1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan/atau perawat, bidan, apoteker dan/atau rumah sakit kepada pasien tidak sebatas penerapan teknologi kedokteran saja namun juga harus dibarengi penerapan nilai-nilai sosial, budaya, etik, hukum maupun agama. Hal ini sudah dimaknai jauh sebelumnya oleh para tokoh di bidang kedokteran dan kesehatan dengan disusunnya Etika Profesi Kedokteran dalam bentuk Code Hammurabi dan Code of Hittites tetapi yang paling terkenal adalah sumpah Hippocrates yang berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap atau semacam Code of Conduct bagi dokter (Sampurna, 2005). Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, hubungan dokter, dan/atau rumah sakit dengan pasien menghadapi tantangan karena beberapa kasus pengaduan atau tuntutan atau tuduhan kepada dokter dan/atau rumah sakit telah melakukan kesalahan dalam pelayanan kesehatan atau yang dikenal dengan malpraktik, kerap dimuat di media massa. Tuduhan malpraktik itu sendiri juga bukan ditujukan
2 terhadap dokter, dan/atau rumah sakit saja tetapi tenaga kesehatan lain seperti bidan, apoteker, perawat juga sudah menjadi sorotan masyarakat. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa masyarakat sebagai health receiver kini telah menuntut pelaksanaan hak-hak yang mereka miliki tersebut. Kini mereka telah berani menilai bahkan mengkritik mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima (Guwandi, 2004). Fenomena perilaku pasien tersebut tidak bisa dipisahkan dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi yang semakin canggih telah memberikan kemudahan kepada setiap orang untuk memperoleh informasi tentang system pelayanan kesehata di beberapa negara termasuk di dalamnya perkembangan hak-hak pasien serta penuntutan hak-hak tersebut. Pada beberapa kondisi di mana pasien merasa dirinya kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan, ataupun ketika terjadi kesalahan pelayanan kesehatan (malpraktik), pasien cenderung mengajukan tuntutan atau mengadukan ke lembaga yang bisa menyelesaikan masalahnya. Ketidakharmonisan hubungan antara tenaga kesehatan
3 dan/atau rumah sakit di satu pihak dan pasien/keluarganya di pihak lain. Sengketa dalam pelayanan kesehatan dapat disebabkan karena masalah pelanggaran etika, ataupun pelanggaran hak orang lain. Masalah sengketa pelayanan telah menjadi isu global karena banyak terjadi di berbagai negara seperti Amerika dan Jepang. Di Jepang terjadi peningkatan tuntutan hukum terhadap dokter dari 14-21 kasus pertahun sebelum 1998 menjadi 24-35 kasus pertahun setelah 1999 sedangkan di Amerika memasuki krisis kepercayaan tahun 1970-1980 (Afandi, 2009). Dibeberapa negara,sengketa pelayanan yang diselesaikan di pengadilan banyak didokumentasikan dalam bentuk jurisprudensi sehingga bisa menjadi pedoman untuk menilai kasus sengketa pelayanan kesehatan lainnya dan menjadi bahan belajar. Di Indonesia belum ada yang mendokumentasikan kasus sengketa pelayanan kesehatan karena banyak kasus yang diselesaikan melalui lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) IDI, Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) dari Dinas Kesehatan, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),
4 Lembaga Ombudsman, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ataupun melalui kepolisian. (Budi Sampurna,2005). Selama tahun 1994 2004, kasus sengketa medis yang diadukan ke MKEK IDI Wilayah Jawa Tengah tercatat 68 kasus. MKEK wilayah DKI Jakarta selama kurun waktu 2004 2006 telah menerima dan menangani 23 kasus sengketa medik dengan kisaran 6 9 kasus pertahun, rata-rata 8 kasus pertahun dengan melibatkan 20 dokter dari berbagai bidang spesialistik da dokter umum (Afandi, 2009). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat beberapa kasus sengketa medis yang dimuat di media massa. Dari penelitian Hadidjah, S., dan Murniati, F., (2010), terdapat 2 kasus gugatan malpraktik diselesaikan di pengadilan negeri di wilayah DIY. Hal ini kemungkinan banyak kasus yang diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta yang sudah mempunyai payung hukum untuk masing-masing lembaga tersebut. Masalah sengketa pelayanan kesehatan perlu mendapatkan perhatian dan penyelesaian yang baik karena semakin banyak terjadi sengketa pelayanan kesehatan akan membuat pelayanan kesehatan akan menjadi lebih rumit,
5 semakin mahal dan kepercayaan masyarakat pada pelayanan kesehatan akan menurun. Hal tersebut akan berujung kepada mutu pelayanan kesehatan menjadi rendah. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian kasus-kasus sengketa pelayanan kesehatan dan bagaimana cara penyelesaiannya oleh lembaga penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan di luar pengadilan. Salah satunya adalah Organisasi Bidan Indonesia (IBI) yang berperan dalam penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan antara pasien/keluarga dengan bidan. I.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran kasus sengketa pelayanan kesehatan yang diselesaikan di Ikatan Bidan Indonesia Provinsi DI Yogyakarta? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan melalui Ikatan Bidan Indonesia (IBI) provinsi DI Yogyakarta?
6 I.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Gambaran kasus sengketa pelayanan kesehatan yang diselesaikan di Ikatan Bidan Indonesia provinsi DI Yogyakarta. 2. Bagaimana penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan melalui Ikatan Bidan Indonesia provinsi DI Yogyakarta. I.4 Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan dan pengamatan penulis, penelitian mengenai bagaimana Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Yogyakarta dalam menyelesaikan sengketa pelayanan kesehatan belum pernah dilakukan. I.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh seusai melakukan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana cara penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Ikatan Bidan Indonesia. 2. Mengantisipasi masalah sengketa pelayanan terkait di semua pelayanan kesehatan terulang kembali.
7 3. Mengedepankan hak-hak pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan.