BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Brokoli (Brassica oleracea var. italica) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tanaman ini meliputi sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias.

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays var. saccarata) adalah tanaman pangan yang kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat hidup didalamnya, sehingga Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum. L) merupakan sayuran umbi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman tomat merupakan tanaman hortikultura yang memiliki prospek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

TINJAUAN PUSTAKA. Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam:

PENDAHULUAN Latar Belakang

FUSI GEN KITINASE Aeromonas caviae WS7b DENGAN PROMOTOR sigb DARI Bacillus subtilis 168 DAN EKSPRESINYA PADA Escherichia coli ADE SAPUTRA

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

PENGHAMBATAN SERANGAN Sclerotium rolfsii PENYEBAB REBAH KECAMBAH PADA KEDELAI DENGAN BAKTERI KITINOLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman yang dibudidayakan kerap mengalami gangguan atau pengrusakan

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Lada

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN MATA KULIAH...

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi kedua setelah sereal. Di Indonesia kentang juga merupakan komoditas

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak

PENGENDALIAN Sclerotium rolfsii Sacc. PENYEBAB PENYAKIT REBAH-SEMAI KACANG TANAH DENGAN PEMANFAATAN Streptomyces sp. SEBAGAI AGEN PENGENDALIAN HAYATI

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAYU MANIS DAN UJI EFEKTIVITAS TERHADAP BEBERAPA JENIS JAMUR FUSARIUM SECARA IN VITRO

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Tomat Penyakit Layu Bakteri pada Tomat oleh Ralstonia solanacearum

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur fitopatogen merupakan salah satu mikroorganisme pengganggu tanaman yang sangat merugikan petani. Kondisi tersebut disebabkkan oleh keberadaan jamur yang sangat banyak di permukaan bumi. Dari keseluruhan kelompok organisme patogen tanaman, jamur merupakan kelompok patogen yang paling banyak jumlahnya(gafur, 2003). Agrios (1997) melaporkan bahwa jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari 10.000. Jamur merupakan organisme heterotrof yang hidupnya tergantung kepada organisme lain. Organisme ini umumnya bersifat parasit, hidup dan berkembang dengan menyerap nutrisi dari lingkungan sekitarnya ataupun dari organisme lain. Banyak di antara jamur yang menyebabkan kerugian pada tanaman budidaya. Jamur yang menimbulkan kerugian pada tanaman disebut jamur fitopatogen (Narendra, 2013). Kerusakan fatal yang diakibatkan oleh fitopatogen terjadi karena dapat menyerang semua bagian tanaman baik akar, batang, daun, buah dan benih (Semangun, 2000). Petani dapat mengalami gagal panen jika tanaman budidaya diserang oleh jamur fitopatogen, terutama bila serangannya terjadi di semua bagian tanaman. Infeksi jamur pada buah akan menyebabkan kebusukan buah. Jika menyerang bagian ranting dan permukaaan daun, maka akan menimbulkan bercak-bercak kecoklatan yang dapat meluas dan menyebabkan ranting dan daun mengering lalu mati (Narendra, 2013).

Beberapa jamur fitopatogen yang sangat sering menyerang tanaman dan sangat merugikan petani diantaranya jamur Colletotrichum gloeosporioides, Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii. Ketiga spesies jamur tersebut menyerang tanaman inang dengan kisaran yang sangat luas dan merupakan jamur yang bersifat tular tanah (soil borne) dengan kerugian hingga 100 % (Semangun, 2000). Colletotrichum gloeosporioides merupakaan fitopatogen penyebab penyakit antraknosa yang memiliki kisaran inang yang sangat luas diantaranya mangga, alpukat, stroberi, cabai, jambu biji, pepaya dan jeruk (Swart, 1999). Hasil penelitian terbaru menyebutkan bahwa jamur Colletotrichum gloeosporioides juga menyerang buah naga, fitopatogen tersebut menyerang kebun buah naga di Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumatera Barat, dengan indeks keparahan serangan mencapai 99,5 % (Syafnidarti et al., 2013). Fusarium oxysporum merupakan jamur fitopatogen yang merusak tanaman pisang pada 15 provinsi di Indonesia. Jamur tersebut menyerang lebih dari 100 jenis tanaman. Jamur Fusarium oxysporum juga menyerang tanaman cabai merah, tomat, kacang panjang, kentang, kubis, mentimun, terong (Hermanto et al., 2009). Spesies jamur Sclerotium rolfsii dikenal sebagai jamur penyebab penyakit layu, terutama pada tanaman legume seperti kacang tanah. Jamur ini juga memiliki kisaran tanaman inang yang sangat luas, meliputi kentang, tomat, kedelai, kubis-kubisan, bawang, seledri, jagung manis, selada, kapas, tembakau, dan tanaman dari famili Cucurbitaceae (Magenda et al., 2011).

