3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi dengan data-data pendukung mengenai lokasi penelitian dan peran Sungai Bone sebagai inlet PDAM Kota Gorontalo, sehingga menguatkan peneliti untuk mengambil lokasi di Sungai Bone dan sesuai dengan variabel yang diteliti, yaitu dalam hal mengidentifikasi makroinvertebrata disesuaikan dengan jenis makroinvertebrata yang ditemukan dan diklasifikasikan. 3.1.2 Waktu Penelitian April 2012. 3.2 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 Maret 2012 sampai 14 Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif yaitu memberi gambaran tentang Kualitas Air Sungai Bone yang diteliti dengan menggunakan metode Biomonitoring. 3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.3.1 Variabel Penelitian Variabel terikat (variabel dependen) pada penilitian ini adalah status kualitas air Sungai Bone dengan menggunakan biomonitoring. Sedangkan variabel yang mempengaruhi (variabel independen) adalah keberadaan dan jenis makroinvertebrata yang ditemukan sebagai bioindikator penentuan status kualitas air sungai.
3.3.2 Definisi Operasional Variabel Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti, maka perlu diberikan definisi operasional sebagai berikut : 1. Sungai Sungai merupakan salah satu mata rantai dalam daur hidrologi, yaitu suatu badan air yang mengalir melalui suatu saluran alam. Sungai memiliki tiga titik, yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir. Adapun sungai secara umum membentuk 4 jenis habitat perairan, yaitu sungai dangkal, berbatu, berarus deras dan bergejolak (riffle), sering dijumpai pada sungai pegunungan di bagian hulu, sungai agak dalam, berarus lambat dan permukaan air tenang, substrat dasar umumnya pasir dan kerikil (gravel), sungai dalam, berarus lambat, subtrat pasir dan lumpur (pool). Kondisi sungai ini umumnya terdapat di hilir dan dataran rendah, dan tepi sungai yang banyak ditumbuhi dengan tumbuhan air. 2. Stasiun Stasiun, yang dimaksudkan pada penelitian ini merupakan lokasi pengambilan sampel. Untuk lokasi pengambilan sampel pada penelitian ini, dilakukan pada 3 stasiun yang berbeda mengikuti aliran air Sungai. Stasiun pertama berlokasi di daerah Suwawa, yang mewakili bagian hulu sungai, dan stasiun kedua berada di daerah Kabila, yang mewakili bagian tengah sungai, dan selanjutnya stasiun ketiga berada di Kota Gorontalo, lebih tepatnya di jembatan Talumolo, yang mewakili bagaian hilir.
3. Makroinvertebrata Makroinvertebrata adalah kelompok hewan yang tidak memiliki tulang belakang yang hidup menempel pada substrat atau sedimen, dan tertanam oleh jaringan yang memiliki ukuran 0,5 mm 1 mm, hidupnya menempati substrat seperti sedimen, debris, kayu-kayu, makrofita, alga berfilamen, dan lain-lain. Makroinvertebrata yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya pencemaran air sungai, yaitu apabila terdapat bahan pencemar dalam perairan, maka hewan yang sangat peka akan hilang karena tidak mampu bertahan hidup. Jenis-jenis makroinvertebrata yang sangat peka terhadap bahan pencemar antara lain larva lalat batu (Plecoptera) dan larva ulat kantong (Trichoptera). Karena kepekaannya terhadap pencemar, maka jenis-jenis tersebut hanya dapat ditemukan pada air berkualitas sangat baik atau belum tercemar. Bila kedua makroinvertebrata di atas masih ditemukan berarti kualitas perairan tersebut masih sangat baik. Jenis makroinvertebrata lain seperti larva kumbang (Coleoptera), nimfa capung (Odonata), keong, siput dan udang memiliki kepekaan sedang. Apabila pada perairan ditemukan jenis-jenis tersebut ada indikasi bahwa telah ada bahan pencemar. Sementara itu, jenis makroinvertebrata seperti cacing rambut dan lintah termasuk jenis yang tidak peka terhadap bahan pencemar. Oleh karena itu hewan tersebut masih mampu bertahan pada perairan yang sudah banyak tercemar atau dalam kondisi kualitas yang buruk. Dengan demikian,
