Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

VALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB III. METODE PENELITIAN

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

Saprudin 1 dan/and Halidah 1

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analysis for mangrove ecosystem management priority using Analysis Hierarchy Process (AHP) in Sorong City, West Papua, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

KAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

VALUASI EKONOMI KAYU MANGROVE PADA EKOSISTEM MANGROVE SUNGAI LIUNG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU. Miswadi 1 dan Zulkarnaini 2

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN HASIL PENELITIAN

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DAN SKENARIO PENGELOLAANNYA DI DESA MUARA BENGALON KECAMATAN BENGALON KABUPATEN KUTAI TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GEMPA DAN TSUNAMI GEMPA BUMI

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN TAMBAK DI KAWASAN MANGROVE SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

PENDAHULUAN Latar Belakang

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI PASSO KOTA AMBON

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI TANJUNG DUDEPO, KECAMATAN BOLAANG UKI, KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA PALAES KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA

Transkripsi:

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 39-43 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00068 Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province Analisis nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove di Kota Sorong Provinsi Papua Barat Roger R. Tabalessy Fakultas Pertanian, Program Studi Perikanan Universitas Kristen Papua Sorong. Jl. F Kalasuat,Malanu, Kota Sorong, Papua Barat, Indonesia. E-mail: roger.tabalessy@yahoo.com Abstract: Coastal areas can either meet the human needs or give great contribution to the development. However, rapid infrastrural development in Sorong, west Papua, has been followed by high demand for mangrove timber and caused mangrove forest degradation due to exploitation. This exploitation could also result from high economic value of the mangrove timber. This study was done to analyze the economic value of mangrove wood utilized by the people to support the development process in Sorong. This study used primary data obtained through interviews and the economic value calculation of mangrove forests. It found that Sorong had mangrove economic value of IDR 165,197,833, 491. Keywords: mangrove; ekosystem value; economic Abstrak: Wilayah pesisir selain dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia juga memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan. Cepatnya pembangunan infrastruktur di Kota Sorong diikuti pula dengan tingginya permintaan akan kayu mangrove dan menyebabkan terjadinya degradasi hutan mangrove akibat eksploitasi. Eksploitasi ini disebabkan juga akibat kayu mangrove memiliki nilai ekonomi. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menganalisis nilai ekonomi kayu mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Sorong dalam proses menunjang pembangunan. Penelitian ini menggunakkan data primer yang diperoleh melalui hasil wawancara dan perhitungan nilai ekonomi hutan mangrove. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove yang berada di Kota Sorong adalah Rp165.197.833.491. Kata-kata kunci: mangrove; nilai ekosistem; ekonomi PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan salah satu sumberdaya potensial di Indonesia, di mana kaswasan ini mencakup wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Sumberdaya ini sangat besar dan didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km (Dahuri, 2008). Sumberdaya alam merupakan aset penting suatu Negara dalam melaksanakan pembangunan, khususnya pembangunan di sektor ekonomi. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, sumberdaya alam memberikan kontribusi cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai Negara pesisir, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam hayati, non hayati, sumber daya buatan, serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Cepatnya pembangunan infrastruktur di Kota Sorong, diikuti pula dengan tingginya permintaan akan kayu mangrove yang memiliki nilai ekonomi dan sangat dibutuhkan dalam menopang pembangunan. Hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi hutan mangrove yang diakibatkan oleh eksploitasi yang berlebihan. Dampak yang dapat ditimbulkan akibat degradasi mangrove yaitu, intrusi air laut, hilangnya fungsi ekologi dan ekonomi sebagai penyedia barang dan jasa, abrasi dan lain-lain. Degradasi juga dapat terjadi karena pengubahan fungsi hutan mangrove menjadi fungsi lain secara tidak wajar sehingga akan mengakibatkan keadaan yang tidak sesuai dengan skenario pembangunan berkelanjutan (Indradjaja, 1992). Nilai (value) merupakan persepsi seseorang; adalah harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasaan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan berkonotasi nilai atau harga. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan 39

