BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. rancangan APBD yang hanya bisa diimplementasikan apabila sudah disahkan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi daerah, sebagaimana halnya di bidang-bidang lainnya. Usaha untuk

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat dari krisis multidimensi telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total di seluruh aspek kehidupan Bangsa Indonesia. Munculnya reformasi total menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Mardiasmo mengemukakan bahwa : Tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota disebabkan karena adanya intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa lalu yang berakibat pada rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah. Arahan dan kebijakan yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cendrung tidak berkembang, sehingga pemerintah daerah semata-mata dijadikan objek pemerintah pusat untuk memenuhi tujuan peraturan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. 1 Pemberian kewenangan kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota telah diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat. Secara kongkrit pengaturan tersebut dilakukan dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 1 Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama, Yogyakarta : Penerbit Andy Offset, 2002, Halaman : 3 1

2 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Adanya peraturan perundangan ini memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya termasuk juga pengelolaan keuangan daerah. Otonomi yang bermakna pemberian kewenangan bukan hal yang mudah bagi setiap daerah karena daerah harus berupaya menggali potensi yang bisa menghasilkan penerimaan bagi daerah semaksimal mungkin untuk membiayai seluruh kebutuhan daerahnya, bukan lebih banyak mengharapkan bantuan pemerintah pusat. Penerimaan daerah yang harus menjadi tulang punggung pembiayaan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah dan Lain-lain PAD yang sah. Di sisi lain daerah juga harus mampu mengelola seluruh penerimaan yang diperoleh secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Besar kecilnya PAD sangat tergantung pada kemampuan pemerintah daerah dalam menggali seluruh potensi daerah yang dimiliki seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Pemerintah harus mengoptimalkan penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah agar penerimaan daerah yang bersumber dari PAD menjadi tulang punggung pembiayaan daerah. Sebaliknya apabila pemerintah daerah tidak mengoptimalkan penerimaan yang bersumber

3 dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah maka sumber pembiayaan daerah sematamata mengharapkan penerimaan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapat daerah yang sah. Pengelolaan keuangan daerah harus menggunakan pendekatan kinerja yang berorientasi pada output, menggunakan konsep nilai uang (Value for Money). Halim mengemukakan bahwa : Konsep Value for Money menuntut output yang optimal atas pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomis, efisien, dan efektif. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisiensi memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Sedangkan konsep efektivitas memastikan bahwa penyelesaian kegiatan tepat waktu dan dalam batas anggaran yang tersedia. Setiap kegiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat dihilangkan atau mengurangi biaya yang dianggap tidak perlu. 2 Kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu target kinerja tertentu (outcome) dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan biaya yang terendah. Kegiatan operasional organisasi dikatakan efektif apabila penyelesaian kegiatan tepat waktu dan dalam batas anggaran yang tersedia. Kondisi demikian akan menunjukkan bahwa daerah yang bersangkutan telah mencapai suatu tingkat kinerja tertentu dalam pengelolaan keuangan daerahnya. Pengelolaan keuangan daerah baik yang berhubungan dengan upaya memperoleh penerimaan daerah secara optimal maupun penggunaan anggaran operasional daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif (konsep Value for Money) maka 2 Abdul Halim, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta, Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP-YKPN. Halaman : 166

4 daerah yang bersangkutan akan mencapai suatu tingkat kemandirian dan pertumbuhan yang baik. Daerah yang bersangkutan kurang bergantung pada bantuan pemerintah pusat dalam pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di daerahnya. Untuk memastikan bahwa suatu daerah telah mencapai suatu tingkat kinerja dalam pengelolaan keuangannya maka perlu dilakukan pengukuran kinerja dengan menggunana analisis rasio. Menyangkut pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada output dengan menggunakan konsep nilai uang (Value for Money) digunakan analisis 3E yaitu rasio Ekonomis, rasio Efisiensi dan rasio Efektivitas. Sesudah analisis 3E, dilanjutkan dengan analisis untuk mengetahui sejauhmana ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pengelolaan keuangan untuk pembiayaan daerahnya, dilakukan analisis kemandirian dan pertumbuhan dengan menggunakan rasio kemandirian, rasio pertumbuhan, rasio aktivitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). Berkaitan pengukuran kinerja keuangan yang dikemukakan di atas maka penulis telah memperoleh data keuangan daerah Kota Kupang berupa realisasi pendapatan dan belanja, perubahan pendapatan dan belanja selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2007 2011 sebagai berikut :

