LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN FT UB

dokumen-dokumen yang mirip
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM UJI MATERIAL

PERATURAN LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN

MODUL PRAKTIKUM UJI MATERIAL

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

MODUL PRAKTIKUM UJI MATERIAL

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

PRAKTIKUM UJI KETANGGUHAN BAHAN

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM)

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

BAB III METODE PENELITIAN. oleh pengelola program studi sampai dinyatakan selesai yang direncanakan

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

BAB III METODE PENELITIAN

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

BAB III METODE PENELITIAN

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS. R. Bagus Suryasa Majanasastra 1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

Karakterisasi Material Sprocket

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

BAB III METODE PENELITIAN

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

TUGAS AKHIR PENELITIAN STAINLESS STEEL

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

ANALISA PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS DARI MATERIAL TABUNG FREON

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Roda Gigi Transduser merk CE.A Sebelum dan Sesudah Di-Treatment

KARAKTERISASI BAJA CHASIS MOBlL SMK (SANG SURYA) SEBELUM DAN SESUDAH PROSES QUENCHING

PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT PADA KEKERASAN MATERIAL SPECIAL K (K100)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ZINC DAN KETAHANAN KOROSI PADA PERMUKAAN LINK ENGINE HANGER SEBELUM PROSES PELAPISANNYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS BAJA ASSAB 705 M YANG DIGUNAKAN PADA KOMPONEN STUD PIN WINDER

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA ABSTRAK

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING PADA PROSES QUENCHING TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA AISI 4140

MANUAL PROSEDUR LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN

Transkripsi:

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN MALANG LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN FT UB Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Semester Ganjil 2013/2014

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Dosen Pembimbing Erwin Sulistyo, Ir., MT NIP. 19661213 199802 1 001

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG BAB I LATAR BELAKANG PENGUJIAN Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Asisten Pembimbing Yogi Ario Nugroho NIM. 1110620085

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG BAB II PENGUJIAN KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Asisten Pembimbing Yogi Ario Nugroho NIM. 1110620085

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG BAB III PENGUJIAN KEKUATAN KEJUT Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Asisten Pembimbing Satriyo Wiweko Setyo Muntoho NIM. 1110620080

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG BAB IV PENGUJIAN KEKUATAN TARIK Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Asisten Pembimbing Franciska Lova D NIM. 1010620068

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG BAB V PENGUJIAN KEMAMPUKERASAN Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Asisten Pembimbing Adhitya Octaridwan Y NIM. 1010620063

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM UJI MATERIAL LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG BAB VI PACK CARBURIZING Disusun oleh : Kelompok 16 Arif Budi Susanto 1220620073 Arya Jannata 1220620103 Tria Puspa Sari 1220620121 M. Muchlis Fajar Udin 1220620146 Musthafa Endy B 1220623034 Agitya Pramestianto 1220620077 Muhammad Rughby 1220623045 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Asisten Pembimbing Sony Satriyo Laksono NIM. 1010620025

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga laporan praktikum Uji Material ini dapat terselesaikan dengan baik Pembuatan laporan ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dari praktikum Uji Material. Penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kelancaran bidang akademik mahasiswa khususnya dan pembaca pada umumnya. Dalam pembuatan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada. 1. Bapak Ir. Erwin Sulistyo, MT. selaku Kepala Laboratorium Pengujian Bahan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. 2. Bapak Suhastomo selaku Laboran Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. 3. Para asisten Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. 4. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya yang telah membantu baik secara moril maupun materiil. Pembuatan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan laporan ini. Malang, November 2013 Penulis i

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... i ii v vii ix BAB I LATAR BELAKANG PENGUJIAN... 1 BAB II PENGUJIAN KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR 2.1 Tujuan Pengujian... 2 2.2 Definisi Kekerasan... 2 2.3 PelaksanaanPengujian... 2 2.3.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan Spesifikasi Alat yang Digunakan... 2 a. Uji Kekerasan... 2 b. Uji Mikrostruktur... 3 Komposisi Kimia Spesimen... 7 Pergeseran Titik Eutectoid... 7 Bentuk dan Dimensi Spesimen... 8 2.3.2 Prosedur Pengujian a. Uji Kekerasan... 8 b. Uji Mikrostruktur... 9 2.4 Hipotesa... 9 2.5 Pengolahan Data 2.5.1 Data Kelompok... 10 2.5.2 Data antar kelompok... 19 dicari data dari kelompok yang lain : Suhu Sama Perlakuan Beda 2.6 Pembahasan... 24 2.7 Kesimpulan dan Saran 2.7.1 Kesimpulan... 26 2.7.2 Saran... 27 BAB III PENGUJIAN KEKUATAN KEJUT 3.1 Tujuan Pengujian... 28 3.2 Definisi Kekuatan Kejut... 28 3.3 Pelaksanaan Pengujian... 28 3.3.1 Alatdan Bahan yang Digunakan Spesifikasi Alat yang Digunakan... 28 Komposisi Kimia Spesimen... 30 Pergeseran Titik Eutectoid... 30 Bentuk dan Dimensi Spesimen... 31 3.3.2 ProsedurPengujian... 32 3.4 Hipotesa... 32 3.5 Pengolahan Data 3.5.1 Data Kelompok... 34 3.5.2 Data Antar Kelompok... 34 dicari Data dari Kelompok yang Lain : ii

Suhu Sama Perlarkuan Beda 3.6 Pembahasan... 40 3.7 Kesimpulan dan Saran 3.7.1 Kesimpulan... 43 3.7.2 Saran... 43 BAB IV PENGUJIAN KEKUATAN TARIK 4.1 Tujuan Pengujian... 44 4.2 Definisi Kekuatan Tarik... 44 4.3 Pelaksanaan Pengujian... 44 4.3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan... 44 Spesifikasi Alat yang Digunakan... 44 Komposisi Kimia Spesimen... 47 Pergeseran Titik Eutectoid... 47 Bentuk dan Dimensi Spesimen... 48 4.3.2 Prosedur Pengujian... 48 4.4 Hipotesa... 49 4.5 Pengolahan Data 4.5.1 Data Kelompok... 50 4.5.2 Data Antar Kelompok (Beda Perlakuan)... 57 4.6 Pembahasan... 60 4.7 Kesimpulan dan Saran 4.7.1 Kesimpulan... 76 4.7.2 Saran... 76 BAB V PENGUJIAN KEMAMPUKERASAN 5.1 Tujuan Pengujian... 77 5.2 Sifat Kemampukerasan (Hardenability) Baja... 77 5.3 Pelaksanaan Pengujian 5.3.1Alat dan Bahan yang Digunakan... 78 Spesifikasi Alat yang Digunakan... 78 Komposisi Kimia Spesimen... 82 Pergeseran Titik Eutectoid... 82 Bentuk dan Dimensi Spesimen... 84 5.3.2 ProsedurPengujian... 84 5.4 Hipotesa... 84 5.5 Pengolahan Data 5.5.1 Data Kelompok... 85 5.5.2 Data antar Kelompok... 89 Dicari data dari kelompok yang lain : Suhu Sama Holding Beda Suhu Beda Holding Sama 5.6 Pembahasan... 95 5.7 Kesimpulan dan Saran 5.7.1 Kesimpulan... 100 5.7.2 Saran... 101 BAB VI PARK Carburizing 6.1 Tujuan Pengujian... 102 6.2 Park Carburizing... 102 6.3 Pelaksanaan Pengujian... 103 iii

6.3.1Alat dan Bahan yang Digunakan... 103 Spesifikasi Alat yang Digunakan... 103 Komposisi Kimia Spesimen... 105 Pergeseran Titik Eutectoid... 105 Bentuk dan Dimensi Spesimen... 106 6.3.2 Prosedur Pengujian... 106 6.4 Hipotesa... 107 6.5 Pengolahan Data 6.5.1 Data Kelompok... 108 6.5.2 Data Antar Kelompok... 109 Dicari Data dari Kelompok yang Lain : Suhu Sama Media Pendingin Beda Suhu Beda Media Pendingin Sama 6.6 Pembahasan... 114 6.7 Kesimpulan dan Saran 6.7.1 Kesimpulan... 118 6.7.2 Saran... 118 DAFTAR PUSTAKA... xi iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Microhardness Vickers Test Gambar 2.2 Centrifugal Sand Paper Machine Gambar 2.3 Kertas Gosok Gambar 2.4 Jangka Sorong Gambar 2.5 Penggaris Gambar 2.6 Bolpoint Gambar 2.7 Microscope logam Gambar 2.8 Kamera Gambar 2.9 Etsa Gambar 2.10 Kertas Gosok Gambar 2.11 Batu Hijau Gambar 2.12 Kain Flanel Gambar 2.13 Pergeseran titik eutectoid Gambar 2.14 Bentuk dan dimensi spesimen Gambar 2.15 Mikrostruktur tanpa perlakuan Gambar 2.16 Uji t Gambar 2.17 Mikrostruktur Martempering 500 o C holding 30 Gambar 2.18 Uji t student Gambar 2.19 Kurva distribusi t Gambar 3.1 Charpy impact testing machine Gambar 3.2 Kertas Gosok Gambar 3.3 Jangka Sorong Digital Gambar 3.4 Pergeseran titik eutectoid Gambar 3.5 Bentuk dan dimensi spesimen Gambar 4.1 Mesin tarik Gambar 4.2 Jangka sorong digital Gambar 4.3 Spidol Gambar 4.4 Kertas gosok Gambar 4.5 Penggaris Gambar 4.6 Pergeseran titik eutectoid Gambar 4.7 Bentuk dan dimensi spesimen Gambar 5.1 Hardness penetration diagram v

Gambar 5.2 Kertas gosok Gambar 5.3 Penjepit Gambar 5.4 Dapur listrik Gambar 5.5 Bejana Pendingin Gambar 5.6 Electrical Vickers hardness Gambar 5.7 Stopwatch Gambar 5.8 Centrifugal Sand Paper Machine Gambar 5.9 Penggaris Gambar 5.10 Spidol Gambar 5.11 Pergeseran titik eutectoid Gambar 5.12 Bentuk dan dimensi spesimen Gambar 6.1 Kotak baja Gambar 6.2 Dapur listrik Gambar 6.3 Microhardness Vickers Test Gambar 6.4 Alat penimbang Gambar 6.5 Kertas gosok Gambar 6.6 Pergeseran titik eutectoid Gambar 6.7 Bentuk dan dimensi spesimen vi

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Pergeseran titik eutectoid Tabel 2.2 Data specimen tanpa perlakuan Tabel 2.3 Martempering 500 o C holding 30 Tabel 2.4 Pendinginan factor suhu dan perlakuan panas Tabel 2.5 Perbandingan perhitungan Tabel 2.6 Data kekerasan tanpa perlakuan Tabel 2.7 Data Martempering 500 o C holding 30 Tabel 2.8 Data Kekerasan Annealing 900 o C holding 30 Tabel 2.9 Data Kekerasan Hardening 750 o C holding 30 Tabel 2.10 Data Kekerasan Normalizing 900 o C holding 30 Tabel 2.11 Data Kekerasan rata-rata perlakuan panas Tabel 3.1 Pergeseran titik eutectoid Tabel 3.2 Data hasil pengujian Tabel 4.1 Komposisi kimia bahan Tabel 4.2 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat pengujian Tabel 4.3 Diameter tiap segmen-segmen dan sesudah patah Tabel 4.4 Hasil engolahan data specimen tanpa perlakuan Tabel 4.5 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat pengujian Tabel 4.6 Hasil pengolahan data specimen perlakuan Annealing 850 o C holding 30 Tabel 4.7 Hasil pengolahan data specimen perlakuan Normalizing 850 o C holding 30 Tabel 4.8 Hasil pengolahan data specimen perlakuan Martempering 850 o C holding 30 Tabel 4.9 Hasil pengolahan data specimen perlakuan Hardening oli 850 o C holding30 Tabel 4.10 Hasil pengolahan data specimen perlakuan Hardening air 850 o C holding30 Tabel 5.1 Pergeseran titik eutectoid Tabel 5.2 Spesimen tanpa perlakuan Tabel 5.3 Perlakuan Jominy 850 o C holding 15 Tabel 5.4 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 15 Tabel 5.5 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 35 vii

Tabel 5.6 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 55 Tabel 5.7 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 75 Tabel 5.8 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 95 Tabel 5.9 Data uji Jominy perlakuan 800 o C holding 15 Tabel 5.10 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 15 Tabel 5.11 Data uji Jominy perlakuan 900 o C holding 15 Tabel 5.12 Data uji Jominy perlakuan 950 o C holding 15 Tabel 6.1 Pergeseran titik eutectoid Tabel 6.2 Pengujian park carburizing tanpa perlakuan Tabel 6.3 Pengujian park carburizing perlakuan panas air es 800 o C holding 60 Tabel 6.4 Data kelompok 3, 800 o C holding 60 (udara) Tabel 6.5 Data kelompok 9, 800 o C holding 60 (air) Tabel 6.6 Data kelompok 11, 800 o C holding 60 (0li) Tabel 6.7 Data kelompok 13, 800 o C holding 60 (air garam) Tabel 6.8 Data kelompok 17, 850 o C holding 60 (air es) Tabel 6.9 Data kelompok 19, 900 o C holding 60 (air es) Tabel 6.10 Data kelompok 20, 950 o C holding 60 (air es) viii

DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Martempering 500 o C holding 30 Grafik 2.2 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Beda Suhu Sama Grafik 3.1 Perbandingan Energi Patahan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Hardening 800 o C holding 30 Grafik 3.2 Perbandingan Energi Patahan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Beda Suhu Sama Grafik 4.1 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Kontraksi Annealing 850 o C holding 30 Grafik 4.2 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Kontraksi Tanpa Perlakuan Panas Grafik 4.3 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Regangan (Rekayasa) Tanpa Perlakuan Panas Grafik 4.4 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Regangan (Rekayasa) Annealing 850 o C holding 30 Grafik 4.5 Perbandingan Regangan (Rekayasa-Sejati) dengann Kontraksi Tanpa Perlakuan Grafik 4.6 Perbandingan Regangan (Rekayasa-Sejati) dengann Kontraksi Annealing 850 o C holding 30 Grafik 4.7 Perbandingan Tegangan (Rekayasa)- Regangan (Rekayasa) Berbagai Perlakuan Grafik 4.8 Perbandingan Perubahan Diameter Sebelum dan Sesudah Patah Spesimen Tanpa Perlakuan Grafik 4.9 Perbandingan Perubahan Diameter Sebelum dan Sesudah Patah Spesimen Annealing 850 o C holding 30 Grafik 5.1 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Suhu 850 o C holding 15 Grafik 5.2 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Suhu Sama Holding Beda Grafik 5.3 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Suhu Beda Holding Sama ix

Grafik 6.1 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Park Carburizing 800 o C holding 60 Grafik 6.2 Perbandingan Kekerasan Spesimen Park Carburizing 800 o C holding 60 dengan Variasi Media Pendingin Grafik 6.3 Perbandingan Kekerasan Spesimen Park Carburizing 800 o C holding 60 Media Pendingin Air Es dengan Variasi Temperatur x

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang mekanik telah berkembang secara tepat pada teknologinya, berbagai rekayasa telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu faktor penting dalam melakukan rekayasa adalah pemilihan bahan dan material. Penggunaan bahan dan material harus tepat karena akan berpengaruh terhadap efisiensi, kekakuan / ketahanan, gangguan pemakaian juga usia pakai tersebut. Seperti telah diketahui, besi memiliki nilai kekerasan yang rendah dibanding baja tetapi baja memiliki sifat yang getas dibanding besi dan memiliki massa yang lebih berarti / besar. Sebagai alternatif adanya alumunium yang memiliki massa ringan, kuat rekayasa dilakukan untuk mencari material suatu material yang memiliki kelebihan dari material tersebut kemudian dilakukan rekayasa dan adanya material karbon yang bersifat ringan, kuat, ulet yang telah banyak di aplikasikan sebagai bahan pembuat rangka sepeda motor maupun chasis boam pada mobil. Maka dari itu, suatu bahan memiliki sifat yang berbeda, sifat yang negatif maupun sifat yang positif. Untuk mempertahankan sifat yang positif dari suatu material diadakan / dilakukan rekayasa bahan atau pengujian bahan secara mekanik dan kimia untuk mengetahui sifat-sifat, penggunaan pada suatu bahan sebelum digunakan agar mendapat hasil yang sempurna dan sesuai.

BAB II 2 PENGUJIAN KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR 2.1. Tujuan Pengujian 1. Mengetahui angka kekerasan suatau bahan 2. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan bahan 3. Mengetahuai salah satu cara pengukuran kekerasan 4. Mengetahui perubahan struktur pada setiap perlakuan 2.2. Definisi Kekerasan Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan tusukan (penetrasi/indentasi) dari luar, dapat juga dikatakan kemampuan suatu material untuk menahan deformasi plastis. 2.3 Pelaksanaan Pengujian 2.3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Spesifikasi alat yang digunakan dalam pengujian kekerasan 1. Microhardness Vickers Hardness Tester Gambar 2.1 Microhardness Vickers Hardness Tester Sumber : Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya 2. Centrifugal Sand Paper Machine Spesifikasi alat : - Merk : Saphir - Buatan : Jerman

3 Gambar 2.2 Centrifugal Sand Paper Machine Sumber: Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya 3. Kertas Gosok Digunakan untuk meratakan permukaan specimen Gambar 2.3 Kertas Gosok Sumber : Teknik Mesin Universitas Brawijaya 4. Jangka Sorong Digunakan untuk mengukur dimensi specimen Gambar 2.4 Jangka Sorong Sumber : Anonymous 01 : 2013 5. Penggaris Digunakan untuk mengukur dimensi spesimen

4 Gambar 2.5 Penggaris Sumber : Anonymous 02 : 2013 6. Bolpoint Digunakan untuk mencatat data hasil percobaan Gambar 2.6 Bolpoint Sumber : Anonymous 03 : 2013 a) Spesifikasi alat yang digunakan dalam pengujian mikrostruktur 1. Mikroskop Logam Spesifikasi alat : - Merk : Nikon - Buatan : Jepang

5 Gambar 2.7 Mikroskop Logam Sumber : Teknik Mesin Universitas Brawijaya 2. Kamera Digunakan untuk mengambil gambar Gambar 2.8 Kamera Sumber : Teknik Mesin Universitas Brawijaya 3. Etsa Digunakan untuk memperjelas struktur mikro spesimen. Etsa berupa cairan kimia yang akan bereaksi dengan atom tertentu pada logam, terutama atom-atom yang tidak stabil misalnya atom pada pengujian ini adalah nital, yang merupakan campuran 1-5 ml white nitride acid dalam 100 ml ethyl/methyl alcohol 95-100%. Nital akan menggelapkan pearlite, menampakkan batas butir ferrite dan membedakan ferrite dan martensite.

6 Gambar 2.9 Etsa Sumber : Teknik Mesin Universitas Brawijaya 4. Kertas Gosok Digunakan untuk meratakan permukaan specimen Gambar 2.3 Kertas Gosok Sumber : Teknik Mesin Universitas Brawijaya 5. Batu Hijau Digunakan untuk menghaluskan dan mengkilapkan permukaan specimen Gambar 2.11 Batu hijau Sumbar : Teknik Mesin Universitas Brawijaya

6. Kain flannel 7 Digunakan untuk menghaluskan dan membersihkan specimen dari batu hijau yang tersisa Gambar 2.12 : Kain flannel Sumber : Teknik Mesin Universitas Brawijaya Komposisi kimia spesimen Spesimen : Baja Assab 760 Komposisi : C = 0,50 % Mn = 0,50 % Si = 0,25 % Pergeseran titik eutectoid Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bahan No Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C 1 Mn 0,5% 725 0,74 2 Si 0,25% 730 0,72 =7,47 o C = 0,729 %

8 Gambar 2.13 Pergeseran titik eutectoud Bentuk dan dimensi spesimen Skala : 1:1 Satuan : mm Gambar 2.14 Bentuk dan dimensi spesimen 2.3.2 Prosedur Pengujian a) Pengujian Kekerasan 1. Dilakukan proses heat treatment. 2. Permukaan spesimen yang akan diuji dibersihkan dahulu dari terak dan kotoran dengan Centrifugal Sand Paper Machine sampai betul-betul rata dan dan halis dan siap diuji.

9 3. Pemanasan benda kerja yang akan diuji harus benar-benar diperhatikan. 4. Dilakukan pengujian kekerasan dengan Electrical Brinell Hardness Tester dengan pengambilan data secara acak pada permukaan benda uji. Dalam pengujian kali ini diambil 10 titik secara acak. b) Pengujian Mikrostruktur 1. Permukaan spesimen yang akan difoto diratakan dan dihaluskan dengan Centrifugal Sand Paper Machine. 2. Permukaan spesimen dihaluskan dengan batu hijau dan digosok dengan kain flannel sampai benar-benar mengkilap dan halus. 3. Permukaan spesimen yang sudah mengkilap dibersihkan dengan alcohol, kemudian ditetesi cairan etsa. 4. Spesimen diletakkan pada microscope logam, kemudian focus diatur sampai didapatkan gambar yang jelas dengan perbesaran 450 kali. 5. Dilakukan pemotretan dengan kamera, kemudian hasilnya dicuci dan dicetak. 2.4 Hipotesa a) Pengujian Kekerasan Heat treatment dapat menyebabkan perubahan tingkat kekersan suatu material. Urutan kekerasan yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah hardening, martempering, tanpa perlakuan, normalizing, dan annealing. Hardening menjadi yang paling keras karena proses pendinginan yang cepat dan membentuk butiran rapat dan kecil sehingga ikatan atomnya kuat. Martempering adalah spesimen hardening yang dipanaskan lagi sampai suhu kritis lalu diholding dan diquenching untuk menghilangkan tegangan sisa. Pada spesimen tanpa perlakuan tidak terjadi perubahan sifat mekanik. Normalizing bertujuan menghilangkan tegangan sisa dan memperhalus butir sehingga cendrung lunak dan ulet. Annealing pendinginannya lambat sehingga butiran yang terbentuk besar sehingga cenderung lunak dan ulet. b) Pengujian Mikrostruktur Setelah diberikan perlakuan panas proprsi struktur mikro spesimen mengalami perubahan yaitu ditandai proporsi warna hitam dan putih. Pada perlakuan hardening hitam lebih banyak dari putih.

2.5 Pengolahan Data 10 Data dari hasil pengujian dihitung dan disusun dalam bentuk tabel, masing-masing untuk spesimen tanpa perlakuan dan dengan perlakuan, selain data tersebut, di ambil pula hasil pengujian berupa kekerasan rata-rata untuk perlakuan panas yang berbeda. Dari data-data tersebuat dilakukan dua macam pengolahan data. 2.5.1 Data Kelompok Dilakukan perbandingan nilai kekerasan sebelum dengan sesudah perlakuan panas untuk menentukan ada tidaknya perubahan nilai kekerasan. Untuk itu perludigunakan pengujian dengan metode uji standart t. 1. Spesimen tanpa perlakuan panas Tabel 2.2 : Data spesimen tanpa perlakuan panas No X [ X ] [ X ] 2 1 299,7 14,7 200,78 2 296,5 10,97 120,34 3 290,2 4,67 21,80 4 288,1 2,57 6,60 5 286,6 1,07 1,14 6 282,0-3,53 12,46 7 281,5-4,03 16,24 8 278,8-6,73 45,29 9 276,2-9,33 87,04 10 275,7-9,83 96,62 Σ 2855,3 0 608,31

11 Gambar 2.15 : foto mikrosruktur tanpa perlakuan Pada gambar diatas bisa dilihat perlit (hitam) lebih banyak dari ferit (putih) selain itu penyebarannya kurang merata. Proporsi perlit akan mempengaruhi kekersan material, semkain banyak perlit semakin keras suatu material. Perhitungan Kekerasan rata-rata Standart deviasi = = 8,22 Standar devuasi rata-rata db = n-1 = 10 1 = 9 dengan α = 5% maka nilai t Tabel t (α/2;db) = t (0,025;9) = ±2,26 Interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas

12 Gambar 2.16 Uji t Jadi kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas berkisar antara 279.677 sampai 291.383 dengan tingkat keyakinan 95% 2. Spesimen dengan perlakuan panas Tabel 2.3 : Data spesimen dengan perlakuan martempering 500 0 C holding 30 No X [ X - ] [ X ] 2 1 441.3 6.12 37.45 2 401.2-33.98 1154.64 3 423-12.18 14.35 4 444 8.82 77.79 5 441.3 6.12 37.45 6 434.9-0.28 0.078 7 442.5 7.32 53.58 8 439.7 4.52 20.43 9 442.1 6.69 47.88 10 441.8 6.62 43.82 Σ 4351.8 0 1621.46

13 Gambar 2.17 : Foto mikrostruktur spesimen dengan perlakuan Martempering 500 0 C holding 30 Pada gambar diatas terlihat jelas perlit (hitam) lebih banyak dari ferit (putih) selain itu penyebaran perlit juga merata dengan ditandai tidak adanya pengrombolan warna hitam maupun putih sehingga kekerasannya cenderung tinggi. Perhitungan Kekerasan rata-rata Standar deviasi Standar deviasi rata-rata db = n-1 = 10 1 = 9 dengan α = 5% maka nilai t Tabel t (α/2;db) = t (0,025;9) = 2,26 Interval penduga kekerasan dengan perlakuan panas

14 Gambar 2.18 Uji t student Jadi kekerasan spesimen rata-rata dengan perlakuan panas berkisar antara dengan tingkat keyakinan 95%. Uji Beda Dua Rata-Rata Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kekerasan pada spesimen tanpa perlakuan dan dengan perlakuan panas dilakukan uji beda dua rata-rata dengan uji standart t. Hipotesa : H o : μ 1 = μ 2 (tidak ada perbedaan kekerasan antara spesimen tanpa perlakuan dengan spesimen yang diberi perlakuan) H 1 : μ 1 μ 2 (terdapat perbedaan kekerasan antara spesimen tanpa perlakuan dengan spesimen yang diberi perlakuan) Digunakan pengujian dua arah dengan α = 5% dan db = (n 1-1) + (n 2-1) = (10-1) + (10-1) = 18 Maka nilai t Tabel t (0,025;18) = 2,101 Perhitungan t hitung