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2 (Oktober 2014) dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya. Penilaian (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Davis dan Johnsson, 1987). Valuasi ekonomi dapat digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi dan pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu instrumen penting dalam peningkatan penghargaan dan kesadaran masyarakat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan khususnya ekosistem mangrove. Sehingga dengan adanya penghargaan masyarakat terhadap ekosistem mangrove berdampak terhadap kesediaan membayar masyarakat (Willingness To Pay/WTP) sebagai langkah untuk menjaga kelestarian ekosistem mangrove. Dari bebagai permasalahan yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis nilai ekonomi kayu mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Sorong dalam proses menunjang pembangunan. Nilai fungsi biologis = (T x H) B (Rp/ha/th) Dimana: T: Tangkapan ikan (kg/ha/th); H: Harga jual (Rp/kg); B: Biaya Operasional (Rp). b. Nilai Pilihan Nilai pilihan dapat diketahui dengan menggunakan Contingent Valuation Method. Nilai pilihan hasil penelitian Ruitenbeek, 1991 dalam Turmudi 2005 sebesar US$ 1.500/km 2 /th dapat pula dijadikan sebagai acuan dengan asumsi hutan mangrove tersebut berfungsi penting secara ekologis dan tetap terpelihara. c. Nilai Eksistensi Nilai ini juga dapat diketahui melalui pendekatan Contingent Valuation Method. Nilai rupiah (rata-rata)/m 2 /th yang diperoleh dari sejumlah responden merupakan nilai eksistensi hutan mangrove tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN MATERIAL DAN METODA Penelitian ini berlangsung di Kota Sorong dengan letak geografis lokasi penelitian 131 0 17 Bujur Timur dan 0 0 53 Lintang Selatan. Responden yang diambil adalah mereka yang mempunyai pekerjaan sebagai penjual kayu mangrove. Perhitungan nilai ekonomi total hutan mangrove dapat dihitung dengan memprhatikan nilai-nilai sebagai berikut (Turmudi et al.2005). a. Nilai Guna Langsung Nilai kayu. Nilai manfaat kayu dihitung berdasarkan data, tegakan, kerapatan dan diameter kayu tersebut. Nilai kayu mangrove per ha dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Nilai kayu mangrove = Vha x H = 1/2πD 2 TK x H B (Rp.m 3 /ha/th) Dimana: Vha: Volume kayu mangrove per hektar per tahun; H: Harga kayu mangrove; T: Tinggi rata-rata; K: Kerapatan rata-rata; D: Diameter rata-rata; B: Biaya Operasional. Nilai ikan. Nilai ikan dihitung berdasarkan jumlah hasil tangkapan pertahun dikalikan dengan harga jual. Nilai yang diperhitungkan ini tidak meliputi ikan hasil tangkapan laut lepas pantai yang dianggap tidak memanfaatkan fungsi hutan tersebut. 40 Nilai Guna Langsung Ekosistem Mangrove Nilai guna lansung yang dimaksud yaitu bahwa, ekosistem mangrove dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah kayu mangrove dianggap dapat memberikan manfaat bagi sekelompok masyarakat untuk memperoleh penghasilan baik penghasilan utama maupun penghasilan tambahan. Nilai ekonomis dari ekosistem mangrove sangat memegang peranan penting, terutama bagi sekelompok masyarakat tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan yang dilakukan sebagai pencari dan penjual kayu mangrove ini sudah dilakukan turun temurun, hal ini tidak terlepas pisahkan karena permintaan akan kayu mangrove yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai penyangga dalam pembangunan baik yang berskala kecil maupun yang berskala besar seperti ruko dan hotel bahkan digunakan juga sebagai bahan bakar berskala rumah tangga dan industri seperti pembuatan batu bata (batu merah). Sekelompok masyarakat penjual kayu mangrove melakukan kegiatan pemotongan kayu secara perorangan. Di dalam satu minggu rata-rata penjual kayu pergi memotong mangrove 3 kali yang artinya 12 kali dalam sebulan dan 144 kali dalam setahun. Jumlah kayu mangrove yang dipotong sangat bervariasi yaitu untuk ukuran kecil diameter kayu yang dimabil 2-4 cm, untuk ukuran sedang 5-10 cm dan untuk ukuran besar 11-17 cm dengan panjang rata-rata 5 meter. Kayu mangrove yang biasanya dipotong adalah dari genus Rhizophora.

