BAB I PENDAHULUAN. Kajian lembaga..., Mira Ayu Raditya, FHUI, Penerbit FHUI, 2002), hal. 1.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR PUSTAKA. BUKU Achmad, Ichsan. Hukum Perdata I B. Jakarta: PT Pembimbing Masa

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. penyaluran kredit pada segmen corporate dan commercial kepada debitur yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

74 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan ini dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. kesinambungan pembiayaan perolehan rumah melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia perbankan sangat pesat setelah terjadi deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No.10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

PENGUATAN IKNB MELALUI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERUMAHAN BERBASIS PASAR MODAL. Tim Riset SMF

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

STIE DEWANTARA Manajemen Bank

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

Pengantar sekuritisasi di Indonesia

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. satunya adalah penyaluran kredit guna untuk meningkatkan taraf hidup rakyat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB I PENDAHULUAN. jasa perbankan atau keuangan. Dalam hal ini, perbankan merupakan inti dari

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam sektor ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun

BAB I PENDAHULUAN. penting sebagai lembaga keuangan. Kegiatan-kegiatan dunia usaha, baik di sektor

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan pemukiman tidak dapat hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 Dalam arahan GBHN dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) dinyatakan bahwa terwujudnya kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberikan perhatian utama pada terpenuhinya kebutuhan papan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Sedangkan sasaran yang tertuang dalam Propenas adalah mendukung pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau termasuk peningkatan pelayanan prasarana dan sarana permukiman, melalui peningkatan kecukupan sistem penyediaan lahan, sistem pembiayaan, dan peningkatan kapasitas kelembagaan dalam penyelenggaraannya. 2 Perumahan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, merupakan salah satu bentuk kebutuhan primer sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penyediaan dan pembangunan perumahan merupakan sektor pelayanan umum masyarakat (public services) yang sangat vital sifatnya. Oleh karena itu, permasalahan yang timbul di seputar penyediaan dan 1 Arie S. Hutagalung (a), Condominium dan Permasalahannya, Cet.2. (Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2002), hal. 1. 2 Diskusi Sehari Persiapan Pelaksanaan Program Pengembangan Satu Juta Rumah, <http://www.pu.go.id/ditjen_mukim/htm/pp_1jutarmh.htm>, 23 Oktober 2003. Kajian lembaga..., Mira Ayu Raditya, FHUI, 2009

2 pembangunan perumahan tersebut tetap menjadi topik pemikiran dan pembahasan yang penting seiring dengan bertambahnya waktu. Dengan berdasarkan pada sifatnya yang sangat vital serta tambahan kebutuhan rumah akibat pertambahan penduduk, maka dibutuhkan peran serta dari seluruh pihak yang terkait dengan pembangunan perumahan tersebut, mulai dari pemerintah sendiri, pihak pengembang selaku pihak yang membangun perumahan, serta masyarakat yang membutuhkan rumah, serta satu pihak lagi yang mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya, yakni bank yang turut memberikan fasilitas pembiayaan pembangunan perumahan (kredit konstruksi) bagi pengembang dan pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (selanjutnya disebut KPR ) bagi masyarakat. Penyedian fasilitas KPR adalah hal yang penting, hal ini disebabkan karena hanya sebagian kecil masyarakat yang mampu membeli rumah secara tunai. Sebagai gambaran, biasanya dalam suatu proyek perumahan, yang terjual dengan pembayaran tunai hanya sekitar 10% dari rumah yang dibangun dan sisanya dibiayai melalui KPR. Melalui sistem KPR ini seorang pembeli dapat memperoleh rumah berikut hak atas tanah tempat rumah tersebut berdiri dengan cara pembayaran melalui angsuran. Dengan demikian, pembeli tidak harus menunggu sampai memiliki kondisi finansial yang cukup untuk memperoleh tempat tinggal. Selain bank umum, penyediaan fasilitas KPR juga dilakukan oleh perusahaan pembiayaan dan Bank Perkreditan Rakyat (selanjutnya disebut Penerbit KPR ) Sistem KPR biasanya menggunakan jaminan untuk menjamin kepastian pengembalian kredit kepada Penerbit KPR. Nilai agunan tersebut tentunya harus sepadan dengan jumlah kredit yang diberikan oleh pihak bank. Persyaratan mengenai agunan ini merupakan sebuah masalah tersendiri bagi pihak nasabah KPR karena sebagian besar nasabah KPR tidak memiliki agunan yang sepadan dengan nilai kredit yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu dalam Undang- Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut UU Hak Tanggungan ), diatur bahwa nasabah KPR dapat menjaminkan rumah dan tanah yang dibiayai melalui sistem KPR tersebut dengan menggunakan lembaga jaminan hak tanggungan kepada Penerbit KPR.

