HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN CENDAWAN RIZOSFER TANAMAN PISANG (Musa spp.) DAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM ARYO PRATOMO SUSETYO

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam:

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Karet. Budidaya Karet

I. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

*

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. yang kini mulai ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sheldon (1904), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

TINJAUAN PUSTAKA. Fusarium oxysporum f. sp. cubense (FOC) Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur penyebab penyakit pada tanaman krisan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Smith) namun relatif tidak dalam, akar datarnya halus dan cukup tebal

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

PENICILLIUM CHRYSOGENUM

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA Pisang

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Uji Antagonis Gliocladium sp dalam... Syamsul Rizal...Sainmatika...Volume 14...No 2 Desember

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

TINJAUAN PUSTAKA Botani

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pengendalian Hama Secara Hayati

A. Aspergillus sp. 17 (umur 7 hari) pada media PDA; B. Bentuk mikroskopik (perbesaran 10x40) dengan ; (a). Konidia; (b). Konidiopor.

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

Akibat Patik Setitik, Rusaklah Penghasilan Petani

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

Transkripsi:

10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan laut) di lokasi pengambilan sampel (Kecamatan Nanggung), dengan curah hujan rata-rata 3000-4000 mm/tahun, kelembaban udara 70% serta suhu rata-rata 21-30 0 C/bulannya (www.scbdp.net). Lokasi kedua berada di Kabupaten Cianjur yang berada pada ketinggian + 540 m dpl (Kecamatan Cianjur Kota) dengan curah hujan rata-rata 1000-4000 mm/tahun, suhu udara rata-rata 18-24 0 C/bulannya serta kelembaban udara mencapai 80-90% (slhd.cianjurkab.go.id). Lahan pertanaman pisang tempat pengambilan sampel terlihat kering (khususnya tanah) dan kurang pengairan disebabkan saat pengambilan sampel bertepatan dengan bulan/musim kemarau dan sulitnya mencari air untuk pengairan. Sekitar kedua lokasi tersebut ditanami padi dan beberapa tanaman palawija. Isolasi Cendawan Rizosfer Sepuluh koloni cendawan yang berbeda didapat dari tanah perakaran tanaman pisang yang terserang dan tidak terserang layu fusarium, masing-masing berasal dari wilayah Bogor dan Cianjur. Perbedaan isolat cendawan didasarkan pada warna koloni miselium yang terbentuk pada media MA maupun PDA yaitu koloni berwarna hitam, hijau lumut, putih pink, abu-abu 1 dan 2, pink pucat, hijau keabuan, hijau 1,2 dan 3. Lokasi pertama terdapat empat jenis miselium cendawan yang terdapat pada tanaman terserang dan tidak terserang layu fusarium, yakni hitam, abu-abu 2, hijau lumut, dan hijau keabuan sedangkan untuk lokasi kedua terdapat dua jenis miselium cendawan berbeda dari sepuluh jenis miselium cendawan yang diamati yakni pink pucat dan hijau 1. Ada delapan jenis miselium cendawan yang lain, empat diantaranya sama dengan lokasi pertama dan empat lainnya yakni putih pink, abu-abu 1, hijau 2 dan 3. Semua isolat tersebut diidentifikasi untuk

11 mendapatkan informasi tentang genus hingga tingkat spesies dari setiap isolat yang diperoleh. Identifikasi Cendawan Rizosfer Isolat cendawan yang berasal dari tanah perakaran tanaman pisang yang terserang dan tidak terserang dari dua lokasi, didapat sepuluh jenis miselium cendawan yang berbeda selanjutnya diidentifikasi menggunakan mikroskop compound dengan perbesaran 40x10. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis yakni berdasarkan warna miselium (Tabel 1) dan bentuk konidia atau spora (Gambar 1). Tabel 1. Hasil identifikasi cendawan rizosfer tanaman yang terserang dan tidak terserang layu fusarium pada dua lokasi Lokasi Warna miselium Nama Cendawan Bogor Tanah tanaman terserang & tanaman tidak terserang Cianjur Tanah tanaman terserang & Tanaman tidak terserang Hitam Hijau lumut Hijau keabuan Abu-Abu 2 Hitam Hijau lumut Hijau keabuan Abu-Abu 2 Hijau 1 Hijau 2 Hijau 3 Putih pink Abu-Abu 1 Pink pucat Aspergillus niger Aspergillus sp. 1 Penicillium sp. 1 Aspergillus sp. 3 Aspergillus niger Aspergillus sp. 1 Penicillium sp. 1 Aspergillus sp. 3 Gliocladium sp. Aspergillus sp. 2 Penicillium sp. 2 Sh Aspergillus braviceps Paecilomyces sp.

