BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Auditing 2.1.1. Pengertian Audit Berikut ini berbagai macam pengertian audit menurut beberapa ahli, yaitu: 1. William F. Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang diterjemahkan oleh Nuri, H (2005:16) yaitu: Auditing adalah suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan perisiwa ekonomis untuk memastikan kriteria serta mengomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Arens, Elder dan Beasley yang diterjemahkan oleh Wibowo, H (2006:4) yaitu: Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. 3. Hall, James A. yang diterjemahkan oleh Fitriasari, D. dan Kwary, D. A. (2007:48) mendefinisikan bahwa, Auditing adalah bentuk dari pembuktian independen yang ahli-auditor yang menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan. Dari tiga pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa auditing merupakan suatu proses pengevaluasian dari informasi yang digunakan untuk mendapatkan bukti secara independen untuk dapat diberikan kesimpulan. 9
2.1.2. Jenis-jenis Auditing Tunggal, A. W. (2008:9) menyatakan bahwa auditing dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Audit laporan keuangan adalah penilaian apakah laporan keuangan yang disusun dengan kriteria yang ditetapkan, seperti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. 2. Audit Operasional (Operational Audit) Audit operasional adalah audit yang dilakukan terhadap kegiatan operasi perusahaan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomis operasi perusahaan. Hasil audit operasional akan digunakan oleh pihak manajemen perusahaan. 3. Audit Ketaatan (Compliance Audit) Audit ketaatan adalah audit yang dimaksudkan untuk menilai apakah prosedur tertentu, aturan, regulasi yang ditetapkan oleh otorisasi lebih tinggi ditaati dan diikuti. 2.2. Audit Operasional 2.2.1. Pengertian Audit Operasional Di dalam penelitian ini, penulis ingin memperluas arti dari operasional itu sendiri. Karena saat ini audit operasional bukan hanya mencakup produksi, penjualan, dan pembelian saja melainkan mencakup dari program atau aktivitas lain yang dilakukan oleh perusahaan yang dapat dinilai tingkat ekonomis, efektifitas, dan efisiensinya. 10
Pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli mengenai audit operasional yaitu sebagai berikut: sebagai berikut: Menurut Bayangkara, IBK. (2008:2) mendefinisikan audit manajemen Audit manajemen adalah rancangan secara sistematis untuk mengaudit aktivitas-aktivitas, program-program yang diselenggarakan, atau sebagian dari entitas yang bisa diaudit untuk menilai dan melaporkan apakah sumber daya dan dana telah digunakan secara efisien, serta apakah tujuan dari program dan aktivitas yang telah direncanakan dapat tercapai dan tidak melanggar ketentuan aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan. Menurut Tunggal, A.W. (2008:11) menyatakan, Audit Operasional merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi, dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan manajemen. Sedangkan Whittington and Pany (2001) menjelaskan, Operational audit refers to a comperhensive examination of an operating unit or a complete organization to evaluate its systems, controls, and performance, as measured by management s objectives. (p. 783). Berdasarkan tiga pengertian dari para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa audit operasional merupakan suatu proses sistematis yang digunakan untuk menilai tingkat ekonomis, efiensi, dan efektifitas suatu program dari organisasi maupun perusahaan yang bertujuan untuk memberikan rekomendasi perbaikan. 2.2.2. Jenis-jenis Audit Operasional Menurut pendapat Tunggal, A.W. (2008:28) jenis audit operasional dibagi menjadi tiga yaitu: 11
1. Audit Fungsional Audit operasional berkaitan dengan sebuah fungsi atau lebih dalam suatu organisasi, misalnya fungsi pemasaran, fungsi pembayaran, fungsi penggajian suatu divisi atau untuk perusahaan secara keseluruhan. 2. Audit Organisasional Audit operasional atas suatu organisasi yang mencakup keseluruhan unitnya seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan yang tujuannya adalah untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektifitas yang saling berinteraksi. 3. Audit Penugasan Khusus Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Audit ini dapat terjadi sewaktu-waktu, dapat pula dalam suatu pelaksanaan audit operasional secara fungsional maupun organisasional, pemeriksa diminta untuk melakukan audit operasional yang bersifat khusus. 2.2.3. Tujuan Audit Operasional Tunggal, A.W. (2008) menyatakan beberapa tujuan dari audit operasional yaitu: 1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dalam setiap unsur oleh auditor operasional dan memberikan saran rekomendasi perbaikan dari operasi yang bersangkutan. 2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien. 12
3. Untuk mengusulkan kepada manajemen strategi untuk mencapai tujuan apabila organisasi kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien. 4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari sebuah pengelolaan. 5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase dari aktivitas usaha yang merupakan dasar pelayanan kepada manajemen. 6. Dapat membantu manajemen pada setiap tingkat pelaksanaan yang efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka. 2.2.4. Manfaat Audit Operasional Menurut Tunggal, A.W (2008), manfaat dari audit operasional adalah: a. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan. b. Membantu pihak manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporanlaporan, dan pengendalian. c. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan menejerial yang ditetapkan rencana-rencana, prosedur, serta persyaratan peraturan pemerintah. d. Mengidentifikasikan area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil. e. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan. f. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan. 13
g. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan. 2.2.5. Karakteristik Audit Operasional Audit operasional tentu berbeda dengan jenis audit lainnya dan memiliki karakteristik tertentu yang menjadi ciri khasnya. Amin Widjaja Tunggal (2008:37) mengemukakan karakteristik dari audit operasional, yaitu: 1. Audit operasional adalah prosedur yang bersifat investigatif 2. Mencakup semua aspek perusahaan, unit atau fungsi 3. Yang diaudit adalah seluruh perusahaan, atau salah satu unitnya (bagian penjualan, bagian perencanaan produksi dan sebagainya), atau suatu fungsi, atau salah satu sub-klasifikasinya (pengendalian persediaan, sistem pelaporan, pembinaan pegawai dan sebagainya) 4. Penelitian dipusatkan pada prestasi atau keefektifan dari perusahaan/unit/fungsi yang diaudit dalam menjalankan misi, tanggung jawab, atau tugasnya 5. Pengukuran terhadap keefektifan didasarka pada bukti/data standar 6. Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada pimpinan tentang efektif-tidaknya perusahaan, suatu unit, atau suatu fungsi. Diagnosis tentang permasalahan dan penyebabnya, dan rekomendasitentang langkah-langkah korektifnya merupakan tujuan tambahan. 2.2.6. Prosedur Audit Operasional Prosedur audit secara umum yang dilakukan dalam suatu audit operasional tidak seluas audit prosedur yang dilakukan dalam suatu general (financial) audit, karena ditekankan pada evaluasi terhadap kegiatan operasi perusahaan. Menurut Soekrisno Agoes (2008:10) dalam bukunya Auditing, mengemukakan audit prosedur yang dilakukan mencakup: 14
1. Analitical Review Procedures. Yaitu dengan membandingkan laporan keuangan periode berjalan dengan periode yang lalu, budget dengan realisasinya serta analisis rasio. 2. Evaluasi atas Management Control System. Evaluasi atas management control system yang terdapat di perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah terdapat sistem pengendalian manajemen dan pengendalian internal yang memadai dalam perusahaan, untuk menjamin keamanan harta perusahaan, dapat dipercayainya data keuangan dan mencegah terjadinya pemborosan dan kecurangan. 3. Compliance Test. Compliance test dilakukan untuk menilai efektivitas dari pengendalian intern dan sistem pengendalian manajemen dengan melakukan pemeriksaan secara sampling atas bukti-bukti pembukuan, sehingga bisa diketahui apakah transaksi bisnis perusahaan dan pencatatan akuntansinya sudah dilakukan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan manajemen perusahaan. 2.2.7. Tahapan Audit Operasional Menurut Bhayangkara, IBK (2008) ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam audit operasional. Secara garis besar dikelompokkan menjadi lima tahapan, yaitu: a) Survei Pendahuluan Survei pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi latar belakang terhadap objek yang diaudit. Pada audit ini juga dilakukan pembahasan terhadap peraturan, ketentuan, dan kebijakan berkaitan dengan aktivitas yang diaudit, serta menganalisis berbagai informasi yang diperoleh untuk mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi 15
mengandung kelemahan dalam perusahaan yang diaudit. Dalam tahapan audit pendahuluan ini, auditor dapat menentukan beberapa tujuan audit sementara. b) Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen Pada tahapan ini auditor melakukan review dan pengujian terhadap pengendalian manajemen objek audit, dengan tujuan untuk menilai efektivitas pengendalian manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dari hasil pengujian yang dilakukan ini, dapat mendukung tujuan audit sementara tersebut menjadi audit yang sesungguhnya, atau mungkin dapat juga menggugurkan beberapa tujuan audit sementara karena tidak cukup bukti-bukti untuk mendukung tujuan audit tersebut. c) Audit Terinci Pada tahap ini, auditor mengumpulkan bukti yang cukup dan kompeten untuk mendukung tujuan audit yang telah ditentukan. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan pengembangan terhadap temuan, untuk mencari keterkaitan antara temuan satu dengan temuan yang lainnya dalam menguji permasalahan yang berkaitan dengan tujuan audit. Temuan yang cukup, relevan, dan kompeten dalam tahap ini disajikan dalam suatu kertas kerja audit (KKA) untuk mendukung kesimpulan audit yang dibuat dan rekomendasi yang diberikan. d) Pelaporan Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi yang diberikan. Laporan disajikan dalam bentuk komperhensif dan rekomendasi harus disajikan dalam bahasa 16
operasional yang mudah dimengerti sehingga menarik untuk dapat ditindak lanjuti. e) Tindak Lanjut Tahap terakhir dalam proses audit manajemen ini bertujuan untuk mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk melaksanakan tindak lanjut (perbaikan) sesuai dengan rekomendasi yang diberikan. Namun, auditor tidak dapat memaksakan manajemen untuk menindak lanjuti perbaikan tersebut. Oleh karena itu, rekomendasi yang disajikan dalam laporan audit seharusnya sudah merupakan hasil diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan tindakan perbaikan tersebut. Hasil audit akan menjadi kurang bermakna apabila rekomendasi yang diberikan tidak ditindak lanjuti oleh pihak yang diaudit. 2.2.8. Ruang Lingkup dan Tujuan Audit Operasional Menurut Bhayangkara, IBK (2008) ruang lingkup audit operasional meliputi seluruh aspek kegiatan operasional. Sedangkan yang menjadi sasaran dalam audit operasional adalah kegiatan, aktivitas, program, dan bidang-bidang dalam perusahaan yang diketahui masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan dari segi ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas. Ada tiga elemen pokok dalam tujuan audit: 1. Kriteria Kriteria merupakan standar (pedoman, norma) bagi setiap individu/kelompok di dalam perusahaan dalam melakukan aktivitasnya. 17
2. Penyebab Penyebab merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Penyebab dapat bersifat positif, program berjalan dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi, atau sebaliknya bersifat negatif, program berjalan dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. 3. Akibat Akibat merupakan perbandingan antara penyebab dengan kriteria yang berhubungan dengan penyebab tersebut. Akibat negatif menunjukkan program berjalan dengan tingkat pencapaian yang lebih rendah dari kriteria yang ditetapkan. Sedangkan akibat positif menunjukkan bahwa program telah terselenggara secara baik dengan tingkat pencapaian yang lebih tinggi dari kriteria yang ditetapkan. 2.3. Pengendalian Intern 2.3.1. Definisi Pengendalian Intern Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2001:319.2), pengertian pengendalian intern adalah sebagai berikut: Suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) kendala pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. 18
