ANALISIS POTENSI DAN TARGET PAJAK HOTEL DI WILAYAH SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. GAMBARAN UMUM DPPKA KOTA SURAKARTA. 1. Sejarah dan Perkembangan DPPKA Surakarta

BAB III PEMBAHASAN MASALAH. 1. Gambaran Umum DPPKA Kota Surakarta di Surakarta terjadi konflik sehubungan dengan adanya

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN 1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DIPENDA SURAKARTA. Penetapan Pemerintah tanggal 15 Juli 1946 nomor 16/S-D yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah dan Perkembangan DPPKA Surakarta. Kota Surakarta tidak luput dengan sejarah Kota Surakarta sebagai wilayah

BAB II BAHAN RUJUKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

Evaluasi penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah kab. Wonogiri (Tahun Anggaran 1999/2000, 2000/2001, dan 2002)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK HOTEL

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 06 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 05 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Dinas Pendapatan Daerah Surakarta. pertentangan pendapat antara pro dan kontra Daerah Istimewa.

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL WALIKOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 9 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK RESTORAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang :

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA - UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 15 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

SALINAN PAJAK PENERANGAN JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 10 TAHUN 1998 SERI A.3

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Singkat Badan Pendapatan Pengelolaan dan Aset Daerah. yang selanjutnya disebut BPPKAD merupakan salah satu dinas daerah

PEMERINTAH KOTA BATU

L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 9 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH

Transkripsi:

ANALISIS POTENSI DAN TARGET PAJAK HOTEL DI WILAYAH SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2008-2009 TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat Ahli Madya (A.Md) Program Studi Diploma III Perpajakan Oleh: DINA TRI RAHMANTI F.3406023 PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010

BAB I PENDAHULUAN A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1. Sejarah Dan Perkembangan Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Surakarta Sejarah Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta tentunya tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Surakarta sebagai wilayah pemerintahan otonom. Sesudah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, di daerah Surakarta sampai tahun 1946 sedang diliputi suasana yang hangat akibat adanya pertentangan pendapat antara pro dan kontra Daerah Istimewa. Kemudian dengan Penetapan Pemerintah tanggal 15 Juli 1946 Nomor 16/S-D Daerah Surakarta untuk sementara ditetapkan sebagai Daerah Karesidenan dan dibentuk Daerah Baru dengan nama Kota Surakarta. Peraturan itu kemudian disempurnakan dengan munculnya Undangundang Nomor 16 Tahun 1947 yang menetapkan Kota Surakarta menjadi Haminte Kota Surakarta. Haminte Kota Surakarta waktu itu terdiri dari 5 wilayah kecamatan dan 44 kelurahan, karena 9 kelurahan di wilayah Kabupaten Karanganyar belum diserahkan. Pelaksanaan penyerahan 9 kelurahan dari Kabupaten Karanganyar itu baru terlaksana pada tanggal 9 September 1950. Pelaksana teknis pemerintahan Haminte Kota Surakarta

terdiri dari jawatan-jawatan. Jawatan yang dimaksud adalah Jawatan Sekretariat Umum, Jawatan Keuangan, Jawatan Pekerjaan Umum, Jawatan Sosial, Jawatan Kesehatan, Jawatan Perusahaan, Jawatan P.D.&K, Jawatan Pamong Praja dan Jawatan Perekonomian. Jawatan Keuangan ini merupakan lembaga yang mengurusi penerimaan pendapatan daerah yang antara lain adalah pajak daerah. Berdasarkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) Kota Besar Surakarta Nomor 4 Tahun 1956 tentang perubahan struktur pemerintahan, maka Jawatan Sekretariat Umum diganti menjadi Dinas Pemerintahan Umum. Dinas Pemerintahan Umum ini terdiri dari: 1). Urusan Sekretariat Umum 2). Urusan Sekretariat DPRD 3). Urusan Kepegawaian 4). Urusan Pusat Perbendaharaan (dahulu masuk Jawatan Keuangan) 5). Urusan Pusat Pembukuan (dahulu masuk Jawatan Keuangan) 6). Urusan Pusat pembelian dan perbekalan 7). Urusan Pajak (dahulu masuk Jawatan Keuangan) 8). Urusan Perumahan 9). Urusan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (dahulu masuk Jawatan Pamong Praja) 10). Bagian Penyelesain Golongan Kecil (dahulu masuk Jawatan Pamong Praja) 11). Urusan Perundang-undangan

Pada perubahan tersebut nampak bahwa penanganan pajak sebagai pendapatan daerah yang sebelumnya masuk dalam Jawatan Keuangan kemudian ditangani lebih khusus oleh Urusan Pajak. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 23 Februari 1970 nomor 259/X.10/Kp.70 tentang Struktur Organisasi Pemerintahan Kotamadya Surakarta. Urusan urusan dari dinas-dinas di Kotamadya Surakarta termasuk Dinas Pemerintahan Umum, diganti menjadi Bagian. Bagian membawahi urusan-urusan, sehingga dalam Dinas Pemerintahan Umum Urusan Pajak diganti menjadi Bagian Pajak. Pada Tahun 1972, Bagian Pajak itu dihapus berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972 nomor 163/Kep./Kdh.IV/Kp.72 tentang penghapusan Bagian Pajak dari Dinas Pemerintahan Umum karena bertalian dengan pembentukan Dinas baru. Dinas baru tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972 nomor 162/Kdh.IV/Kp.72. Dinas Pendapatan Daerah kemudian sering disingkat Dipenda sesuai singkatan yang digunakan oleh Dinas Pendapatan Dearah Propinsi Jawa Tengah. Menurut Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta nomor 162/Kdh.IV/Kp.72 tersebut. Dinas Pendapatan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan langsung dan bertanggung-jawab kepada Walikota Kepala Daerah.

Tugas Pokok Dipenda waktu itu adalah sebagai pelaksana utama Walikota Kepala Daerah di bidang perencanaan, penyelenggaraan, dan kegiatan di bidang pengelolaan sektor-sektor yang merupakan sumber pendapatan daerah, yang antara lain sektor Perpajakan Daerah, Retribusi, Leges dan lain-lain yang menurut sifat dan bentuk pekerjaan itu dapat dimasukkan dalam Dinas Pendapatan Daerah. Tugas pekerjaan yang dimaksud dapat meliputi tata pengurusan, pengawasan, ketertiban dan pengamanan menurut kebijaksanaan dan petunjuk teknis yang digariskan oleh Walikota Kepala Daerah. Dengan berlakunya Undang-undang nomor 5 tahun 1974 lahirlah Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor: 363 tahun 1977 tentang Pedoman Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah. Sebagai pelaksanaannya maka dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II sebagai aparat pemupukan Pendapatan Daerah Tingkat II perlu adanya pembenahan aturan-aturan yang sudah berlaku.terbit Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor: KUPD 7/12/41-101 tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II Struktur Organisasi untuk Dinas Pendapatan Dearah disesuaikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut melalui Peraturan Daerah nomor: 23 tahun 1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II.

Jika Struktur Organisasi Dipenda berdasarkan Peraturan Daerah nomor 23 tahun 1981 menitikberatkan pembagian tugas dan fungsinya menurut jenis-jenis pendapatan daerah berdasarkan Manual Pendapatan Daerah (MAPENDA), maka berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No. 473-442 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah Lainnya, pembagian tugas dan fungsi dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan Pendapatan Daerah, yaitu pendataan, penetapan, pembukuan dan seterusnya. Sistem dan Prosedur tersebut dikenal dengan sebutan Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA). Setelah sistem itu diujicobakan kemudian ditetapkan di Kotamadya Surakarta dan kemudian dituangkan dalam Peraturan Daerah nomor 6 tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II Surakarta. Berdasarkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, pada bulan Januari 2009 Dinas Pendapatan Daerah dirombak menjadi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA). Oleh karena data yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir ini adalah data tahun 2006 sampai dengan 2008 dimana instansi ini masih berbentuk Dinas Pendapatan Daerah, maka untuk menyelaraskan data penulis menggunakan Dinas Pendapatan Daerah sebagai dasar untuk menuliskan gambaran umum instansi.

2. Kedudukan, Tugas Pokok Dan Fungsi DIPENDA Kota Surakarta Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Surakarta adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Surakarta. Dipenda Kota Surakarta mempunyai tugas pokok seperti tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 1990 yaitu melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang pendapatan daerah dan tugas-tugas lainnya yang diserahkan Walikota Surakarta kepadanya. Dipenda Kota Surakarta mempunyai fungsi sebagaimana terdapat dalam Perda No.6 Tahun 1990 pasal 4 yaitu: 1). Melakukan Perumusan Kebijakan Teknis,pemberian bimbingan dan pembinaan,koordinasi teknis dan tugas-tugas lain yang diserahkan oleh Walikota Surakarta kepadanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2). Melakukan Urusan Tata Usaha 3). Melakukan pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi Daerah 4). Membantu melakukan pekerjaan objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau Direktorat PBB dalam hal menyampaikan dan menerima kembali Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Wajib Pajak.