12 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui cendawan yang diperoleh dari rizosfer tanaman terserang dan tidak terserang pada dua lokasi dan berhasil diidentifikasi sebanyak sembilan spesies cendawan dari sepuluh spesies cendawan yang ditemukan memiliki keragaman yang berbeda. Cendawan rizosfer asal Cianjur lebih beragam dengan sepuluh spesies cendawan rizosfer dari empat genus dibandingkan cendawan rizosfer asal Bogor, hanya didapat empat spesies dari dua genus yang ditemukan. Pada tanah Cianjur di dua kondisi tanaman yang berbeda, cendawan yang ditemukan yakni Aspergillus sp., dan Penicillium sp., serta Peacilomyces sp. ditemukan pada tanaman terserang sedangkan tanaman yang tidak terserang terdapat Gliocladium sp. Tanah lokasi Bogor ditemukan hanya Aspergillus sp. dan Penicillium sp. pada masing-masing tanah dari kondisi tanaman yang berbeda. a b c d e f Gambar 1. Bentuk mikroskopis cendawan rizosfer asal tanah tanaman pisang. a) spora Aspergillus braviceps, b) spora Penicillium sp., c) konidia Paecilomyces sp., d) spora Gliocladium sp., e) mikrokonidia Fusarium oxysporum, f). spora Aspergillus sp.

13 Kelimpahan Cendawan Rizosfer Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan rizosfer dari kondisi tanaman berbeda antara tanaman pisang terserang dan tidak terserang layu fusarium yang telah diisolasi memiliki perbedaan jenis spesies yang mengkolonisasi. Kelimpahan cendawan rizosfer dihitung dengan kepadatan propagul dengan satuan log10 cfu/g. Terlihat pada tanah Bogor, jumlah kepadatan propagul cendawannya lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Cianjur setiap spesiesnya, namun sebaliknya untuk keragaman spesiesnya terlihat tanah Cianjur lebih tinggi, sepuluh spesies yang ditemukan sedangkan untuk tanah Bogor hanya diperoleh empat spesies (Tabel 3). Tabel 2. Kelimpahan dan frekuensi relatif spesies cendawan rizosfer antara dua kondisi tanaman di dua lokasi berbeda Lokasi Kepadatan Total propagul (log10 cfu/g) Frekuensi relatif(%) Terserang Tidak Terserang Terserang Tidak Terserang Bogor Aspergillus niger 6,97 6,86 29,6 25 Aspergillus sp.1 7,01 7,06 29,6 25 Aspergillus sp.3 5,47 5,98 18,5 28,13 Penicillium sp.1 5,14 5,53 22,2 21,88 Cianjur Aspergillus niger 6,65 6,95 12,9 24,24 Aspergillus breviceps 6,49 5,70 12,9 6,06 Aspergillus sp.1 6,97 6,87 29,03 18,18 Aspergillus sp.2 5,54 0 3,23 0 Aspergillus sp.3 5,84 6,10 6,45 15,15 Penicillium sp.1 6,01 6,10 0 3,03 Penicillium sp.2 0 5,40 9,68 6,06 Paecilomyces sp. 5,40 0 3,23 0 Gliocladium sp. 0 5,40 0 3,03 Sh 6,84 6,40 22,58 24,24 Cendawan dari kelompok Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mendominasi tanah dari kedua lokasi. Terdapat tiga dan lima spesies cendawan

14 Aspergillus, satu dan dua spesies cendawan Penicillium masing-masing pada rizosfer asal tanah Bogor dan Cianjur. Rizosfer asal tanah Cianjur terdapat dua cendawan berbeda yang teridentifikasi yakni Paecilomyces sp. dan Gliocladium sp. masing-masing pada tanah tanaman terserang dan tidak terserang dengan nilai kepadatan 5,40 log10 cfu/g. Lokasi pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kepadatan cendawan rizosfer. Pada tabel 3, dapat dilihat perbedaan antara dua lokasi yang berbeda. Cendawan rizosfer asal tanah Bogor memiliki kepadatan propagul lebih tinggi yakni 9,96 dibandingkan dengan asal tanah Cianjur 8,52. Hasil tersebut menunjukkan kepadatan di setiap lokasi dan kondisi tanaman berbeda, begitu juga dengan keragamannya. Tingginya tingkat kepadatan cendawan rizosfer pada suatu lokasi menunjukkan dominasi cendawan rizosfer, tetapi tidak menunjukkan keragaman spesies pada lokasi tersebut. Tabel 3. Jumlah, kelimpahan dan keragaman spesies cendawan rizosfer pada dua lokasi berbeda Lokasi Jumlah Kepadatan Total Propagul Indeks Spesies (log10 cfu/g) Keragaman (H ) Bogor 4 9,96 1,0378 Cianjur 8 8,52 1,3051 Dominasi Spesies Persentase kelimpahan cendawan rizosfer pada masing-masing kondisi tanaman yang berbeda pada kedua lokasi menunjukkan adanya dominasi spesies cendawan rizosfer yang mengkolonisasi. Pada tabel 2 menunjukkan persentasi kepadatan propagul total masing-masing cendawan rizosfer dari dua kondisi tanaman pada dua lokasi yang berbeda dan kelimpahan cendawan rizosfer tiap spesies yang mengkolonisasi. Terdapat dua kelompok cendawan yang mendominasi yakni kelompok Aspergillus sp. dan Penicillium sp. Penicillium sp. merupakan cendawan tanah yang ada pada bermacam jenis tanah. Lebih suka dengan iklim sejuk dan moderat, biasanya hadir dimana pun bahan organik tersedia. Cendawan Aspergillus sp. diketahui menghasilkan toksin

15 (aflatoksin) sehingga dapat menyebabkan keracunan pada hama. Kedua cendawan ini dikenal sebagai penyebab utama pembusukan makanan (www.wikipedia.org). Keragaman Cendawan Rizosfer Karakteristik komunitas pada suatu lingkungan adalah keanekaragaman. Pada penelitian ini perbedaan lokasi sampel mempunyai pengaruh dalam keragaman cendawan rizosfer di alam. Terdapat 123 isolat spesies cendawan rizosfer yang ditemukan, 108 isolat telah diidentifikasi, sedangkan 15 isolat hanya mengeluarkan hifa steril sehingga sulit untuk diidentifikasi. Tabel 4. Kelimpahan dan keragaman spesies cendawan rizosfer pada dua kondisi tanaman di dua lokasi berbeda Kondisi Jumlah Kepadatan Total Propagul Indeks Tanaman Spesies (log10 cfu/g) Keragaman (H ) Bogor Terserang 4 9,73 1,3824 Tidak Terserang 4 9,58 1,3674 Cianjur Terserang 8 8,25 1,8346 Tidak Terserang 8 8,18 1,8479 Keragaman cendawan rizosfer tiap kondisi tanaman dari setiap lokasi dapat diketahui dengan menggunakan indeks keragaman (H ) Shannon-Wiener (Maguran, 1987). Tabel 4 menyimpulkan bahwa indeks keragaman cendawan rizosfer pada kedua lokasi sampel, antara tanaman terserang dan tanaman tidak terserang memiliki nilai yang tidak berbeda. Cendawan rizosfer asal Bogor pada tanaman terserang memiliki nilai 1,3824 dan tanaman tidak terserang sebesar 1,3674 sedangkan cendawan rizosfer asal Cianjur pada tanaman terserang 1,8346 dan tanaman tidak terserang 1,8479. Namun dari kedua kondisi tanaman pada masing-masing lokasi, memiliki jenis cendawan yang berbeda (tabel 2).

16 Pengujian Antagonisme Lima jenis cendawan yang diujikan terhadap Fusarium oxsporum, yakni Gliocaldium sp., Penicillium sp., Aspergillus sp., Paecilomyces sp., dan koloni Sh. Dari kelima jenis cendawan uji tidak menunjukkan antibiosis terhadap Fusarium oxsporum sp. (Gambar 2). a b c d e Gambar 2. Pengujian antagonisme lima cendawan rizosfer terhadap Fusarium oxysporum. a).aspergillus niger, b).sh, c).penicillium breviceps, d).paecilomyces sp., e).gliocladium sp. Cendawan rizosfer hasil identifikasi diujikan dengan cendawan patogen Fusarium oxysporum (Fo) untuk mengetahui kemampuan daya hambat cendawan rizosfer tersebut terhadap perkembangan cendawan patogen penyebab penyakit layu. Cendawan yang diujikan yakni Aspergillus niger, Penicillium breviceps, Paecilomyces sp. Gliocladium sp dan Sh (tidak teridentifikasi). Antagonis patogen tumbuhan adalah mikroorganisme yang dapat menrunkan aktifitas patogen dalam menimbulkan penyakit. Mekanisme antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktivitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara, serta antibiosis dan lisis. Efektifitas agen antagonis dapat diihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut (www.pangkalandata-opt.net). Aspergillus sp. adalah cendawan yang memiliki hifa berseptat (bersekat) dengan konidium berbentuk bulat yang dibentuk oleh bagian yang disebut fialid

17 dan sel kaki (sel hifa bercabang) berfungsi sebagai penyangga konidiofor (Gunawan et al. 2004). Cendawan ini termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes. Beberapa spesies cendawan ini dapat memproduksi aflatoksin yang dapat menyebabkan kanker hati pada manusia. Spesies lain dari cendawan ini dapat memproduksi asam organik berupa asam sitrat dan sebagai indikator logam tembaga dalam tanah (A. fumigatus), serta penghasil enzim amylase (A. oryzae). Gliocladium sp. masuk kedalam filum Deuteromycota, ordo Hypocreales, family hypocreaceae. Menghasilkan hifa, konidiofor yang bersepta dan bercabang ke atas dengan struktur sikat yang penicilate, fialid, dan konidia. Hifa berseptat dan hialin. Mirip penicilium akan tetapi percabangan yang menyangga massa spora seolah-olah terikat atau konidia dalam satu kepala konidia adalah khas dari genus Gliocladium (Barnett and Hunter, 1988). Cendawan ini mengeluarkan gliovirin dan viridin yang merupakan antibiotik yang bersifat fungistatik sehingga banyak digunakan sebagai agens antagonis terhadap patogen tular tanah (soil borne patogen), seperti Gliocladium fimbriatum efektif untuk menekan patogen tular tanah seperti Rhizoctonia solani, Phytium spp., Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii. Gliocladium fimbriatum memiliki kemampuan untuk tumbuh cepat dan mengkolonisasi tanah sebagai cendawan saprofit (Sinaga & Wiyono, 1994). Pada data rizosfer asal tanah Cianjur cendawan ini hanya ditemukan pada tanaman tidak terserang dan tidak ditemukan pada tanaman terserang. Hal tersebut terkait dengan sifat dari cendawan ini yang banyak digunakan sebagai agens antagonis sehingga dapat menekan pertumbuhan cendawan patogen pada umumnya, namun dalam uji antagonisme dengan patogen penyebab layu pisang (FO) tidak terjadi mekanisme antibiosis, karena mekanisme antagonis yang dimiliki cendawan ini tidak bersifat antibiosis dan tidak seluruhnya spesies dari genus Gliocladium ini merupakan dan dapat digunakan sebagai agens antagonis. Menurut Sinaga (1993), mekanisme yang terjadi pada beberapa genus Gliocladium terdiri dari antibiosis/lisis, kompetisi dan hiperparasit tanpa menimbulkan fitotoksik. Paecilomyces sp. adalah cendawan befilamen, kosmopolit yang terisolasi dari tanah dan bahan tanaman yang membusuk dan sering dikaitkan dalam pembusukan produk makanan dan kosmetik. Termasuk dalam filum Ascomycota,

