BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) Menurut sistem WTO, masalah perdagangan bebas dalam hubungan dengan penanaman modal asing ini terdapat ketentuannya dalam Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs). Tujuan diaturnya masalah penanaman modal asing dalam TRIMs adalah sebagai berikut: 1 1. Karena adanya pengaturan tertentu dari masalah penanaman modal asing di negaranegara tertentu yang dapat menyebabkan pembatasan perdagangan dan memiliki distorsi-distorsi tertentu. 2. Untuk melakukan elaborasi terhadap ketentuan GATT yang berkenaan dengan efek retriktif terhadap perdagangan dari pengaturan dan praktek tentang penanaman modal asing di negara-negara anggota WTO. 3. Untuk mempromosikan dan memfasilitasi investasi di negara-negara anggota WTO yang sesuai dengan liberalisasi perdagangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara anggota WTO. TRIMs pada prinsipnya hanya memberlakukan ketentuan dalam GATT 1194 ke dalam bidang penanaman modal asing khususnya perdagangan asing bidang perdagangan barang. Karena itu, ketentuan WTO tentang perdagangan jasa tidak berlaku terhadap penanaman modal asing menurut sistem WTO. 2 Ketentuan GATT yang diterapkan terhadap penanaman modal asing adalah sebagai berikut: 3 1. Masalah national treatment (Artikel III dari GATT). 2. Masalah pembatasan quantitative (quantitative restriction) (Artikel XI dari GATT). 3. Kekecualian-kekecualian dalam GATT. 4. Kewajiban transparansi (Artikel X dari GATT) 5. Konsultasi di antara para anggota WTO jika terjadi perselisihan (Artikel XXII dari GATT). 6. Cara penyelesaian sengketa sebagaimana terdapat dalam Artikel XXIII dan the Disputes Settlement Understanding. B. Arti Penting Perjanjian TRIMs Perjanjian TRIMs memiliki arti penting, alasannya sebagai berikut: 4 1. Sebelum adanya TRIMs, belum pernah ada aturan atau perjanjian yang memuat penanaman modal dikaitkan dengan perdagangan. TRIMs merupakan suatu aturan baru yang mengikat mayoritas negara di dunia. Berlakunya perjanjian ini untuk pertama 1 Munir Fuady, 2004, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 98-99. 2 Ibid., hlm. 99. 3 Ibid., hlm. 99-100. 4 Disarikan dari Huala Adolf, 2004, Perjanjian Penanaman Modal Dalam Hukum Perdagangan Internasional, (WTO), PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 123-126.
kalinya memperkuat asumsi dan kenyataan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perdagangan dan penanaman modal. 2. Terbentuknya lembaga baru yaitu WTO dengan badan khususnya yaitu Committee on TRIMs. 3. Perjanjian TRIMs memberikan sumbangan penting terhadap pembangunan hukum internasional di masa depan di bidang penanaman modal. Perjanjian ini membuka jalan lebih lanjut untuk pembahasan aturan substantive yang lebih komprehensif di masa depan. 4. Perjanjian TRIMs membantu negara anggotanya untuk lebih transparansi dalam kebijakan hukum penanaman modalnya. Hal ini terkait dengan keterbukaan dan kepastian hukum bagi investor asing untuk melakukan usahanya di negara anggota WTO lainnya. 5. Perjanjian TRIMs memberi ketentuan yang berimbang di antara kepentingan negara maju dan sedang berkembang dalam hal kebijakan penanaman modalnya. 6. Dimasukkannya prosedur penyelesaian sengketa dalam perjanjian TRIMs merupakan suatu perkembangan baru dalam hukum perdagangan internasional. C. Committee on TRIMs Sebagaimana disebutkan di atas, adanya Perjanjian TRIMs melahirkan suatu badan yang disebut Committee on TRIMs. Keanggotaan Committee on TRIMs terbuka bagi semua negara anggota WTO. Committee on TRIMs ini mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 5 1. Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan TRIMs. 2. Sekali dalam setahun melaporkan hasil monitoringnya kepada Council for Trade in Goods. 3. Melakukan pertemuan berkala minimal 1 kali setahun. 4. Melakukan pertemuan jika dimintakan oleh setiap anggota WTO. 5. Memberikan kesempatan kepada para anggota WTO yang ingin berkonsultasi dengan Committee on TRIMs tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan TRIMs. 6. Melakukan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh TRIMs kepadanya. Di samping itu, untuk menjaga agar ketentuan dalam TRIMs tersebut selalu up to date, maka minimal dalam 5 tahun berlakunya WTO Agreement, Council for Trade in Goods dari WTO harus me-review pelaksanaan TRIMs. Bila perlu mengusulkan amandemen terhadap TRIMs tersebut kepada the Ministerial Conference dari WTO, untuk diputuskan oleh the Ministerial Conference tersebut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam WTO. 6 D. Efek TRIMs Bagi Negara Berkembang Secara singkat dapat dikatakan bahwa Perjanjian TRIMs tidak terlalu membebani negara-negara anggotanya secara signifikan dan tidak menghambat negara anggotanya, khususnya negara berkembang untuk mengatur penanaman modal asing di dalam wilayahnya. 7 5 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 99. 6 Ibid., hlm. 99-100. 7 Huala Adolf, Op.cit., hlm 127.