5 Tabel 1.1. Realisasi Pendapatan dan PAD Kota Kupang Tahun 2007 2011 Tahun Realisasi Pendapatan ( Rp ) Realisasi PAD ( Rp ) Kontribusi PAD terhadap Pendapatan ( % ) 2007 390.850.811.254 30.659.877.526 7,84 2008 417.888.150.841 32.036.713.531 7,67 2009 466.067.766.107 36.204.733.167 7,77 2010 489.371.154.412 36.828.894.454 7,53 2011 518.733.423.677 47.638.336.676 9,18 Sumber : LaporanAPBD Kota Kupang Pada tabel di atas terlihat bahwa realisasi pendapatan daerah Kota Kupang tahun 2007 sebesar Rp 390.850.811.254, dan kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah tersebut hanya sebesar Rp 30.659.877.526 atau 7,84%. Realisasi pendapatan daerah tahun 2008 sebesar Rp 417.888.150.841, dan kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah tersebut hanya sebesar Rp 32.036.713.531 atau 7,67%. Realisasi pendapatan daerah tahun 2009 sebesar Rp 466.067.766.107, dan kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah tersebut hanya sebesar Rp 36.204.733.167 atau 7,77%. Realisasi pendapatan daerah tahun 2010 sebesar Rp 489.371.154.412, dan kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah tersebut hanya sebesar Rp 36.828.894.454 atau 7,53%. Realisasi pendapatan daerah tahun 2011 sebesar Rp 518.733.423.677, dan kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah tersebut hanya sebesar Rp 47.638.336.676 atau 9,18%. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah yang tergolong sangat kecil tersebut tentunya disebabkan karena realisasi pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah juga sangat kecil. Ini berarti pemerintah daerah Kota Kupang belum secara optimal menggali sumber-sumber PAD yang ada

6 dalam wilayah daerahnya, sehingga pembiayaan daerah lebih besar bersumber dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pada grafik berikut ini juga terlihat bahwa grafik PAD membentuk garis lurus, sedangkan grafik pendapatan menunjukkan trend yang cendrung meningkat. Letak grafik PAD sangat jauh dari letak grafik pendapatan yang menunjukkan bahwa kontribusi PAD terhadap total pendapatan sangat kecil. Gambar 1.1 Grafik Kontribusi PAD Terhadap Pendapatan Daerah Kota Kupang Tahun 2007 2011 Selain gambaran pendapatan daerah dan PAD di atas, diperoleh juga data tentang belanja daerah selama tahun 2007 2011 sebagaimana dikemukakan pada tabel berikut : Tabel 1.2 Realisasi dan Perubahan Belanja Kota Kupang, Tahun 2007 2011 Tahun Realisasi Belanja Perubahan Belanja (Dalam Rp) (Dalam Rp) (Dalam %) 2007 335.441.818.746 - - 2008 419.333.438.912 83.891.620.166 25,01 2009 422.915.731.380 3.582.292.468 0,85 2010 452.004.980.406 29.089.249.026 6,88 2011 487.703.138.684 35.698.158.278 7,90 Sumber : LaporanAPBD Kota Kupang