5). Melakukan penetapan besarnya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 6). Membantu menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT),Surat Ketetapan Pajak (SKP),Surat Tagihan Pajak (STP) dan sarana administrasi PBB lainnya,yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak serta membantu melakukan penyampaian Daftar Himpunan Pokok Pajak (DHPP) PBB yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada petugas pemungut PBB yang ada dibawah pengawasannya 7). Melakukan pembukuan dan pelaporan atau pemungutan dan penyetoran Pajak Daerah serta pendapatan daerah lainnya 8). Melakukan koordinasi dan pengawasan atas pekerjaan penagihan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Asli Daerah (PAD) lainnya, serta penagihan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilimpahkan oleh Menteri Keuangan kepada daerah 9). Melakukan tugas perencanaan dan pengendalian operasional di bidang pendataan, penetapan dan penagihan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Penerimaan Asli Daerah dan PBB 10). Melakukan penyuluhan mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya. 3. Struktur Organisasi DIPENDA Kota Surakarta Struktur organisai yang baik perlu diterapkan untuk mempermudah dalam pengawasan management agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Penetapan struktur organisasi yang jelas sangat

diperlukan sesuai dengan bagian masing-masing. Adapun tujuan disusunnya struktur organisasi diantaranya: 1). Mempermudah pelaksanaan tugas dan pekerjaan. 2). Mempermudahkan pimpinan dalam mengawasi pekerjaan bawahan. 3). Mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 4). Menentukan kedudukan seseorang dalam fungsi dan kegiatan, sehingga mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Adapun susunan organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta sebagai berikut ini. 1). Kepala Dinas, 2). Bagian Tata Usaha, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum, b. Sub Bagian Kepegawaian, c. Sub Bagian Keuangan. 3). Sub Dinas Bina Program, terdiri dari: a. Seksi Perencanaan, b. Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan. 4). Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi terdiri dari: a. Seksi Pendaftaran dan Pendataan, b. Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data. 5). Sub Dinas Penetapan, terdiri dari: a. Seksi Perhitungan, b. Seksi Penerbitan Surat Ketetapan,

c. Seksi Angsuran. 6). Sub Dinas Pembukuan, terdiri dari: a. Seksi Pembukuan Penerimaan, b. Seksi Pembukuan Persediaan. 7). Sub Dinas Penagihan, terdiri dari: a. Seksi Penagihan dan Keberatan, b. Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain. 8). Cabang Dinas, terdiri dari: a. Cabang Dinas Pendapatan Daerah I meliputi Kecamatan Banjarsari, b. Cabang Dinas Pendapatan Daerah II meliputi Kecamatan Jebres dan Kecamatan Pasar Kliwon, c. Cabang Dinas Pendapatan Daerah III meliputi Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Serengan. 9). Jabatan Fungsional. 4. Deskripsi Tugas Jabatan Struktural DIPENDA Kota Surakarta 1). Kepala Dinas Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan daerah. 2). Bagian Tata Usaha Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi umum, perijinan, kepegawaian dan keuangan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Bagian Tata Usaha, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan, penggandaan, administrasi perijinan, perjalanan dinas, rumah tangga, pengelolaan barang inventaris, pengaturan penggunaan kendaraan dinas dan perlengkapannya, hubungan masyarakat serta Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. b. Sub Bagian Kepegawaian Sub Bagian Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan adminstrasi kepegawaian. c. Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan. 3). Sub Dinas Bina Program Kepala Sub Dinas Program mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas, mengadakan monitoring dan pengendalian serta evaluasi dan pelaporan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Sub Dinas Bina Progam, terdiri dari: a. Seksi Perencanaan Seksi Perencanaan mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data sebagai bahan penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas. b. Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan monitoring dan pengendalian, analisa dan evaluasi data serta menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas. 4). Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi Kepala Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan di bidang pendaftaran dan pendataan serta dokumnetasi dan pengolahan data sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi, terdiri dari: a. Seksi Pendaftaran dan Pendataan Seksi pendaftaran dan Pendataan mempunyai tugas melaksanakan pendaftaran, pendataan dan pemeriksaan di lapangan terhadap Wajib Pajak Daerah (WPD) dan Wajib Retribusi Daerah (WRD).

b. Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data mempunyai tugas menghimpun, mendokumentasi, menganalisa dan mengolah data Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi. 5). Sub Dinas Penetapan Kepala Sub Dinas Penetapan mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan di bidang perhitungan, penerbitan surat penetapan pajak dan retribusi serta penghitungan besarnya angsuran bagi pemohon sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Dinas Penetapan, terdiri dari: a. Seksi Perhitungan Seksi Perhitungan mempunyai tugas melaksanakan penghitungan dan penetapan besarnya pajak dan retribusi. b. Seksi Penerbitan Surat Ketetapan Seksi Penerbitan Surat Ketetapan mempunyai tugas menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Retribusi (SKR) dan surat-surat ketetapan pajak lainnya. c. Seksi Angsuran Seksi Angsuran mempunyai tugas mengolah dan menetapkan besarnya angsuran pajak daerah dan retribusi daerah.