15 Kedudukan t hitung pada kurva distribusi t adalah sebagai berikut Gambar 2.19 kurva distribusi t Dari kurva uji t diketahui bahwa t hitung terletak didaerah tolak, berarti terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas dan spesimen dengan perlakuan panas. Analisa Varian Dua Arah Tujuan Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pemanasan, media pendingin (perlakuan) dan kombinasi keduanya terhadap kekerasan spesimen Hipotesa : H 01 : α 1 = α 2 ( perlakuan tidak berpengaruh) H 11 : α 1 α 2 ( perlakuan berpengaruh) H 02 : β 1 = β 2 ( heating tidak berpengaruh) H 12 : β 1 β 2 ( heating berpengaruh) H 03 : (αβ) 1 = (αβ) 2 (perlakuan dan heating tidak berpengaruh) H 13 : (αβ) 1 (αβ) 2 (perlakuan dan heating berpengaruh) Perulangan (2) = 5 kali Banyaknya data(n) = 20 Banyaknya data tiap kolom (u) = 10 Banyaknya data tiap baris (v) = 10 Banyaknya variasi holding (x) = 2 Banyaknya variasi heating (z) = 2

Annealing Maertempering Tabel 2.4 Data variasi dua arah 16 500 o C 400 o C Σ r 441,3 596 1010,3 401,2 538,5 939,7 423 576,9 999,9 444 527,2 971,2 441,3 487,1 928,4 Σ c 2150,8 2698,7 4849,5 212,2 225,4 437,6 274,3 244,1 518,4 275,7 237,6 513,3 226,3 260,4 486,8 200,2 246,4 446,6 Σ c 1188,8 1213,9 2402,7 Σ tot 3339,6 3912,6 7252,2 JKT = ( a 2 + b 2 +c 2 + +t 2 ) - FK = (441.3 2 + 401.2 2 + 423 2 +444 2 +441.3 2 + 569 2 + 576.9 2 + 527.2 2 +487.1 2 +212.2 2 +274.3 2 + 275.7 2 +226.4 2 + 200.2 2 +225.4 2 +244.1 2 +237.6 2 +260.4 2 + 246.4 2 ) 2629720.242 = 31542.358 = 16416.45

17 = 329423.954 JKAB = JKP - JKA - JKB = 329423.954 299341.512 16416.45 = 13665.992 JKG = JKT - JKA - JKB - JKAB = 341542.358 299341.512 16416.45 13665.992 = 12118.404 Dimana : FK : Frekuensi Komulatif JKT :Jangkauan Kuartil Tengah JKA :Jangkauan Kuartil Atas JKB :Jangkauan Kuartil Bawah JKP :Jangkauan Kuartil Tengah JKG :Jangkauan Kuartil Galat F Tabel dengan α = 5% F (α, v 1,v 1 ) F 1 Tabel = v 1 = (x-1) = (2-1) = 1 V 2 = (x.y). (z-1) = (2.2). (4.1) = 4. 4 = 16 F 1 Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49 F 2 Tabel = v 1 = (x-1) = (2-1) = 1 V 2 = (x.y). (z-1) = (2.2). (4.1) = 4. 4 = 16 F 2 Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49 F 2 Tabel = v 1 = (x-1) = (2-1) = 1 V 2 = (x.y). (z-1) = (2.2). (4.1) = 4. 4 = 16 F 2 Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49

18 Tabel 2.5 Analisa varian Sumber Keragaman Db JK KT F hitung Pengaruh A (perlakuan) PengaruhB (heating) (x-1) = 2 JKA = 299341,5 1 2 1 = JKA/(x-1) = 299341,51/1 = 299341,51 (y-1) = 1 JKB = 2 2 = JKB/(y-1) 16416,45 = 16416,45/1 = 16416,45 F 1 = 2 1 / 2 = 299341,51/757,4 = 395,22 F 2 = 2 1 / 2 = 16416,45/757, 4 = 21,67 Pengaruh (x-1)(y-1) JKAB = 3 2 = JKAB/(x-1) (y- F 3 = 1 2 / 2 A& B 1 13665,99 1) = (perlakuan& 2 = 13665,992/1 13665,992/757,4 heating) = 13665,992 = 18,04 (x-y) (z-1) JKG = 2 = JKG/(x-y) (z-1) Galat 16 12118,40 = 12118,404/16 4 = 757,4 Jumlah ( ) 19 2971262, 6 Hasil Analisa 1. F 1 hitung > F 1 Tabel = 395.22 < 4,49 Keterangan : Variasi perlakuan panas yang diberikan pada specimen berpengaruh pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H 11 : α 1 α 2. 2. F 2 hitung > F 2 Tabel = 21.67 < 4,49 Keterangan : Variasi heating yang diberikan pada spesimen berpengaruh pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H 12 : β 1 β 2

3. F 3 hitung > F 3 Tabel = 18.04 < 4,49 Keterangan : 19 Variasi Perlakuan panas dan heating yang diberikan pada spesimen berpengaruh pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H 13 : (αβ) 1 (αβ) 2 2.5.2. Pengolahan Data antar Kelompok Dilakukan perbandingan nilai kekerasan rata-rata mikrostruktur sebelum dan sesudah perlakuan panas (yang berbeda-beda). Untuk kekerasan dibuat digram batang hubungan kekerasan rata-rata dengan jenis perlakuan panas (spesimen tanpa perlakuan panas juga disertakan) Tabel 2.6 Data Kekerasan Tanpa perlakuan No Kekerasan (VHN) 1 299,7 2 296,5 3 290,2 4 288,1 5 286,6 6 282 7 281,5 8 278,8 9 276,2 10 275,7 Σ 2855,3

20 Tabel 2.7 Data Kekerasan martempering 500 o C:30 No Kekerasan (BHN) 1 441,3 2 401,2 3 432 4 444 5 441,3 6 434,9 7 442,5 8 439,7 9 442,1 10 441,8 Σ 4351,8 Tabel 2.8 Data Kekerasan hardening 900 o C:30 No Kekerasan (VHN) 1 899,6 2 937,7 3 1017,5 4 1017,5 5 980,8 6 920,7 7 1003,2 8 987,4 9 896,5 10 970,1 Σ 9631

21 Tabel 2.9 Data Kekerasan normalizing 900 o C:30 No Kekerasan (VHN) 1 282,4 2 279,4 3 268,2 4 277,8 5 259,7 6 285,6 7 266,8 8 262,3 9 278,7 10 263,9 Σ 2724,8 Tabel 2.10 Data Kekerasan annealing 900 o C:30 No Kekerasan (VHN) 1 228,3 2 202,7 3 215,9 4 238,7 5 226,4 6 212,2 7 224,9 8 214,3 9 207,5 10 217,4 Σ 2188,3

22 Tabel 2.11 Data Kekerasan Rata-rata Perlakuan Panas No Perlakuan Panas Rata-Rata Kekerasan 1 Hardening 900 ºC, 30 963,1 2 Martempering 500 ºC, 30 435,18 3 Tanpa perlakuan 285,53 4 Normalizing 900ºC, 30 272,48 5 Annealing 900ºC, 30 218,83

Grafik 2.1 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Martempering 500 C Holding 30 Menit 23

2.6. Pembahasan Data Kelompok 24 Perbedaan perlakuan panas pada spesimen dapat merubah sifat mekanik suatu spesimen. Spesimen tanpa perlakauan panas memiliki nilai kekerasan yang berbeda dengan spesimen yang mendapat perlakuan panas tergantung dari perlakuan panas yang diberikan. Pada pengujian kali ini digunakan spesimen baja Assab 760 yang diberikan perlakuan Martempering 500 0 C holding 30. Dari perlakuan tersebut didapat nilai kekerasan rata-rata 435.18 VHN. Sedangkan tanpa perlakuan didapat nilai kekerasan rata-rata 285.53 VHN. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai kekerasan spesimen baja dengan perlakuan Martempering lebih tinggi dari baja tanpa perlakuan. Hal ini sesuai dengan hipotesa bahwa baja dengan perlakuan panas martempering lebih keras dari baja tanpa perlakuan panas. Hal ini disebabkan karena baja yang mendapat perlakuan martempering merupakan baja yang dihardening kemudian dipanaskan kembali sampai dibawah titik kritis kemudian diholding dan diquenching, hal ini bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa atau distorsi, sehingga didapat baja yang keras dan cenderung ulet.

Grafik 2.2 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Beda Suhu Sama 25

Data Antar Kelompok 26 Dari grafik diketahui nilai kekerasan spesimen dengan berbagai perlakuan panas. Spesimen yang memiliiki nilai kekerasan tertinggi sampai terendah berurutan adalah Hardening 900 0 C holding 30, Martempering 500 0 C holding 30, tanpa perlakuan, Normalizing 900 0 C holding 30, Annealing 900 0 C holding 30. Penjelasannya sebagai berikut. Hardening 900 0 C holding 30 memiliki nilai kekerasan sebesar 963.1 VHN. Nilai kekerasan yang tinggi ini disebabkan proses pendinginan yang cepat sehingga membentuk inti atom yang banyak serta kecil dan stabil sehingga ikatan atomnya kuat. Martempering 500 0 C holding 30 memiliki nilai kekerasan 435.18 VHN, nilai kekerasan martempeting cukup tinggi karena setelah melaui proses hardening baja dipanaskan kembali sampai dibawah titik kritis kemudian diholding lalu diquenching untuk menghilangkan tegangan sisa, sehingga tercipta material yang keras dan cenderung ulet. Pada spesimen tanpa perlakuan memiliki nilai kekerasan 285.53, pada spesimen tanpa perlakuan tidak terjadi perubahan sifat mekanik.normalizing 900 0 C holding 30 memiliki kekerasan 277.69 VHN, karena normalizing dapat menghilangkan tegangan sisa dan memperhalus butir sehingga cenderung lunak dan ulet. Annealing 900 0 C holding 30 memiliki nilai kekerasan 240.26 VHN. Hai ini disebabkan proses pendinginan yang lambat sehingga pembentukan butir sedikit dan ukurannya besar sehingga material cenderung lunak. Pada pembahasan kali ini semuanya sesuai dengan hipotesa dimana urutan nilai kekerasan dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah hardening, martempering,tanpa perlakuan, normalizing, annealing. 2.7. Kesimpulan dan Saran 2.7.1 Kesimpulan Uji kekerasan Nilai kekersan spesimen dipengaruhi oleh proses perlakuan panas yang diberikan. Dalam pengujian yang dilakukan diketahui bahwa nilai kekerasan spesimen dengan perlakuan panas Martempering 500 0 C 30 lebih tinggi daripada spesimen tanpa perlakuan. dari perbandingan data antar kelompok

27 diketahui urutan nilai kekerasan spesimen dengan perlakuan panas berbeda-beda yaitu Hardening, Martempering, tanpa perlakuan, Normalizing, Annealing. Uji Mikrostruktur Pada spesimen dengan perlakuan jumlah perlit (hitam) lebih banyak disbanding ferit (putih), meskipun pada spesimen tanpa perlakuan juga sama, namun proporsi perlit dalam spesimen dengan perlakauan martempering lebih besar dan penyebarannya lebih merata sehingga nilai kekerasannya lebih tinggi dengan perlakuan martempering. 2.7.2 Saran 1. Untuk asisten diharapkan dalam memberikan konfirmasi saat membuat janji lebih cepat 2. Asisten diharapkan lebih menjelaskan lagi teori dasar pada praktikan supaya paham 3. Sebaiknya pemberitahuan perubahan format dan sebagainya tidak terlalu mepet sehingga tidak menghambat jalannya pengerjaan laporan 4. Untuk praktikan diharap lebih tertib dan yidak berisik 5. Untuk laboratorium sebaiknya kursinya diperbaiki karena banyak yang rusak 6. Untuk asisten jangan bilang sibuk/gak bisa tapi maalh bercanda di ruang asisten

BAB III PENGUJIAN KEKUATAN KEJUT 28 3.1 Tujuan Pengujian 1. Mengetahui daya tahan suatu logam terhadap beban dinamis yang menyebabkan terjadinya patahan. 2. Mengetahui bentuk patahan. 3. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan kejut logam. 4. Mengetahui cara pengujian kekuatan kejut. 3.2 Definisi Kekuatan Kejut Kekuatan kejut merupakan kemampuan suatu material untuk menahan tekanan dinamis atau tiba-tiba yang menyebabkan kerusakan atau patah. Sedangkan pengujian kekuatan kejut (impact) adalah suatu pengujian yang mengukur ketahanan benda terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impact dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara statis. Pengujian impact merupakan suatu upaya menstimulasikan kondisi operasional material yang sering diketemui dalam perlengkapan transportasi atau kontruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan melainkan secara tiba-tiba. 3.3 Pelaksanaan Pengujian 3.3.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan Spesifikasi Alat Yang Digunakan a. Charpy Impact Testing Machine Digunakan untuk mengukur kekuatan kejut.