2.3.2. Tujuan Sistem Pengendalian Intern Menurut Mulyadi dalam Sistem Akuntansi (2001:163), tujuan pengendalian intern adalah: a. Menjaga kekayaan organisasi b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi c. Mendorong efisiensi d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah diterapkan 2.3.3. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Mengacu pada COSO (Committee of Sponsoring Organizations) yang dikutip oleh Boynton et al (2003), lima unsur pengendalian intern adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Pengendalian Faktor-faktor yang membentuk lingkungan pengendalian adalah: (a) integritas dan nilai etika, (b) komitmen terhadap kompetensi, (c) dewan direksi dan komite audit, (d) filosofi dan gaya operasi manajemen, (e) struktur organisasi, (f) penetapan wewenang dan tanggung jawab, dan (g) kebijakan dan praktik SDM. 2. Penilaian Resiko Penilaian resiko merupakan pengidentifikasian resiko-resiko yang mungkin dapat dihadapi oleh perusahaan yang relevan terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Setelah resiko diidentifikasi, maka manajemen dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk meminimalisir resiko tersebut. 19
3. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa perintah manajemen mengenai tindakan yang diperlukan berkenaan dengan resiko telah dilaksanakan. Prosedurprosedur tersebut mencakup: (a) pegawai yang kompeten dan perputaran tugas, (b) pemisahan tugas dan tanggung jawab untuk operasi yang berkaitan, dan (c) review kinerja. 4. Pemantauan Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan mengidentifikasi dimana letak kelemahannya dan memperbaiki efektivitas pengendalian tersebut. Sistem pengendalian intern dapat dipantau secara rutin atau melalui evaluasi khusus. Pemantauan rutin bisa dilakukan dengan mengamati perilaku karyawan, sedangkan pemantauan melalui evaluasi khusus sering terjadi perubahan-perubahan besar dalam hal strategi, manajemen, dan struktur organisasi. 5. Informasi dan Komunikasi Informasi mengenai lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, dan pemantauan diperlukan oleh manajemen untuk mengarahkan operasi dan memastikan terpenuhinya peraturanperaturan yang berlaku. Informasi tersebut kemudian harus dikomunikasikan kepada semua pihak yang terkait dalam perusahaan. 20
2.3.4. Hubungan Antara Pengendalian Internal dengan Audit Operasional Menurut Hery (2011), Hubungan antara audit operasional dengan sistem pengendalian internal adalah sistem pengendalian internal dibentuk untuk membantu mencapai sasaran perusahaan, begitu juga sejalan dengan tujuan kegiatan audit operasional, dan yang menjadi sasaran penting antara keduanya adalah pencapaian efektivitas, efisiensi, dan ekonomisasi. 2.4. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan 2.4.1. Pengertian Program Kemitraan Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dan menengah (UKM) agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Tujuan dari pelaksanaan Program Kemitraan adalah mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dan terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha sehingga usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri. Dengan berkembangnya usaha kecil yang dibina oleh BUMN Pembina, diharapkan dapat memberikan efek berupa peningkatan taraf hidup masyarakat serta mendorong tumbuhnya kemitraan antara BUMN Pembina dengan usaha kecil yang berada di lingkungan operasional perusahaan. 21
2.4.2. Pengertian Program Bina Lingkungan Bina lingkungan menciptakan kemajuan ekonomi dan sosial terutama kepada usaha mikro, kecil dan koperasi dengan tujuan agar kelompok usaha yang bersangkutan mampu berperan menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh, sehat dan mandiri sehingga mampu mengakses pasar lebih besar. Program Bina Lingkungan ini ditujukan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan. Cakupan kegiatan Program Bina Lingkungan meliputi pemberian bantuan untuk bencana alam, bantuan pendidikan dan pelatihan, bantuan prasarana umum, bantuan kesehatan masyarakat, bantuan sarana ibadah serta bantuan pelestarian alam. 2.4.3. Sasaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Sasaran dari dilaksanakannya Program Kemitraan dan Bina Lingkungan ini antara lain : a) Tercapainya pengelolaan dana program kemitraan dan bina lingkungan secara tepat waktu dan tepat sasaran. b) Tercapainya penyaluran dana program kemitraan dan bina lingkungan kepada usaha kecil secara tepat waktu, tepat sasaran dan tepat pembinaan. c) Tercapainya penggunaan dana program kemitraan dan bina lingkungan kepada usaha kecil secara tepat waktu, tepat sasaran dan tepat pembinaan. d) Berkembangnya usaha Mitra Binaan. 22