Kisaran inang yang sangat luas, sifat tular tanah dan parahnya dampak serangan yang disebabkan oleh ketiga spesies jamur tersebut merupakan faktor pembatas dalam kegiatan budidaya tanaman yang masih belum terselesaikan hingga saat ini. Salah satu upaya pengendalian yang umum dilakukan petani terhadap infeksi jamur ini adalah menggunakan fungisida sintetik. Hanya saja, penggunaan fungisida sintetik secara rutin oleh petani dianggap sebagai tindakan yang kurang bijak mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. Dampak negatif penggunaan fungida sintetik dalam jangka waktu lama dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia, kualitas lingkungan, dan keseimbangan ekosistem karena memungkinkan terjadinya peledakan hama serta resurjensi (Sunarno, 2011). Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan fungisida sintetik maka muncu beberapa teknik pengendalian yang ramah lingkungan, salah satunya dengan menggunakan agen hayati (Sulistyowati et al., 2009). Pengendalian hayati dipandang sebagai suatu teknik pengendalian yang ramah lingkungan dan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa manfaat pengendalian hayati seperti yang dilaporkan oleh Jumar (2000) ), diantaranya (1). Aman, artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia dan ternak, (2). Tidak menyebabkan resistensi hama, (3). Mekanisme pengendaliannya bersifat selektif hanya pada patogen target sehingga tidak membahayakan organisme lain yang bukan sasarannya, dan (4). Bersifat permanen untuk jangka waktu panjang dan lebih murah karena mudah ditemukan di alam.

Salah satu kelompok organisme yang banyak digunakan sebagai agen hayati adalah dari jenis bakteri. Penggunaan bakteri direkomendasikan sebagai salah satu strategi yang prospektif karena bakteri dapat tumbuh dengan cepat dan mampu menggunakan subtrat di bawah kondisi lingkungan yang berbeda (Cook dan Baker, 1983). Bakteri sebagai agen pengendali hayati mampu mengendalikan pertumbuhan organisme lain tanpa merusak lingkungan sekitarnya melalui berbagai mekanisme seperti antibiosis, kompetisi, dan hiperparasitisme (Sitepu, 1993). Pemanfaatan bakteri sebagai agen pengendali hayati untuk patogen tanaman telah banyak dilakukan. Sebuah studi menyebutkan bahwa Pseudomonas fluorescens GI34 dan Bacillus subtilis BBO1 dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit pustul pada tanaman kedelai yang disebabkan oleh Phaeoisariopsis griseola (Dirmawati, 2005). Beberapa spesies bakteri dari genus Bacillus, seperti B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. megaterium, dan B. pumilus dapat berperan sebagai agen biokontrol untuk mengendalikan pertumbuhan jamur fitopatogen. (Huan et al., 2005). Bakteri lain yang dimanfaatkan sebagai biokontrol yaitu P. putida yang dapat mengendalikan jamur Fusarium oxysporum. P. fluorescens terhadap Ganoderma boninense (Susanto et al., 2005), P. sutzeri terhadap F. Solani dan B. circulans, Streptomyces, Nocardia terhadap F. solani, Rhizobium leguminosorum terhadap Phytium sp. (Bardin et al., 2004), Kemudian, menurut Suryanto et al., (2010) isolat bakteri kitinolitik BK08, BK09, KR05, LK08, dan BK07 yang diisolasi dari tanah memiliki kemampuan dalam menghambat jamur Fusarium oxysporum penyebab layu fusarium pada kecambah cabai merah.

Hasil beberapa studi lainnya meyebutkan bahwa sejumlah spesies Pseudomonas (P. putida, P. sutzeri, dan P. fluorescens) diketahui memiliki aktivitas antagonis terhadap beberapa jamur patogen, seperti F. oxysporum, Ganoderma boninense, dan F. solani (Bardin et al., 2004; Susanto et al., 2005). Spesies bakteri lainnya, seperti B. circulans, Streptomyces sp., Nocardia sp., dan Rhizobium leguminosorum, telah dilaporkan mampu mengendalikan serangan F. solani dan Phytium sp. (Bardin et al., 2004), Hasil penelitian Suryanto et al., (2010) menunjukkan bahwa sejumlah bakteri kitinolitik yang diisolasi dari tanah mampu menghambat jamur F. oxysporum pada kecambah cabai merah. Pemanfaatan bakteri sebagai agen biokontrol dalam mengendalikan penyakit tanaman juga dinilai dapat menjadi strategi pengendalian yang efisien. Hal ini dikarenakan sejumlah bakteri terbukti mampu mengendalikan lebih dari satu jenis patogen atau yang dikenal dengan istilah berspektrum luas (broad spectrum). Sebaliknya, bakteri yang hanya mampu mengendalikan satu jenis fitopatogen saja diartikan sebagai bakteri dengan spektrum aktivitas yang sempit (narrow spektrum). Luas sempitnya spektrum aktivitas suatu agen biokontrol merupakan indikator besar kecilnya nilai guna yang mampu dicapai. Salah satu kriteria agen pengendali hayati yang efektif dalam mengendalikan jenis patogen tular tanah adalah organisme dengan spektrum daya hambat yang luas (Cook and Baker, 1996). Sebagai contoh, aplikasi P. aeruginosa secara in vitro dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani, dan F. oxysporum (Suryanto et al., 2011). Sifat antagonis bakteri terhadap jamur dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, antara lain mekanisme degradasi kitin (kitinolitik) dan produksi