Tabalessy: Analysis of the economic value of mangrove forest ecosystems Tabel 1. Harga Kayu Mangrove di Kota Sorong No Ukuran Diameter Kayu Harga kayu mangrove Keterangan 1 Kayu Mangrove Besar (15 cm) Rp 25.000 Batang 2 Kayu mangrove sedang (5-10 cm) Rp 10.000 Batang 3 Kayu Mangrove kecil (2-4 cm) Rp 10.000 Batang 4 Kayu mangrove ukuran 35 cm Rp 300.000 Kubik 5 Kayu Bakar Rp 10.000 Ikat Kayu mangrove yang dipotong dijual dengan harga yang cukup bervariasi tergantung diameter kayu yaitu dari harga Rp. 10.000/batang sampai Rp. 25.000/batang. Kayu yang dijual dengan harga Rp. 10.000/batang adalah kayu yang dengan ukuran diameter 2-10 cm sedangkan kayu yang dijual dengan harga Rp. 25.000/batang ialah kayu dengan ukuran diameter 15 cm. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa kayu mangrove dengan ukuran diameter 15 cm yang biasanya dipakai sebagai tiang pancang dalam pebuatan bangunan memiliki nilai dari hasil valuasi sebesar Rp. 8.071.574.187 ha/tahun. Kayu mangrove dengan diameter 5-10 cm di mana ukuran ini biasanya dipakai sebagai penyangga dalam kontruksi bangunan. Berdasarkan hasil valuasi, nilai dari kayu ini yaitu Rp. 1.967.851.040 ha/tahun. Kayu mangrove dengan diameter 2-4 cm yang biasanya dipakai untuk pemasangan bendera hias disudut-sudut jalan memiliki nilai valuasi sebesar Rp1.490.772.000 ha/tahun. Kayu mangrove dengan diameter 35 cm adalah ukuran kayu mangrove yang biasanya diminati oleh para pengrajin atau industri batu bata (batu merah), karena kayu ini sangat baik dalam proses pembakaran dan harga yang cukup murah. Nilai yang dihasilkan dari kayu ini adalah Rp. 102.730.298.750 ha/tahun. Kayu mangrove yang biasanya dijual sebagai kayu bakar ialah kayu mangrove yang panjang rata-rata 5 meter dengan diameter diatas 10 cm dan dipotong-potong dengan ukuran panjang ± 70 cm. Nilai yang dihasilkan dari kayu ini ialah Rp. 9.317.850.000 ha/tahun. Nilainilai valuasi ini dihasilkan dengan nilai kerapatan rata-rata dari hutan mangrove 11,87. Dimana jika nilai kerapatan dari suatu hutan makin tinggi maka makin besar pula nilai ekonomi dari hutan tersebut dan sebaliknya jika makin kecil nilai kerapatan hutan mangrove maka makin kecil nilai ekonominya. Nilai ikan dihitung dengan jumlah hasil tangkapan ikan di perairan sekitar hutan mangrove, ikan hasil tangkapan yang diperhitungkan tidak meliputi ikan tangkapan laut lepas. Hasil tangkapan ikan rata-rata seberat 4 kg dengan hasil penjualan rata-rata Rp 20.000/kg dan biaya operasional Rp. 50.000 sehingga diperoleh nilai fungsi biologis yaitu Rp. 30.000/trip. Apabila dalam satu tahun ada 192 trip maka akan diperoleh nilai fungsi biologis dari ekosistem mangrove yaitu Rp. 5.760.000/tahun untuk satu responden. Nilai Pilihan Nilai pilihan pada ekosistem hutan mangrove di Kota Sorong dapat didekati dengan menggunakan metode benefit transfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit tersebut di transferkan untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan. Metode tersebut didekati dengan cara menghitung dari manfaat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang ada pada kawasan ekosistem mangrove. Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Fahrudin (1996) hutan Tabel 2. Hasil Valuasi Kayu Mangrove No Ukuran Diameter Kayu Nilai Kayu Mangrove (ha/thn) 1 Kayu Mangrove Besar (15 cm) Rp. 8.071.574.187 2 Kayu mangrove sedang (5-10 cm) Rp. 1.967.851.040 3 Kayu Mangrove kecil (2-4 cm) Rp. 1.490.772.000 4 Kayu mangrove ukuran 35 cm Rp. 102.730.298.750 5 Kayu Bakar Rp. 9.317.850.000 41