2.5. Pengertian Umum Corporate Social Responsibility Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. 2.6. Pengertian Umum Community Development Community development didefinisikan sebagai upaya sistematik meningkatkan kemampuan masyarakat, terutama kelompok-kelompok paling tidak beruntung dalam pemenuhan kebutuhan berdasar potensi seluruh sumber daya yang dapat diaksesnya. Alyson Warhurst berpendapat bahwa hubungan CSR dan masyarakat terwujud dalam empat hal utama, yaitu: community development, pengikutsertaan (pemrioritasan) kesempatan kerja dan usaha, pembiayaan sesuai kerangka legal, dan tanggapan atas harapan kelompok kepentingan. Dari pengkategorian Warhust diatas, memperjelas bahwa community development merupakan salah satu komponen sangat penting bagi Corporate Social Responsibility. 2.7. Keterkaitan Antara Corporate Social Responsibility dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan merupakan salah satu bagian dari Corporate Social Responsibility, tetapi didalam Corporate Social Responsibility tidak hanya berhenti sampai dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan 23
melainkan terdapat satu bagian lagi yang membantu dalam kinerja Corporate Social Responsibility yaitu Community Relation (CS). Salah satu karakteristik utama Corporate Social Responsibility adalah melampaui kepatuhan terhadap hukum (beyond compliance). Program Kemitraan dan Bina Lingkungan mempunyai fokus pada community development, sedangkan Corporate Social Responsibility lebih luas cakupannya. Artinya, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan merupakan bagian dari Corporate Social Responsibility. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah bagian dari compliance to laws and regulations, sedangkan Corporate Social Responsibility adalah beyond compliance. 2.8. Standar Pelaporan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan merupakan wujud implementasi Corporate Social Responsibility oleh BUMN. Sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 dan Keputusan Menteri BUMN nomor KEP- 100/MBU/2002 mewajibkan BUMN untuk melaporkan implementasi kegiatan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam laporan berkala atau Annual Report diantaranya: 1. Laporan Triwulan 2. Laporan Tahunan 3. Laporan Rencana Kerja dan Anggaran Penyusunan Laporan Keuangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan merujuk pada Pedoman Akuntansi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian Negara BUMN yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan Standar Akuntansi Keuangan 24
(SAK) Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba (PSAK 45 Revisi 2011) sehingga lebih Accountable dan Auditable serta dapat langsung di laporkan secara online melalui Laporan Portal Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian Negara BUMN berbasis Internet. 2.9. Ekonomisasi, Efisiensi, Dan Efektivitas Menurut Bhayangkara, IBK (2008) ekonomisasi adalah ukuran input yang digunakan dalam berbagai program yang dikelola. Artinya, jika perusahaan mampu memperoleh sumber daya yang akan digunakan dalam operasi dengan pengorbanan yang paling kecil, ini berarti perusahaan telah mampu memperoleh sumber daya tersebut dengan cara yang ekonomis. Sedangkan efisiensi berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Sementara efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan dari program yang telah dilaksanakan. Sukrisno Agoes (2008) dalam bukunya menyebtkan definisi dari efektif, efisien, dan ekonomis adalah sebagai berikut: 1. Jika suatu goal, objective, program dapat tercapai dalam batas waktu yang ditargetkan, maka hal tersebut disebut efektif. 2. Jika dengan biaya (input) yang sama bisa dicapai hasil (output) yang lebih besar, maka hal tersebut disebut efisien. 3. Jika suatu hasil (output) bisa diperoleh dengan biaya (input) yang lebih kecil atau murah, dengan mutu output yang sama, maka hal tersebut dapat disebut ekonomis. 25