apabila pada perairan hanya ditemukan cacing rambut dan lintah, berarti perairan tersebut sudah sangat tercemar. 4. Suhu atau temperatur Suhu atau temperatur merupakan derajat panas atau dinginnya air yang diukur pada skala definit, seperti derajat Celcius ( o C), ataupun derajat Fahrenheit ( o F). Suhu sangat mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air. (Rahayu,dkk, 2009). Alat yang digunakan dalam pengukuran suhu air adalah termometer standar. Langkah dalam pengukuran suhu adalah sebagai berikut : 1. Masukkan termometer ke dalam air selama 3-5 menit. 2. Baca suhu saat termometer masih di dalam air, atau secepatnya setelah dikeluarkan dari dalam air. 5. PH PH menunjukkan tingkat keasaman air. Skala ph berkisar atara 0-14, dengan kisaran sebagai berikut : a. ph 7, termasuk dalam kondisi netral. b. ph < 7, termasuk dalam kondisi asam. c. ph > 7, termasuk dalam kondisi basa Sebagian besar biota 15 akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph dengan kisaran 7-8,5. 6. Kekeruhan Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik ataupun yang organik. Zat anorganik,
biasanya berasalkan lapukan batu dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman ataupun hewan. Berbagai limbah seperti buangan domestik, pertanian, dan industri merupakan sumber kekeruhan. Longsor, banjir, juga dapat menambah kekeruhan yang banyak. Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut di dalam air misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran lainnya. Apabila kondisi air sungai semakin keruh, maka cahaya matahari yang masuk ke permukaan air berkurang dan mengakibatkan menurunnya proses fotosintesis oleh tumbuhan air (Soemitrat, 2011). 7. Biomonitoring Biomonitoring yang berasal dari Biological Monitoring adalah upaya melakukan pemantauan kualitas lingkungan dengan menggunakan organisme yang hidup di dalam ekosistem itu sebagai indikator. Organisme yang hidup di dalam perairan dapat menjadi indikator di dalam menentukan kesehatan ekosistem perairan. Setiap cekaman terhadap ekosistem perairan dapat bermanifestasi pada organisme yang hidup di dalam ekosistem itu. 3.4 Populasi dan sampel Populasi pada penelitian ini adalah Sungai Bone. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah bagian Hulu, bagian Tengah, dan bagian Hilir Sungai Bone. Pengambilan sampel bukan secara acak atau nonrandom adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat
diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan kepada segi-segi kepraktisan belaka. Metode yang digunakan, yaitu Purposive Sampling. Pengambilan sampel secara Purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). 3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Sumber Data Penelitian Data-data pada penelitian ini dapat diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder. Dimana untuk data primer yaitu data yang dikumpulkan melalui observasi langsung di lokasi pengamatan, yaitu Sungai Bone. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai laporan, data dan informasi yang tersedia di instansi atau lembaga pemerintah dan masyarakat. Data sekunder yang diperlukan berupa data gambaran umum Sungai Bone, pemantuan terhadap kualitas Air Sungai secara fisik dan kimia. Data dan peta dikumpulkan dari instansi terkait, yaitu Balihristi Provinsi Gorontalo. Selain dari instansi terkait, data sekunder ini juga diperoleh dari laporan survei, buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, serta jurnal yang diperoleh dari media internet. 3.5.2 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat dan bahan, serta panduan BIOTILIK atau makroinvertebrata yang dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan dan jumlah dari makroinvertebrata yang dimaksudkan dalam penelitian.