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2 (Oktober 2014) Tabel 3. Total Nilai Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove No Nilai Ekonomi Ekosestem Hutan Mangrove Jumlah 1 Nilai Manfaat Langsung a. Nilai Nilai Kayu Rp. 123.578.345.978 b. Nilai Ikan Rp. 5.760.000 2 Nilai Pilihan Rp. 375.023.780 3 Nilai Eksistensi Rp. 8.305.824.000 4 Nilai ekonomi Hutan Mangrove Rp. 165.197.833.491 mangrove Indonesia mempunyai nilai biodiversity sebesar US$ 1.500/km 2 /tahun atau US$ 15/ha/tahun. Nilai ini dapat dipakai di seluruh hutan mangrove yang ada di seluruh Indonesia apabila hutan mangrovenya secara ekologis penting. Nilai total dari manfaat biodiversity ini didapat dengan cara mengalikan nilai manfaat yaitu US$ 15/ha/tahun dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yaitu Rp. 11.638 (Pada 23 April 2014 jam 17.01 WIB), sehingga didapati nilai sebasar Rp. 174.570. Hasil tersebut kemudian dikalikan dengan luas total ekosistem mangrove yaitu seluas 2.154 hektar. Nilai total dari biodiversiti pada hutan mangrove di Kota Sorong adalah sebesar Rp. 376.023.780 per tahun. Jika dibandingkan dengan luas hutan mangrove pada tahun 2009 yaitu 2.430 ha dan dikalikan dengan nilai tukar rupiah pada saat ini maka nilai biodiversiti hutan mangrove adalah Rp. 424. 205.100 per tahun. Selisih luas tutupan mangrove antara tahun 2009-2012 yaitu 276 hektar. Kerugian yang ditimbulkan pengurangan tutupan mangrove akibat kerusakan dan aktivitas manusia dan industri dari tahun 2009-2012 di Kota Sorong, jika dikalikan dengan nilai tukar rupiah pada tahun 2014 maka nilainya mencapai Rp. 48.181.320 per tiga tahun atau dengan rata-rata per tahun mencapai Rp. 16.060.440. Nilai Eksistensi Nilai eksistensi dapat juga disebut sebagai nilai keberadaan, nilai ini diperoleh melalui pendekatan contingen valuation. Nilai ini diperoleh dari rata-rata nilai Rupiah (rata-rata)/m 2 /tahun yang diberikan oleh responden untuk menghargai keberadaan ekosistem mangrove agar tidak punah dan berkelanjutan. Nilai Rupaih yang didapat dari rata-rata responden adalah Rp. 51.250/m 2 /tahun hutan mangrove jika dikalikan dengan luas hutan mangrove Kota Sorong 2.154 hektar maka di dapat Rp. 8.305.824.000/ha/tahun. Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Berdasarkan nilai-nilai yang diperoleh baik niai manfaat langsung, nilai pilihan dan nilai eksistensi maka nilai ekonomi total dari hutan mangrove di Kota Sorong dapat dilihat pada Tabel 3. Salah satu fungsi fisik dari keberadaan hutan mangrove yaitu, sebagai pelindung garis pantai dari ancaman abrasi dan intrusi air laut. Apabila terjadi kerusakan pada ekosistem mangrove maka yang harus dikeluarkan untuk menggantikan fungsi dari hutan mangrove sebagai pelindung garis pantai yaitu dengan cara membuat bangunan pemecah ombak. Biaya pembuatan bangunan pemecah ombak menurut Dinas Pekerjaan Umum Kota Sorong tahun 2014 bahwa untuk ukuran 1 m 3 dengan daya tahan 1 tahun membutuhkan biaya sebesar Rp. 3.160.545,08. KESIMPULAN Total nilai ekonomi dari hutan mangrove yang ada di Kota Sorong adalah Rp. 165.197.833.491. Ucapan terima kasih: Terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Adnan S. Wantasen, M.Si dan Dr. Joshian N. W. Schaduw, S.IK., M.Si REFERENSI DAHURI R., et al., 2008. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. DAVIS and JOHANSSON, P. 1987. The Economic Theory and Measurement of Environmental Benefits. Cambridge University Press. FAHRUDIN A. 1996. Analisis Ekonomi Pengelolaan Lahan Pesisir Kabupaten Subang, Jawa Barat. [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. INDRADJAJA, D.D. 1992. Suatu Kajian Awal Penerapan Model Biaya Pengganti Dalam Analisis Kebijakan Konversi Hutan Mangrove. Jurnal Ekonomi Lingkungan 3. 42

Tabalessy: Analysis of the economic value of mangrove forest ecosystems TURMUDI, et al. 2005. Pedoman Penyusunan Neraca dan valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut BAKOSRTANAL. Cibinong. 43