29 Gambar 3.1 Charpy Impact Testing Machine Sumber : Jurusan Mesin Universitas Brawijaya b. Kertas Gosok Digunakan untuk membersikan specimen dari kotoran dan terak Gambar 3.2 Kertas gosok Sumber : Anonymous 4 : 2010 c. Jangka Sorong Digital Digunakan untuk mengukur dimensi specimen. Gambar 3.3 Jangka sorong digital Sumber : Teknik mesin Universitas Brawijaya

30 Komposisi Kimia Spesimen Specimen yang digunakan : Baja Bohler Special K Komposisi kimianya antara lain: - Karbon (C) : 2 % - Krom (Cr) : 12 % - Mangan (Mn) : 0,3 % - Silikon (Si) : 0,2 % Pergeseran Titik Eutectoid Tabel 3.1 Pergeseran titik eutectoid pengujian impact Komposisi % Bahan Titik Eutectoid Komposisi Atom Eutectoid Cr 12 % 840 C 0,375 % Mn 0,3 % 727 C 0,73 % Si 0,2 % 755 C 0,72 %

31 Gambar 3.4 Pergeseran titik eutectoid Bentuk dan Dimensi specimen Skala : 1:1 Satuan : mm Gambar 3.5 bentuk dan dimensi specimen

3.3.2 Prosedur Pengujian 1. Benda kerja diberi heat treatment 2. Spesimen dibersikan dari kotoran dan terak 3. Dilakukan dry run test sebagai berikut: 32 - Pendulum alat uji charpy diatur agar benar-benar menggantung bebas dan dalam keadaan diam. - Lengan pengikat diturunkan dengan roda pemutar. - Tombol pengunci ditekan selanjutnya jika kedudukan lengan pengikat sudah tepat terhadap pendulum, pengunci dapat dilepas tanpa menggeser kedudukan pendulum. - Kedua jarum penunjuk diatur pada posisi vertikal. - Pendulum beserta lengannya diangkat dengan roda pemutar sehingga jarum luar menunjukkan skala yang sesuai dengan kedudukan pendulum dalam posisi horisontal (90 ). - Dilakukan dry run test untuk mengetahui energi yang dilepaskan mesin karena kerugian mekanik. Dilakukan pencatatan sudut yang ditunjuk oleh jarum. 4. Dilakukan pengujian sebagai berikut: - Spesimen diletakkan pada tempatnya sehingga bagian punggung takik tepat pada posisi jatuhnya pendulum. - Dilakukan pengujian seperti pada dry run test. 3.4 Hipotesa Pengujian impact merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan beban terhadap beban kejut. Dimana kekuatan Impact merupakan kemampuan suatu material untuk menahan tekan dinamis atau tiba tiba yang menyebabkan rusak atau patah. Pada pengujian impact ini, banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya patahan merupakan ukuran ketahanan impact atau ketangguhan bahan. Hal-hal yang dapat mempengaruhui ketahanan impact dari suatu specimen dapat dilihat dari pemusatan tegangan pada spesimen, perlakuan panas, suhu, dan kecepatan tegangan. Dalam percobaan ini lebih ditekankan

33 pada perlakuan panas, bahwa perlakuan panas pada suatu spesimen dapat mempengaruhi energi patah spesimen. Semakin lunak spesimen akibat dari proses perlakuan panas maka semakin besar pula energi patahan suatu spesimen. bahan bila Sehingga dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa suatu diberi perlakuan panas yang berbeda-beda maka akan memiliki sifat mekanik yang berbeda. Hal ini menyebabkan bahan yang diberi perlakuan panas yang berbeda memiliki kekuatan impact yang berbeda pula. Urutan kekuatan impact dari yang terkecil hingga terbesar adalah hardening, martempering, tanpa perlakuan, normalizing, dan annealing.

3.5 Pengolahan Data 3.5.1 Data Kelompok 34 - Spesimen dengan perlakuan Hardening air 800 C holding 30 menit R = 600 mm G = 24 kg β o = 90 α o = 4 f o = 60 mm 2 α 1 = 5,5 a. Energi yang diperlukan secara ideal A o = (m.g.h 1 ) (m.g.h 2 ) = G (h 1 - h 2 ) = G.R ( cos (β o - α 1 ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-5,5) cos 90 ) = 14400 (cos 84,5 cos 90 ) = 14400 (0,096) = 1382,4 kg.mm b. Kerugian energi pada alat F = G.R ( cos (β o - α o ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-4) cos 90 ) = 14400 (cos 86 cos 90 ) = 14400 (0,069) = 993,6 kg.mm c. Energi aktual yang diperlukan A = A o F = 1382,4-993,6 = 388,8 kg.mm d. Energi patah yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tiap satuan luas penampang. 3.5.2 Data Antar Kelompok - Spesimen Tanpa Perlakuan R = 600 mm G = 24 kg f o = 60 mm 2 β o = 90 α o = 4 α 1 = 7

a. Energi yang diperlukan secara ideal A o = (m.g.h 1 ) (m.g.h 2 ) = G (h 1 - h 2 ) = G.R ( cos (β o - α 1 ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-7) cos 90 ) = 14400 (cos 83 cos 90 ) = 14400 (0,122) = 1756,8 kg.mm b. Kerugian energi pada alat F = G.R ( cos (β o - α o ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-4) cos 90 ) = 14400 (cos 86 cos 90 ) = 14400 (0,069) = 993,6 kg.mm c. Energi aktual yang diperlukan A = A o F = 1756,8-993,6 = 763,2 kg.mm 35 d. Energi patah yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tiap satuan luas penampang. - Spesimen dengan perlakuan panas Martempering 400 C holding 30 menit R = 600 mm β o = 90 G = 24 kg α o = 8 f o = 60 mm 2 α 1 = 11 a. Energi yang diperlukan secara ideal A o = (m.g.h 1 ) (m.g.h 2 ) = G (h 1 - h 2 ) = G.R ( cos (β o - α 1 ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-11) cos 90 )

= 14400 (cos 79 cos 90 ) = 14400 (0,191) = 2750,4 kg.mm b. Kerugian energi pada alat F = G.R ( cos (β o - α o ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-8) cos 90 ) = 14400 (cos 82 cos 90 ) = 14400 (0,139) = 2001,6 kg.mm c. Energi aktual yang diperlukan A = A o F = 2750,4-2001,6 = 748,8 kg.mm 36 d. Energi patah yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tiap satuan luas penampang. - Spesimen dengan perlakuan panas Normalizing 800 C holding 30 menit R = 600 mm β o = 90 G = 24 kg α o = 5 f o = 60 mm 2 α 1 = 14 a. Energi yang diperlukan secara ideal A o = (m.g.h 1 ) (m.g.h 2 ) = G (h 1 - h 2 ) = G.R ( cos (β o - α 1 ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-14) cos 90 ) = 14400 (cos 76 cos 90 ) = 14400 (0,242) = 3484,8 kg.mm b. Kerugian energi pada alat F = G.R ( cos (β o - α o ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-5) cos 90 )

= 14400 (cos 85 cos 90 ) = 14400 (0,087) = 1252,8 kg.mm c. Energi aktual yang diperlukan A = A o F = 3484,8-1252,8 = 2232 kg.mm 37 d. Energi patah yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tiap satuan luas penampang. - Spesimen dengan perlakuan panas Annealing 800 C holding 30 menit R = 600 mm β o = 90 G = 24 kg α o = 5,5 f o = 60 mm 2 α 1 = 13,5 a. Energi yang diperlukan secara ideal A o = (m.g.h 1 ) (m.g.h 2 ) = G (h 1 - h 2 ) = G.R ( cos (β o - α 1 ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-13,5) cos 90 ) = 14400 (cos 76,5 cos 90 ) = 14400 (0,233) = 3355,2 kg.mm b. Kerugian energi pada alat F = G.R ( cos (β o - α o ) cos β o ) = 24 x 600 ( cos(90-5,5) cos 90 ) = 14400 (cos 84,5 cos 90 ) = 14400 (0,096) = 1382,4 kg.mm c. Energi aktual yang diperlukan

A = A o F = 3355,2-1382,4 = 1972,8 kg.mm 38 d. Energi patah yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tiap satuan luas penampang. Tabel 3.2 Data hasil pengujian impact No. Perlakuan Panas α o α 1 Energi Energi Kerugia Energi Patah Ideal n Energi Aktual (kg.mm/ (kg.mm) (kg.mm) (kg.mm) mm 2 ) 1. Hardening air 800 C 30 4 5,5 1382,4 993,6 388,8 6,48 2. Martempering 400 C 30 8 11 2750,4 2001,6 748,8 12,48 3. Tanpa Perlakuan 4 7 1756,8 993,6 763,2 12,72 4. Normalizing 800 C 30 5 14 3484,8 1252,8 2232 37,2 5. Annealing 800 C 30 5,5 13,5 3355,2 1382,4 1972,8 32,88

Hardening 800 C holding 30 Hardening 800 C holding 30 Tanpa Perlakuan Grafik 3.1 Perbandingan Energi Patahan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Hardening 800 C holding 30 39 -

3.6 Pembahasan - Data Kelompok 40 a. Grafik perbandingan perlakuan panas tanpa perlakuan dengan perlakuan panas Hardening 800 C holding 30 menit Pada grafik hubungsn di atas menunjukan spesimen dengan tanpa perlakuan memilii nilai energi patah lebih tinggi dari pada spesimen dengan tanpa perlakuan Hardening 800 C holding 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa grafik hubungan di atas sesuai dengan dasar teori yang menyebabkan bahwa hardening memiliki energi patah yang paling rendah. Tanpa perlakuan memiliki energi patah sebesar 12,72 kg.mm/mm 2. Energi patahan tanpa perlakuan lebih tinggi dari pada dengan perlakuan hardening 800 C holding 30 menit. Hal ini disebabkan specimen pada tanpa perlakuan tidak ada kenaikan atau penurun kekuatan impact, dan sebagai fungsi pembanding. Hardening 800 C holding 30 menit memiliki energy patah sebesar 6,48 kg.mm/mm 2. Berbeda dengan tanpa perlakuan, hardening yang telah dipanaskan sampai suhu 800 o C holding 30 menit, dimana dilakukan pendinginan cepat dengan media air menyebabkan specimen tersebut lebih keras dari pada tanpa perlakuan dan bersifat getas sehingga nilai energi patahannya rendah. Jadi dapat ditarik kesimpulan dari grafik tersebut, bahwa grafik hubungan perlakuan panas hardening 800 C holding 30 menit dengan tanpa perlakuan sudah sesuai dengan dasar teori.

Grafik 3.2 Perbandingan Energi Patahan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Berbeda tapi suhu sama 41

- Data antar kelompok 42 b. Grafik perbandingan perlakuan panas berbeda perlakuan dengan suhu sama Proses perlakuan panas yang berbeda-beda akan menghasilkan spesimen dengan kekuatan impact yang berbeda pula. Urutan kekuatan impact untuk mematahkan specimen dari yang paling kecil sampai besar adalah hardening, martempering, tanpa perlakuan, normalizing, dan annealing. Akan tetapi pada grafik hubungan antara energi patah dengan berbagai perlakuan panas terlihat terjadi penyimpangan. Dari grafik batang tersebut diketahui urutan energi patah yang terkecil sampai terbesar adalah Hardening air 800 C 30, Martempering 400 C 30, Tanpa Perlakuan, Annealing 800 C 30, dan Normalizing 800 C 30, dengan masing-masing memiliki energi patah sebesar 6.48 kg.mm/mm 2, 12.48 kg.mm/mm 2, 12.72 kg.mm/mm 2, 32.88 kg.mm/mm 2, dan 37.2 kg.mm/mm 2, hal ini tidak sesuai dengan dasar teori yang ada. Annealing merupakan proses perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan dalam, menghaluskan ukuran butiran dan meningkatkan sifat mampu mesin. Dengan demikan proses annealing memiliki keuletan yang paling tinggi disbanding proses lainnya, semakin ulet spesimen maka semakin besar pula energi patahannya. Dari analisa yang dilakukan, jika dilihat dari proses perlakuan panas maka hasil pengujian seharusnya tidak menyimpang dari teori. Hasil pengujian yang menyimpang bisa dikarenakan oleh beberapa hal antara lain cacat pada spesimen dan peletakan specimen pada mesin charpy yang tidak sesuai. Cacat pada specimen ini bisa dikarenakan adanya penambahan sudut takikan pada specimen annealing, yang semula 45 0 menjadi lebih besar, dikarenakan ketika melakukan pembersihan terak pada takik terlalu mengikis sisi-sisi takik. Selain itu juga pada saat peletakan spesimen pada mesin charpy yang tidak sesuai yaitu tidak tegak lurus terhadap pendulumnya. Akibatnya kekuatan impact yang dialami specimen Annealing lebih rendah.

3.7 Kesimpulan dan Saran 3.7.1 Kesimpulan 43 1. Perlakuan panas yang dialami spesimen memperngaruhi sifat-sifat mekaniknya. 2. Urutan energi patah pada spesimen uji impact berdasarkan hasil pengujian adalah hardening-martempering-tanpa perlakuan-annealing-normalizing. Sedangkan urutan energi patah pada spesimen uji impact yang sesuai dengan dasar teori adalah hardening-martempering-tanpa perlakuan-normalizingannealing. Sehingga hasil pengujian menyimpang dari dasar teori. 3. Dari grafik pengujian impact perlakuan panas hardening air 800 C 30 dengan tanpa perlakuan tsudah sesuai dengan dasar teori yaitu energi patahan hardening lebih rendah daripada tanpa perlakuan. 4. Dari grafik pengujian impact berbeda perlakuan suhu sama mengalami penyimpangan yaitu pada annealing yang energy patahan 32.88 kg.mm/mm 2 lebih rendah daripada normalizing. 5. Dari data pengujian tersebut dapat diambil pembahasan bahwa factor yang memperngaruhi terjadinya penyimpangan adalah cacat pada spesimen dan peletakan specimen pada mesin charpy yang tidak sesuai. 3.7.2 Saran 1. Sebaiknya pada pengujian impact tidak hanya menggunakan pembebanan charpy. 2. Sebaiknya praktikan harus lebih teliti dalam mengambil data pengujian impact. 3. Jadwal asistensi praktikan diatur lebih baik lagi.

