BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) DISUSUN OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

I. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha

BAB III KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA. 1. Dasar Hukum Kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

IDENTITAS MATA KULIAH

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)

ARAH KEBIJAKAN NASIONAL DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL PERDAGANGAN JASA DAN INVESTASI

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN KANDUNGAN LOKAL DALAM KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI BERDASARKAN KESEPAKATAN WTO SKRIPSI

UUPM DAN PENYELASAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PENANAMAN MODAL. Mahmul Siregar 1

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ KEN SWARI MAHARANI /

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I. A. Latar Belakang

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. paparkan sebelumnya, dengan uraian sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. artikan sebagai kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DAN MANFAATNYA BAGI INDONESIA TESIS

BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

PENDANAAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri

: Institute Of Southeast Asian Studies

LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) DAN WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013

KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN

TENTATIVE PROGRAM DELEGASI INDONESIA

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki tujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang

Oleh : Komang Meilia In Diana Putri Pratiwi Edward Thomas Lamury Hadjon Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

CROSS-CUTTING ISSUES ANTARA SERVICES CHAPTER DAN INVESTMENT CHAPTER DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (FTA/EPA/CEPA)

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

REFLEKSI KONTRIBUSI HUKUM DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS DAN INDUSTRIALISASI

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN)

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

PIAGAM PEMBENTUKAN DEWAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN MINYAK SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

PENGATURAN BERINVESTASI ALAT PELEDAK DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

ANALISIS HUKUM ATAS PEMBATASAN INVESTASI ASING PADA SEKTOR INDUSTRI JASA PERBANKAN DI INDONESIA SKRIPSI

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

Transkripsi:

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) Menurut sistem WTO, masalah perdagangan bebas dalam hubungan dengan penanaman modal asing ini terdapat ketentuannya dalam Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs). Tujuan diaturnya masalah penanaman modal asing dalam TRIMs adalah sebagai berikut: 1 1. Karena adanya pengaturan tertentu dari masalah penanaman modal asing di negaranegara tertentu yang dapat menyebabkan pembatasan perdagangan dan memiliki distorsi-distorsi tertentu. 2. Untuk melakukan elaborasi terhadap ketentuan GATT yang berkenaan dengan efek retriktif terhadap perdagangan dari pengaturan dan praktek tentang penanaman modal asing di negara-negara anggota WTO. 3. Untuk mempromosikan dan memfasilitasi investasi di negara-negara anggota WTO yang sesuai dengan liberalisasi perdagangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara anggota WTO. TRIMs pada prinsipnya hanya memberlakukan ketentuan dalam GATT 1194 ke dalam bidang penanaman modal asing khususnya perdagangan asing bidang perdagangan barang. Karena itu, ketentuan WTO tentang perdagangan jasa tidak berlaku terhadap penanaman modal asing menurut sistem WTO. 2 Ketentuan GATT yang diterapkan terhadap penanaman modal asing adalah sebagai berikut: 3 1. Masalah national treatment (Artikel III dari GATT). 2. Masalah pembatasan quantitative (quantitative restriction) (Artikel XI dari GATT). 3. Kekecualian-kekecualian dalam GATT. 4. Kewajiban transparansi (Artikel X dari GATT) 5. Konsultasi di antara para anggota WTO jika terjadi perselisihan (Artikel XXII dari GATT). 6. Cara penyelesaian sengketa sebagaimana terdapat dalam Artikel XXIII dan the Disputes Settlement Understanding. B. Arti Penting Perjanjian TRIMs Perjanjian TRIMs memiliki arti penting, alasannya sebagai berikut: 4 1. Sebelum adanya TRIMs, belum pernah ada aturan atau perjanjian yang memuat penanaman modal dikaitkan dengan perdagangan. TRIMs merupakan suatu aturan baru yang mengikat mayoritas negara di dunia. Berlakunya perjanjian ini untuk pertama 1 Munir Fuady, 2004, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 98-99. 2 Ibid., hlm. 99. 3 Ibid., hlm. 99-100. 4 Disarikan dari Huala Adolf, 2004, Perjanjian Penanaman Modal Dalam Hukum Perdagangan Internasional, (WTO), PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 123-126.

