BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian kerena payah jantung, infark miocardium, stroke, atau gagal. ginjal (Pierece, 2005 dalam Cahyani 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi

BAB II TINJAUAN TEORITIS. darah arteri meningkat melebihi batas normal.menurut World. (2001) seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.


BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SARIO

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hipertensi adalah salah satu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.


BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. melebihi 140/90 mmhg. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

HIPERTENSI OLEH : ANITA AMIR C RIZKI AMALIAH RIFAI C PEMBIMBING : Dr. SRI ASRIYANI, Sp. Rad

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Hipertensi dan Prehipertensi

Apakah labu siam menurunkan tekanan darah.

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

Mengetahui Hipertensi secara Umum

BAB II TINJAUAN TEORITIS. antara curah jantung (Cardiac Output = CO) dan tekanan vaskuler

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik itu metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit jantung dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mekanisme regulasi tekanan darah (pada pengukuran berulang tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan tingginya tekanan darah. Seseorang dikatakan menderita hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik 140mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90mmHg dalam pemeriksaan berulang (Nafrialdi,2009). Hipertensi berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi primer atau sering disebut esensial dan hipertensi sekunder. 2. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi primer atau sering disebut esensial dan hipertensi sekunder. a. Hipertensi Esensial atau Primer Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dikontrol. Lebih dari 90% penderita hipertensi menderita hipertensi primer atau esensial. Mekanisme hipertensi primer ini belum diketahui pasti, namun hipertensi primer ini biasanya turun temurun hal ini menunjukan bahwa faktor genetik menunjukan peranan penting dalam patogenesis hipertensi primer (Depkes,2006). b. Hipertensi Sekunder Penderita hipertensi yang menderita hipertensi skunder hanya kurang dari 10persen. Penderita hipertensi esensial biasanya adalah hipertensi yang penyebabnya dari obat-obat tertentu atau penyebab lain yang efek nya dapat meningkatkan tekanan darah. Biasanya penyebab yang paling 4

sering menyebabkan hipertensi sekunder karena fungsi ginjal yang buruk akibat menderita gagal ginjal kronis, sedangkan obat-obat tertentu dapat menyebabkan hipertensi maupun memperburuk hipertensi dengan cara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2006). Apabila penyebabnya telah diketahui maka dengan menghentikan atau mengobati kondisi yang kurang baik dapat menangani hipertensi skundernya. Klasifikasi hipertensi berdasarkan nilai tekanan darah sistolik maupun diastolik dalam satuan mmhg menurut Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular dibagi menjadi beberapa stadium. Tabel 1. Klasifikasi hipertensi berdasarkan nilai tekanan darah (perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular,2015) Klasifikasi Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg) Optimal <120 Dan <80 Normal 120-129 dan/atau 80-84 Normal tinggi 130-139 dan/atau 84-89 Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99 Hipertensi derajat 2 160-179 dan/atau 100-109 Hipertensi derajat 3 180 dan/atau 110 Hipertensi sistolik terisolasi 140 Dan <90 3. Faktor-faktor Resiko Hipertensi a. Faktor yang Tidak Dapat Dikontrol 1) Usia Semakin bertambahnya usia seseorang resiko terkena hipertensipun akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena kondisi alamiah yang ada pada tubuh yang mempengaruhi jantung, permbuluh darah dan hormon. Fungsi dari organ juga semakin menurun dengan bertambahnya usia. Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring 5

dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Kenaikkan tekanan darah seiring bertambahnya usia merupakan keadaan biasa. Namun apabila perubahan ini terlalu mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya hipertensi dengan komplikasinya (Kartika,2012). 2) Jenis Kelamin Pria memiliki tekanan sistolik dan diastolik yang lebih tinggi dibandingkan wanita pada semua suku. Survey dari badan nasional dan penelitian nutrisi melaporkan bahwa hipertensi lebih mempengaruhi wanita dibandingkan pria. Menurut laporan sugiri di jawa tengah didapatkan angkat prevalensi hipertensi 6% pada pria dan 11% pada wanita (Kartika,2012). 3) Riwayat Keluarga Jika ada riwayat keluarga dekat yang memiliki faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga dengan riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar empat kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu orang tuanya menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya memiliki peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua memiliki penyakit tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60% (Kartika,2012). b. Faktor yang Dapat Dikontrol 1) Konsumsi Garam Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam patogenesis hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida. Natrium diabsorpsi secara aktif, kemudian 6

dibawa oleh aliran darah ke ginjal untuk disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal. Orang-orang peka natrium akan lebih mudah mengikat natrium sehingga menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah. Hal ini karena garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga mengkonsumsi garam berlebih atau makan-makanan yang diasinkan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (Kartika,2012). 2) Konsumsi Lemak Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah (Kartika,2012). 3) Merokok Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi (Kartika,2012). 4) Obesitas Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada 7