BAB IV PENGUJIAN TARIK 44 4.1 Tujuan Pengujian 1. Mengetahui tegangan yield, tegangan ultimate, regangan dan kontraksi suatu bahan. 2. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap parameter di atas. 3. Mengetahui cara pengujian tarik. 4.2 Definisi Kekuatan Tarik Merupakan kemampuan suatu material untuk menerima gaya sejajar dengan sumbunya dengan arah gaya yang berlawanan tanpa mengalami kerusakan besarnya kekuatan tarik tergantung dari gaya yang diberikan tiap satuan luas. Dimana : σ = Tegangan tarik (N/mm 2 ) F = Beban tarik maksimum (N) A = Luas penampang mula-mula (mm 2 ) 4.3 Pelaksanaan Pengujian 4.3.1 Alat dan bahan yang digunakan Spesifikasi alat dan bahan yang digunakan 1. Mesin uji tarik Spesifikasi mesin tarik: - Merk : MFI Piuf - Und Mc By Streme Gmbh D6800 - Kapasitas : 100 kn - Tipe : U PD 10 - Tahun : 1982 Mesin ini memiliki 3 skala pengukuran beban,yaitu: A = 0-20 kn A+B = 0-50 kn

45 A+B+C = 0-100 kn Gambar 4.1 Mesin Uji Tarik Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2. Jangka sorong digital Digunakan untuk mengukur dimensi specimen Gambar 4.2 Jangka Sorong Digital Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3. Spidol Digunakan untuk menandai spesimen.

46 Gambar 4.3 Spidol Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 4. Amplas Digunakan untuk membersihkan benda dari kotoran dan terak serta untuk menghaluskan permukaan benda. Gambar 4.4 Amplas Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 5. Penggaris Digunakan untuk mengukur benda. Gambar 4.5 Penggaris Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

47 Komposisi kimia spesimen Spesimen yang akan digunakan adalah baja esser (ST-37) dengan kandungan komposisi : - C = 0,16% - Mn = 0,4-120% - Si = 0,35% - P = 0,035% - S = 0,03% - Al = 0,20% Pergeseran Titik Eutectoid Tabel 4.1 Pergeseran titik eutectoid Unsur paduan % bahan Suhu Eutectoid % eutectoid Mn 0,4 1,2 730⁰C 0,77 Si 0,35 730⁰C 0,75 TC = = % C = = 0,76 %

48 Keterangan : Fe Fe3C Pergeseran Titik Eutectoid Gambar 4.6 Pergeseran Titik Eutectoid Bentuk dan Dimensi Spesimen 6,7 Skala = 1:2 Satuan = mm Gambar 4.7 Bentuk dan Dimensi Spesimen 4.3.2 Prosedur Pengujian 1. Dilakukan proses Heat treatment 2. Spesimen dibersihkan terlebih dahulu kotoran dan terak. 3. Dilakukan pengukuran dimensi, meliputi diameter awal dan panjang awal, kemudian kemudian spesimen dibagi kedalam segmen-segmen dengan panjang masing-masing 5mm. 4. Spesimen dipasang erat pada alat uji. 5. Alat uji diatur pada kecepatan 1,2 liter/menit dengan pembebanan pada posisi A+B+C, skala pertambahan panjang 0mm dan jarum beban pada posisi nol.

49 6. Mesin dinyalakan dan dilakukan pengamatan dengan teliti terhadap beban, pertambahan panjang dan perubahan diameter sampai spesimen patah. 7. Setelah patah dilakukan pengukuran dimensi akhir specimen. 4.4 Hipotesa Kekuatan tarik material dipengaruhi oleh perlakuan panas dan laju pendinginan spesimen. Hal ini di karenakan perbedaan perlakuan panas akan mempengaruhi sifat mekanik suatu material. Untuk kekuatan tarik dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah Hardening Tempering Tanpa perlakuan Normalizing Annealing Semakin besar nilai kekerasan bahan maka semakin besar pula kekuatan tariknya. Dikarenakan struktur butiran yang memiliki kekerasan tinggi, butirannya lebih homogen dan rapat sehingga apabila material diberi gaya aktual berupa tarikan akan semakin tahan terhadap gaya tersebut.

50 4.5 Pengolahan Data 4.5.1 Data Kelompok a. Spesimen tanpa perlakuan Tabel 4.2 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat pengujian No Pertambahan panjang (mm) Diameter (mm) Beban (kn) 1 0 6.42 0 2 1 6.38 13.1 3 2 6.36 14.6 4 3 6.33 15.9 5 4 6.24 16.8 6 5 6.15 17.7 7 6 6.1 17.9 8 7 6.05 18 9 8 5.99 18.1 10 9 5.97 18 11 10 4.04 17 12 11 3.98 16 Tabel 4.3 Diameter tiap segmen sebelum dan sesudah patah Segmen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sebelum Patah (mm) Sesudah Patah (mm) 6,42 6,42 6,42 6,42 6,42 6,42 6,42 6,42 6,42 6,42 6,03 5,82 5,69 3,98 5,57 5,68 5,8 5,83 5,94 6,32 Dari data specimen tanpa perlakuan panas didapat : - Diameter awal (Do) = 6,42 mm - DiameterUltimate (Du) = 5,99 mm - Diameter patah (Df) = 3,98 mm - Beban Yield (Py) = 13,1 kn - Beban Ultimate (Pu) = 18,1 kn - Beban patah (Pf) = 16 kn

- Panjang awal (lo) = 50 mm - Panjang Ultimate (lu) = 58 mm - Panjang akhir (lf) = 61 mm 51 Contoh perhitungan : 1. Luas penampang a. Luas penampang awal Ao = = = 32,355 b. Luas penampang Ultimate Au = = = 28,166 c. Luas penampang saat patah Af = = 2. Regangan = 12,435 a. Regangan Ultimate rekayasa ɛ u = = = 16% b. Regangan Ultimate sejati ɛ u = = = 14,842% c. Regangan patah rekayasa ɛ u = = = 22% d. Regangan patah sejati ɛ f = = = 95,627% e. Regangan yield ɛ y =

52 = 3. Tegangan = 2% a. Tegangan Ultimate rekayasa σu = [N/mm 2 ] = = 0,55941 N/mm 2 b. Tegangan Ultimate sejati σu = x (ɛ u + 1) [N/mm 2 ] = x (16%+1) = 0,648926 N/mm 2 c. Tegangan patah rekayasa σf = [N/mm 2 ] = = 0,494514 N/mm 2 d. Tegangan patah sejati σf = [N/mm 2 ] = = 1,2867 N/mm 2 e. Tegangan yield (σ y ) = [N/mm 2 ] = 4. Kontraksi = 0,40997 N/mm 2 Q = x 100% = x 100% = = 61,568% 5. Modulus Elastisitas = = 20,4985

Tabel 4.4 Hasil pengolahan data spesimen tanpa perlakuan 53 Teg. Reg. Reg. Panjang Beban Diameter Luas Rekayasa Teg. Sejati Rekayasa Sejati Kontraksi No (mm) (N) (mm) (mm 2 ) (N/mm 2 ) (N/mm 2 ) (%) (%) (%) 1 50 0 6,42 32,355 0 0 0 0 0 2 51 13100 6,38 31,953 404,883 469,665 2,000 1,980 1,242 3 52 14600 6,36 31,753 451,244 532,443 4,000 3,922 1,860 4 53 15900 6,33 31,454 491,423 570,051 6,000 5,827 2,784 5 54 16800 6,24 30,566 519,240 602,318 8,000 7,696 5,529 6 55 17700 6,15 29,691 547,056 634,585 10,000 9,531 8,234 7 56 17900 6,1 29,210 553,238 641,756 12,000 11,333 9,720 8 57 18000 6,05 28,733 556,328 645,341 14,000 13,103 11,194 9 58 18100 5,99 28,166 559,419 648,926 16,000 14,842 12,947 10 59 18000 5,97 27,978 556,328 645,341 18,000 16,551 13,527 11 60 17000 4,04 12,812 525,421 609,488 20,000 18,232 60,400 12 61 16000 3,98 12,435 494,514 1286,720 22,000 95,627 61,568 b. Spesimen dengan perlakuan Annealing 850 o C dengan Holding 30 menit Tabel 4.5 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat pengujian No Pertambahan panjang (mm) Diameter (mm) Beban (N) 1 0 6,7 0 2 1 6,62 13700 3 2 5,93 14100 4 3 5,91 14100 5 4 5,95 14100 6 5 5,68 14100 7 6 5,55 14300 8 7 5,41 14300 9 8 5,11 14900 10 9 4,82 13100 11 10 4,65 11100 12 11 3,8 8300

54 Tabel 4.6 Pertambahan panjang, beban dan diameter saat pengujian Segmen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sebelum Patah (mm) Sesudah Patah (mm) 6,48 6,42 6,41 6,38 6,34 6,26 6,25 6,24 6,70 6,59 5,92 5,74 5,70 5,72 5,66 5,59 5,49 5,14 3,80 5,51 Dari data specimen dengan Annealing 850 C dengan Holding 30 menit didapat: - Diameter awal (Do) = 6,70 mm - Diameter Ultimate (Du) = 5,11 mm - Diameter patah (Df) = 3,8 mm - Beban Yield (Py) = 14,1 kn - Beban Ultimate (Pu) = 14,3 kn - Beban patah (Pf) = 8,3 kn - Panjang awal (lo) = 50 mm - Panjang Ultimate (lu) = 58 mm - Panjang akhir (lf) = 61 mm Contoh perhitungan : 1. Luas penampang a. Luas penampang awal Ao = = = 35,239 b. Luas penampang Ultimate Au = = = 20,498 c. Luas penampang saat patah Af = = 2. Regangan = 11,3354 a. Regangan Ultimate rekayasa ɛ u =

b. Regangan Ultimate sejati ɛ u = c. Regangan patah rekayasa ɛ u = 55 = = 16 % = = 14,842 % = = 22% d. Regangan patah sejati ɛ f = ) = = 113,421% e. Regangan yield ɛ y = = 3. Tegangan = 4 % a. Tegangan Ultimate rekayasa σu = [N/mm 2 ] = = 0,422827 N/mm 2 b. Tegangan Ultimatesejati σu = x (ɛ u + 1) [N/mm 2 ] = x (16 %+1) = 0,490479 N/mm 2 c. Tegangan patah rekayasa σf = [N/mm 2 ] = = 0,235534 N/mm 2 d. Tegangan patah sejati σf = [N/mm 2 ] = = 0,732219 N/mm 2

e. Tegangan yield (σy) = [N/mm 2 ] 56 = 4. Kontraksi = 0,510795 N/mm 2 Q = x 100% = x 100% = 67,832% 5. Modulus Elastisitas E = = = 12,769 Tabel 4.7 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Annealing 850 C dengan Holding 30 menit. No Teg. Reg. Reg. Panjang Beban Diameter Luas Teg. Sejati Kontraksi Rekayasa Rekayasa Sejati (mm) (N) (mm) (mm 2 ) (N/mm 2 ) (%) (N/mm 2 ) (%) (%) 1 50 0 6,7 35,239 0 0 0 0 0 2 51 13700 6,62 34,402 388,774 450,978 2,000 1,980 2,374 3 52 14100 5,93 27,604 400,125 464,145 4,000 3,922 21,664 4 53 14100 5,91 27,419 400,125 464,145 6,000 5,827 22,192 5 54 14100 5,95 27,791 400,125 464,145 8,000 7,696 21,135 6 55 14100 5,68 25,326 400,125 464,145 10,000 9,531 28,130 7 56 14300 5,55 24,180 405,800 470,728 12,000 11,333 31,382 8 57 14300 5,41 22,975 405,800 470,728 14,000 13,103 34,800 9 58 14900 5,11 20,498 422,827 490,479 16,000 14,842 41,831 10 59 13100 4,82 18,237 371,747 431,227 18,000 16,551 48,246 11 60 11100 4,65 16,974 314,992 365,391 20,000 18,232 51,832 12 61 8300 3,8 11,335 235,534 732,219 22,000 113,421 67,832

4.5.1 Data Antar Kelompok 57 Tabel 4.8 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Normalizing 850 C dengan Holding 30 menit. No Panjang (mm) Beban (N) Diameter (mm) Luas (mm2) Teg. Rekayasa (N/mm2) Teg. Sejati (N/mm2) Reg. Rekayasa (%) Reg. Sejati (%) Kontraksi 1 50 0 6 28,260 0 0 0 0 0 2 51 14500 5,96 27,884 513,093 595,188 2 1,98026273 1,329 3 52 15100 5,95 27,791 534,324 619,816 4 3,922071315 1,660 4 53 15300 5,84 26,773 541,401 628,025 6 5,826890812 5,262 5 54 15600 5,96 27,884 552,017 640,340 8 7,696104114 1,329 6 55 15600 5,94 27,698 552,017 640,340 10 9,53101798 1,990 7 56 15800 5,92 27,511 559,094 648,549 12 11,33286853 2,649 8 57 15800 5,91 27,419 559,094 648,549 14 13,10282624 2,978 9 58 15900 5,84 26,773 562,633 652,654 16 14,84200051 5,262 10 59 15300 5,86 26,957 541,401 628,025 18 16,55144385 4,612 11 60 13800 4,86 18,541 488,323 566,454 20 18,23215568 34,390 12 61 10200 3,93 12,124 360,934 841,289 22 84,62400867 57,098 Tabel 4.9 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Martempering 850 C dengan Holding 30 menit No Teg. Teg. Reg. Panjang Beban Diameter Luas Reg. Sejati Rekayasa Sejati Rekayasa (mm) (N) (mm) (mm 2 ) (%) (N/mm 2 ) (N/mm 2 ) (%) Kontraksi 1 50 0 6,2 30,175 0 0 0 0 0 2 51 14000 6,13 29,498 463,960 510,356 2,000 1,980 2,245 3 52 14500 6,11 29,306 480,530 528,583 4,000 3,922 2,882 4 53 21500 6,1 29,210 712,510 783,761 6,000 5,827 3,200 5 54 23500 5,96 27,884 778,790 856,669 8,000 7,696 7,592 6 55 24000 5,34 22,385 795,360 874,896 10,000 9,531 25,818 7 56 22000 4,61 16,683 729,080 801,988 12,000 11,333 44,714 8 57 16000 3,84 11,575 530,240 1382,254 14,000 95,815 61,640