6). Sub Dinas Pembukuan Kepala Sub Dinas Pembukuan mempunyai tugas menyelenggarakan pembinan dan bimbingan di bidang pembukuan penerimaan serta pembukuan persediaan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Dinas Pembukuan, terdiri dari: a. Seksi Pembukuan Penerimaan Seksi Pembukuan Penerimaan mempunyai tugas menerima dan mencatat penerimaan, pembayaran serta setoran pajak dan retribusi yang menjadi kewenangannya. b. Seksi Pembukuan Persediaan Seksi Pembukuan Persediaan mempunyai tugas mengelola pembukuan, penerimaan dan pengeluaran benda berharga. 7). Sub Dinas Penagihan Kepala Sub Dinas Penagihan mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaaan dan bimbingan di bidang penagihan dan keberatan serta pengelolaan penerimaan sumber pendapatan lain sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Dinas Penagihan, terdiri dari: a. Seksi Penagihan dan Keberatan Seksi Penagihan dan Kebertatan mempunyai tugas melaksanakan penagihan tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber

pendapatan lainya serta melayani permohonan keberatan dan penyelesaiannya. b. Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain Kepala Seksi Pengelolaan Penerimaaan Sumber Pendapatan Lain mempunyai tugas mnegumpulkan dan mengolah data sumbersumber penerimaan lain di luar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 8). Cabang Dinas Kepala Cabang Dinas mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas pada Cabang Dinas di Kecamatan. Cabang Dinas, terdiri dari: a. Cabang Dinas Pendapatan Daerah I meliputi Kecamatan Banjarsari. b. Cabang Dinas Pendapatan Daerah II meliputi Kecamatan Jebres dan Kecamatan Pasar Kliwon. c. Cabang Dinas Pendapatan Daerah III meliputi Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Serengan. 9). Jabatan Fungsional Uraian tugas Kelompok Jabatan Fungsional mengikuti pedoman uraian tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional dari lingkungan Dinas terdiri dari: a. Pranata Komputer, b. Arsiparis,

c. Pustakawan, d. Auditor, e. pemeriksa Pajak. 5. Tata Kerja DIPENDA Kota Surakarta Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta mendapat pembinaan teknis fungsional dari Dinas Pendapatan Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya, prinsip koordinasi, integrasi, sinkronasi dan simplikasi baik di lingkungan Dinas Pendaatan Daerah maupun instansi-instansi lain diluar Dinas Pendapatan Daerah sesuai bidang tugasnya. Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Para Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas harus menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronasi dan simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Kepala Dinas, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi dan Kepala Unit Penyuluhan bertanggungjawab memberikan bimbingan atau pembinaan kepada karyawannya serta melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya menurut hierarki jabatan masing-masing. Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan dan kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas bertanggungjawab kepada Kepala Sub Bagian Tata Usaha atau Kepala Seksi yang mendampinginya. Kepala Dinas, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi di lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jawa Tengah atas usul Walikota Surakarta.

Kepala Urusan, Kepala Sub Seksi dan Kepala Unit Penyuluhan di lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Walikota Surakarta. 6. Visi dan Misi DIPENDA Kota Surakarta 1). Visi Terwujudnya peningkatan Pendapatan Daerah yang optimal untuk mendukung pembangunan Daerah. 2). Misi a. Peningkatan kapasitas administrasi perpajakan Daerah. b. Pengembangan pola intensifikasi dan ekstensifikasi pengelolaan pendapatan daerah. c. Peningkatan kualitas pelayanan yang bertumpu pada standar pelayanan. d. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Profesional.

B. LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa palaksanaan otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin terasa penting kontribusinya dalam mendukung dan memelihara hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini lebih mendorong Pemerintah Daerah untuk lebih berupaya meningkatkan PAD baik dari sektor pajak, retribusi, dan penerimaan daerah lainnya. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat dijadikan indikator sejumlah aktivitas yang bertujuan kepada peningkatan perekonomian masyarakat. Dalam Undang -undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa Pajak Daerah ditempatkan sebagai salah satu perwujudan kewajiban yang merupakan peran serta dalam pembiayaan dan pembangunan daerah. Pajak Daerah sebagai salah satu penerimaan daerah mengalami naik turun dalam perkembangannya, padahal sumbangsihnya terhadap Penerimaan Daerah maupun PAD tidaklah kecil. Penerimaan pajak merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan, oleh karena itu diperlukan usaha untuk mengintensifkan pemungutannya. Dan agar tujuan pemungutan pajak tercapai maka perlu ditumbuhkan kesadaran membayar pajak. Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah juga harus mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahannya sendiri. Pemerintah Daerah membutuhkan biaya dan dana untuk pembangunan

daerah. Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk menggali sumber dana dari daerahnya masing-masing, sehingga dapat meningkatkan PAD untuk membiayai rumah tangganya sendiri. Dengan semakin banyak PAD akan memberi indikasi yang baik bagi kemampuan keuangan daerah dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, terutama dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan masyarakat serta percepatan dan peningkatan pembangunan di daerahnya masing- masing. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi yang maksimal Pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang Penerimaan Daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah Pendapatan Asli Daerah (yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Pendapatan asli daerah yang sah), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Tapi pada kenyataannya kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar. Oleh karenanya

untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah. Salah satu pos Pajak Daerah yang cukup berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta adalah Pajak Hotel. Pada tahun 2006 penerimaan Pajak Hotel sebesar Rp 4.202.494.848,00, angka tersebut lebih besar daripada target yang ditetapkan oleh Dipenda yaitu sebesar Rp 4.200.000.000,00. Realisasi penerimaan pajak hotel melebihi 100% yaitu sebesar 100,39%. Pada tahun 2007 penerimaan pajak hotel sebesar Rp 4.403.515.967,00 sedangkan target yang ditetapkan oleh Dipenda hanya sebesar Rp 4.384.000.000,00. Realisasi penerimaan pajak hotel tahun 2007 sebesar 100,45%. Dan pada tahun 2008 penerimaan Pajak Hotel sebesar Rp 5.213.358.162,00 sedangkan target yang ditetapkan oleh Dipenda sebesar Rp 5.200.000.000,00. Realisasi penerimaan Pajak Hotel tahun 2008 sebesar 100,25%. Dari data di atas terlihat selama ini target penerimaan pajak hotel di wilayah Surakarta selalu terpenuhi, hal tersebut kemungkinan karena penetapan target terlalu kecil tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil judul ANALISIS POTENSI DAN TARGET PAJAK HOTEL DI WILAYAH SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2008-2009.

C. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah penentuan target didasarkan pada potensi sebenarnya? 2. Berapa besarnya potensi pajak hotel? D. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penentuan Pajak Hotel di Kota Surakarta didasarkan pada potensi sebenarnya. 2. Untuk mengetahui besarnya potensi pajak hotel. 3. Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar derajat Ahli Madya. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang ingin didapat dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah: 1. Bagi penulis Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan tentang Pajak Daerah, khususnya Pajak Hotel. 2. Bagi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijaksanaan untuk lebih meningkatkan penerimaan Pajak Daerah

khususnya Pajak Hotel dan kebijakan Pemerintah Daerah untuk lebih menertibkan dalam melaksanakan pemungutan pajak. 3. Bagi Mahasiswa dan pembaca lainnya Merupakan tambahan referensi bacaan dan informasi khususnya bagi mahasiwa jurusan Perpajakan tentang Pajak Daerah. F. RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan metode yang digunakan dalam suatu penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam penyusunan tugas akhir ini : 1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan observasi langsung di Dipenda dan hotel yang ada di Surakarta terhadap potensi dan target pajak hotel. 2. Metode Pengumpulan data a. Pengamatan Langsung (Observasi) Merupakan metode penelitian yang digunakan dalam rangka pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung. Data yang dikumpulkan meliputi tingkat hunian hotel dan tarif rata-rata hotel di Surakarta. b. Interview/Wawancara Merupakan metode pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi/tanya jawab langsung dengan pihak yang bersangkutan, dalam hal ini adalah para karyawan Dinas Pendapatan, Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah. Data yang dikumpulkan berupa upaya pihak hotel untuk mengoptimalkan pendapatan hotel sehingga potensi pajak hotel juga semakin besar dan dasar apakah yang digunakan Dipenda dalam menetapkan target pajak hotel. c. Studi Pustaka dan Dokumentasi Merupakan metode penelitian dengan cara membaca buku-buku, surat kabar, brosur, dan dokumen yang ada hubungannya dengan obyek penelitian 3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian. Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat hunian hotel dan tarif rata- rata hotel di Surakarta. Data ini diperoleh dengan cara wawancara langsung pada karyawan Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Surakarta dan dari karyawan hotel yang menjadi obyek penelitian. Data Sekunder adalah data yang diambil dan disusun bersumber dari buku dan sumber informasi lainnya. Sumber dokumen yang digunakan dalam penulisan ini adalah peraturan perundang-undangan, dan buku-buku penunjang lainnya. Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang bisa diukur dan dihitung yang dinyatakan dalam angka-angka (Djarwanto,

2001). Data Kuantitatif yang digunakan penulis adalah angka-angka yang diambil dari laporan potensi dan target penerimaan PAD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2008-2009. Data kualitatif adalah data dalam bentuk bukan angka. Data kualitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dari karyawan Dipenda dan karyawan hotel yang berupa upaya pihak hotel untuk mengoptimalkan pendapatan hotel sehingga potensi pajak hotel juga semakin besar dan dasar apakah yang digunakan Dipenda dalam menetapkan target pajak hotel. 4. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh hotel yang ada di Kota Surakarta, sedangkan yang menjadi sampel adalah bagian dari hotel yang telah dipilih secara acak dengan menggunakan metode Purposive Stratified Random Sampling. Sampel yang dipilih akan mewakili dan mencerminkan populasi yang ada. Di Surakarta ada 135 hotel. Sampel diambil dengan cara pengundian dari tiap- tiap kelas hotel yang ada di Surakarta seperti berikut : 1. Hotel Bintang 4 berjumlah 4, sampel diambil sebanyak 2 hotel. 2. Hotel Bintang 3 berjumlah 4, sampel diambil sebanyak 2 hotel. 3. Hotel Bintang 2 berjumlah 5 sampel diambil sebanyak 2 hotel. 4. Hotel Bintang 1 berjumlah 3, sampel diambil sebanyak 1 hotel.

