BAB I PENDAHULUAN. penting yang menjadi kesepakatan global dalam Sustainable Development

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengetahuan, dan nilai nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar anak

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. kurang, gizi baik, dan gizi lebih (William, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terdiri dari 5,7% balita yang gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperlukan anak dalam siklus kehidupannya untuk perkembangan dan menjaga

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pencapaiannya dalam MDGs (Millenium Development Goals) yang sekarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda dari orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Gizi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang menjadi insan yang berkualitas. sebanyak 20 juta anak balita yang mengalami kegemukan. Masalah gizi

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. sehat dan berkembang dengan baik (Kemenkes, 2010). sebagai makanan dan minuman utama (Kemenkes, 2010).

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI ANAK DI BAWAH 5 TAHUN DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS NUSUKAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN SIKAP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi lingkungan yang buruk, maka akan menyebabkan timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi, meskipun terjadi penurunan signifikan di beberapa

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Sarmin, 2009). pada anak usia balita (WHO, 2007). Hal ini dibuktikannya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboratorium dan survey. lebih tepat dan lebih baik (Supariasa dkk., 2002).

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKANORANG TUA DAN STATUS GIZI BALITA DI DESANGARGOSARI KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2014

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi dan balita akibat gizi buruk masih menjadi perhatian dunia. Indonesia menjadi salah satu negara dengan prevalensi kejadian gizi kurang dan gizi buruk cukup tinggi yaitu mencapai 13,9% dan 5,7%. Gizi buruk hingga kematian akibat kelaparan menjadi isu tersendiri di era yang semakin global ini. Permasalahan ini menjadi salah satu butir penting yang menjadi kesepakatan global dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang masuk dalam goal ke 2 dengan 8 target (SGDs, 2015). Gizi adalah unsur yang terkandung dalam makanan, dimana unsur-unsur itu dapat memberikan manfaat bagi tubuh yang mengkonsumsinya sehingga menjadi sehat (Graha, 2010). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dan dibedakan menjadi 3 yaitu status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2009). Prevalensi berat kurang di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 19,6%, yang terdiri dari 5,7 gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Dibandingkan dengan angka prevalensi berat-kurang nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. 1

2 Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013 (Kemenkes RI, 2014) Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2015, jumlah gizi buruk dengan indikator berat badan menurut tinggi badan sebanyak 922 kasus di Jawa Tengah. Banyumas menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah 57 kasus setelah Brebes 82 kasus, Cilacap 76 kasus, dan Tegal 57 kasus. Cakupan balita yang ditimbang setiap bulan di Jawa Tengah pada tahun 2015 adalah sebesar 73,9% dan mengalami penurunan yang cukup signfikan dari tahun sebelumnya sebesar 80,4%. Padahal, semakin besar persentase balita ditimbang semakin tinggi capaian sasaran balita yang terpantau pertumbuhannya, dan semakin besar peluang masalah gizi bisa ditemukan secara dini ( Dinkes Jateng, 2015 ). Data status gizi balita tahun 2015 di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Pekuncen yang membawahi 16 desa dan 124 posyandu balita. Jumlah gizi buruk dengan indikator berat badan menurut umur dari 1021 balita yaitu sekitar 0,34%, gizi kurang sekitar 3,30%, dan gizi lebih sekitar 3,41%. Pada tahun 2015, terdapat 2 kasus gizi buruk yang mengakibatkan kematian pada satu balita. Menurut Puskesmas Kecamatan, kasus gizi buruk tersebut yaitu di Desa Kranggan dan Desa Karangklesem, pada satu balita lainnya telah mendapatkan perawatan dan dinyatakan sembuh. Desa Tumiyang merupakan salah satu desa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas dengan jumlah balita sebanyak