58 Tabel 4.10 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Hardening oli 850 C dengan Holding 30 menit No Panjang (mm) Beban (N) Diameter (mm) Luas (mm2) Teg. Rekayasa (N/mm2) Teg. Sejati (N/mm2) Reg. Rekayasa (%) Reg. Sejati (%) Kontraksi 1 50 0 5,92 27,511 0 0 0 0 0 2 51 17500 5,9 27,326 636,109 699,720 2,000 1,980 0,675 3 52 18500 5,8 26,407 672,458 739,704 4,000 3,922 4,013 4 53 19000 5,84 26,773 690,633 759,696 6,000 5,827 2,684 5 54 19400 5,83 26,681 705,172 775,690 8,000 7,696 3,017 6 55 19400 5,81 26,499 705,172 775,690 10,000 9,531 3,682 7 56 17900 5,79 26,316 650,649 715,714 12,000 11,333 4,344 8 57 15400 5,78 26,226 559,776 615,754 14,000 13,103 4,674 9 58 11500 3,04 7,255 418,015 1585,189 16,000 133,296 73,630 Tabel 4.11 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Hardening air 850 C dengan Holding 30 menit No Teg. Teg. Reg. Panjang Beban Diameter Luas Reg. Sejati Rekayasa Sejati Rekayasa (mm) (N) (mm) (mm2) (%) (N/mm2) (N/mm2) (%) Kontraksi 1 50 0 6,2 30,175 0 0 0 0 0 2 51 18000 6,11 29,306 596,520 644,242 2 1,98026273 2,882 3 52 20400 6,1 29,210 676,056 730,141 4 3,922071315 3,200 4 53 20400 6,09 29,114 676,056 730,141 6 5,826890812 3,517 5 54 20500 5,12 20,578 679,370 733,720 8 7,696104114 31,804 6 55 17800 4,32 14,650 589,892 637,084 10 9,53101798 51,451 7 56 13000 3,43 9,235 430,820 1407,620 12 118,3978062 69,394

Grafik 4.1 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati )dengan Kontraksi Tanpa Perlakuan 59

4.6 Pembahasan 60 a. Hubungan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Kontraksi Tanpa Perlakuan Panas. Pada grafik terlihat bahwa grafik tegangan memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu penambahan tegangan selalu diikuti dengan penambahan kontraksi. Namun tegangan sejati memilki kecenderungan naik lebih besar daripada tegangan rekayasa. Pada awal kontraksi sebesar 1,242% dimana tegangan sejati sebesar 464,976 N/mm 2 dan tegangan rekayasa 404,883 N/mm 2. Hal ini berlangsung terus menerus sampai kontraksi terbesar 60,400% dimana tegangan sejati sebesar 603,404 N/mm 2 dan regangan rekayasa 525,421 N/mm 2 lalu patah pada kontraksi sebesar 61% dimana tegangan sejati terus naik sampai 1286,720 N/mm 2 rekayasa turun sampai 494,514 N/mm 2 pada titik patahnya. namun tegangan

Grafik 4.2 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati )dengan Kontraksi Annealing 850 o C Holding30 menit 61

62 b. Hubungan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Kontraksi Annealing 850 C Holding 30 menit. Pada grafik terlihat bahwa tegangan memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu penambahan tegangan selalu diikuti dengan penambahan kontraksi namun tegangan sejati memiliki kecenderungan naik yang lebih besar daripada tegangan rekayasa. Pada awal kontraksi sebesar 1,329% dimana tegangan sejati sebesar 595,188 N/mm 2 dan tegangan rekayasa 513,093 N/mm 2 hal ini berlangsung terus menerus sampai kontraksi terbesar sebesar 34,390% dimana tegangan sejati sebesar 566,454 N/mm 2 dan tegangan rekayasa 488,323 N/mm 2, lalu patah pada kontraksi sebesar 57,098 N/mm 2 dimana tegangan sejati terus naik sampai 841,283 N/mm 2 tegangan rekayasa turun sampai 360,934 N/mm 2 pada titik patahnya. namun

Grafik 4.3 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati )dengan Regangan (Rekayasa) Tanpa Perlakuan 63

64 c. Hubungan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Regangan (Rekayasa) pada spesimen tanpa perlakuan. Hubungan antara tegangan denga regangan dapat diketahui dengan jelas grafik dan data pada pengujian. Dalam hal ini berlaku hukum hooke yang menyatakan tegangan sejati lebih tinggi daripada tegangan rekayasa untuk tiap penambahan tegangan rekayasa dan juga grafik tegangan sejati terus naik setelah ultimate lalu patah, sedangkan tegangan rekayasa turun setelah ultimate lalu patah, hal ini dikarenakan tegangan rekayasa menggunakan diameter awal, sedangkan grafik tegangan sejati menggunakan diameter saat patah sehingga tegangan patahnya lebih tinggi dari rekayasa yang didasarkan dari data yang diperoleh dari pengujian pada rumusnya: Tegangan Rekayasa (σn) = Tegangan Sejati (σn ) = Dimana dari grafik dapat diketahui sumbu x menjelaskan tegangan dan sumbu y menjelaskan tegangan. Dan titik ultimatenya adalah 603,404 N/mm 2 untuk tegangan sejati dan 525,42 N/mm 2 untuk tegangan rekayasa.

Grafik 4.4 Perbandingan Tegangan (Rekayasa-Sejati )dengan Regangan (rekayasa) Annealing 850 o C Holding 30 menit 65

66 d. Hubungan Tegangan (Rekayasa-Sejati) dengan Regangan (Rekayasa) dengan Perlakuan Panas Annealing 850 C Holding 30 menit. Hubungan antara tegangan dengan regangan dapat diketahui dengan jelas pada grafik yang didasarkan dari data hasil pengujian. Untuk regangan sampai 2% tegangan rekayasa dan 1,980% tegangan sejati. Pada tegangan rekayasa untuk tiap penambahan regangan pada grafik juga dapat dilihat bahwa tegangan sejati lebih tinggi dari rekayasa. Hal ini dikarenakan pada tegangan sejati menggunakan acuan luas penampang aktual pada pembebanannya sedangkan tegangan rekayasa menggunakan acuan luas penampang awal pada rumusnya dinyatakan: Tegangan Rekayasa (σn) = Tegangan Sejati (σn ) = Grafik diatas diketahui sumbu x menjelaskan regangan dan sumbu y menjelaskan tegangan dan titik ultimatenya adalah 566,454 N/mm 2 untuk tegangan sejati dan 488,329 N/mm 2 untuk tegangan rekayasa lalu patah pada kontraksi 57,098% dimana tegangan sejati naik sampai 841,289 N/mm 2 namun tegangan rekayasa turun sampai 360,934 N/mm 2 pada titik patahnya.

Grafik 4.5 Perbandingan Regangan (Rekayasa-Sejati ) dengan Kontraksi Tanpa Perlakuan 67

68 e. Hubungan Regangan (Rekayasa-Sejati) dengan Kontraksi Tanpa Perlakuan. Pada grafik terlihat setiap penambahan regangan selalu diikuti dengan penambahan kontraksi, hal ini menunjukan regangan berbanding lurus dengan kontraksi. Regangan menunjukan deformasi aksial (penambahan dimensi specimen yang sejajar dengan sumbu), sedangkan kontraksi menunjukkan deformasi lateral (perubahan dimensi yang tegak lurus terhadap sumbu), sehingga jika specimen mengalami pertambahan panjang maka selalu diikuti dengan mengecilkan luas permukaan. Dari grafik menunjukkan regangan sejati lebih rendah daripada regangan rekayasa. Hali ini dapat dilihat mulai terjadininya pada kontraksi 1,242% dengan regangan rekayasa sebesar 2% sedangkan pada regangan sejati 1,980%. Hal ini berlangsung sampai menjelang patah. Dimana setiap penambahan regangan berpengaruh pada kontraksi yang semakin besar. Sehingga diameter specimen semakin kecil kontraksi terbesar terjadi 60,400% regangan rekayasa 20% dan regangan sejati 18,232%.

Grafik 4.6 Perbandingan Regangan (Rekayasa-Sejati ) dengan Kontraksi Annealing 850 o C Holding 30 menit 69

70 f. Hubungan Regangan (Rekayasa-Sejati) dengan Kontraksi Annealing 850 C Holding 30 menit.... Pada grafik terlihat penambahan regangan selalu diikuti dengan penambahan kontraksi. Hal ini menunjukan bahwa regangan berbanding lurus dengan kontraksi. Regangan menunjukan deformasi aksial (perubahan dimensi specimen yang sejajar dengan sumbu), sedangkan kontraksi menunjukan deformasi lateral(perubahan dimensi yang tegak lurus dengan sumbu). Sehingga jika specimen mengalami pertambahan panjang maka selalu diikuti oleh mengecilkan luasan permukaan. Dari grafik menunjukan regangan sejati lebih rendah daripada regangan rekayasa. Hal ini dapat dilihat mulai terjadinya pada kontraksi 1,329% dengan regangan rekayasa sebesar 2% sedangkan pada regangan sejati 1,98%. Hal ini berlangsung sampai menjelang patah. Dimana setiap penambahan regangan berpengaruh pada kontraksi yang semakin besar. Sehingga diameter specimen semakin kecil. Kontraksi terbesar terjadi 34,39% regangan rekayasa 20% dan regangan sejati pada 18,232%.

Grafik 4.7 Perbandingan Tegangan (Rekayasa)- Regangan (Rekayasa) Berbagai Perlakuan 71

72 g. Hubungan Tegangan-Regangan Rekayasa dengan berbagai Perlakuan Panas. Pada proses perlakuan panas yang berbeda akan menghasilkan kekuatan tarik yang berbeda-beda juga. Kekuatan tarik dapat dilihat dari titik ultimate semakin tinggi titik ultimate maka semakin tinggi kekuatan tarik specimen. Berdasarkan teori dasar urutan kekuatan tarik dari tertinggi ke terendah adalah Hardening air, Hardening Oli, Martempering, Tanpa Perlakuan, Normalizing dan Annealing. Pada grafik terlihat kekuatan tarik martempering lebih tinggi dari yang lainnya, hal ini mengalami penyimpangan yang seharusnya martempering berada di bawah hardening air dan hardening oli. Hal ini disebabkan karena pada ukuran butir martempering lebih kecil sehingga martempering lebih keras dan mempunyai nilai tegangan ultimate yang paling keras daripada Hardening Oli. Dari grafik diatas dapat disimpulkan urutan kekuatan tarik dari tertinggi ke terendah adalah Martempering, Hardening Oli, Hardening Air, Normalizing, Tanpa perlakuan dan Annealing.

Grafik 4.8 Perbandingan Perubahan Diameter Sebelum dan Sesudah Patah Spesimen Tanpa Perlakuan 73

74 h. Perubahan Diameter (necking) Tiap Segmen Pada Spesimen tanpa Perlakuan Panas. Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukan perubahan diameter (necking) tiap segmen dan sumbu y menjelaskan diameter. Pada grafik perubahan diameter tiap segmen tanpa perlakuan panas memperlihatkan bahwa pengecilan diameter terjadi pada semua segmen, akan tetapi pengecilan diameter atau necking paling besar terjadi pada segmen 4 pada segmen 4 terjadi necking sebesar 2,44 mm dari diameter awal 6,42 mm. Hal ini kemungkian besar terjadi karena adanya pemusatan tegangan pada segmen tersebut sehingga segmen tersebut mengalami necking yang besar dibanding segmen yang lain setelah mengalami necking maka segmen patah di sisi itu Karena mengalami pemusatan tegangan tersebut maka necking paling besar terjadi saat patah.