3 Dengan adanya jaminan pelunasan kredit ini, maka kedudukan pihak Penerbit KPR menjadi terlindungi, sebab dengan diletakkannya hak tanggungan di atas tanah berikut rumah diatasnya tersebut, kelak apabila nasabah KPR tidak dapat melunasi kredit rumah, maka Penerbit KPR dapat mensita kemudian melelang tanah berikut rumah diatasnya yang sudah dilekati hak tanggungan sebagai kompensasi/penggantinya. Pertumbuhan KPR yang pesat di satu pihak menciptakan peluang dan optimisme bagi dunia perbankan untuk membiayainya, namun permasalahan yang kemudian timbul menurut pendapat Marzuki Usman yang dijelaskan kembali oleh Prof. Arie S. Hutagalung, SH. MLI adalah pemilikan rumah melalui fasilitas KPR dirasakan kurang berkembang, yang antara lain disebabkan oleh beberapa kendala utama, yaitu: 3 1. Risiko pendanaan (Funding Risk); 2. Ketidakcukupan modal (Capital Inadequacy); 3. Tingkat bunga riil yang tinggi (High real Interest Rate); 4. Risiko kredit (Credit Risk); 5. Persaingan dengan pihak yang mendapat subsidi (Subsidized Competition). Risiko pendanaan atau funding risk yang dihadapi sektor perbankan mencakup dua unsur utama, yaitu resiko likuiditas dan risiko tingkat bunga. Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan karena adanya ketidaksesuaian dalam jatuh tempo (maturities mismatch) antara pembiayaan untuk pinjaman perumahan dengan sumber-sumber dananya, sebab jangka waktu kredit pemilikan rumah pada umumnya berbentuk kredit jangka panjang yang masa jatuh tempo pembayarannya antara 10 tahun hingga 30 tahun, sedangkan di lain sisi sumber dana yang digunakan oleh bank dalam pembiayaan KPR adalah dana jangka pendek seperti tabungan, deposito, dan giro. Akibat ketidak seimbangan struktur ini maka bank enggan membiayai KPR. Mengenai risiko tingkat bunga, perbankan dihadapkan juga kepada kemungkinan perubahan tingkat bunga yang disebabkan oleh gejolak pasar atau kebijaksanaan pemerintah, seperti halnya yang terjadi pada masa kebijaksanaan 3 Arie S. Hutagalung (b), Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hal..351.

4 uang ketat dalam tahun 1991. Pada umumnya pinjaman untuk perumahan mempunyai tingkat bunga tetap, sementara umumnya dana yang diperoleh memakai tingkat bunga mengambang (floating). Ketidakcukupan modal (Capital Inadequacy) merupakan masalah umum yang dihadapi dunia perbankan. Pengalokasian dana di lembaga perbankan bukan hanya untuk KPR saja, tetapi juga berbagai jenis kredit lainnya, oleh sebab itu faktor kesulitan tentang ketidak-cukupan modal tentunya akan sangat berpengaruh untuk kredit perumahan. Kendala tingkat bunga riil yang tinggi di semua lembaga perbankan mengakibatkan berkurangnya kesempatan anggota masarakat untuk memperoleh KPR. Telah kita ketahui bersama, bahwa sebagian besar dari anggota masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak mampu membeli rumah secara tunai. Adanya resiko kredit yang tidak pasti, disebabkan adanya kredit macet yang pelaksanaan eksekusi dan administrasinya mengalami proses yang berbelitbelit, tidak efisien, dan tambahan biaya yang tinggi. Hal ini berkaitan erat dengan masalah kekuatan dan kepastian hukum. Kompetisi antar lembaga perbankan pun dapat berdampak kurang sehat, karena ada bank yang memperoleh subsidi ada pula yang tidak. Tidak hanya itu, pihak bank dalam mencari sumber dana KPR tidak lagi dapat mengandalkan subsidi pemerintah karena dampak subsidi ini dapat berimbas terhadap ekonomi makro. Apalagi sumber dana yang diberikan oleh pemerintah adalah merupakan pinjaman luar negeri yang seharusnya digunakan untuk kegiatan usaha produktif. Kelemahan-kelemahan ini akhirnya terbukti secara nyata ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998 dimana pemerintah tidak dapat lagi mengucurkan dana subsidi untuk pembiayaan KPR yang berimbas kepada dilikuidasinya beberapa bank yang menerbitkan KPR akibat kekurangan likuiditas. KPR bersubsidi sendiri telah dihentikan pada tahun 1997 akibat defisitnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (selanjutnya disebut APBN ). Untuk mengatasi kendala-kendala di atas, pemerintah mendirikan suatu Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (selanjutnya disebut PPSP ) yang berfungsi memfasilitasi pembiayaan perumahan di Indonesia berdasarkan pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Pembiayaan