7 Terlihat pada tabel di atas, perubahan realisasi belanja menunjukkan kondisi yang berfluktuasi selama tahun 2007-2011. Pada tahun 2008 perubahan realisasi belanja sebesar 25,01% bila dibanding dengan tahun 2007, tahun 2009 menurun menjadi 0,85% bila dibanding dengan tahun 2008, tahun 2010 kembali meningkat menjadi 6,88% bila dibanding dengan tahun 2009 dan pada tahun 2011 juga meningkat menjadi 7,99% bila dibanding dengan tahun 2010. Pada grafik berikut ini juga terlihat bahwa grafik realisasi belanja cendrung meningkat dari tahun 2007 2011, walaupun grafik jumlah perubahan belanja pada setiap tahun menunjukkan trend yang cendrung berfluktuasi. Apabila dikaitkan dengan grafik PAD maka jumlah belanja daerah terbesar bersumber dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Gambar 1.2 Grafik Kontribusi PAD Terhadap Pendapatan Daerah Kota Kupang Tahun 2007 2011 Berdasarkan kondisi keuangan daerah sebagaimana diuraikan di atas maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian. Alasan yang menjadi motivasi bagi penulis untuk melakukan penelitian ini adalah : 1. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Kupang selama tahun 2007 2011 sebagai sumber utama pembiayaan daerah tergolong sangat kecil.

8 2. Walaupun belum diperoleh data lebih rinci tentang realisasi sumber-sumber PAD, namun dapat diduga bahwa realisasi PAD yang tergolong sangat kecil tersebut disebabkan karena realisasi pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah, juga dipastikan bahwa jumlahnya tergolong sangat kecil. 3. Pemerintah daerah Kota Kupang belum secara optimal menggali sumbersumber PAD yang ada dalam wilayah daerahnya seperti pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah. 4. Pemerintah daerah Kota Kupang belum memperhatikan konsep Value for Money, kemandirian, pertumbuhan, aktivitas, dan Debt Service Coverage (DSC) dalam pengelolaan keuangan daerahnya. Berdasarkan hasil tersebut di atas maka adalah : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Kupang. Melalui penelitian ini dapat diketahui kinerja keuangan daerah Kota Kupang selama tahun 2007 2011 dengan menggunakan konsep Value for Money, kemandirian, pertumbuhan, aktivitas, dan Debt Service Coverage (DSC), serta hubungan antara Value for Money dengan kemandirian, pertumbuhan, aktivitas, dan Debt Service Coverage (DSC).

9 B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah perkembangan realisasi pendapatan dan belanja Kota Kupang selama tahun 2007 2011 menunjukkan kondisi yang cendrung meningkat, walaupun perubahan baik secara absolut maupun relatif menunjukkan kondisi yang berfluktuasi. Kondisi perkembangan tersebut merupakan motivasi bagi penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka mengetahui : a. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Kupang selama tahun 2007 2011 sebagai sumber utama pembiayaan daerah tergolong sangat kecil. b. Realisasi PAD yang tergolong sangat kecil tersebut disebabkan karena realisasi pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah, juga dipastikan bahwa jumlahnya tergolong sangat kecil. c. Pemerintah daerah Kota Kupang belum secara optimal menggali sumbersumber PAD yang ada dalam wilayah daerahnya seperti pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah. d. Pemerintah daerah Kota Kupang belum memperhatikan konsep Value for Money, kemandirian, pertumbuhan, aktivitas, dan Debt Service Coverage (DSC) dalam pengelolaan keuangan daerahnya.

10 2. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada kajian kinerja keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011 untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada output dengan menggunakan konsep nilai uang (Value for Money) dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat dalam pengelolaan keuangan untuk pembiayaan daerahnya. C. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat pengelolaan keuangan daerah dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada output dengan menggunakan konsep nilai uang (Value for Money) selama tahun 2007 2011 berdasarkan analisis 3E yaitu rasio Ekonomis, rasio Efisiensi dan rasio Efektivitas?. 2. Bagaimana tingkat kemandirian dan pertumbuhan keuangan daerah Kota Kupang selama tahun 2007 2011 berdasarkan analisis rasio kemandirian, rasio pertumbuhan, rasio aktivitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR)? 3. Bagaimana kinerja keuangan daerah Kota Kupang tahun 2009 2011 berdasarkan analisis Value for Money, analisis kemandirian, pertumbuhan, aktivitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR)?