18 ordo Eurotiales, family Trichocomaceae. Koloni Paecilomyces secara makroskopis tampak berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur berbubuk. Konidiofor muncul dari hifa aerial, memiliki 2-7 fialid, dan membentuk susunan berkarang. Fialid Paecilomyces memiliki formasi yang lebih renggang dan ujung/leher yang lebih panjang dibandingkan fialid pada Penicillium. Konidia tersusun 1 sel, transparan, tersusun membentuk rantai basipetal yang panjang (Barnett, 1955; Samsons et al., 1995). Spesies tertentu sebagai parasit serangga dan dapat juga menyebabkan infeksi pada manusia yang disebut sebagai paecilomycosis. Pada data yang diperoleh, cendawan ini hanya ditemukan pada rizosfer tanah asal Cianjur pada tanaman terinfeksi, karena cendawan ini memiliki sifat dapat bertahan hidup pada suhu tinggi. Bersifat saprofit, dapat diisolasi dari udara, tanah, dan humus. Beberapa spesies menghasilkan pigmen khas seperti warna kuning tua dan ungu (www.emlab.com). Penicillium sp. merupakan cendawan Deuteromycetes yang mempunyai konidia berbentuk bulat. Konidiofor cendawan ini terdiri atas tangkai tunggal yang berakhir pada rangkaian fialid yang membentuk struktur seperti sikat atau sapu lidi (Gunawan et al. 2004). Koloni tumbuh dengan cepat dan biasanya ada dimanapun bahan organik berada. Beberapa jenis spesies cendawan ini diketahui menjadi perusak bagi produk pangan (www.wikipedia.org) namun ada pula yang berperan dalam pembuatan keju maupun sebagai penghasil antibiotik seperti penisilin yang banyak digunakan di bidang kedokteran.

19 Hubungan kelimpahan dan keragaman cendawan rizosfer terhadap penyakit layu fusarium Hubungan antara kelimpahan dan keragaman cendawan rizosfer dengan kejadian penyakit layu fusarium dilapang sangat erat kaitannya sebab patogen penyebab layu fusarium Fusarium oxysporum fsp. cubense (Foc) adalah patogen tular tanah yang menginfeksi tanaman inangnya melalui akar, didalam tanah perakaran sendiri terdapat berbagai macam cendawan dan mikroorganisme lain yang menghuni tanah perakaran. Salah satu faktor yang mendukung terjadinya penyakit layu ini adalah mekanisme antagonis antar mikroorganisme dalam mempertahankan hidupnya berupa persaingan mendapatkan unsur hara dan ruang. Mikroorganisme yang kalah bersaing akan terseleksi sehingga hanya mikroorganisme yang mampu bersaing yang dapat mempertahankan hidupnya. Hasil isolasi tanah cendawan yang didapat antara lain Aspergillus sp., Penicillium sp. Paecilomyces sp. (tanaman terserang) dan Gliocladium sp. (tanaman tidak terserang), hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bertahan hidup masingmasing mikroorganisme berbeda-beda. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan itu adalah faktor yang berasal dari dalam tanah, yaitu berupa struktur tanah, aerasi tanah, suhu, kadar air tanah, ph, dan kelembaban tanah (Lynch, 1983). Tabel 5 menunjukkan, bahwa jumlah cendawan yang mengkolonisasi setiap tanah dari dua kondisi tanaman berbeda di dua lokasi memiliki perbedaan yakni pada tanaman tidak terserang jumlah sampel yang terkolonisasi sebesar 32 dan 33 sedangkan pada tanaman yang terinfeksi sebesar 27 dan 31. Kelimpahan cendawan rizosfer pada tanaman pisang dapat menjadi sebuah indikator bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap kelimpahan/jumlah cendawan dalam tanah karena kebanyakan cendawan itu nutrisinya bersifat heterotrofik (Rao, 1994). Tanaman tidak terserang terdapat Gliocladium sp., sedangkan pada tanaman terserang tidak ditemukan. Gliocladium sp., pada beberapa spesiesnya merupakan cendawan yang sering digunakan sebagai agens antagonis untuk cendawan patogen, oleh sebab itu diduga mekanisme antagonis dapat terjadi terhadap patogen layu pada tanaman yang tidak terserang namun sebaliknya

