BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan menetap sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Price et al, 2006). Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai dengan adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus yang berlangsung lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009). Gejala utama pada keadaan gagal ginjal kronik adalah ketidakmampuan nefron yang masih berfungsi untuk meningkatkan filtrasi glomelurus dan mengatur eksresi natrium kedalam air seni. Semakin parahnya kegagalan ginjal dan menurunnya LFG hingga 10% atau kurang dari nilai normalnya, maka produksi air seni akan menjadi sedikit sehingga masukan air dan natrium dalam jumlah yang lazim tidak dapat ditolerir (Brunner & Suddarth, 2001). 1
2 Jumlah penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masingmasing berkisar 100-150/1 juta penduduk dan 200-250/1 juta penduduk (Rahardjo dkk, 2009). Tahun 2007 jumlah pasien gagal ginjal kronik di Indonesia mencapai 2148, kemudian tahun 2008 meningkat menjadi 2260 orang. Tahun 2015 diperkirakan sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat penyakit gagal ginjal, ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini penyakit gagal ginjal kronik (Rachmat, 2009). Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi gagal ginjal kronik diperkirakan 100 kasus per satu juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negaranegara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per satu juta penduduk pertahun (Suwitra, 2009). Pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki gangguan mekanisme ginjal untuk menyimpan natrium dan H 2 O. Kebanyakan pasien dengan penyakit ginjal kronik yang stabil kandungan natrium dan H 2 O pada seluruh tubuh meningkat secara perlahan. Penyebabnya adalah terganggunya keseimbangan glomerulotubular yang menyebabkan retensi natrium dari proses pencernaan yang menyebabkan ekspansi volume cairan ekstra seluler dimana ekspansi ini akan
3 menimbulkan hipertensi yang menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh (Sukandar, 2006). Penyakit ginjal kronik juga terjadi penurunan jumlah massa maupun fungsi ginjal sehingga terjadi akumulasi bahan-bahan toksik uremik dan penurunan fungsi hormonal. Faal ginjal yang tersisa sangat minimal sehingga terapi konservatif berupa diet, pembatasan minum, obat-obatan dan lain-lain tidak dapat diharapkan lagi. Kondisi ini memerlukan tindakan aktif berupa terapi pengganti fungsi ginjal yaitu hemodialisis (HD), peritonial dialisis (PD) atau transplantasi ginjal untuk memperpanjang hidup penderita (Ommy dkk, 2009). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemennya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter setiap dialisis. Kadar natrium dalam cairan dialisat berkisar 135-145 meq/l. Bila kadar natrium lebih rendah maka resiko untuk terjadinya gangguan hemodinamik selama hemodialisis akan bertambah (Rahardjo dkk, 2009). Hiponatremia terjadi pada penderita gagal ginjal kronik, jika Na plasma turun 10 meq/l dalam beberapa jam maka pasien mengalami muntah, sakit kepala, dan kram otot, jika Na plasma turun 10 meq/l dalam 1 jam maka dapat terjadi sakit kepala berat, letargi, kejang, disorientasi dan koma. Sedangkan pada
4 hipernatremia dapat terjadi iritabilitas otot, ataksia, tremor, kejang dan juga koma (Darwis dkk, 2008). Rumah Sakit Bethesda merupakan salah satu penyedia layanan hemodialisa di kota Yogyakarta, pada maret tahun 2012 didapatkan data dalam sebulan terdapat 40-50 pasien yang mengalami gagal ginjal kronik dan sedang menjalani terapi hemodialisis. Jumlah pasien 40 50 perbulan yang menjalani hemodialisis tersebut telah dilakukan 360 kali tindakan hemodialisis. Jumlah pasien tersebut sebagian besar menjalaninya sebanyak 2 kali perminggu dan dalam sebulan seorang pasien gagal ginjal kronik menjalani 8 sampai 12 kali hemodialisis. Berdasarkan data penderita yang menjalani hemodialisa diatas dan masih kurangnya penelitian khususnya di Yogyakarta maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran kadar natrium serum pada penderita gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Bethesda. Pengaturan ekskresi (ginjal) dalam mempertahankan homeostatis natrium, sangat penting untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Terapi hemodialisis yang tepat diharapkan menjadi cara yang efektif untuk pengobatan gagal ginjal kronik.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yakni bagaimana gambaran kadar serum natrium pada penderita gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisis di RS. Bethesda Yogyakarta? C. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran kadar natrium pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di RS. Bethesda Yogyakarta 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kadar natrium serum pada pasien gagal ginjal kronis sebelum menjalani hemodialisis di RS.Bethesda Yogyakarta b. Mengetahui kadar natrium serum pada pasien gagal ginjal kronis sesudah menjalani hemodialisis di RS.Bethesda Yogyakarta D. Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti tentang penyakit gagal ginjal terutama mengenai kadar natrium pada penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis
6 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan wawasan tentang penyakit gagal ginjal kronis dan kebutuhan cairan elektrolit terutama natrium. 3. Bagi Institusi a. Sebagai sumber informasi tentang perubahan kadar natrium serum sebelum dan sesudah menjalani hemodialisis pada penderita gagal ginjal kronik b. Memberikan informasi tentang jumlah pasien dengan tekanan darah yang tinggi (hipertensi) c. Memberikan informasi tentang jumlah pasien dengan kadar natrium yang tinggi (hipernatremia) dan rendah (hiponatremia)