3 306 jiwa, dengan tingkat partisipasi masyarakat di posyandu sebesar 80% dan memiliki tingkat kegiatan yang efektif sebesar 52,4% serta kecenderungan status gizi sebesar 64,7%, dimana dari data tersebut merupakan angka partisipasi terendah di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pekuncen. Luas wilayah desa yang luas dan lingkungan yang masih banyak perbukitan menyebabkan sulitnya memperoleh informasi terkait kesehatan, dan jauhnya jarak yang ditempuh dari bidan desa sekitar. Bidan desa yang dalam hal ini menerima laporan dari posyandu-posyandu yang ada di desa menyampaikan jika masih sering terjadi balita yang tiap tahunnya mengalami gizi kurang, dan gizi buruk pernah terjadi namun setelah mendapatkan pendampingan status gizi balita tersebut membaik. Data berdasarkan lembaga-lembaga tersebut menunjukkan, jika masalah gizi masih menjadi perhatian dan membutuhkan penanganan lebih lanjut. Masalah yang menyebabkan malnutrisi adalah kurangnya pengetahuan gizi dan pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Kebiasaan makan dalam rumah tangga penting untuk diperhatikan, karena kebiasaan makan mempengaruhi pemilihan dan penggunaan pangan dan selanjutnya mempengaruhi tinggi rendahnya mutu makanan rumah tangga. Kurangnya gizi pada anak dapat bersumber pada sikap ibu dalam memperhatikan asupan gizi anak. Sikap ibu dalam pemberian asupan makanan dapat bersumber dari banyak hal, salah satunya yaitu adat atau kebiasaan yang dianut oleh keluarganya (Williams, 1993).

4 Pola asuh dalam pemberian makan terhadap anak juga dapat berperan penting dalam pemenuhan status gizi balita, selain kebudayaan atau kebiasaan yang diturunkan di dalam suatu keluarga. Hal itu ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Georgy (2010), bahwa pola asuh makan yang salah dapat mempengaruhi perilaku makan anak. Pola asuh makan menurut Wardle (2003) yaitu emotional feeding (memberikan makanan agar anaknya tenang ), Instrumental feeding (memberikan penghargaan lewat makanan), prompting or encouragement to eat (mendorong makan dan memuji), control over eating (keluarga memutuskan apa yang anak makan). Pola asuh makan disini berupa bagaimana praktik pemberian makanan bagi balita yang digunakan oleh ibu. Perbedaan pemberian makan pada anak juga dapat berupa berbedaan dalam pengasuhan, misalnya anak yang diasuh oleh nenek, tante, om, dan baby sister yang tidak memperhitungkan nilai gizi dan hanya memberikan makanan agar anak tidak lapar atau terlalu seringnya orangtua memberikan makanan cepat saji atau ibu yang tidak memasak makanannya sendiri. Pengaruh perbedaan pola asuh makan ini lah yang harus kita ketahui lebih lanjut dalam kaitannya dengan status gizi balita. Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan pola asuh makan dan kebiasaan makan keluarga terhadap status gizi balita di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen.

5 B. Rumusan Masalah Angka status gizi kurang dan buruk pada balita di Indonesia masih relatif tinggi. Peran ibu dalam pola asuh makan dan kebiasaan makan keluarga dapat mempengaruhi status gizi balita. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan pola asuh makan dan kebiasaan keluarga terhadap status gizi balita di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola asuh makan dan kebiasaan keluarga terhadap status gizi balita di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen. 2. Tujuan Khusus a) Menggambarkan karakteristik berdasarkan umur, tingkat pendidikan di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen. b) Menggambarkan etnis atau suku responden di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen c) Menganalisis hubungan antara pola asuh makan dalam keluarga terhadap status gizi balita di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen. d) Menganalisis hubungan kebiasaan makan keluarga terhadap status gizi balita di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen.

6 D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis Hasil Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan terkait status gizi balita. 2. Praktis a) Bagi Masyarakat Memberikan tambahan informasi terkait faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan status gizi balita. b) Bagi Petugas Kesehatan atau Pemerintah Memberikan informasi terkait faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita di desa Pekuncen Kecamatan Pekuncen sehingga upaya dalam peningkatan status gizi di daerah tersebut. c) Bagi Peneliti Adanya penelitian ini, peneliti mendapatkan pengalaman dalam bermasyarakat dan memberikan latihan dalam berfikir kritis dan berfikir secara ilmiah. d) Bagi Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan asuhan keperawatan anak, yaitu memberikan edukasi kepada keluarga yang memiliki balita untuk lebih peduli terhadap status gizi anak sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yang berhubungan dengan gizi.

