PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KRITERIA WILAYAH SUMBER BIBIT. No Komponen Keterangan

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2015

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 04/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG UNIT RESPON CEPAT PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 60/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG UNIT PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI TAHUN 2010

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 7 Tah

No.1610, 2014 KEMENTAN. Jabatan Fungsional Pengawas Mutu Pakan. Angka Kredit. Petunjuk Teknis. Pencabutan.

2016, No Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 62/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Pembidangan. Ilmu dan Gelar Akademik. Perguruan Tinggi Agama.

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 97/Permentan/PD.410/9/2013, dengan Peraturan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 t

2016, No mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Peri

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

2017, No Penyesuaian/Inpassing Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Bidang Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/PD.410/7/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 79 ayat (2) Peraturan Pem

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelan

2011, No Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.46/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

2011, No Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2016, No Guru dan Tenaga Kependidikan Menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Si

2016, No menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perhubungan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2016, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 65 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak asli dan/atau lokal secara nasional, diperlukan ketersediaan bibit ternak yang berkualitas dan berkelanjutan; b. bahwa untuk memenuhi ketersediaan bibit ternak berkualitas, perlu dilakukan pembibitan ternak dalam suatu wilayah sumber bibit yang memenuhi kriteria wilayah sumber bibit; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b tersebut di atas, serta sebagai pelaksanaan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, perlu mengatur Pewilayahan Sumber Bibit, dengan Peraturan Menteri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/ 10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pewilayahan sumber bibit adalah serangkaian kegiatan untuk memetakan suatu wilayah dengan agroekosistem tertentu sebagai wilayah sumber bibit. 2. Wilayah sumber bibit adalah suatu wilayah agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis, rumpun, atau galur ternak tertentu. 3. Jenis ternak yang selanjutnya disebut jenis adalah sekelompok ternak yang memiliki sifat dan karakteristik genetik sama, dalam kondisi alaminya dapat melakukan perkawinan untuk menghasilkan keturunan. 4. Rumpun ternak yang selanjutnya disebut rumpun adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya. 5. Galur ternak yang selanjutnya disebut galur adalah sekelompok individu ternak dalam satu rumpun yang mempunyai karakteristik tertentu yang dimanfaatkan untuk tujuan pemuliaan atau perkembangbiakan. 6. Bibit ternak yang selanjutnya disebut bibit adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. 7. Pembibitan adalah serangkaian kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit ternak. 8. Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari Indonesia dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia. 9. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar negeri yang telah dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat. 2

10. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan/atau kabupaten/kota. Pasal 2 Ruang lingkup yang diatur dalam peraturan ini meliputi: Kriteria Wilayah Sumber Bibit, Tata Cara Penetapan Wilayah Sumber Bibit, Pengelolaan Wilayah Sumber Bibit, dan Pembinaan serta Pengawasan. BAB II KRITERIA WILAYAH SUMBER BIBIT Pasal 3 (1) Wilayah yang dapat ditetapkan sebagai sumber bibit harus berstatus bebas dari penyakit hewan menular. (2) Wilayah yang berstatus bebas dari penyakit hewan menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap menerapkan tata cara biosekuriti. (3) Biosekuriti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penerapannya dilakukan pada setiap kelompok yang ada di wilayah yang ditetapkan. Pasal 4 (1) Selain harus berstatus bebas dari penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), suatu wilayah dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit apabila memenuhi kriteria. (2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jenis, rumpun atau galur; b. agroklimat; c. kepadatan penduduk; d. sosial ekonomi; e. budaya; dan f. ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 5 (1) Jenis, rumpun atau galur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang dapat dimuliabiakkan dalam wilayah sumber bibit harus ternak asli atau ternak lokal dan dikembangkan secara murni. (2) Jenis, rumpun atau galur yang dimuliabiakkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) populasinya harus lebih dominan dari populasi jenis, rumpun, atau galur ternak lainnya. (3) Rumpun atau galur yang dimuliabiakkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat lebih dari satu dan harus berbeda jenisnya sepanjang tidak saling menyebabkan penyebaran suatu penyakit hewan. (4) Struktur populasi dalam satu rumpun atau galur harus mengutamakan keseimbangan jumlah jantan dan betina produktif dalam suatu wilayah sumber bibit. Pasal 6 3