5 Sekunder Perumahan (selanjutnya disebut Perpres No. 19 tahun 2005 ) yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan (selanjutnya disebut Perpres No. 1 tahun 2008 ). PPSP merupakan lembaga keuangan berbentuk perseroan terbatas yang didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang pembiayaan sekunder perumahan. Adapun yang dimaksud dengan Pembiayaan Sekunder Perumahan (selanjutnya disebut PSP ) adalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada kreditor asal dengan melakukan sekuritisasi. Dalam istilah asing PSP dikenal dengan nama Secondary Mortgage Facility (selanjutnya disebut SMF ). Berdasarkan hal tersebut, maka didirikan PT Sarana Multigriya Finansial (selanjutnya disebut PT. SMF ) yang anggaran dasar perseroannya telah mendapatkan pengesahan Menteri Hukum dan HAM dengan keputusan No.C- 20694 HT.0l.0l.TH.2005 tanggal 26 Juli 2005. Dengan adanya PT. SMF, APBN tidak perlu lagi terbebani dengan KPR bersubsidi dan sedikit banyak dapat meringankan APBN tanpa menghilangkan harapan masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah untuk dapat memiliki tempat tinggal. Keuntungan adanya SMF bagi bank pemberi KPR adalah: 4 1. memperbaiki Capital Adequacy Ratio; 2. meniadakan tenor mismatch yaitu jangka waktu pendek sumber pembiayaan (dari deposito-deposito) dan jangka waktu pemberian kredit perumahan yang umumnya adalah untuk jangka panjang; 3. memperoleh dana-dana baru untuk dapat melanjutkan pembiayaan pembelian rumah pada masyarakat yang membutuhkannya; dan 4. memperoleh sumber penghasilan berupa fee untuk bertindak sebagai debt servicer. 4 Kunarti Surya Santoso, Permasalahan Hukum Dalam Mekanisme Sekuritisasi melalui Lembaga SMF, (Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Secondary Mortgage Facility, Jakarta, 10 Mei 2005), hal.2.

6 Konsep SMF ini sebetulnya hanya dikenal di negara-negara yang menganut sistem hukum common law, dan mortgage itu disamakan dengan hak tanggungan. Dalam common law system, mortgage mengandung arti bahwa: Suatu hak tanggungan atas suatu properti untuk menjamin pembayaran suatu utang. Utang tersebut berupa suatu kredit (loan) yang diberikan oleh pemberi kredit (lenders) kepada pembeli properti tersebut. Apabila pembeli properti tersebut (disebut mortgagor) ingkar janji untuk membayar kreditnya kepada pemberi kredit (disebut morgagee) atau pihak yang dijamin dengan mortgage, maka pemberi kredit mempunyai hak untuk menagih kredit dan menyita properti tersebut untuk memastikan pelunasan kredit tersebut 5. Sedangkan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yan berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun. 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA ), berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. 6 Implementasi pembiayaan sekunder perumahan merupakan kegiatan lintas sektoral antar lembaga keuangan yang harus diantisipasi untuk mencegah terjadinya krisis kredit macet (non performing loan) di kemudian hari. Lembaga keuangan hendaknya memperhatikan tata kelola perusahaan (good corporate governance), prinsip kehati-hatian dan mengcover resiko dengan asuransi kredit dan pranata hukum jaminan. Menilik kegagalan perbankan dalam krisis di tahun 1998 ditambah fenomena krisis kredit perumahan di Amerika (subprime mortgage 5 Dexter Senft. Introduction to Mortgage dalam: Frank J. Fabozzi (ed). The Handbook of Mortgage Backed Securities. Chicago, Illinois: Probs Publishing Co., 1992, hal. 9, sebagaimana dikutip dalam Makalah Sutan Remy Sjahdeini, Secondary Mortgage dan Aspek Hukumnya, Seminar mengenai Alternatif Pendanaan untuk Industri Real Estate, Jakarta, 3 Mei 1994, hal.2. 6 Indonesia (a), Undang-undang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, UU. No. 4, L.N No. 42 Thn. 1996, T.L.N. No. 3632, ps.1 angka 1.