antibiotik. Muharni (2009) melaporkan bahwa sejumlah spesies bakteri diketahui memiliki aktivitas kitinolitik, seperti Vibrio furnissi, Serratia marcescens, B. circulans dan P. aeruginosa. Terkait produksi antibiotik yang bersifat antijamur, bakteri Serratia plymuthica yang diisolasi dari tanah terbukti berpotensi sebagai agen hayati terhadap jamur Verticillium dahlia (Herdyastuti et al., 2009). Pada penelitian sebelumnya, empat isolat bakteri telah diuji dan terbukti mampu menekan pertumbuhan jamur Colletotrichum gloeosporioides yaitu isolat UBCF (Unand Bacterial Collection from Filoplan) 001 dan 013 serta isolat UBCR (Unand Bacterial Collection from Rhizosphere) 012 dan 036. Aplikasi ekstrak ekstraseluler dari keempat isolat ini secara in vitro mampu menghambat pertumbuhan C. gloeosporiodes dengan nilai daya hambat sebesar 30% (UBCF_001), 26,66% (UBCF_013), dan 43,3% (UBCR_012 dan UBCR_036) (Yani, 2012; Riwany, 2012). Pengembangan keempat isolat bakteri ini sebagai agen biokontrol yang efektif terhadap jamur patogen membutuhkan informasi yang menyeluruh terkait karakteristik aktivitas antagonis yang dimilikinya, termasuk salah satunya potensi pemanfaatannya terhadap spesies jamur patogen lainnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul: Uji Potensi Antagonis Bakteri Penghasil Senyawa Antiantraknosa Terhadap Berbagai Jamur Fitopatogen. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Masalah utama dalam budidaya adalah serangan jamur fitopatogen yang sulit untuk dikendalikan. Pengendalian dengan menggunakan bahan-bahan kimia berdampak negatif bagi lingkungan. Penelitian tentang potensi beberapa isolat bakteri sebagai agen biokontrol secara in vitro dalam menekan pertumbuhan

jamur C. gloeosporioides penyebab penyakit antraknosa telah dilakukan. Namun kemampuannya dalam menekan fitopatogen lain belum diketahui. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya senyawa antiantraknosa yang dihasilkan bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu : bakteri berspektrum luas (broad spectrum) dan bakteri berspektrum sempit (low spectrum) sehingga muncul pertanyaan, apakah bakteri UBCF_001, UBCF_013, UBCR_012 dan UBCR_036 memiliki spektrum luas (broad spectrum) atau spektrum sempit (low spectrum). Apakah ke 4 isolat tersebut mempunyai potensi dalam mengendalikan jamur fitopatogen berbahaya lainnya yakni Colletotrichum gloeosporioides, Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui potensi antagonis bakteri UBCF_001, UBCF_013, UBCR_012 dan UBCR_036 terhadap beberapa jamur fitopatogen Colletotrichum gloeosporioides, Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam beberapa aspek. Manfaat dalam aspek studi ilmiah diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi aktivitas antagonis yang mampu dihasilkan oleh bakteri UBCF_001, UBCF_013, UBCR_012 dan UBCR_036. Kemudian dari aspek aplikasi, informasi kisaran aktivitas antagonis tersebut dapat digunakan dalam pengendalian berbagai jamur fitopatogen. Selanjutnya dari aspek sosial ekonomi

hasil penelitian ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan biofungida sintetik oleh petani, sehingga pencemaran terhadap lingkungan dapat diminimalisir. E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai maka disusun hipotesis yaitu: isolat bakteri UBCF_001, UBCF_013, UBCR_012 dan UBCR_036 merupakan bakteri yang mampu mengendalikan jamur Colletotrichum gloeosporioides, Fusarium oxysporum dan Scelorotium rolfsii. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, kemampuan antagonis bakteri antiantraknosa terhadap jamur patogen berbeda-beda. Bakteri UBCF_001 dan UBCF_013 memperlihatkan potensi antagonis yang spesifik (narrow spectrum) yakni hanya pada jamur C. gloeosporioides dari tanaman cabai dan buah naga. Sedangkan bakteri UBCR_012 dan UBCR_036 memperlihatkan potensi antagonis yang lebih luas pada semua jamur fitopatogen (broad spectrum) C. gloeosporioides dari tanaman cabai dan buah naga, F.oxysporum inang pisang, F.oxysporum inang kedelei dan S. rolfsii inang kacang. B. Saran

Bakteri antiantraknosa mempunyai potensi yang berbeda untuk mengendalikan jamuf fitopatogen. Disarankan agar penelitian selanjutnya diarahkan untuk melakukan pengujian aplikasi Bakteri UBCR_012 dan UBCR_036 secara in vivo untuk melihat konsistensi dari hasil pengujian in vitro