Namun demikian, larangan persyaratan kandungan lokal (local content requirement) dan persyaratan neraca perdagangan (trade balancing requirement) telah memaksa negara sedang berkembang untuk secara bertahap memberhentikan pencantuman persyaratan terhadap penanaman modal asing untuk menggunakan kandungan atau komponen lokal. Hal ini merupakan implikasi negatif karena negara-negara ini acapkali menerapkan persyaratan-persyaratan ini untuk memajukan industri dalam negeri dan pembangunan ekonominya. Implikasi lainnya dari Perjanjian TRIMs adalah bahwa perjanjian tersebut membatasi kewenangan atau kontrol negara tuan rumah terhadap penanaman modal secara langsung. Hal ini sebenarnya merupakan tantangan cukup besar terhadap kebijakan penanaman modal dari negara sedang berkembang. Negara berkembang pada umumnya memang kerapkali berupaya mengontrol penanaman modal asing. 8 Di samping itu, kewajiban notifikasi dan transparansi untuk negara sedang berkembang sehubungan dengan TRIMs tidaklah mudah bagi negara-negara ini. Suatu studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak kesulitan dalam menaati kewajiban notifikasi dari upaya-upaya yang tidak sesuai dengan TRIMs kepada Sekretariat WTO. 9 Untuk mencegah atau meminimalisasi implikasi negatif untuk perundingan di masa depan di bidang penanaman modal bagi negara sedang berkembang, Mashayekhi dan Gibbs mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: 10 'If developing countries are to maintain influence over the future international trade agenda in the area of investment, consistent with their growing importance as import markets, they will have to exert considerable efforts to prepare technically sound initiatives reflecting the realities of globalization and liberalization for action in their favour, i.e. 'positive agenda', and to form solid alliances and to counter proposals emanating from developed country...' Pendapat dua sarjana tesebut di atas secara singkat merekomendasikan negara sedang berkembang untuk: 11 1. Berupaya lebih keras untuk memasukkan atau memberi pengaruh dan inisiatif secara teknis tentang keinginan dan usulan negara-negara sedang berkemang ke dalam agendaagenda perundingan mengenai trims; 2. Negara-negara sedang berkembang untuk semakin giat membentuk blok-blok atau aliansi di antara mereka; dan 3. Mendesak negara berkembang untuk lebih proaktif dalam hal memberi proposal atau usulan tandingan terhadap proposal atau usulan negara maju. Pendapat Mashayekhi dan Gibbs tersebut patut disambut positif. Pendapat tersebut juga penting mengingat dilihat dari kenyataannya dewasa ini, posisi negara sedang berkembang memang sangat lemah. 12 E. Perkembangan Perjanjian TRIMs Dalam Konferensi WTO Sampai saat ini (Maret 2012) Ministerial Conference WTO telah dilaksanakan 8 kali 13, namun pembahasan yang terkait dengan Perjanjian TRIMs hanya tampak jelas pada 8 Ibid., hlm. 127-128. 9 Ibid., hlm. 128. 10 Ibid., hlm. 128-129. 11 Ibid., hlm. 129. 12 Ibid.