7 case), sepatutnya Indonesia bersikap hati-hati (prudent) dalam menerapkan model pembiayaan yang baru seperti SMF. 7 Mekanisme pelaksanaan SMF dimulai dari pemberian KPR oleh Penerbit KPR kepada nasabahnya dengan jaminan hak tanggungan atas rumah dan tanah yang dibeli oleh nasabah melalui KPR tersebut. Tagihan KPR beserta jaminan hak tanggungan yang dimiliki Penerbit KPR disebut kumpulan aset keuangan yang nanti akan dibeli oleh PT. SMF untuk diterbitkan Efek Beragun Aset (selanjutnya disebut EBA ) yang kemudian dijual kepada investor, sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) Perpres No. 1 tahun 2008. Proses ini tentunya baru dapat berlangsung setelah terjadi pengalihan hak tanggungan dari Penerbit KPR kepada PT. SMF. EBA dapat berbentuk surat utang atau surat partisipasi. Dalam hal EBA berbentuk surat utang, PT. SMF menunjuk Special Purpose Vehicle (selanjutnya disebut SPV ) untuk membeli aset keuangan dan menerbitkan surat utang. Sedangkan, apabila EBA berbentuk surat partisipasi, PT. SMF atau wali amanat yang akan membeli kumpulan aset keuangan dari Penerbit KPR dan menerbitkan surat partisipasi. Berdasarkan hal diatas, di dalam pelaksanaannya, SMF melibatkan empat pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1. PPSP sebagai pihak penghimpun dana; 2. Penerbit KPR; 3. Investor; dan 4. Nasabah KPR yang bersangkutan sebagai debitor dari pihak Penerbit KPR Pengelompokan dan pengemasan piutang aset menjadi surat berharga yang dapat dijual kepada investor tersebut dinamakan sekuritisasi aset. Melalui proses sekuritasi, aset keuangan yang dimiliki perusahaan dapat dicairkan menjadi uang kas (fresh money) dengan cepat melalui pasar modal. Selain piutang yang sudah ada dalam neraca juga piutang-piutang yang baru akan ada di kemudian hari dapat disekuritisasikan menjadi uang kas. Dengan demikian sekuritisasi menjadi salah 7 Johannes Ibrahim dan Hassanain Haykal. Fenomena Subprime Mortgage dan Kebijakan Pembiayaan Sekunder Perumahan di Indonesia: Wacana dan Dilema yang Patut diantisipasi. Jurnal Hukum Bisnis (Volume III 2008): 5.

8 satu alternatif untuk menggalang dana bagi perusahaan yang membutuhkan likuiditas melalui proses yang cepat tanpa resiko bunga dan beban. Namun, berdasarkan Pasal 20 Perpres No. 1 tahun 2008, disebutkan bahwa PPSP dapat pula memberikan fasilitas pinjaman kepada Penerbit KPR untuk disalurkan sebagai KPR dengan tata cara dan persyaratan yang ditetapkan PPSP dengan jangka waktu penyaluran fasilitas pinjaman paling lama 15 (lima belas) tahun. Dalam hal ini, PT. SMF tidak membeli tagihan KPR dari Penerbit KPR untuk kemudian dijual kepada investor dalam bentuk EBA sebagaimana dalam sekuritisasi aset. Dalam pemberian fasilitas pinjaman ini PT. SMF membiayai KPR dengan sistem pemberian pinjaman kepada Penerbit KPR. Guna menjamin pembayaran kembali dalam pemberian pinjaman dari PT. SMF kepada Penerbit KPR, Penerbit KPR memberikan jaminan fidusia atas aset keuangan KPR yaitu tagihan/piutang yang akan ada saat ini dan/atau akan ada di kemudian hari yang diperoleh dari penerbitan KPR, termasuk hak tanggungan yang melekat padanya yaitu berupa hak tanggungan atas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek KPR. Dengan demikian akta fidusia atas aset keuangan KPR yang dijaminkan tersebut merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pemberian pinjaman untuk pembiayaan KPR antara PT. SMF sebagai kreditor dan Penerbit KPR sebagai debitor. Oleh karenanya dirasa perlu untuk menelaah perjanjian pemberian pinjaman untuk pembiayaan KPR tersebut serta lembaga-lembaga jaminan yang terkait di dalamnya sehingga para pihak dalam perjanjian dapat memperoleh kepastian hukum dan SMF dapat berfungsi dengan baik dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan bagi rakyat Indonesia. 1.2 POKOK PERMASALAHAN Bertolak dari uraian di atas, maka dapat ditemukan berbagai permasalahan yang bisa diangkat, yaitu: 1. Bagaimana mekanisme pencairan pinjaman untuk pembiayaan KPR dalam rangka pelaksanaan SMF? 2. Apakah eksistensi dua lembaga jaminan yaitu jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia mempengaruhi pelaksanaan eksekusi lembaga jaminan