11 4. Apakah terdapat hubungan antara Value for Money dengan rasio kemandirian keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. 5. Apakah terdapat hubungan antara Value for Money dengan rasio pertumbuhan keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. 6. Apakah terdapat hubungan antara Value for Money dengan rasio aktivitas keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. 7. Apakah terdapat hubungan antara Value for Money dengan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. D. Tujuan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tingkat pengelolaan keuangan daerah dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada output dengan menggunakan konsep nilai uang (Value for Money) selama tahun 2007 2011 berdasarkan analisis 3E yaitu rasio Ekonomis, rasio Efisiensi dan rasio Efektivitas. 2. Untuk mengetahui tingkat kemandirian dan pertumbuhan keuangan daerah Kota Kupang selama tahun 2007 2011 berdasarkan analisis rasio kemandirian, rasio pertumbuhan, rasio aktivitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). 3. Untuk mengetahui kinerja keuangan daerah Kota Kupang tahun 2009 2011 berdasarkan analisis Value for Money, analisis Kemandirian, Pertumbuhan, Aktivitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR).

12 4. Untuk mengetahui hubungan antara Value for Money dengan rasio kemandirian keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. 5. Untuk mengetahui hubungan antara Value for Money dengan rasio pertumbuhan keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. 6. Untuk mengetahui hubungan antara Value for Money dengan rasio aktivitas keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. 7. Untuk mengetahui hubungan antara Value for Money dengan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) keuangan daerah Kota Kupang tahun 2007 2011?. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini untuk pihak-pihak yang berkepentingan adalah : 1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian berikutnya yang berkaitan dengan kinerja keuangan daerah. 2. Bagi pemerintah Kota Kupang, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kinerja keuangan daerah yang telah dicapai pemerintah daerah Kota Kupang dalam rangka perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah serta kebijakan yang perlu dibuat pada tahun anggaran berikutnya. F. Sistematika Penulisan Penulisan ini terdiri dari 6 (enam) bab dengan uraian pada masing-masing bab sebagai berikut :

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangi penelitian memuat pikiran peneliti tentang pelaksanaan otonomi, pengelolaan keuangan daerah, kinerja keuangan daerah, fenomena yang berkaitan dengan keuangan daerah Kota Kupang dan motivasi peneliti untuk melakukan penelitian, Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dikemukakan dalam latar belakang penelitian. B. Merumuskan manfaat dari penelitian ini baik bagi akademisi maupun bagi pemerintah Kota Kupang. C. Memuat sistematika penulisan D. Merumuskan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian. BAB II KERANGKA TEORITIS A. Pengertian keuangan daerah dan anggaran daerah, keuangan daerah sebelum dan sesudah diberlakukan anggaran berbasis kinerja. B. APBD dan struktur APBD C. Kinerja keuangan daerah dan penilaian kinerja dengan menggunakan konsep Value for Money, kemandirian, pertumbuhan, aktivitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). D. Hubungan antara konsep Value for Money dengan kemandirian, pertumbuhan, aktivitas dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). E. Penelitian terdahulu yang menjadi referensi penelitian ini. F. Kerangka pikir penelitian dan hipotesis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian.

14 B. Populasi dan sampel penelitian. C. Variabel penelitian, definisi operasional variabel, indikator dan skala pengukuran variabel. D. Jenis data dan sumber data. E. Teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH KOTA KUPANG A. Gambaran umum daerah Kota Kupang, struktur dan uraian tugas. B. Kondisi geografis dan potensi sumber daya yang dimiliki daerah Kota Kupang. C. Target dan realisasi pendapatan dan belanja daerah Kota Kupang tahun 2007 2011. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran dan penjelasan mengenai objek penelitian, Hasil pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. B. Hasil analisis dan pembahasan yang berkaitan dengan masalah penelitian. C. Temuan penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya. B. Keterbatasan C. Saran-saran.