7 E. Penelitian Terkait Penelitian dengan judul Hubungan pola asuh makan dan kebiasaan keluarga terhadap status gizi balita di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen. Adapun penelitian terkait : 1. Yudi, Hendra ( 2007 ) Penelitian ini berjudul hubungan faktor sosial budaya dengan status gizi balita anak usia 6-24 bulan di Kecamatan Medan Area Kota Medan tahun 2007. Peneliti melakukan survei dengan disain Cross Sectional Studi. Populasi yang diambil yaitu balita umur 6 24 bulan di area kecamatan Medan Area yang berjumlah 2960 orang, dengan sampel sebanyak 107 keluarga. Hasil penelitian tersebut menunjukan dimana hasil uji kai kuadrat diketahui bahwa pendidikan ibu ( p=0011), pekerjaan ibu (p=0,031) dan pengetahuan ibu (p=0,026) memiliki hubungan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan. Sedangkan pendidikan ayah (p=0,395), pekerjaan ayah (p=0,211), penghasilan keluarga (p=0,294), tradisi (p=408) tidak memiliki hubungan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada disain penelitiannya, dimana sama-sama menggunakan disain Cross Sectional, dan meneliti tentang status gizi balita. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada variabel independennya. Dimana variabel penelitian diatas menggunakan variabel faktor sosial budaya. Sasaran balita

8 yang akan digunakan dalam penelitian diatas pada balita umur 6 24 bulan, sedangkan dalam penelitian ini pada balita umur 1 5 tahun. 2. Erni, M. Juffrie, M. Primiaji Rialihanto ( 2008 ) Jurnal penelitian ini berjudul Pola makan, asupan zat gizi, dan status gizi anak balita Suku Anak Dalam ( SAD ) di Nyogan Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Penelitian dengan metode observasional dan menggunakan disain Cross Sectional. Hasil : sebanyak 54,2% berada dalam kategori lengkap dan 45,8% tidak lengkap, sedangkan dilihat dari frekuensi makannya, sebanyak 52,1% berada dalam kategori baik dan 47,9% tidak baik. Status gizi anak balita SAD dengan menggunakan indeks BB/U diperoleh sebanyak 16,7% anak balita mengalami gizi kurang, berdasarkan indeks TB/U sebanyak 12,5% anak balita berstatus gizi pendek, dan sebanyak 8,3% anak balita berstatus gizi kurus berdasarkan indeks BB/TB. Ada hubungan antara asupan zat gizi dengan status gizi anak balita SAD. Persamaan dengan penelitian diatas adalah sama-sama menggunakan disain penelitian Cross Sectional, dan mengambil tema yang sama yaitu status gizi balita. Perbedaan dengan penelitian diatas terletak dalam variabel independen, dimana variabel penelitian diatas adalah pola makan, asupan zat gizi pada Suku Anak Dalam (SAD). 3. Siwi, Sinta A ( 2015 ) Penelitian dengan judul Hubungan antara pola asuh dengan status gizi pada balita usia 2-5 tahun. Dengan menggunakan metode penelitian analitik