9 apabila terjadi wanprestasi baik oleh Penerbit KPR sebagai debitor ataupun oleh nasabah KPR? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penelitian ini adalah memberikan gambaran umum dan penjelasan yang rinci serta pengetahuan yang lebih mendalam mengenai eksistensi dua lembaga jaminan dalam perjanjian pemberian pinjaman untuk pembiayaan KPR dalam rangka pelaksanaan SMF yang biasa dilakukan dalam praktek. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana mekanisme pencairan pinjaman untuk pembiayaan KPR dalam rangka pelaksanaan SMF. 2. Mengetahui apakah eksistensi dua lembaga jaminan yaitu jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia mempengaruhi pelaksanaan eksekusi lembaga jaminan apabila terjadi wanprestasi baik oleh Penerbit KPR sebagai debitor ataupun oleh nasabah KPR. Dengan demikian, dapat diketahui solusi apa saja yang dapat diberikan dalam mengatasi permasalahan yuridis tersebut di atas. 1.4 METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogis dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang dikumpulkan. Dalam upaya memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan untuk penyusunan tesis ini, diadakan penelitian berdasarkan suatu metode penelitian. Metode penelitian sebagai bahan penulisan penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif. Adapun tipologi penelitian dari penulisan tesis ini berdasarkan bentuknya adalah deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat suatu keadaan. Keadaan yang digambarkan dalam tesis ini adalah beberapa kendala bagi Penerbit KPR dalam pemberian fasilitas KPR, sehingga pemerintah membentuk

10 PPSP yang dapat memberikan pinjaman untuk pembiayaan KPR kepada Penerbit KPR berdasarkan Perjanjian. Sedangkan berdasarkan tujuannya adalah problem finding, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menemukan masalah, dalam tesis ini masalah yang ditemukan yaitu mengenai mekanisme pencairan pinjaman dan pengaruh eksistensi dua lembaga jaminan yaitu jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia dalam Perjanjian Pemberian Pinjaman untuk Pembiayaan KPR terhadap eksekusi apabila debitor wanprestasi, untuk kemudian menuju problem solution, yaitu penelitian yang bertujuan mengatasi masalah, dimana dalam hal ini kendala yang dihadapi seharusnya dapat diatasi dengan pembentukan undangundang Pembiayaan Sekunder Perumahan yang sekiranya dapat memberikan perlindungan hukum bagi Penerbit KPR, PT. SMF ataupun investor. Penelitian kepustakaan dalam pembuatan penelitian ini dilakukan dengan mengambil dari bahan-bahan tertulis atau bahan pustaka yang ada. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan disebut data sekunder yang ditinjau dari kekuatan mengikatnya terdiri dari: 1. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, yaitu: a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. b. Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. c. Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. d. Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal e. Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. f. Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. 2. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, karya tulis ilmiah, makalah, artikel majalah dan surat kabar tentang SMF, perjanjian, jaminan, fidusia serta hak tanggungan. Pada penelitian ini, metode analisis data akan disajikan dengan metode kualitatif. Dengan demikian, hasil penelitian akan berbentuk deskriptif analitis, yaitu dengan menggambarkan perjanjian pemberian pinjaman untuk pembiayaan

11 KPR dari PT. SMF kepada Penerbit KPR kemudian di analisa berdasarkan teori yang ada. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mendapatkan gambaran yang ringkas dan jelas dari penelitian yang berjudul Kajian Lembaga Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pemberian Pijaman untuk Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam Rangka Pelaksanaan Secondary Mortgage Facility (SMF), maka penelitian ini terbagi menjadi 3 (tiga) Bab, dan tiap-tiap bab dibagi dalam beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan yaitu hal-hal apa saja yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji secara yuridis lembaga jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia dalam perjanjian pemberian pinjaman untuk pembiayaan KPR, kemudian diikuti dengan pokok permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Lembaga Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pemberian Pinjaman untuk Pembiayaan KPR dalam Rangka Pelaksanaan SMF. Dalam bab ini dijelaskan mengenai Tinjauan tentang Perjanjian Pinjam-meminjam, Hak Tanggungan dan Fidusia sebagai Jaminan Hak Kebendaan, SMF sebagai Lembaga Pembiayaan Sekunder Perumahan di Indonesia, Kajian Lembaga Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pemberian Pinjaman untuk pembiayaan KPR dalam rangka pelaksanaan SMF. Bab III Penutup, merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan, serta saran-saran yang diajukan sehubungan dengan pemberian pijaman untuk pembiayaan KPR dalam rangka pelaksanaan SMF.