BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

PROVINSI JAWA TENGAH

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 4 TAHUN TENTANG

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II RETRIBUSI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISAME PERFORASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG,

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai aspek, antara lain ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum, sebagai mana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai sebuah negara, Indonesia mempunyai tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke IV yaitu membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang mendasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan tersebut secara implisit mengisyaratkan bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut ajaran negara kesejahteraan (welfare state). Dalam hal ini, kewajiban pemerintah Indonesia tidak sematamata melaksanakan tugas pemerintahan saja, tetapi juga melaksanakan kesejahteraan sosial untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah didasarkan pada asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Asas desentralisasi dalam hubungan kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan salah satu cara untuk mewujudkan prinsip demokrasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berdasarkan asas desentralisasi, maka memberi kesempatan dan keluasaan kepada daerah untuk 1

menyelenggarakan pemerintahan daerah berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dasar hukum penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan UUD 1945 diatur dalam Plasal 18 yang menenrukan sebagai berikut: 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. 2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan. 3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 4. Gubernur, Bupati dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. 5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. 6. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan. 7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-undang. 2

Peraturan pelaksanaan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk mewujudkan pelaksanaan asas desentralisasi, maka dibentuk daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal (1) angka 12 UU No. 23 Tahun 2014 yang menegaskan sebagai berikut: Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri yang tidak bergantung kepada pemerintahan pusat, oleh karena itu daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki, sesuai kewenangan yang diberikan kepada daerah melalui kebijakan otonomi daerah. Pasal 1 angka 6 UU No. 23 Tahun 2014 menentukan tentang pengertian otonomi daerah sebagai berikut: Otonomi daerah adalah hak, kewenangan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai subsistem 3

pemerintahan daerah. dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi. dan nepotisme. Deddy Supriady dalam hal ini berpendapat: Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan suniber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, prinsip masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat (Deddy Supriady, 2002: 22). Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah tidak akan beijalan dengan baik tanpa dukungan kewenangan yang luas. nyata disertai dengan tanggung jawab secara proposional atas dasar asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Deddy Supriady dalam hal ini mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan dukungan kewenangan yang luas, nyata. dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian. dan pemanfaatan sumber daya nasional yang 4

berkeadilan, secara perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. (Deddy Supriady, 2002: 169). Bagir Manan di lain pihak berpendapat sebagai berikut: Penwujudan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan asas desentralisasi adalah berupa otonomi yang luas. nyata, dan bertanggungjawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencangkup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, monetor dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi mencangkup pula kewenagan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraanya mulai dari perencanaan, pelaksanaan. pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. (Bagir Manan, 2001: 35). Konsekuensi diberikannya otonomi daerah maka menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan sumber-sumber keuangan bagi pelaksanaan desentralisasi. Sumber-sumber keuangan bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi menurut Bagir Manan adalah sebagai berikut: Sumber keuangan bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dapat berupa pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain 5

penerimaan yang sah. Sedangkan sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sumber pendapatan daerah tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan tergantung kepada berbagai faktor, misalnya ekonomi, sosial, dan pertahanan keamanan. (Bagir Manan. 2002: 42). Sejalan dengan pemberian urusan kepada daerah termasuk sumber keuangannya, maka UU No. 23 Tahun 2014 mengatur tentang sumber pendapatan daerah pada Pasal 285 yang menegaskan tentang sumber pendapatan daerah sebagai berikut: 1. Sumber pendapatan Daerah terdiri atas: a. Pendapatan asli Daerah meliputi: 1) Pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. b. Pendapatan transfer, dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 2. Pendapatan tranfer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi: 6

a. Tranfer pemerintahan pusat terdiri atas: 1) Dana perimbangan 2) Dana otonomi khusus 3) Dana keistimewaan. dan 4) Dana desa b. Tranfer antar Daerah terdiri atas: 1) Pendapatan bagi hasil, dan 2) Bantuan keuangan Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi daerah. Retribusi Daerah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah berperang penting dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, hal ini sebagaimana termasuk dalam Konsiderans menimbang huruf c UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menegaskan sebagai berikut: Bahwa pajak daerah dan retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Pengertian retribusi sendiri berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 ditegaskan pada Pasal 1 angka 64 sebagai berikut: Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintahan Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. 7

Marihot P. Siahaan memberikan pendapatnya tentang pengertian retribusi sebagai berikut: Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut bisa dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. Pemungutan retribusi di Indonesia adalah retribusi yang dipungut sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintahan daerah. Marihot P. Siahaan dalam hal ini berpendapat sebagai berikut: Retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jasa adalah kegiatan pemerintahan daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh barang pribadi atau badan. Dengan demikian, bila seorang ingin menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintahan daerah, maka ia harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Marihot P. Siahaan, 2005: 6). Beberapa ciri yang melekat pada retribusi adalah sebagai berikut: 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan Undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan. 2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintahan daerah. 8

3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintahan daerah atas pembayaran yang dilakukannya. 4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (Marihot P. Siahaan, 2005, 7). Obyek retribusi berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 ditegaskan pada Pasal 108 sebagai berikut: 1. Obyek retribusi adalah: a. Jasa Umum b. Jasa Usaha, dan c. Perizinan tertentu. 2. Retribusi yang dikenakan atas jasa umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum. 3. Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. 4. Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. Berdasarkan ketentuan Pasal 108 UU. No 28 Tahun 2009 sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa retribusi dapat digolongkan 9

menjadi tiga jenis yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, Retribusi Perizinan tertentu. Pengertian Retribusi Jalan Umum berdasarkan Pasal 109 UU. No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut: Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintahan Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Salah satu komponen dari Retribusi Jalan Umum adalah Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Pasal 110 UU. No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menegaskan bahwa Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum termasuk dalam jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, yaitu sebagai berikut. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah: 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan 2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catalan Sipil 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 6. Retribusi Pelayanan Pasar 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 10

10. Retribusi Penyediaan dan/alat Penyedotan Kakus 11. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair 12. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang 13. Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan 14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. Proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sudah barang tentu memerlukan pembiayaan, demikian halnya dengan Pemerintahan Daerah Kabupaten Banyumas yang merupakan salah satu daerah otonom. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tersebut memerlukan dukungan dana yang memadai, sehingga memerlukan upaya yang keras untuk menggali segenap potensi yang ada untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, yaitu melalui kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, salah satunya adalah dengan peningkatan pendapatan Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: "PERANAN RETRIBUSI PARKIR DI AREA PARKIR PASAR WAGE PURWOKERTO DALAM MENDUKUNG PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BANYUMAS". B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 11

1. Bagaimanakah peranan retribusi Parkir di area Parkir Pasar Wage Purwokerto dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyumas? 2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten Banyumas pada pemungutan Retribusi Parkir di area Parkir Pasar Wage Purwokerto dalam rangka mendukung Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyumas? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui peranan Retribusi Parkir di area Parkir Pasar Wage Purwokerto dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Banyumas. 2. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas pada pemungutan Retribusi Parkir di area Parkir Pasar Wage Purwokerto dalam rangka mendukung Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyumas. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa umumnya dan mahasiswa jurusan Ilmu Hukum pada khususnya sebagai referensi yang tertarik dalam kajian ini. 12

2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi semua pihak, terutama pemerintahan daerah, sebagai upaya untuk mengoptimalkan pemungutan Retribusi Parkir di area Parkir Pasar Wage Punwokerto dalam rangka mendukung Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyumas. 13