3.5.3 Pengumpulan Data Cara yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu dengan pemantauan langsung pada lokasi penelitian. Adapun langkah-langkah yang akan digunakan untuk pengumpulan data dalam hal ini pengambilan sampel adalah sebagai berikut : a. Masuklah ke dalam aliran sungai untuk melakukan pengambilan sampel jika kedalaman sungai kurang dari 50 centimeter. Untuk sungai yang dalam, pengambilan sampel cukup dilakukan dari tepi sungai. Lakukan teknik kicking untuk mengumpulkan sampel hewan makroinvertebrata dari dasar sungai. b. Lakukan teknik Kicking untuk mengumpulkan makroinvertebrata dari dasar sungai yang berbatu kecil dan berpasir. Berdiri menghadap arah aliran air sungai (hilir), letakkan jaring 50 centimeter di depan petugas pemantau sungai dan masukkan jaring ke dalam air hingga menempel di dasar sungai. Aduk-aduk secara pelan substrat dasar sungai yang ada di depan petugas untuk membalik substrat dasar sungai yang terbenam dengan gerakan kaki berputar-putar selama 3 menit. Angkat jaring dari dalam air dan bersihkan dari sisa lumpur dengan mencelup-celupkan jaring kedalam air sampai air di sekeliling jaring terlihat jernih. Hatihati jangan sampai substrat di dalam jaring tumpah dan hewan dalam jaring terlepas c. Tuangkan substrat dari dalam jaring ke dalam nampan plastik dengan meletakkan mulut jaring menghadap ke nampan di bawahnya, masukkan jaring bagian luar ke bawah mulut jaring secara hati-hati
lalu disiram dengan air sedikit demi sedikit sampai semua substrat dan hewan yang menempel di jaring jatuh ke dalam nampan plastik. d. Amati semua hewan yang bergerak dalam nampan dengan teliti. Ambillah semua hewan makroinvertebrata dari dalam nampan dengan sendok plastik dan pipet, masukkan hewan ke dalam kotak bersekat pada cetakan es batu yang telah diisi air hingga setengah bagian. Kelompokkan hewan sesuai jenisnya di dalam masing-masing kotak bersekat. Lakukan sampai semua hewan terambil dari dalam nampan dan usahakan agar hewan tetap hidup. Untuk hasil pemantauan yang lebih teliti diperlukan minimal 300 ekor hewan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar. e. Lakukan analisis data BIOTILIK atau mkroinvertebrata berdasarkan tabel indeks biotik. Selanjutnya untuk pengamatan dengan parameter fisik dan kimia, yaitu suhu, kekeruhan, dan ph, adalah sebagai berikut : 1. Temperatur Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer Hg skala 0 500 o C. Termometer dimasukkan ke dalam air sedalam ±10 cm dan dibiarkan selama 3 menit, lalu diangkat dan dibaca. 2. ph air Pengukuran dilakukan dengan menggunakan ph-meter. Elektroda dari phmeter dimasukkan ke dalam sampel air yang diukur, selanjutnya setelah angka yang tertera pada display stabil, langsung dibaca.
3. Kekeruhan Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan menggunakan alat turbidity meter. Sampel air dimasukkan kedalam botol sampel, selanjutnya botol sampel di lumasi dengan silicon oil, dan kemudian masukkan botol sampel tersebut kedalam turbidity meter tekan read, setelah angka muncul pada layar langsung dibaca. 3.6 Teknik Analisis Data Dari data yang diperoleh melalui pengamatan langsung di Sungai Bone, dikumpulkan dalam tabel pemantauan yang selanjutnya dilakukan perhitungan indeks biotik, yaitu berdasarkan FBI dengan tujuan memperoleh data kualitas air Sungai Bone melalui metode biomonitoring. Data yang telah diolah selanjutnya disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel klasifikasi makroinvertebrata disertai dengan penjelasannya. Selain dengan pengamatan langsung di Sungai Bone, dilakukan pula pengamatan di Laboratorium untuk parameter fisik dan kimia, yaitu ph dan kekeruhan. Untuk suhu dilakukan pengukuran secara langsung di ketiga stasiun pengambilan sampel.
Tahap-tahap Penelitian Sungai Bone (Lokasi Penelitian) Menggali informasi tentang Sungai Bone, dari berbagai narasumber, dan media Melakukan pemantauan langsung mengenai status kualitas air Sungai Bone Menentukan lokasi yang akan dijadikan titik pengambilan sampel Pengambilan sampel dengan menggunakan alat berupa jaring dengan ukuran 0,55 mm, dan pengukuran suhu air sungai Selanjutnya melakukan pemilahan atau sortasi makroinvertebrata yang didapatkan dengan menggunakan kaca pembesar, dan diletakkan dalam wadah Mengidentifikasi makroinvertebrata dalam penentuan status kualitas air sungai Status Kualitas Air Sungai Bone dengan Metode Biomonitoring, dan Makroinvertebrata sebagai Bioindikator Menganalisis dan menginterpretasi data yang diperoleh. Pengamatan di Laboratorium untuk ph, dan kekeruhan