Grafik 4.9 Perbandingan Perubahan Diameter Sebelum dan Sesudah Patah (Annealing 850 C holding 30 menit) 75

76 i. Hubungan Perubahan Diameter Sebelum dan Sesudah Patah dengan Perlakuan Panas Annealing 850 C Holding 30 menit. Grafik diatas merupakan grafik yang menunujuakan perubahan diameter (necking) pada spesimen dengan perlakuan Annealing 850 C Holding 30 menit, dimana diketahui sumbu x menjelaskan segmen dan sumbu y menjelaskan diameter. Pada grafik meperlihatkan semua segmen mengalami pengecilan dan diameter paling besar terjadi pada segmen 9. Pada segmen 9 terjadi necking sebesar 2,9 mm dari diameter awal yaitu 6,7 mm. Hal ini terjadi karena pemusatan tegangan yang besar sehingga necking nilainya pada segmen ini, sedangkan segmen lain nilainya hamper sama rata karena persebaran tegangan merata. 4.7 Kesimpulan dan Saran 4.7.1 Kesimpulan 1. Tegangan sejati lebih besar dari tegangan rekayasa. Hal ini disebabkan karena pada teganagan sejati beban dibagi dengan luas penampang aktual sedangkan untuk tegangan rekayasa beban dibagi dengan luas penampang awal. 2. Tegangan rekayasa lebih besar dari pada tegangan sejati. Hal ini disebabkan pada tegangan sejati menggunakan acuan pada pembebanannya sedangkan tegangan rekayasa menggunakan acuan luas penampang awal. 3. Proses perlakuan panas berpengaruh terhadap kekuatan tarik dari suatu material. Urutan kekuatan tarik dari berbagai proses perlakuan panas dari tinggi ke rendah yang di dapat dari tabel di atas adalah Martempering, Hardening Oli, Hardening Air, Normalizing, Tanpa Perlakuan, dan Annealing. 4.7.2 Saran 1. Kursi-kursi laboratorium sebaiknya diperbaiki karena sudah rusak. 2. Praktikan belajar terlebih dahulu sebelum asistensi agar memperlancar proses asistensi. 3. Sebaiknya asisten lebih menjelaskan lagi tentang materi supaya praktikan lebih jelas.

BAB V PENGUJIAN KEMAMPUKERASAN 77 5.1 Tujuan Pengujian a. Mengetahui tingkat kemampukerasan suatu bahan. b. Mengetahui pengaruh temperatur pemanasan terhadap kemampukerasan bahan. c. Mengetahui pengaruh holding time terhadap kemampukerasan bahan. d. Mengetahui cara untuk menentukan kemampukerasan bahan. 5.2 Sifat Kemampukerasan Baja Sifat kemampukerasan adalah ukuran yang menyatakan kemampuan baja untuk dikeraskan hinga kedalaman tertentu dengan pembentukan martensite. Sangat berbeda dengan arti kekerasan, yaitu kemampuan dari suatu material untuk menahan beban atau penetrasi tanpa mengalami deformasi plastis. Apabila ingin mendapatkan fasa martensite, maka setelah suatu bahan di-heat treatment harus didinginkan secara cepat (quenching). Tetapi harus diingat pula bahwa pendinginan yang terlalu cepat harus dihindari, karena dapat menyebabkan permukaan baja retak. Pada percobaan kemampukerasan material akan didapat nilai kekerasan yang berbeda setelah material tersebut diberi perlakuan panas. Perbedaan harga disebabkan oleh laju pendinginan yang berbeda terhadap material tersebut.

78 Gambar 5.1 Hardness Penetration Diagaram Sumber : Avner, Sidney H. (1974 : 294) 5.3 Pelaksanaan Pengujian 5.3.1 Alat yang Digunakan Dalam Pengujian Spesifikasi alat yang digunakan 1. Kertas gosok Digunakan untuk menghilangkan kotoran dan kerak pada benda uji. Gambar 5.2 Kertas gosok Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Penjepit dapur. 79 Digunakan untuk memindahkan benda uji setelah pemanasan dalam Gambar 5.3 Penjepit Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3. Dapur listrik Digunakan untuk memberikan pemanasan pada benda uji. Gambar 5.4 Dapur listrik Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universita Brawijaya

4. Bejana pendingin 80 Digunakan untuk mendinginkan benda uji dengan menyemprotkan air kepada salah satu ujung benda uji. Gambar 5.5 Bejana pendingin Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 5. Elektrical Vickers Hardness Test Digunakan untuk mengukur nilai kekerasan suatu benda. 6. Stopwatch Gambar 5.6 Elektrical Vickers Hardness Test Sumber: Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Digunakan untuk mengukur waktu holding.

81 Gambar 5.7 : Stopwatch Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 7. Centrifugal Sand Paper Machine Digunakan untuk meratakan permukaan spesimen. 8. Penggaris Gambar 5.8 Centrifugal Sand Paper Machine Sumber : Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Digunakan untuk memberi tanda pada spesimen yang akan diukur kekerasannya.

82 Gambar 5.9 Penggaris Sumber : Anonymous 8: 2013 9. Spidol Digunakan untuk menandai spesimen dengan jarak tertentu. Gambar 5.10 Spidol Sumber : Anonymous 33: 2010 komposisi kimia specimen Baja yang digunakan dalam pengujian ini adalah Baja Assab 760 dengan komposisi kimia: - C = 0,5 % - Mn = 0,5 % - Si = 0,25 % Pergeseran Titik Eutectoid Pergeseran titik eutectoid dipengaruhi oleh unsur paduannya. Sehingga kita bisa menggambarkan dimana titik pergeserannya. Tabel dibawah ini merupakan komposisinya.

Tabel 5.2 Komposisi Kimia Bahan 83 No Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C 1 Mn 0,5% 725 0,74 2 Si 0,25% 730 0,72 = 727,47 o C = 0,729 % Keterangan : Titik Eutectoid Sebelum Digeser ------------ Pergeseran Titik Eutectoid Gambar 5.12 Pergeseran Titik Eutectoid

84 Bentuk dan Dimensi Spesimen Skala : 1:2 Satuan : mm Gambar 5.12 Bentuk dan Dimensi Spesimen 5.3.2 Prosedur Pengujian Ada beberapa prosedur dalam pengujian jominy, antara lain : 1. Permukaaan benda dibersihkan dari kotoran dan terak menggunakan kertas gosok. 2. Spesimen dipanaskan dan diholding dengan temperatur dan waktu tertentu. 3. Spesimen dipindahkkan dari dapur listrik ke bejana pendingin untuk proses pendinginan. Pendinginan dimulai dari satu spesimen. 4. Setelah pendinginan selesai, spesimen dibersihan dengan kertas gosok. 5. Spesimen dibagi menjadi 10 bagian dengan jarak 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8 mm, 10 mm, 15 mm, 20 mm, 30 mm, 40 mm dan 60 mm dari ujung yang disemprot. 6. Kekerasan spesimen diukur dengan Electrical Brinell Hardness Tester pada jarak-jarak tersebut. 5.4 Hipotesa Semakin lama waktu holding, maka akan meningkatkan homogenitas struktur butiran daya ikat antar butiran meningkat dan kemampukerasannya semakin tinggi. Sedangkan untuk pemanasan, dengan pemberian temperatur pemanasan yang berbeda pada suatu baja akan mempengaruhi kemampuan baja tersebut karena temperatur berhubungan dengan energi aktivasi pembentukan ikatan atom, semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi pula energi aktivasinya, sehingga kemampukerasan semakin tinggi pula.

85 5.5 Pengolahan Data 5.5.1 Data Kelompok Tabel 5.2 Data Tanpa Perlakuan No Yi (vhn) Xi(mm) lnyi Xi2 XilnYi 1 376.8 2 5.932 4 11.863 2 365.4 4 5.901 16 23.604 3 361.2 6 5.889 36 35.337 4 354.1 8 5.870 64 46.957 5 350.4 10 5.859 100 58.591 6 342.1 15 5.835 225 87.527 7 337.1 20 5.820 400 116.408 8 329.5 30 5.798 900 173.927 9 324.6 40 5.783 1600 231.304 10 320.1 60 5.769 3600 346.118 3461.3 195 58.455 6945 1131.635 X i ln Y i a X 2 i b X i = 0 6945 195b = 1131,63 ln Y i a X i nb= 0 195a 10 b = 58,455 Eliminasi 6945 195b = 1131,63 195a 10 b = 58,455 3142,5 a = 8,24 a = 0,026 b = 7,1 Dari nilai a dan nilai b yang telah didapat, dimasukka ke dalam rumus : ln Y = ln ( e ax + b ) ln Y = ax + b ln Y = 0,026 x + 7,1 1. ln Y 1 = 0,026 ( 2 ) + 5,571 ln Y 1 = 7,152 Y 1 = 1276,65 2. ln Y 2 = 0,026 ( 4 ) + 7,1 ln Y 2 = 6,996

Y 2 = 1092,25 3. ln Y 3 = 0,026 ( 6 ) + 7,1 ln Y 3 = 6,944 Y 3 = 1036,90 4. ln Y 4 = 0,026 ( 8 ) + 7,1 ln Y 4 = 6,992 Y 4 = 984,36 5. ln Y 5 = 0,026 ( 10 ) + 7,1 ln Y 5 = 6,84 Y 5 = 934,48 6. ln Y 6 = 0,026 ( 15 ) + 7,1 ln Y 6 = 6,71 Y 6 = 820,57 7. ln Y 7 = 0,026 ( 20 ) + 5,571 ln Y 7 = 6,58 Y 7 = 720,53 8. ln Y 8 = 0,026 ( 30 ) + 7,1 ln Y 8 = 6,32 Y 8 = 555,57 9. ln Y 9 = 0,026 ( 40 ) + 7,1 ln Y 9 = 6,06 Y 9 = 428,37 10. ln Y 10 = 0,026 ( 60 ) + 7,1 ln Y 10 = 5,54 Y 10 = 254,68 86

Tabel 5.3 Pengujian Jominy 850 o C ; 15 87 No Yi (vhn) Xi(mm) lnyi Xi 2 XilnYi 1 475.4 2 6.164 4 12.328 2 443.2 4 6.094 16 24.376 3 390.1 6 5.966 36 35.798 4 300.7 8 5.706 64 45.649 5 219.4 10 5.391 100 53.909 6 218.3 15 5.386 225 80.788 7 212.9 20 5.361 400 107.216 8 211.7 30 5.355 900 160.655 9 207.9 40 5.337 1600 213.482 10 200.1 60 5.299 3600 317.929 2879.7 195 56.059 6945 1052.132 X i ln Y i a X 2 i b X i = 0 6945 195b = 1052,12 ln Y i a X i nb = 0 195a 10 b = 56,05 Eliminasi 6945 195b = 1052,12 195a 10 b = 56,05 3142,5 a = 41,0321 a = 0,013 b = 5,352 Dari nilai a dan nilai b yang telah didapat, dimasukka ke dalam rumus : ln Y = ln ( e ax + b ) ln Y = ax + b ln Y = 0,013 x + 5,352 1. ln Y 1 = 0,013 ( 2 ) + 5,352 ln Y 1 = 5,326 Y 1 = 204,38 2. ln Y 2 = 0,013 ( 4 ) + 5,352 ln Y 2 = 5,3 Y 2 = 200,33 3. ln Y 3 = 0,013 ( 6 ) + 5,352 ln Y 3 = 5,274

Y 3 = 195,19 4. ln Y 4 = 0,013 ( 8 ) + 5,352 ln Y 4 = 5,248 Y 4 = 109,18 5. ln Y 5 = 0,013 ( 10 ) + 5,352 ln Y 5 = 5,222 Y 5 = 185,30 6. ln Y 6 = 0,013 ( 15 ) + 5,352 ln Y 6 = 5,157 Y 6 = 176,64 7. ln Y 7 = 0,013 ( 20 ) + 5,352 ln Y 7 = 5,092 Y 7 = 162,71 8. ln Y 8 = 0,013 ( 30 ) + 5,352 ln Y 8 = 4,962 Y 8 = 142,87 9. ln Y 9 = 0,013 ( 40 ) + 5,352 ln Y 9 = 4,832 Y 9 = 125,46 10. ln Y 10 = 0,013 ( 60 ) + 5,352 ln Y 10 = 4,572 Y 10 = 96,73 Jumlah Kuadrat Deviasinya 88 δ = [ ln Y 1 ( ax 1 + b ) ] 2 + [ ln Y 2 ( ax 2 + b ) ] 2 + + [ ln Y n ( ax n + b ) ] 2 = [ ( 6,1645 5,326 ) 2 + ( 6,096 5,3 ) 2 + ( 5,9664 5,274 ) 2 + ( 5,706 5,248 ) 2 + ( 5,390 5,222 ) 2 + ( 5,386 5,157 ) 2 + ( 5,3608 5,092 ) 2 + (5,355 4,962 ) 2 + ( 5,337 4,832 ) 2 + ( 5,299 4,572 ) 2 ]

89 5.5.2 Data Antar Kelompok Suhu Sama Holding Beda Tabel 5.4 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 15 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 475.4 2 2 443.2 4 3 390.1 6 4 300.7 8 5 219.4 10 6 218.3 15 7 212.9 20 8 211.7 30 9 207.9 40 10 200.1 60 2879.7 195 Tabel 5.5 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 35 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 505.5 2 2 456.1 4 3 381.7 6 4 312.8 8 5 281.1 10 6 246.4 15 7 219.7 20 8 212.4 30 9 207.9 40 10 205.2 60 3028.8 195

90 Tabel 5.6 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 55 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 765.1 2 2 459.8 4 3 327.1 6 4 324.9 8 5 322.0 10 6 300.4 15 7 278.3 20 8 270.9 30 9 261.6 40 10 245.3 60 3555.4 195 Tabel 5.7 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 75 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 513.7 2 2 475.3 4 3 444.0 6 4 367.5 8 5 224.0 10 6 219.8 15 7 217.7 20 8 211.9 30 9 206.5 40 10 204.5 60 3084.9 195

91 Tabel 5.8 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 95 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 549.3 2 2 432.8 4 3 352.5 6 4 335.4 8 5 313.8 10 6 289.5 15 7 267.9 20 8 261.3 30 9 252.1 40 10 243.7 60 3298.3 195 Tabel 5.9 Data uji Jominy perlakuan 800 o C holding 15 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 233.4 2 2 230.2 4 3 226.4 6 4 219.3 8 5 212.2 10 6 200.9 15 7 199.4 20 8 190.3 30 9 181.8 40 10 172.3 60 2066.2 195