kalinya memperkuat asumsi dan kenyataan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perdagangan dan penanaman modal. 2. Terbentuknya lembaga baru yaitu WTO dengan badan khususnya yaitu Committee on TRIMs. 3. Perjanjian TRIMs memberikan sumbangan penting terhadap pembangunan hukum internasional di masa depan di bidang penanaman modal. Perjanjian ini membuka jalan lebih lanjut untuk pembahasan aturan substantive yang lebih komprehensif di masa depan. 4. Perjanjian TRIMs membantu negara anggotanya untuk lebih transparansi dalam kebijakan hukum penanaman modalnya. Hal ini terkait dengan keterbukaan dan kepastian hukum bagi investor asing untuk melakukan usahanya di negara anggota WTO lainnya. 5. Perjanjian TRIMs memberi ketentuan yang berimbang di antara kepentingan negara maju dan sedang berkembang dalam hal kebijakan penanaman modalnya. 6. Dimasukkannya prosedur penyelesaian sengketa dalam perjanjian TRIMs merupakan suatu perkembangan baru dalam hukum perdagangan internasional. C. Committee on TRIMs Sebagaimana disebutkan di atas, adanya Perjanjian TRIMs melahirkan suatu badan yang disebut Committee on TRIMs. Keanggotaan Committee on TRIMs terbuka bagi semua negara anggota WTO. Committee on TRIMs ini mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 5 1. Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan TRIMs. 2. Sekali dalam setahun melaporkan hasil monitoringnya kepada Council for Trade in Goods. 3. Melakukan pertemuan berkala minimal 1 kali setahun. 4. Melakukan pertemuan jika dimintakan oleh setiap anggota WTO. 5. Memberikan kesempatan kepada para anggota WTO yang ingin berkonsultasi dengan Committee on TRIMs tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan TRIMs. 6. Melakukan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh TRIMs kepadanya. Di samping itu, untuk menjaga agar ketentuan dalam TRIMs tersebut selalu up to date, maka minimal dalam 5 tahun berlakunya WTO Agreement, Council for Trade in Goods dari WTO harus me-review pelaksanaan TRIMs. Bila perlu mengusulkan amandemen terhadap TRIMs tersebut kepada the Ministerial Conference dari WTO, untuk diputuskan oleh the Ministerial Conference tersebut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam WTO. 6 D. Efek TRIMs Bagi Negara Berkembang Secara singkat dapat dikatakan bahwa Perjanjian TRIMs tidak terlalu membebani negara-negara anggotanya secara signifikan dan tidak menghambat negara anggotanya, khususnya negara berkembang untuk mengatur penanaman modal asing di dalam wilayahnya. 7 5 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 99. 6 Ibid., hlm. 99-100. 7 Huala Adolf, Op.cit., hlm 127.

Namun demikian, larangan persyaratan kandungan lokal (local content requirement) dan persyaratan neraca perdagangan (trade balancing requirement) telah memaksa negara sedang berkembang untuk secara bertahap memberhentikan pencantuman persyaratan terhadap penanaman modal asing untuk menggunakan kandungan atau komponen lokal. Hal ini merupakan implikasi negatif karena negara-negara ini acapkali menerapkan persyaratan-persyaratan ini untuk memajukan industri dalam negeri dan pembangunan ekonominya. Implikasi lainnya dari Perjanjian TRIMs adalah bahwa perjanjian tersebut membatasi kewenangan atau kontrol negara tuan rumah terhadap penanaman modal secara langsung. Hal ini sebenarnya merupakan tantangan cukup besar terhadap kebijakan penanaman modal dari negara sedang berkembang. Negara berkembang pada umumnya memang kerapkali berupaya mengontrol penanaman modal asing. 8 Di samping itu, kewajiban notifikasi dan transparansi untuk negara sedang berkembang sehubungan dengan TRIMs tidaklah mudah bagi negara-negara ini. Suatu studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak kesulitan dalam menaati kewajiban notifikasi dari upaya-upaya yang tidak sesuai dengan TRIMs kepada Sekretariat WTO. 9 Untuk mencegah atau meminimalisasi implikasi negatif untuk perundingan di masa depan di bidang penanaman modal bagi negara sedang berkembang, Mashayekhi dan Gibbs mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: 10 'If developing countries are to maintain influence over the future international trade agenda in the area of investment, consistent with their growing importance as import markets, they will have to exert considerable efforts to prepare technically sound initiatives reflecting the realities of globalization and liberalization for action in their favour, i.e. 'positive agenda', and to form solid alliances and to counter proposals emanating from developed country...' Pendapat dua sarjana tesebut di atas secara singkat merekomendasikan negara sedang berkembang untuk: 11 1. Berupaya lebih keras untuk memasukkan atau memberi pengaruh dan inisiatif secara teknis tentang keinginan dan usulan negara-negara sedang berkemang ke dalam agendaagenda perundingan mengenai trims; 2. Negara-negara sedang berkembang untuk semakin giat membentuk blok-blok atau aliansi di antara mereka; dan 3. Mendesak negara berkembang untuk lebih proaktif dalam hal memberi proposal atau usulan tandingan terhadap proposal atau usulan negara maju. Pendapat Mashayekhi dan Gibbs tersebut patut disambut positif. Pendapat tersebut juga penting mengingat dilihat dari kenyataannya dewasa ini, posisi negara sedang berkembang memang sangat lemah. 12 E. Perkembangan Perjanjian TRIMs Dalam Konferensi WTO Sampai saat ini (Maret 2012) Ministerial Conference WTO telah dilaksanakan 8 kali 13, namun pembahasan yang terkait dengan Perjanjian TRIMs hanya tampak jelas pada 8 Ibid., hlm. 127-128. 9 Ibid., hlm. 128. 10 Ibid., hlm. 128-129. 11 Ibid., hlm. 129. 12 Ibid.