5. Hotel Melati 3 berjumlah 26, sampel diambil sebanyak 3 hotel. 6. Hotel Melati 2 berjumlah 46, sampel diambil sebanyak 5 hotel. 7. Hotel Melati 1 berjumlah 43, sampel diambil sebanyak 5 hotel. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 hotel. 5. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan langsung pada sumber data, yaitu : a) Data sekunder berupa data kualitatif seperti bagaimana upaya Dipenda mengoptimalkan penerimaan Pajak Hotel Di Kota Surakarta, penentuan target pajak hotel. Data kuantitatif seperti laporan realisasi dan target pajak tahun 2008 yang bersumber dari Dipenda dan tingkat hunian hotel di kota Surakarta yang diperoleh dari hotel yang dijadikan sampel. b) Mengadakan wawancara langsung dengan karyawan Dipenda dan dengan pihak hotel yang terkait. c) Studi Pustaka dan dokumentasi, mengambil referensi dari catatan, instansi- instansi yang terkait maupun referensi penelitian yang sudah ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

G. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Data yang diperoleh akan diorganisasi sebagai berikut : 1. Landasan Teori, berupa dasar hukum, definisi pajak secara umum, fungsi pajak, sistem pemungutan pajak, pengelompokkan pajak, arti Pajak Daerah dan Pajak Hotel, obyek, subyek dan wajib pajak hotel. 2. Hasil wawancara mengenai bagaimana penetapan potensi dan target pajak hotel di Surakarta dan apa yang menjadi dasar penetapan target pajak hotel dapat dianalisis. 3. Hasil wawancara terhadap karyawan hotel yang dijadikan sampel dan pengamatan langsung mengenai tingkat hunian hotel dan tarif rata- rata hotel dapat dijadikan dasar untuk menghitung potensi pajak hotel yang sebenarnya. 4. Analisis pembahasan Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, tahap selanjutnya adalah menganalisa data, analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif berupa analisis potensi pajak hotel dan target pajak hotel pada obyek penelitian yang telah ditentukan Dipenda dan analisis untuk menghitung potensi pajak hotel yang sebenarnya dengan menggunakan tingkat hunian hotel di kota Surakarta. Analisis data dimulai dengan: 1) Penghitungan Potensi penerimaan Pajak Hotel dilakukan dengan cara mengalikan jumlah tingkat hunian hotel dalam satu hari (sesuai hasil

survey penulis) dengan tarif rata-rata, kemudian dikalikan dengan total jumlah hari dalam setahun dan tarif hotel sebesar 10%. 2) Penetapan target oleh Dipenda berdasar berapa persen dari potensi pajak sebenarnya. 3) Persentase ini dipakai sebagai dasar menghitung target yang semestinya menurut penulis. 4) Membandingkan hasil perhitungan target oleh penulis dengan target yang ditetapkan oleh Dipenda.

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. LANDASAN TEORI 1. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi daerah didasarkan pada Undang- undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 34 Tahun 2000, sedangkan pemungutan Pajak Hotel didasarkan pada Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel. 2. Pajak Secara Umum a. Definisi Pajak Pajak mempunyai definisi yang luas. Menurut beberapa ahli, pajak dijabarkan sebagai berikut : i. Pajak adalah pungutan Negara kepada rakyat yang bersifat memakasa tanpa ada kontraprestasi (timbal balik) secara langsung. Menurut Fieldmann dalam Suandy (2000), Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. 27

ii. Smeets dalam Suandy (2000) mengartikan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjuk dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. iii. Soemitro dalam Waluyo dan Wirawan (2001) mengartikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (yang langsung dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah. 2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan Undang- undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 3. Dalam pembayaran pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah. b. Fungsi Pajak Pemerintah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun fungsi pajak dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu :

i. Fungsi Budgeter Yaitu sebagai alat untuk mengisi kas negara (daerah) yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. ii. Fungsi Regulator Yaitu bila pajak dipergunakan sebagai alat mengatur untuk mencapai tujuan, misalnya, pajak minuman keras dimaksudkan agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras, pajak ekspor dimaksudkan untuk mengekang pertumbuhan ekspor komoditi tertentu dalam rangka menghindari kelangkaan produk tersebut di dalam negeri. iii. Fungsi Demokrasi Pajak dipungut sebagai wujud bentuk persamaan partisipasi dalam pembangunan oleh masyarakat. iv. Fungsi Redistribusi Pajak dipungut kepada semua lapisan sebagai wujud untuk menegakkan keadilan sosial, dengan diwujudkan dalan struktur tarif progresif. c. Sistem Pemungutan Pajak Suandy (2000) mengemukakan bahwa ada beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu:

i. Official Assessment System Wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus berhak menentukanbesarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang merupakan bukti timbulnya suatuutang pajak. Wajib Pajak pasif menunggu ketetapan fiskal mengenai utang pajaknya. ii. Semi Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan fiskus. Mekanisme pelaksanaan dalam system ini berdasarkan suatu anggapan bahwa Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya pajak terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskal. iii. Witholding System Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pihak ketiga, dan bukan oleh fiskus maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri. iv. Full Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Wajib Pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan fiskus.