(1) Agroklimat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi sumber pakan, daya dukung pakan, kesesuaian lahan, topografi dan kapasitas tampung. (2) Agroklimat untuk wilayah sumber bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dihitung secara kumulatif. Pasal 7 (1) Kepadatan penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c pada suatu wilayah sumber bibit harus memerhitungkan rasio jumlah penduduk dan luas wilayah. (2) Perhitungan rasio jumlah penduduk dan luas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Pasal 8 (1) Sosial ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d meliputi: a. pengalaman beternak; b. ketersediaan kelembagaan ekonomi; dan c. ketersediaan kelembagaan sosial. (2) Pengalaman beternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibedakan berdasarkan keterampilan beternak. (3) Ketersediaan kelembagaan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi koperasi, perbankan, dan/atau pasar. (4) Koperasi, perbankan, dan/atau pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berada dalam satu wilayah untuk mendukung kegiatan pembibitan kelompok peternak. (5) Ketersediaan kelembagaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi kelompok peternak, asosiasi, atau organisasi profesi. Pasal 9 Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e meliputi tradisi masyarakat dalam beternak dan pola pemeliharaan ternak. Pasal 10 Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Pasal 11 Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, usulan penetapan calon wilayah sumber bibit harus dilengkapi paling kurang profil wilayah dan program pemuliaan ternak yang akan dimuliabiakkan. Pasal 12 Kriteria wilayah sumber bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. 4

BAB III TATA CARA PENETAPAN WILAYAH SUMBER BIBIT Pasal 13 (1) Suatu wilayah dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit apabila memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 berdasarkan kajian yang dilakukan oleh tim penilai. (2) Selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi paling kurang profil wilayah dan program pemuliaan ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. (3) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri dengan keanggotaan berasal antara lain dari unsur pakar, aparatur yang membidangi urusan perbibitan, pakan, kesehatan hewan dan perencanaan. Pasal 14 (1) Usul penetapan wilayah sumber bibit dalam satu wilayah kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tembusan kepada gubernur, sesuai formulir model 1. (2) Usul penetapan wilayah sumber bibit yang berada pada wilayah lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi dilakukan oleh gubernur kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tembusan kepada bupati/walikota, sesuai formulir model 2. Pasal 15 (1) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri setelah menerima usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 melakukan verifikasi terhadap kelayakan calon wilayah sumber bibit dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. (3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membandingkan antara usulan yang diajukan dengan kenyataan di lapangan. (4) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melakukan penilaian di lapangan berkoordinasi dengan dinas provinsi untuk bersama-sama melakukan verifikasi dan wawancara dengan pemangku kepentingan (stakeholders) di wilayah. (5) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) direkomendasikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai bahan pertimbangan penetapan wilayah sumber bibit. (6) Menteri c.q. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah menerima hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memberikan memberikan jawaban ditolak atau diterima. 5

Pasal 16 (1) Usulan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. (2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada gubernur atau bupati/walikota dengan disertai alasan penolakan. Pasal 17 (1) Usulan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) apabila memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. (2) Usulan yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit dengan Keputusan Menteri. BAB IV PENGELOLAAN WILAYAH SUMBER BIBIT Pasal 18 (1) Wilayah sumber bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dikelola secara terencana dan berkelanjutan. (2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dinas kabupaten/kota atau provinsi sesuai dengan kewenangannya untuk dapat memertahankan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4. (3) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam pelaksanaannya dilakukan oleh tim pendamping paling kurang berasal dari pejabat teknis bidang peternakan dan kesehatan hewan kabupaten/kota atau provinsi, lembaga penelitian dan pengembangan, serta perguruan tinggi setempat. (4) Susunan keanggotaan dan tugas tim pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh kepala dinas kabupaten/kota atau provinsi. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19 (1) Pembinaan terhadap pengelolaan wilayah sumber bibit dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembiayaan pendampingan dan bimbingan teknis serta pengadaan sarana pendukung utama pembibitan ternak; b. penjaminan kelangsungan wilayah sumber bibit; c. pemberdayaan terbentuknya kelompok pembibit ternak; dan d. penerapan cara pembibitan ternak yang baik (Good Breeding Practice). (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling kurang dapat dialokasikan untuk jangka waktu 3 tahun. 6

Pasal 20 (1) Pengawasan pengelolaan wilayah sumber bibit dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. (2) Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri, gubernur dan/atau bupati/walikota secara terkoordinasi sesuai dengan kewenangannya. (3) Pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelaporan dan evaluasi. Pasal 21 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan secara berkala paling kurang: a. 1 (satu) tahun sekali oleh Menteri; b. 6 (enam) bulan sekali oleh gubernur; c. 3 (tiga) bulan sekali oleh bupati/walikota. Pasal 22 Apabila dari hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 di wilayah sumber bibit ditemukan tidak sesuai dengan program pemuliaan yang diusulkan, keputusan penetapan sebagai wilayah sumber bibit ditinjau kembali. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 23 Wilayah sumber bibit yang telah ditetapkan oleh bupati/walikota atau gubernur, berdasarkan verifikasi dan penilaian sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit. BAB VII PENUTUP Pasal 24 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 7

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 2011 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, SUSWONO PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 568 8