Ministerial Conference WTO ke-1 di Singapura (9-13 Desember 1996) dan ke-4 di Doha (9-13 November 2001), Ministerial Conference WTO lainnya tidak secara khusus membahas atau menyepakati persoalan yang terkait dengan Perjanjian TRIMs, hal ini dikarenakan pada konferensi yang dilaksanakan setelah Konferensi Doha, negara-negara anggota WTO sibuk dengan persoalan produk pertanian, dimana negara berkembang merasa dirugikan dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara maju terhadap petaninya. Hingga saat ini persoalan tersebut belum mencapai konsensus. Adapun hasil dari Konferensi Singapura terkait dengan penanaman modal adalah sebagai berikut: 14 1. Negara peserta untuk pertama kalinya sepakat dan mengakui keterkaitan erat antara penanaman modal dan kebijakan kompetisi (persaingan), dua bidang yang disepakati sebagai agenda yang menyatu untuk bahan pembahasan di masa depan. Hubungan kedua bidang ini, penanaman modal dan persaingan, dipandang sebagai The Singapore Issue. 2. Negara peserta sepakat untuk membentuk dua kelompok kerja, yaitu satu kelompok kerja guna mengkaji hubungan antara perdagangan dan penanaman modal. Kelompok kerja kedua mengkaji masalah-masalah yang diangkat oleh negara-negara anggota mengenai interaksi antara perdagangan dan kebijakan kompetisi, termasuk praktek-praktek antikompetisi guna mengidentifikasi hal-hal yang akan dibahas di masa depan; 3. Negara anggota menyadari dan menganggap penting upaya-upaya lembaga-lembaga internasional seperti misalnya UNCTAD, yang juga berupaya merumuskan aturan-aturan di bidang penanaman modal. Untuk itu, negara anggota sepakat bahwa WTO perlu bekerja sama erat dengan lembaga-lembaga tersebut dalam berupaya mencari rumusan yang tepat untuk mengatur perdagangan dan penanaman modal; 4. Negara-negara anggota sepakat pula bahwa di dalam pembahasan substansi aturanaturan penanaman modal, pertimbangan faktor pembangunan dari negara sedang berkembang perlu mendapat perhatian; 5. Negara-negara anggota sepakat bahwa hasil kerja dari (dua) kelompok kerja tersebut di atas diberi waktu 2 tahun yang hasilnya akan ditinjau ulang untuk menentukan tindak lanjut dari hasil kerja kedua kelompok kerja tersebut. Adapun dalam Konferensi Doha, salah satu hasil penting di bidang penanaman modal adalah diakuinya kembali hubungan erat antara perdagangan dan penanaman modal. Deklarasi menyatakan bahwa masalah hubungan kedua bidang ini sejak awal dipandang sebagai Singapore Issue. Seperti telah dinyatakan di atas, untuk mengkaji masalah Singapore Issue ini suatu working group telah dibentuk berdasarkan Hasil Singapore Ministerial Conference tahun 1996. 15 Dalam pertemuan tahun 2001 ini, deklarasi yang dikeluarkannya tidak menyatakan bahwa negosiasi di bidang ini akan segera dilaksanakan. Deklarasi 2001 ini menyatakan: negotiations will take place after the Fifth Session of the Ministerial Conference on the basis of a decision to be taken, by explicit consensus, at that session on modalities of negotiations [i.e. how the negotiations are to be conducted]. Dalam jangka waktu hingga diselenggarakannya Ministerial Conference tahun 2003, Deklarasi kali ini memerintahkan the 13 Selengkapnya lihat http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/minist_e.htm 14 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 133-134. 15 Ibid., hlm. 142.

working group untuk memfokuskan dirinya guna mengklarifikasi ruang lingkup dan definisi mengenai pokok bahasan (TRIMs), prinsip transparansi, prinsip non-diskriminasi, cara-cara untuk mempersiapkan komitmen-komitmen dari hasil negosiasi, ketentuan mengenai pembangunan, pengecualian dan tindakan penyelamat neraca pembayaran, konsultasi dan penyelesaian sengketa. 16 Komitmen hasil negosiasi (the negotiated commitments) disepakati akan mengikuti model yang digunakan dalam perjanjian GATS. Dalam perjanjian GATS, komitmen negaranegara ditetapkan dengan berdasarkan pada - positive lists -, tidak menerapkan pemberian komitmen yang luas dan memuat daftar-daftar pengecualian. Deklarasi menyatakan pula beberapa prinsip seperti prinsip kebutuhan untuk menyeimbangkan kepentingan negaranegara (negara investor dan negara penerima modal asing), hak negara untuk mengatur penanaman modal, prinsip pembangunan, kepentingan umum dan keadaan-keadaan khusus dari negara tertentu. 17 MP7 16 Ibid. 17 Ibid., hlm. 142-143.