20 dengan tanaman terserang namun dibutuhkan pengujian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa Gliocladium yang ditemukan bersifat antagonis dan dapat digunakan sebagai agens antagonis bagi patogen tular tanah terutama patogen penyebab layu fusarium pada tanaman pisang. Hasil isolasi cendawan rizosfer pada tanaman pisang terserang layu fusarium, tidak ditemukan cendawan penyebab penyakit layu pisang tersebut yakni Fusarium oxysporum fsp. cubense (Foc). Hal ini diduga karena kelembaban dilapangan saat pengambilan sampel sangat rendah dan memiliki suhu cukup tinggi, bersamaan dengan musim kemarau sehingga terjadi kekeringan karena jarangnya hujan. Kondisi lokasi pengambilan sampel memiliki suhu rata-rata + di atas 33 0 C yang menjadikannya faktor cukup berpengaruh terhadap perkembangan penyakit layu pisang ini sebab Foc umumnya berkembang dan tumbuh maksimal pada suhu 28 0 C dan terhambat pada suhu diatas 33 0 C (Baker & Cook, 1983). Faktor lain yang menyebabkan keberadaan cendawan patogen ini tidak ditemukan dalam tanah yakni kurang tersedia sumber nutrisi dan bahan organik yang mengakibatkan cendawan patogen ini tidak mendapatkan sumber makanannya dalam tanah. Sifat patogen ini sebagai saprofit, bertahan didalam sisa bahan-bahan organik yang sebelumnya membentuk struktur bertahan sebagai khlamidospora dalam tanah. Khlamidospora ini dirangsang untuk berkecambah dan menginfeksi akar disekitarnya (CABI, 2005). Setelah mengkolonisasi akar, patogen ini masuk kedalam jaringan xylem bersama dengan air dan nutrisi yang diserap oleh akar dari dalam tanah hingga masuk ke dalam umbi dan pseudostem. Hifa tumbuh didalam jaringan xylem dan mengganggu aktifitas perjalanan air dan nutrisi yang diserap dari dalam tanah sehingga sumbatan yang terbentuk didalam xylem mengakibatkan daun tanaman menjadi kuning, layu dan mati (CABI, 2005). Kebutuhan akan nutrisi dan air, membuat patogen ini menginfeksi akar dan mengkolonisasi jaringan xylem tanaman inang untuk serta meninggalkan kondisi tanah ekstrim kering yang terjadi saat pengambilan sampel untuk mencari kondisi yang lebih baik bagi perkembangan dan kelangsungan siklus hidupnya, sehingga diduga hal tersebut merupakan salah satu faktor ketidakberadaan cendawan

21 patogen tersebut dalam tanah di sekitar perakaran tanaman terserang layu fusarium. Pengaruh positif terhadap pertumbuhan yang diberikan oleh keberadaan mikroorganisme pada tanah tanaman pisang yang tidak terserang. Pada lahan tersebut dapat terjadi mekanisme yang sinergis antar mikroorganisme sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, pada kedua lahan tersebut diduga terdapat mikroorganisme yang dapat bersifat antagonis terhadap patogen, pemacu pertumbuhan tanaman, maupun mikroorganisme penghambat pertumbuhan patogen saat kondisi lingkungan baik untuk perkembangan mikroorganisme antagonis tersebut. Budidaya yang dilakukan oleh petani dapat menjadi faktor penting utnuk pertumbuhan tanaman dan kesuburan tanah. Perlakuan yang kurang bijaksana seperti pemupukan yang berlebihan dan penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran, waktu, dosis/konsentrasi, jenis pestisida, dan cara aplikasi, dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan keragaman mikroorganisme dalam tanah. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan kematian bagi mikroorganisme yang rentan ataupun peningkatan populasi mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan yang diberikan. Dengan didukungnya kondisi cuaca yang kurang baik bagi pertumbuhan cendawan rizosfer, hal tersebut diduga sebagai faktor tanaman pisang yang terserang.