonomi. Persoalan korban kekerasan berbasis gender dan anak, perempuan dan anak yang rentan menjadi korban salah satunya disebabkan oleh masalah ekonomi dan ketidaktahuan korban ke mana harus melapor dan minimnya pengetahuan tentang hak-hak korban sehingga meskipun terkadang jiwanya sudah terancam tidak mau melaporkan kejadian. Korban juga khawatir jika melaporkan kejadian yang dialami akan menjadi korban berikutnya dan ketakutan adanya biaya yang besar. 11 11 Siti Kasiyati. 2012. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pandangan Islam dan Solusinya. Yogyakarta: Idea Press. Hal 149.

12 Pemberi bantuan hukum secara non litigation dapat dilakukan oleh advokat dan/atau paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup pemberi bantuan hukum yang telah lulus verivikasi dan akreditasi. Pemberi bantuan hukum secara non litigation meliputi kegiatan sebagai berikut: 12 1. Penyuluhan hukum; 2. Konsultasi hukum; 3. Investigasi perkara, baik secara elektonik maupun non elektronik; 4. Penelitian hukum; 5. Mediasi; 6. Negosiasi; 7. Pemberdayaan masyarakat; 8. Drafting dokumen hukum. Langkah nyata pemerintah dalam memberikan perlindungan dan pelayanan korban tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2004 Bab VI tentang peran-peran aparat penegak hukum khususnya pada kepolisian, advokat dan/atau paralegal, serta pengadilan dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan. Konflik dalam rumah tangga biasanya dapat diselesaikan dengan melalui 2 (dua) jalur yaitu melalui jalur pengadilan (Litigation) dan jalur di luar pengadilan (Non Litigation). Seorang paralegal dapat memberikan advokasi litigation dan advokasi non litigation. Litigasi merupakan upaya hukum dalam penyelesaian konflik dengan menggunakan jalur hukum, sedangkan non litigasi adalah upaya hukum yang penyelesaian konflik dengan menggunakan jalan musyawarah dan mufakat bersama dengan keluarga namun tetap melibatkan pihak ketiga sebagai mediator. 12 Bantuan Hukum Kemenkumham RI. 2011. Panduan Implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Hal 9.

13 E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Sesuai dengan jenis penelitian yang berupa penelitian hukum empiris, maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, karena mengacu kepada efektivitas pelaksanaan hukum dan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang dalam hal ini mengenai pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) oleh advokat dan paralegal dalam memberikan pendampingan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di lapangan. Yuridis empiris merupakan suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan-peraturan tertulis untuk kemudian dilihat bagaimana implementasinya di lapangan. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian menurut Soerdjono Soekanto dapat dilihat dari sudut tujuan penelitian hukum ada 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis atau empiris. 13 Berdasarkan halhal tersebut, jenis penelitian yang digunakan sesuai dengan pokok masalah yang akan diteliti yaitu jenis penelitian hukum empiris, karena 13 Soerdjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Edisi 11. Jakarta: UI Pers. Hal 74.

14 peneliti meninjau pengertian dari peran pendamping (paralegal) dalam memberikan perlindungan hukum bagi istri korban KDRT, baris dari Aisyiyah perundang-undangan yang mengaturnya maupun kenyataannya di masyarakat, khususnya di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah. Paralegal dalam kesehariannya bertugas dan bekerja membantu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang Advokat dalam menangani atau mempersiapkan kasus-kasus dalam rangka membela kepentingan hukum kliennya, sebagaimana di Amerika dan Inggris, paralegal bekerja di dalam kantor-kantor hukum di bidang administrasi serta membantu Attorney dalam mengelola manajemen perkaranya, namun, perkembangannya fungsi paralegal tersebut tidak hanya terbatas membantu pekerjaan seorang Advokat, akan tetapi berperan lebih luas di bidang pemberdayaan dan pendidikan hukum masyarakat dengan menjalankan aktivitas advokasi, pengorganisasian dan pembelaan hak dan kepentingan hukum masyarakat (community based paralegal). 14 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah. Pengambilan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa lembaga bantuan hukum masyarakat Jawa Tengah memiliki paralegal dan menguasai batas-batas KDRT di Jawa Tengah. 14 Peran paralegal dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga: http://www.kompasiana.com/ekoroesanto/perkembangan-paralegal-untuk-masyarakat-miskindan-kelompok-marginal-di-indonesia_552a1f826ea834830c552cfb diakses tanggal 22 April 2016, pukul 14.45 WIB.

15 4. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut: a. Data Primer Data yang diperoleh berupa sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung dari lokasi penelitian yaitu di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah. b. Data Sekunder Sumber-sumber data yang terkait secara lengsung dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini data sekunder terdiri dari sejumlah data yang diperoleh dari buku-buku literatur, perundangundangan dan putusan pengadilan mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jenis data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Bahan Primer a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. c) Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 2) Bahan Sekunder Bahan yang bersifat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer selain putusan perkara ini dapat berupa: a) Buku-buku ilmiah.

16 b) Makalah-makalah yang berkaitan dengan pokok bahasan. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum yang menunjang bahan-bahan sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa. 5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data dengan cara sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara secara langsung dilakukan dengan pihak-pihak yang berkompeten guna memperoleh data yang diperlukan yaitu paralegal dan pengurus di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mencari, mencatat, menginventarisasi dan memperlajari data yang berupa bahan-bahan pustaka. 6. Metode Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif. Tiga komponen utama analisis kualitatif adalah: (1) reduksi data, (2) sajian data, (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi.

17 Tiga komponen tersebut terlihat dalam proses dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis. 15 Data yang diperoleh, baik secara data primer maupun data sekunder dianalisis dengan teknik kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelsakan, menguraikan dan menggambarkan antara peneliti kepustakaan dan penelitian lapangan serta menafsirkan dan mendiskusikan data-data primer yang telah diperoleh dan diolah sebagai satu yang utuh. Pendekatan kualitatif ini merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data diskriptif yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan. Penelitian kepustakaan yaitu dilakukan adalah membandingkan peraturan-peraturan, ketentuan, yurisprudensi dan buku referensi, serta data yang diperoleh mengenai proses penyelesaian hukum kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian dianalisis secara kualitatif yang akan memberikan gambaran menyeluruh tentang aspek hukum yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer dengan cara wawancara terhadap paralegal dan pengurus Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah dan data yang diperoleh sehingga mendapat gambaran lengkap mengenai objek permasalahan. Selanjutnya pengambilan keputusan dilakukan dengan metode deduktif, yaitu berangkat dari aturan umum tentang 15 Lexy J Moleng. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi: Bandung. Remaja Rosda Karya. Hal 179.

18 paralegal dalam perundang-undangan kemudian melihat praktiknya di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah Jawa Tengah. F. Sistematika Skripsi Dalam rangka mempermudah para pembaca dalam memahami isi dari skripsi ini maka perlu dikemukakan sistematika skripsi sebagai berikut: BAB I Pendahuluan yang berisikan tentang gambaran singkat mengenai isi skripsi yang terdiri dari latar belakang, rumusan Masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka yang dalam bab ini penulis akan menuliskan beberapa yang menjadi acuan dalam penulisan mengenai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tinjauan umum tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tinjauan hukum mengenai perlindungan hukum. BAB III berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh penulis, dimana penulis akan menguraikan tentang siapakah yang disebut paralegal di Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah JawaTengah, bagaimana peran paralegal dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), apa yang menjadi hambatan paralegal dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan bagaimana menyelesaikan hambatan itu. BAB IV Penutup yang berisi mengenai kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.