Pemungutan pajak tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu i.syarat Keadilan Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, undang- undang, dan pelaksanaan pemungutan harus adil. ii.syarat Yuridis Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang- undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2, hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik untuk negara maupun warganya iii.syarat Ekonomis Pemungutan tidak boleh mengganggu kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian. iv.syarat Finansial Sesuai dengan fungsi Budgetair, pemungutan pajak harus efisien. Biaya pemungutan pajak harus ditekan, sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. v.sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem yang ditetapkan akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. d. Klasifikasi Pajak Pajak sendiri dikelompokkan menurut beberapa kriteria, yaitu : i. Menurut Golonganya, pajak dikelompokkan menjadi Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.

a) Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul oleh wajib pajak sendiri, dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. b) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. ii. Menurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. a) Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. b) Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. iii. Menurut Lembaga Pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. a) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b) Pajak Daerah adalah pajak dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah e. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak Terdapat dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (Mardiasmo, 2006: 8), yaitu: a) Ajaran Formil, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System.

b) Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya Undangundang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System. Mardiasmo (2006: 8) menyebutkan hapusnya utang pajak disebabkan beberapa hal, yaitu: a. Pembayaran, b. Kompensasi atau keringanan, c. Daluwarsa, d. Pembebasan dan penghapusan. f. Hambatan Pemungutan Pajak i Perlawaan pasif, yaitu masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang disebabkan antara lain: a) Perkembangan intelektual dan moril masyarakat, b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat, c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. ii Perlawanan aktif, meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain: a) Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

b) Tax evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). 3. Pajak Daerah dan Pajak Hotel Pajak Daerah merupakan salah satu andalan Pendapatan Asli Daerah di samping Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Pajak Daerah dapat dipaksakan berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Kesit Bambang Prakosa, 2003: 2). Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak pusat, yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Pajak pusat yang memungut adalah pemerintah pusat, sedangkan pajak daerah

yang memungut adalah pemerintah daerah. Kriteria pajak yang diuraikan oleh Davey dalam Kesit Bambang Prakosa (2003: 2), terdiri dari 4 (empat) hal yaitu: a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari daerah sendiri, b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah, c. Pajak yang ditetapkan dan/ atau dipungut oleh pemerintah daerah, d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah. Dari kriteria pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak daerah tersebut tediri dari pajak yang ditetapkan dan/ atau dipungut di wilayah daerah dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat. Berikut jenis Pajak Daerah beserta tarif maksimal yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah : 1) Jenis Pajak Propinsi terdiri atas: a Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen); b Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Atas Air 10% (sepuluhpersen); c Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen); d Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah 20% (dua puluh persen).

Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah di Wilayah Provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air Bea dan Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen); b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota peling sedikit 70% (tujuh puluh persen); c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Kabupaten atau Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen). 2) Jenis Pajak Kabupaten atau Kota terdiri atas: a Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); dan Pajak Restoran 10% (sepuluh persen); b Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen); c Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen); d Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen); e Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%(dua puluh persen); f Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).

Dalam penelitian ini dibahas Pajak Hotel sebagai salah satu pendapatan daerah Kota Surakarta. Berikut adalah penjabaran tentang Pajak Hotel: 1. Pengertian Pajak Hotel Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel, menjelaskan bahwa Pajak Hotel adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran oleh orang pribadi atau badan. Hotel itu sendiri adalah bangunan khusus yang disediakan untuk menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2. Objek, Subjek dan Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel, objek pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel atau penginapan, yang meliputi : a. Penginapan atau tempat tinggal jangka pendek, b. Pelayanan penunjang lain sebagai pelengkap untuk kemudahan dan kenyamanan, c. Fasilitas olahraga dan hiburan untuk tamu hotel, d. Penyewaan ruang acara / pertemuan,

e. Tempat makan atau restoran hotel seperti kafe, kantin, bar, pub, dan lain-lain. Dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah : a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel; b. Pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren; c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang pergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran; d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di hotel dan e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum 3. Subjek Pajak Hotel Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel, Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel atau penginapan. Wajib Pajak hotel adalah pengusaha hotel atau penginapan. Pengusaha hotel atau penginapan adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel atau penginapan untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.

4. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif Pajak Hotel Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel, dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel atau penginapan. Tarif pajak yang ditetapkan adalah: a. Tarif pajak hotel tertinggi ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen); dan b. Khusus untuk tarif pajak rimah indekost tertinggi ditetapkan sebesar 5% (lima persen) 5. Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Pajak Hotel a. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Walikota menetapkan pajak terutang dengan menertibkan Surat Ketetapan Daerah (SKPD). b. Apabila SKPD tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. c. Bagi hotel atau penginapan/rumah indekos yang tidak dapat menunjukkan pembukuan atau catatan penerimaan, Walikota menaksir besarnya pajak berdasarkan kriteria yang berlaku. d. Wajib Pajak hotel atau penginapan/rumah indekos wajib mengadain pembukuan atas jumlah tamu dan jumlah pembayaran

bruto yang diterima dan melaporkan kepada Walikota paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. e. Bagi hotel/penginapan atau rumah indekos yang tidak melaporkan pembukuannya akan diusulkan untuk dicabut izin usaha pengelolaan hotel/penginapan atau rumah indekos. 6. Tata Cara Pembayaran a. Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau Pemegang Kas Penerima/Pembantu Pemegang Kas Penerima sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPDKP, SKPDKBT, dan STPD. b. Apabila pembayaran pajak dilakukan Pemegang Kas Penerima/Pembantu Pemegang Kas Penerima, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1x24 jam. c. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus lunas. d. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. e. Angsuran pembayaran pajak harus dilakukan sacara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang pajak. f. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan

dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan dari jumlah yang belum atau kurang bayar. 7. Tata Cara Penagihan Tata cara penagihan Pajak Hotel adalah sebagai berikut: a. Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak, dikeluarkan tujuh hari sejak jatuh tempo pembayaran. b. Dalam jangka waktu tujuh hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang. c. Surat teguran, surat peringatan atau sural lain yang sejenis dikeluarkan oleh Kepala Dipenda. d. Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran dan surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak harus dibauar, ditagih dengan surat paksa. e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan surat paksa segera setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat tegutran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. f. Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Kepala Dipenda segera menerbitkab Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

g. Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak juga belum melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Kepala Dipeda mengajukan permintaan penetapan tanggal kepada Kantor Lelang Negara. h. Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. 8. Keberatan dan Banding Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dan banding kepada walikota atas suatu: SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN. Permohonan keberatan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama satu bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaanya. Walikota dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan telah diterima, sudah harus memberikan keputusan. Apabila setelah lewat waktu dua bulan Walikota tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesain Sengketa Pajak dalam jangka waktu dua bulan setelah diterimanya

keputusan keberatan. Pengajuan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak. Apabila pengajuan keberatan dan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling lama 24 bulan. 9. Kadaluarsa Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Kadaluarsa penagihan pajak diterbitkan dengan surat teguran dan surat paksa. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. 10. Ketentuan Pidana Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengakap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurunagn paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. 11. Program Kerja Penetapan Target Tahun 2009 Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dipenda program kerja penetapan target tahun 2009 yaitu menetapkan target dengan cara

mengevaluasi target yang telah ditetapkan dan realisasi penerimaannya pada tahun lalu atau tahun 2008. 12. Potensi Pajak Hotel Untuk menghitung potensi pajak hotel dengan cara mengalikan jumlah tingkat hunian hotel dalam satu bulan dengan tarif rata-rata kemudian dikalikan dengan total jumlah bulan selama setahun dan tarif hotel sebesar 10%. Potensi pajak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Potensi pajak = (tingkat hunian per bulan) x (tarif rata-rata) x 12 x 10%

B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Cara Penetapan Potensi dan Target Pajak Hotel oleh Dipenda Kota Surakarta a. Penetapan Potensi Berdasarkan wawancara dari pihak Dipenda dalam menghitung potensi Pajak Hotel, Dipenda melakukan pendataan tiap tahun sekali. Pendataan biasanya dilakukan bulan Juli. Hasil pendataan berupa penambahan Wajib Pajak Hotel baru atau pengurangan Wajib Pajak Hotel lama karena usahanya tutup, kenaikan atau penurunan tarif kamar dan tingkat hunian hotel tersebut. Dari hasil pendataan tersebut dapat diketahui besarnya peningkatan atau penurunan potensi yang digunakan sebagai dasar untuk menetapkan target pada tahun berikutnya. Namun penetapan target oleh Dipenda tidak berdasarkan potensi yang sebenarnya. Jika penetapan target berdasarkan potensi yang sebenarnya, maka wajib pajak hotel tidak mau membayar pajak. Karena pajak yang sebenarnya terutang sesuai tarif dirasa sangat memberatkan Wajib Pajak. Dipenda menetapkan target berdasarkan pada realisasi pajak tahun sebelumnya dan target maksimal 90% dari potensi yang ada.