Ministerial Conference WTO ke-1 di Singapura (9-13 Desember 1996) dan ke-4 di Doha (9-13 November 2001), Ministerial Conference WTO lainnya tidak secara khusus membahas atau menyepakati persoalan yang terkait dengan Perjanjian TRIMs, hal ini dikarenakan pada konferensi yang dilaksanakan setelah Konferensi Doha, negara-negara anggota WTO sibuk dengan persoalan produk pertanian, dimana negara berkembang merasa dirugikan dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara maju terhadap petaninya. Hingga saat ini persoalan tersebut belum mencapai konsensus. Adapun hasil dari Konferensi Singapura terkait dengan penanaman modal adalah sebagai berikut: 14 1. Negara peserta untuk pertama kalinya sepakat dan mengakui keterkaitan erat antara penanaman modal dan kebijakan kompetisi (persaingan), dua bidang yang disepakati sebagai agenda yang menyatu untuk bahan pembahasan di masa depan. Hubungan kedua bidang ini, penanaman modal dan persaingan, dipandang sebagai The Singapore Issue. 2. Negara peserta sepakat untuk membentuk dua kelompok kerja, yaitu satu kelompok kerja guna mengkaji hubungan antara perdagangan dan penanaman modal. Kelompok kerja kedua mengkaji masalah-masalah yang diangkat oleh negara-negara anggota mengenai interaksi antara perdagangan dan kebijakan kompetisi, termasuk praktek-praktek antikompetisi guna mengidentifikasi hal-hal yang akan dibahas di masa depan; 3. Negara anggota menyadari dan menganggap penting upaya-upaya lembaga-lembaga internasional seperti misalnya UNCTAD, yang juga berupaya merumuskan aturan-aturan di bidang penanaman modal. Untuk itu, negara anggota sepakat bahwa WTO perlu bekerja sama erat dengan lembaga-lembaga tersebut dalam berupaya mencari rumusan yang tepat untuk mengatur perdagangan dan penanaman modal; 4. Negara-negara anggota sepakat pula bahwa di dalam pembahasan substansi aturanaturan penanaman modal, pertimbangan faktor pembangunan dari negara sedang berkembang perlu mendapat perhatian; 5. Negara-negara anggota sepakat bahwa hasil kerja dari (dua) kelompok kerja tersebut di atas diberi waktu 2 tahun yang hasilnya akan ditinjau ulang untuk menentukan tindak lanjut dari hasil kerja kedua kelompok kerja tersebut. Adapun dalam Konferensi Doha, salah satu hasil penting di bidang penanaman modal adalah diakuinya kembali hubungan erat antara perdagangan dan penanaman modal. Deklarasi menyatakan bahwa masalah hubungan kedua bidang ini sejak awal dipandang sebagai Singapore Issue. Seperti telah dinyatakan di atas, untuk mengkaji masalah Singapore Issue ini suatu working group telah dibentuk berdasarkan Hasil Singapore Ministerial Conference tahun 1996. 15 Dalam pertemuan tahun 2001 ini, deklarasi yang dikeluarkannya tidak menyatakan bahwa negosiasi di bidang ini akan segera dilaksanakan. Deklarasi 2001 ini menyatakan: negotiations will take place after the Fifth Session of the Ministerial Conference on the basis of a decision to be taken, by explicit consensus, at that session on modalities of negotiations [i.e. how the negotiations are to be conducted]. Dalam jangka waktu hingga diselenggarakannya Ministerial Conference tahun 2003, Deklarasi kali ini memerintahkan the 13 Selengkapnya lihat http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/minist_e.htm 14 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 133-134. 15 Ibid., hlm. 142.
working group untuk memfokuskan dirinya guna mengklarifikasi ruang lingkup dan definisi mengenai pokok bahasan (TRIMs), prinsip transparansi, prinsip non-diskriminasi, cara-cara untuk mempersiapkan komitmen-komitmen dari hasil negosiasi, ketentuan mengenai pembangunan, pengecualian dan tindakan penyelamat neraca pembayaran, konsultasi dan penyelesaian sengketa. 16 Komitmen hasil negosiasi (the negotiated commitments) disepakati akan mengikuti model yang digunakan dalam perjanjian GATS. Dalam perjanjian GATS, komitmen negaranegara ditetapkan dengan berdasarkan pada - positive lists -, tidak menerapkan pemberian komitmen yang luas dan memuat daftar-daftar pengecualian. Deklarasi menyatakan pula beberapa prinsip seperti prinsip kebutuhan untuk menyeimbangkan kepentingan negaranegara (negara investor dan negara penerima modal asing), hak negara untuk mengatur penanaman modal, prinsip pembangunan, kepentingan umum dan keadaan-keadaan khusus dari negara tertentu. 17 MP7 16 Ibid. 17 Ibid., hlm. 142-143.