Menurut Syarifuddin (2008) mengatakan bahwa, Efisiensi digunakan untuk menilai sebaik apakah pemakaian sumber daya suatu organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan efektivitas digunakan untuk menilai seberapa baik kebijakan-kebijakan organisasi tersebut untuk mencapai tujuan. Efisiensi dan efektivitas merupakan dua hal yang saling berkaitan erat satu dengan lainnya, bisa saja suatu kebijakan organisasi itu sangat efisien akan tetapi tidak efektif begitupun sebaliknya. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka pada dasarnya pengertian efektifitas secara umum adalah berorientasi pada hasil. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih kepada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya. 2.10. Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan terlebih dahulu namun dengan objek penelitian yang berbeda: Penelitian dilakukan oleh Sri Indarti (2012) dengan tujuan untuk mengetahui pertentangan antara dua hal yang berkepentingan antara kewajiban BUMN menyisihkan sebahagian keuntungannya (1-2%) untuk program Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial) berupa penyaluran dana yang disebut dengan PKBL (Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan) kepada pengusahapengusaha kecil sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai salah satu tanggung jawab BUMN terhadap masyarakat, namun di sisi lain masih banyak kendala dari pengusaha-pengusaha kecil tersebut dalam pengembalian dana tersebut yang mengakibatkan penunggakan dalam pengembalian, sehingga dana tersebut tidak bergulir sebagaimana yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan pada PT Jasa Raharja (Persero) cabang Provinsi Riau sebagai salah satu BUMN yang menjalankan PKBL dengan asumsi pola yang 26
sama disemua BUMN yang ada di Provinsi Riau berdasarkan penelitian sebelumnya, dengan menggunakan data sekunder, dan analisis data secara deskriptif. Hasil temuan menunjukkan bahwa selama 21 (dua puluh satu) tahun sejak 1992-2012 program PKBL dijalankan PT Jasa Raharja (Persero) ditemukan tunggakan sebesar 53,47% yang disebabkan oleh beberapa hal antara lain: perilaku mitra binaan yang menggunakan dana bukan untuk usaha; mitra binaan dengan tempat usaha yang tidak tetap; pembinaan dan penagihan tidak secara rutin; informasi yang kurang tentang ketentuan-ketentuan terhadap pengembalian; serta mitra binaan tidak mempunyai motivasi untuk mengembangkan usaha. Dari temuan tersebut terlihat adanya kesenjangan antara pengorbanan yang dilakukan BUMN dengan sasaran yang diharapkan dari pengembangan UMKM dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan pengembangan entrepreneurship yang belum sepenuhnya bisa berjalan dengan optimal, perlu pembenahan terhadap sasaran dan manajemen dari program PKBL mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi pelaksanaannya yang melibatkan semua pihak (Pemerintah, BUMN, dan UMKM). Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Devi Yunis (2013) bertujuan untuk memahami dan menganalisa mengenai pinjaman berupa kredit oleh PT X ditinjau dari ketentuan UU Perbankan serta mngenalisa akibat yang ditimbulkan terhadap pemberian pinjaman berupa kredit bagi pihak perbankan, dimana pelaksanaan pemberian kredit ini tanpa melibatkan pihak bank sebagai lembaga keuangan yang diamanatkan dalam ketentuan dalam Undang-Undang dalam melaksanakan pemberian kredit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif, kemudian mengambil 27
dokumen dari PT X mengenai pelaksanaan PKBL dan sumber terkait lainnya. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pinjaman berupa kredit yang diberikan oleh PT X sebagaimana ditentukan oleh proposal resmi PKBL, tidak sesuai dengan ketentuan resmi Undang-Undang Perbankan. Penyaluran dana program kemitraan yang berdasarkan perjanjian kredit tanpa melibatkan pihak bank, maka dapat merugikan bank. 28