dinding arteri menjadi lebih besar. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan kadar insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air (Kartika,2012). 5) Kurangnya Aktivitas Fisik Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat (Kartika,2012). 4. Tatalaksana Hipertensi Penatalaksanaan penyakit hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu secara non farmakologi dan farmakologi. Non farmakologi adalah penatalaksanaan hipertensi tanpa obat sedangkan farmakologi adalah penatalaksanaan hipertensi dengan obat. Non Farmakologi Biasanya terapi non farmakologi adalah dengan menjalani pola hidup yang sehat. Pada pasien hipertensi yang masih awal atau derajat satu dan tidak memiliki faktor resiko terkena penyakit kardiovaskular lain, dapat hanya dilakukan terapi non farmakologi saja hingga 4-6 bulan, namun apabila setelah menggunakan terapi non farmakologi dalam jangka waktu tersebut tidak memberikan perubahan tekanan darah, dapat ditambahkan dengan terapi farmakologi. Beberapa ini merupakan terapi non farmakologi yang dianjurkan : 8

a. Penurunan Berat Badan Penurunan berat badan dapat dengan memperbanyak asupan sayur dan buah dan menghindari konsumsi makanan yang tidak sehat. Hal ini juga dapat menghindarkan dari penyakit diabetes dan dislipidemia (Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular,2015). b. Mengurangi Asupan Garam Garam dapat mengikat air dalam darah sehingga volume darah semakin banyak, aliran darah semakin deras dan tekanan darah semakin tinggi. Maka dari itu perlu pula mengurangi asupan garam. Sering sekali kita tidak sadar banyaknya supan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya (Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular,2015). c. Olahraga Olahraga dianjurkan dilakukan secara teratur selama 30-60 menit/hari dapat dilakukan dengan berjalan kaki, mengayuh sepeda atau hanya menaiki tangga (perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular,2015). d. Mengurangi Konsumsi Alkohol Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas perhari pada pria dan 1 gelas perhari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah, dengan membatasi dan tisak meminum alkohol dapat membantu mengurangi tekanan darah (perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular,2015). e. Berhenti Merokok Hal ini belum terbukti berefek langsung tetapi merokok merupakan faktor untama penyakit kardiovaskular (Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular,2015). Farmakologi Terapi farmakologi atau biasanya dengan obat sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan satu obat terlebih dahulu. Penggunaan 1 obat ini diprioritaskan karena faktor kepatuhan dan harga yang lebih ekonomis. 9

Beberapa golongan obat yang biasa digunakan sebagai lini pertama untuk penyakit hipertensi, yaitu : a. Diuretik Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah (Nafrialdi,2009). Ada beberapa macam obat golongan diuretik : 1) Golongan Tiazid Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl ditubulus ginjal, sehingga eksresi Na dan Cl meningkat. Contoh obat golongan ini antara lain : HCT (hidroclortiazide), bendroflumetiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus arylsulfonamida (indapamid, klortalidon) (Nafrialdi,2009). 2) Diuretik Kuat atau Loop Diuretic Golongan ini bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na, K dan Cl dan menghambat resorbsi air dan elektrolit. Obat ini termasuk diuresis paling poten. Obat ini tepat digunakan untuk penderita hipertensi dengan gangguan ginjal.contoh obat golongan ini adalah furosemid, torasemid, bumetanid (Nugroho,2012). 3) Diuretik Hemat Kalium Diuretik ini bekerja pada duktus kolektivus, namun efek diuretiknya sangat lemah sehingga tidak digunakan dalam bentuk tunggal. Obat golongan ini sering digunakan dengan diuretik golongan lain untuk menjaga keseimbangan kalium. Contoh obat golongan ini adalah spironolakton, amirolid, triamteren (Nugroho,2012). b. ACE-Inhibitor (Angiotensin Converting Enzym-Inhibitor) 10