9 observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Dengan metode purposive sampling didapatkan sampel 30 balita dan 30 ibu balita dimana masing-masing telah memenuhi kriteria inklusi. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi square dan apabila hasilnya tidak memenuhi syarat dapat dilanjutkan dengan uji alternatif yaitu uji Fisher. Hasil : Berdasarkan tabel hasil uji Chi square dan dilanjutkan dengan uji Fisher, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola asuh dengan status gizi pada indeks BB/U (p=0,584) maupun TB/U (p=0,43). Persamaan dengan penelitian tersebut karena menggunakan disain penelitian yang sama yaitu disain Cross Sectional. Perbedaan dengan penelitian diatas yaitu terletak pada variabel indipenden, dimana penelitian diatas menggunakan variabel pola asuh. Serta pada sasaran balita yang digunakan adalah pada rentang umur 2-5 tahun. 4. Saleha, Qoriah ( 2005 ) Penelitian berjudul Kajian pola dan kebiasaan makan masyarakat Cireundeu di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi, Kabupaten Bandung. Populasi yang digunakan semua keluarga dengan makanan pokok onggok singkong (KOS) yang berjumlah 23 rumah tangga, sedangkan populasi keluarga dengan makanan pokok campuran (Non-KOS) berjumlah 37 rumahtangga. Responden contoh diambil sekitar 50 % dari jumlah populasi masing-masing tipe rumah tangga tersebut, atau 11 rumah tangga tipe KOS dan 15 tipe Non-KOS.

10 Hasil penelitian ini bahwa terbentuknya kebiasaan konsumsi onggok singkong pada masyarakat Cireundeu dilatarbelakangi oleh kepercayaan atau keyakinan masyarakat dan hasil penyesuaian masyarakat terhadap lingkungan untuk mengatasi masalah kerawanan pangan. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah mencari hubungan terkait kebiasaan makan dengan status gizi. Perbedaan dengan penelitian diatas terletak pada sasaran penelitian, dimana pada penelitian diatas menggunakan masyarakat pada sasaran utamanya, dan tidak menganalisa hubungan kebiasaan makan dengan status gizi. 5. Jeanne M. Tschann ( 2010 ) Penelitian berjudul Parental feeding practices and child weight status in Mexican American families: a longitudinal analysis. Penelitian yang dilakukan dengan Study Longitudinal pada remaja Meksiko berusia 18 tahun, populasi dan sampel pada 322 ibu dan 182 ayah dengan diikuti selama 1 tahun dan 2 tahun. Hasil penelitian : adanya penekanan terhadap anak dapat berdampak pada status gizi anak. Baik itu adanya penekanan dari ayah atau ibu atau dari keduanya. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah mencari hubungan terkait pola asuh makan yang diterapkan dengan status gizi anak. Perbedaan dengan penelitian diatas terletak pada metode penelitian, dimana penelitian ini menggunakan Study Longitudinal dan dalam penelitian ini menggunakan Cross Sectional. Sasaran yang digunakan dalam penelitian diatas yaitu status

11 gizi pada remaja berumur 13-18 tahun, sedangkan dalam penelitian ini pada status gizi balita umur 1-5 tahun. 6. Jeanne M. Tschann ( 2013 ) Penelitian berjudul Parental feeding practices in Mexican American families: initial test of an expanded measure. Penelitian ini menggunakan Cross Sectional. Populasi dan sampel adalah 174 ayah dan ibu dari Mexican Amerika yang memiliki anak usia 8-10 tahun. Hasil penelitian ini bahwa 4 dimensi dalam parental feeding mempengaruhi status gizi anak. Ibu memiliki lebih banyak pengaruh terhadap rendahnya status gizi anak. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah mencari hubungan terkait pola asuh makan dengan status gizi anak, dan menggunakan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah sasaran penelitiannya ibu dan ayah yang memiliki anak usia 8-10 tahun, sedangkan penelitian ini pada status gizi balita 1-5 tahun. 7. Claire V. Farrow (2011) Penelitian berjudul Do parental feeding practices moderate the relationships between impulsivity and eating in children?. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dan sampel adalah anakanak usia 10-13 tahun yang terdiri dari 61 laki-laki dan 92 perempuan. Hasil penelitian ini bahwa ada hubungan terkait orangtua yang membatasi atau memonitor makanan mereka secara signifikan dapat mempengaruhi perilaku impulsif pada perilaku makan mereka.

12 Persamaan dengan penelitian tersebut adalah meneliti tentang pola asuh makan orangtua yang diterapkan kepada anak, dan menggunakan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah sasaran penelitiannya ibu dan ayah yang memiliki anak usia 10-13 tahun, sedangkan penelitian ini pada status gizi balita 1-5 tahun.