92 Tabel 5.10 Data uji Jominy perlakuan 850 o C holding 15 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 475.4 2 2 443.2 4 3 390.1 6 4 300.7 8 5 219.4 10 6 218.3 15 7 212.9 20 8 211.7 30 9 207.9 40 10 200.1 60 2879.7 195 Tabel 5.11 Data uji Jominy perlakuan 900 o C holding 15 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 545.5 2 2 467.2 4 3 385.4 6 4 324.3 8 5 301.7 10 6 290.2 15 7 264.5 20 8 243.7 30 9 229.8 40 10 220.5 60 3272.8 195

93 Tabel 5.12 Data uji Jominy perlakuan 950 o C holding 15 No Yi (vhn) Xi(mm) 1 747.6 2 2 521.7 4 3 354.4 6 4 347.9 8 5 339.7 10 6 338.4 15 7 320.3 20 8 310.4 30 9 290.9 40 10 272.4 60 3843.7 195

Grafik 5.1 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Suhu 850 holding 15 menit 94

5.6 Pembahasan Data Kelompok 95 Hubungan kekerasan dan jarak penyemprotan spesimen data kelompok dan tanpa perlakuan Grafik diatas merupakan grafik hubungan kekerasan dan jarak penyemprotan spesimen data kelompok dan tanpa perlakuan. Sumbu x menunjukkan jarak penyemprotan dengan jarak yang bervariasi. Sedangkan sumbu y menunjukkan tingkat kekerasan yang dihasilkan setelah spesimen didinginkan. Grafik warna biru menunjukkan grafik tanpa perlakuan panas. Spesimen tanpa perlakuan panas tingkat kekerasannya relative sama, karena spesimen tanpa perlakuan panas merupakan standar pabrik tanpa diberi perlakuan panas. Grafik warna merah merupakan grafik spesimen dengan perlakuan panas 850 0 C dan holding 15 menit. Pada jarak 2-6 mm grafik spesimen yang diberi perlakuan panas memiliki kekerasan di atas grafik kekerasan pada spesimen tanpa perlakuan. Hal ini dikarenakan pada jarak tersebut jarak penyemprotannya dekat dan mengalami pendinginan cepat sehingga kekerasannya tinggi. Sedangkan pada jarak 8-60 mm kekerasannya berada di bawah kekerasan tanpa perlakuan, karena pada jarak tersebut mulai mengalami pendinginan lambat terutama pada jarak 60 mm mengalami pendinginan sangat lampat akibat dari jarak penyemprotan yang jauh.

Grafik 5.2 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Suhu Sama Holding Beda 96

Data Antar Kelompok 97 Hubungan kekerasan dan jarak penyemprotan spesimen data anta kelompok suhu 850 0 C dengan variasi waktu holding Grafik diatas merupakan grafik hubungan kekerasan dan jarak penyemprotan spesimen data kelompok suhu 850 0 C dengan variasi waktu holding. Sumbu x menunjukkan jarak penyemprotan dari ujung penyemprotan dengan jarak yang bervariasi. Sedangkan sumbu y menunjukkan tingkat kekerasan yang dihasilkan setelah spesimen didinginkan. Secara teori semakin lama waktu holding spesimen semakin tinggi tingkat kekerasan suatu spesimen. Pada grafik pengaruh variasi waktu holding dengan temperatur pemanasan 850 C, terdapat variasi waktu holding yaitu : 15 menit, 35 menit, 55 menit, 75 menit dan 95 menit. Dari grafik tersebut, specimen tanpa perlakuan memiliki distribusi kekerasan merata karena sudah standar pabrikan tanpa perlakuan panas. Sedangkan urutan tingkat kemampukerasan dari tertinggi sampai terendah adalah spesimen 850 C holding 55 menit, spesimen 850 C holding 95 menit, spesimen 850 C holding 75 menit, spesimen 850 C holding 35 menit specimen 850 C holding 15 menit, dan tanpa perlakuan. Dari data tersebut, terjadi penyimpangan urutan kemampukerasan, hal ini terdapat pada spesimen 850 C holding 55 menit yang seharusnya berada di tingkat ke-3. Sedangkan 850 C holding 95 menit dan spesimen 850 C holding 75 menit berada di tingkat pertama dan ke-2. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: - Suhu lingkungan yang kurang stabil, ketika proses quenching terjadi pergantian becana karena keterbatasan jumlah bejana pendinginan sehingga proses pendinginannya bergantian. Hal ini dapat mempengaruhi homogenitas suatau material. - Suhu air dan debit penyemprotan tidak stabil, juga dapat memperngaruhi homogenitas, semakin homogenitas suatu material semakin tingi juga tingkat kemampukerasannya, - Penggosokann spesimen yang kurang merata sehingga memengarui konduktifitas termal karena terhalang oleh kotoran dan kerak.

98 Penggosokan yang tidak merata akan menyebabkan konduktifitas termal menurun, sehingga kemampuan benda menghantarkan panas yang diterima akan menyebabkan laju pendinginan semakin rendah. - Lama waktu holding yang menyebabkan semakin kecil ukuran butir akan semakin besar kekerasannya dan sebaliknya, semakin besar akan menyebabkan tingkat kekerasan material lebih rendah karena kerapatan butiran lebih rendah sehingga ikatan antar butiran kurang kuat.

Grafik 5.3 Perbandingan Kekerasan Spesimen Tanpa Perlakuan dengan Spesimen Perlakuan Panas Suhu Beda Holding Sama 99

100 Hubungan kekerasan dan jarak penyemprotan spesimen data antar kelompok waktu holding 15 menit dengan variasi suhu berbeda Grafik diatas merupakan grafik hubungan kekerasan dan jarak penyemprotan spesimen data kelompok waktu holding 15 menit dengan variasi suhu pemanasan. Sumbu x menunjukkan jarak penyemprotan dari ujung penyemprotan dengan jarak yang bervariasi. Sedangkan sumbu y menunjukkan tingkat kekerasan yang dihasilkan setelah spesimen didinginkan. Secara teori semakin besar suhu perlakuan specimen semakin tinggi kekerasan suatu specimen. Pada grafik pengaruh variasi suhu dengan waltu holding 15 menit, terdapat variasi suhu yaitu : 800 C, 850 C, 900 C, dan 950 C. Dari grafik tersebut, specimen tanpa perlakuan memiliki distribusi kekerasan merata karena sudah standar pabrikan tanpa perlakuan panas. Sedangkan urutan tingkat kemampukerasan dari yang paling tinggi ke rendah adalah specimen dengan suhu 950 C, 900 C, 850 C, 800 C, dan tanpa perlakuan. Dari hasil pengujian urutan tingkat kemampukerasan dari yang paling tinggi ke rendah adalah specimen dengan suhu 950 C, 900 C, 850 C, tanpa perlakuan, dan 800 C. sehingga terjadi penyimpangan urutan tingkat kekerasan. Pada specimen 800 C, kemungkinan disebabkan penggosokann spesimen yang kurang merata sehingga memengarui konduktifitas termal karena terhalang oleh kotoran dan kerak. Penggosokan yang tidak merata akan menyebabkan konduktifitas termal menurun, sehingga kemampuan benda menghantarkan panas yang diterima akan menyebabkan laju pendinginan semakin rendah. 5.7 Kesimpulan dan Saran 5.7.1 Kesimpulan 1. Spesimen yang mendapatkan perlakuan panas mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan spesimen yang tanpa perlakuan panas. 2. Menurut teori, semakin tinggi suhu pemanasan maka kemampukerasan suatu material akan meningkat. Tetapi pada data hasil pengujian tidak seperti itu,

101 hal ini disebabkan oleh faktor faktor tertentu, yaitu Suhu lingkungan kurang stabil, suhu air, dan penggosokan spesimen. 3. Menurut teori, semakin lama holding maka kemampukerasan suatu material akan meningkat. Tetapi pada data hasil pengujian tidak seperti itu, hal ini disebabkan oleh faktor faktor tertentu, yaitu penggosokan specimen yang mempengaruhi konduktifitas thermal 5.7.2 Saran 1. Sebaiknya praktikan dapat mengoperasikan alat alat yang digunakan untuk proses pengujian kemampukerasan. 2. Sebaiknya praktikan menaati peraturan supaya lancer praktikumnya. 3. Sebaiknya alat uji kemampukerasan di lab diperbarui karena sudah tua, dan keakuratannya kurang. 4. Sebaiknya kursi di lab diperbaiki karena banyak yang rusak 5. Sebaiknya asisten tidak kondisional, karena menyita waktu praktikan 6. Sebaiknya asisten lebih banyak meluankang waktu lagi kepada praktikan

BAB VI PACK CARBURIZING 102 6.1 Tujuan Pengujian 1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas carburizing terhadap sifat mekanik kekuatan material. 2. Untuk mengetahui pengaruh variasi holding time terhadap kedalaman pergeseran. 3. Untuk mengetahui variasi temperatur terhadap kedalaman pergeseran. 4. Untuk mengetahui proses pack carburizing. 6.2 Pack Carburizing... Pada proses ini menggunakan zat padat yang memiliki kandungan karbon tinggi. Bahan yang biasa digunakan adalah arang kayu, arang batok kelapa, arang tulang dan arang kulit. Bahan yang diproses dimasukkan ke dalam kotak baja yang berisi arang, lalu dipanaskan pada suhu 900-950 C. Keuntungan dari pack carburizing adalah jangka waktu pemanasan lebih singkat dan bahan yang digunakan relatif mudah didapat, sedangkan kelemahannya adalah tidak memungkinkan untuk benda berukuran besar dan benda yang bentuknya rumit.... Mekanisme karbonisasi dengan difusi intertisi dimana atom karbon menempati ruang antara atom atom Fe. Dengan menaikkan temperatur, maka memungkinkan berpindahnya atom karbon ke posisi intertisi berikutnya. Tempat yang ditinggalkan tersebut diisi oleh atom karbon yang lain. Difusi intertisi terjadi apabila ukuran atom yang berpindah (atom karbon) memiliki ukuran yang lebih kecil dari atom induknya (atom besi).... Karburasi padat (pack carburizing) adalah salah satu bentuk karburasi yang telah dikenal sejak lama. Dalam proses ini baja mengalami pemanasan dengan menggunakan 80% batu bara dan 20% BaCO 3 sebagai energi dalam kotak pemanasan. Reaksi Kimianya adalah :... BaCO 3 BaO + CO 2 CO2 + C 2CO

103 3Fe + 2CO Fe 3 C + CO 2 BaO + CO 2 BaCO 3 Pada umumnya waktu karburasi bervariasi antara 6 8 jam dan kedalamannya antara 1 2 mm. Pada proses pack carburizing ada 3 tahapan, yaitu : 1. Heating Pada tahap ini terjadi padafase austenite karena fase austenit adalah fase yang stabil. Material yang akan di carburizing ditempatkan kedalam kotak baja yang berisi arang aktif dan katalis (BaCO 3 ). 2. Holding Tahapan ini terjadi agar panas pada material merata sehingga butiran menjadi homogen, memperbaiki sifat mekanik sehingga kadar karbon yang berdifusi semakin banyak dan dapa menambah kekerasan material. 3. Quencing Pada tahap ini material didinginkan dengan cara quenching tujuannya agar memperoleh kekerasan pada permukaan material. 6.3 Pelaksanaan Pengujian 6.3.1 Alat dan Bahan yang digunakan Spesifikasi alat yang digunakan 1. Kotak Baja Digunakan untuk menaruh spesimen pack carburizing 2. Dapur Listrik Gambar 6.1 Kotak Baja Sumber : Teknik Mesin Universitas Brawijaya Digunakan untuk memanaskan spesimen.

104 Gambar 6.2 Dapur Listrik Sumber: Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3. Microhardness Vickers Tester Gambar 6.3 Microhardness Vickers Tester Sumber : Laboratorium Pengujian Jurusan Bahan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 4. Alat Penimbang Gambar 6.4 Alat Penimbang Sumber : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

5. Kertas Gosok 105 Digunakan untuk membersihkan benda dari kotoran dan terak Gambar 6.5 Kertas Gosok Sumber : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Komposisi Kimia Spesimen Bahan : Baja Assab 760 Komposisi penyusun : C = 0,50% Mn = 0,50% Si = 0,25% Pergeseran Titik Eutectoid Tabel 6.1 Pergeseran Titik Eutectoid Unsur Paduan Persentase Suhu Eutectoid ( C) Persentase Eutectoid Mangan (Mn) 0,5 % 725 C 0,74% Silikon (Si) 0,25% 730 C 0,72% T c = % C =

106 Gambar 6.6 Pergeseran titik eutectoid Bentuk Dimensi Spesimen Skala : 1:1 Satuan : mm Gambar 6.7 Bentuk dan Dimensi Spesimen 6.3.2 Prosedur Pengujian 1. Siapkan kotak baja dan bersihkan dari terak terak yang masih menempel. 2. Siapkan arang, Barium karbonat, serta alat penimbang. 3. Bersihkan benda uji dari terak/kotoran yang masih menempel. 4. Timbang arang, BaCO 3 sesuai dengan komposisi yang ditentukan. 5. Campurkan arang, BaCO 3 yang telah ditimbang dan masukkan ke dalam kotak baja. 6. Masukkan benda uji ke dalam kotak baja. 7. Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam kotak baja, masukkan kotak baja ke dalam dapur furnace dan dilakukan pemanasan serta holding.