Angiotensin-converting enzym merupakan enzim penting dalam sistem renin-angiotensin. Enzim ini mengubah angiotensin I menjadi angiotensi II. Angiotensin II merupakan suatu vasokontriktor poten dan pemacu sekresi aldosteron. Aldosteron sendiri meningkatkan volume darah sehingga meningkatkan resistensi vaskuler. Sehingga penghambatan enzim ini dapat menghasilkan efek vasodilatasi lalu menurunkan retensi vaskuler sehingga menurunkan tekanan darah dan juga menurunkan skresi aldosteron sehingga menurunkan volume darah sehingga mengurangi beban jantung. Contoh obat golongan ini adalah kaptopril, lisinopril, ramipril (Nugroho,2012). c. CCB (calcium channel blocker) Aksi obat ini yaitu menghambat influks ion kalsium pada kanal ion kalsium dipembuluh darah dan otot jantung. Penurunan ion kalsium ke dalam sel mengakibatkan penurunan kontraksi otot pada pembuluh darah. Pada pembuluh darah juga mengakibatkan kontrakssi otot polos pembuluh darah karena penurunan ion kalsium intraseluler, lalu meningkatkan diameter pembuluh darah arteri namun tidak pada vena, sehingga menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Dan penurunan ion kalsium intrasel juga mengakibatkan penurunan kontraksi sel otot jantung sehingga mengakibatkan curah jantung menurun. Contoh obat golongan ini adalah amlodipin, diltiazem, nikardipin (Nugroho,2012). d. Beta-Blocker Obat ini bekerja dengan menghambat persyarafan simpatetik menuju organ jantung. Obat ini digunakan dalam terapi hipertensi karena dapat menurunkan frekuensi denyut jantung, curah jantung dan pelepasan enzim renin dari ginjal. Semuanya melibatkan penghambatan pada reseptor ẞ1 adrenergik. Contoh obat golongan ini adalah propanolol, atenolol, asebutolol (Nugroho,2012). 11

e. ARB (Angiotensin Reseptor Blocker) Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor angiotensin II, obat ini hampir mirip dengan ACE-inhibitor bedanya obat ini menghambat aktivitas angiotensin II terhadap reseptornya sedangkan ACE-inhibitor menghambat produksi angiotensin II. Obat ini lebih menguntungkan dibandingkan ACE-Inhibitor karena tidak menimbulkan efek samping batuk kering, selain itu pada ACE-inhibitor hanya menghambat produksi angiotensin II dengan ACE sedangkan produksi angiotensin II tidak tergantung oleh oleh ACE saja namun bisa oleh kimase. Contoh obat golongan ini adalah losartan, valsartan, candesartan (Nugroho, 2012). B. Kepatuhan 1. Pengertian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2007, patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya. Kepatuhan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan terapi pasien hipertensi. Pada penelitian smantummkul pada tahun 2014 menyakatan pada rumah sakit X kepatuhan pasien hipertensi sebagai pasien yang tingkat kepatuhannya tinggi adalah sebesar 16,55%, sementara sebanyak 50,56% dan 32,58% pasien menunjukkan tingkat kepatuhan yang sedang dan rendah. 2. Cara Mengukur Kepatuhan Cara untuk mengukur kepatuhan penggunaan obat terdiri dari 2 metode, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Masing-masing metode memiliki keuntungan dan kekurangan, dan tidak ada metode yang menjadi standart baku. 12

Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Masing-masing Metode Pengukuran Kepatuhan Pengobatan Pengukuran Keuntungan Kekurangan Langsung Observasi terapi secara Paling akurat Pasien dapat menyembunyikan pil langsung dalam mulut dan kemudian Pengukuran kadar obat atau metabolit dalam darah Pengukuran penanda biologis dalam darah membuangnya Obyektif Variasi metabolisme dapat memberikan penafsiran yang salah terhadap kepatuhan, mahal Obyektif: dalam uji klinik dapat juga digunakan untuk mengukur plasebo Tidak langsung Kuesioner Sederhana, tidak mahal, metode yang paling berguna dalam penentuan klinis Memerlukan pengujian kuantitatif yang mahal dan pengumpulan cairan tubuh Rentan terhadap kesalahan dengan kenaikan waktu antara kunjungan; hasilnya mudah terdistorsi oleh pasien Menghitung pil Obyektif, mudah dilakukan Data mudah diubah oleh pasien Monitor obat secara elektronik Pengukuran penanda fisiologis (contoh:denyut jantung pada enggunaan beta bloker) Tepat, hasilnya mudah diukur Biasanya mudah untuk dilakukan Mahal, memerlukan kunjungan kembali dan pengambilan data Penanda dapat tidak mengenali penyebab lain misalnya: peningkatan metabolisme, turunnya absorbsi) Buku harian pasien Membantu memperbaiki ingatan yang lemah Mudah diubah oleh pasien Jika pasien anak-anak, kuesioner untuk orang tua atau yang merawatnya Kecepatan menebus resep kembali Sederhana, obyektif Obyektif, mudah untuk memperoleh data Rentan terhadap distorsi Resep yang diambil tidak sama dengan obat yang dikonsumsi Penilaian respon klinis pasien (Osterberg dan Blaschke, 2005) Sederhana, umumnya mudah melakukannya Faktor lain dari kepatuhan pengobatan dapat berefek pada respon klinik C. Telehomecare Perkembangan teknik informatika di Indonesia yang semakin maju juga mempengaruhi dalam pembangunan dibidang kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat menentukan tercapainya tujuan pembangunan nasional, karena pembangunan kesehatan dapat meningkatkan mutu 13

pelayanan kesehatan yang akan menjadikan Indonesia lebih sehat. Telehomecare merupakan suatu bentuk kemajuan dibidang kesehatan dengan menggunakan teknik informatika. Telemonitoring di rumah atau telehomecare adalah suatu cara untuk meningkatkan kontak dengan pasien dan untuk memonitor pasien sehari-hari tanpa melakukan kunjungan (Ardi, 2010). Teleheatlh didefinisikan oleh Wakefield, Flanagan, dan Putri-Specht (2001) sebagai penggunaan teknologi (audio, video, telekomunikasi, dan informatika) untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi penduduk yang jauh/terisolasi.telehealth dapat mengefisienkan waktu, mengurangi biaya ketika akses ke pelayanan kesehatan memberatkan, telehealth bisa menjadi mekanisme yang efektif untuk mempertemukan pasien dengan penyedia layanan kesehatan (Ardi, 2010). Telehomecare merupakan salah satu pendekatan yang banyak digunakan untuk mengelola pasien dengan penyakit kronis. (Ardi, 2010). Telemonitoring ditujukan untuk mendukung manajemen tepat waktu pada pasien di rumah melalui berbagai transmisi fisiologis, klinik dan data perilaku yang dievaluasi secara profesional dan merupakan umpan balik yang dapat segera diterima sebelum terjadi komplikasi (Ardi, 2010). Teknologi pada telehomecare dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan pasien tanpa harus bertatap muka, sehingga tenaga kesehatan dapat mengetahui terapi yang dilaksanakan pasien dirumah serta untuk mengontrol keberhasilan terapi. Melalui percakapan, perubahan yang terjadi dapat dipantau tanpa harus mengunjungi rumah sakit, sehingga pasien tidak perlu pergi jauh untuk kerumah sakit. Hal ini terutama bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu dan orang tua. Telemonitoring dapat mengurangi biaya kesehatan dan meningkatkan proses perawatan (Ardi, 2010). D. Prolanis Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi 14

peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Tujuan diadakannya prolanis adalah untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil baik pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit. Sasaran program ini adalah seluruh Peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis (Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi) dan bentuk pelaksanaan program ini meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, Home Visit, Reminder, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan.(www.bpjs-kesehatan.go.id, November 2015). Program ini dilaksanakan dipuskesmas dan di dokter-dokter keluarga namun program prolanis ini lebih difokuskan pada dokter-dokter keluarga. Dokter keluarga yang bekerjasama dengan PT.Askes memiliki peran penting dalam upaya pengelolaan dan pencegahan penyakit hipertensi melalui pelayanan Prolanis. E. Dokter Keluarga Dokter keluarga merupakan salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk perseorangan ataupun keluarga. Pelayanan dokter keluarga yang berjalan lancar dan baik akan menghasilkan banyak manfaat, manfaat yang diperoleh menurut Cambridge Research Institute pada tahun 1976 yang dipaparkan pada artikel Arsita Eka Prasetyawati, dr., M.kes diantaranya : 1. Akan dapat dilaksanakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan. 2. Akan dapat dilaksanakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan. 3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan akan lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini. 15

4. Akan dapat dilaksanakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya. 5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi. 6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis. 7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal karena itu dapat meringankan biaya kesehatan. 8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan biaya kesehatan. Jumlah dokter keluarga yang memberikan fasilitas Prolanis di indonesia mencapai 4391 dokter, sedangkan di kabupaten Banyumas yang memberikan fasilitas prolanis terdapat 31 dokter keluarga. F. Kerangka Konsep Penelitian ini menganalisis pengaruh antara variabel bebas yaitu, pemberian telehomecare terhadap variabel terikat, yaitu kepatuhan meminum obat pada pasien Prolanis. Gambar 1. Kerangka Konsep Telehomecare Kepatuhan G. Hipotesa Pada beberapa penelitian penggunaan telehomecare telah dilakukan pada pasien diabetes yang juga merupakan penyakit kronis, pada penelitian Sacco, William P tahun 2009 yang dipaparkan pada artikel Ardi tahun 2015 16

mendapatkan hasil bahwa Pembinaan yang disampaikan secara singkat melalui telephone (15 20 menit) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan (diet, exercise, perawatan kaki, gejala depresi dan gejala diabetik), juga pada penelitian yang dilakukan oleh Kim & Jeong (2003) di artikel Ardi melaporkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan intervensi melalui telephone berupa pendidikan dan reinforcement mengenai diet, exercise, menyesuaikan rekomendasi pengobatan dan lebih patuh dalam diet dan pemantauan glukosa darah secara teratur. Dari penjabaran diatas dapat diambil hipotesa bahwa adanya pengaruh pemberian telehomecare terhadap kepatuhan meminum obat pada pasien hipertensi program prolanis pada beberpa praktek dokter keluarga di kabupaten banyumas. 17