TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

dokumen-dokumen yang mirip
II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

3,35 3,96 Jumlah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

Gambar 1. Koloni Trigona sp

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penyiapan Mesin Tetas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DISTRIBUSI RUMAH WALET (Collocalia sp) DI KABUPATEN GROBOGAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti

MATERI DAN METODE. Materi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

II. TINJAUAN PUSTAKA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. puyuh memiliki karakter yang unik sehingga menyebabkan dapat diadu satu

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus )

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

Rommy Andhika Laksono Agroklimatologi

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Hias Air Tawar di Indonesia 1. Angelfish ( Pterophyllum Scalare 2. Blackghost ( Apteronotus Albifrons

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet yaitu: Aerodramus fuciphagus dan Collocalia fuciphaga. Klasifikasi dan tata nama kerabat walet di Indonesia banyak dipengaruhi oleh hasil penelitian Somadikarta (1967; 1968). Oleh karena itu tata nama yang digunakan pada penelitian walet di Indonesia mengikuti Somadikarta dan Chantler & Driessens (1995), yaitu Collocalia fuciphaga. Menurut Chantler dan Driessens (1995) taksonomi burung walet (Collocalia fuciphaga) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animal Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Apodiformes Family : Apodidae Subfamily : Apodinae Genus : Collocalia Species : Collocalia fuciphaga Karakteristik Burung Walet Burung walet jantan dan betina sulit dibedakan berdasar morfologi karena tidak memiliki dimorfisme seksual (Mardiastuti et al. 1998; Lim & Cranbrook 2002) (Gambar 1). Ciri morfologi antara walet jantan dan betina atau bahkan antara anak (juvenil) dan walet dewasa juga hampir sama (Nguyen et al. 2002). Hal ini disebabkan warna burung walet secara keseluruhan berwarna abu-abu tua dan bulu dada abu-abu muda (Mardiastuti et al 1998). Secara umum walet merupakan burung yang berukuran kecil. Tubuh memiliki panjang 12 cm, ekor sedikit menggarpu (Gambar 2a), tubuh bagian bawah (ventral) berwarna abu-abu muda kecokelatan. Tubuh bagian atas (dorsal)

berwarna abu-abu cokelat kehitaman (MacKinnon et al. 1992; Chantler & Driessens 1995). Walet memiliki mata lebar dan berwarna gelap. Bentuk mata lebar menunjukkan bahwa walet mampu melihat obyek secara tajam (Lim & Cranbrook 2002). Gambar 1 Burung walet jantan dan betina tidak memiliki perbedaan morfologi tubuh (Erham, penelitian ini) Walet memiliki paruh melengkung pendek berwarna hitam (Gambar 2b). Sayap mempunyai panjang 10 cm dan berat tubuh 7 g. Kaki dan cakar juga berwarna hitam (Gambar 2c). Kaki walet terlalu pendek dan lemah untuk berjalan atau hinggap pada suatu tempat. Oleh karena itu kaki walet memiliki kemampuan menggantung pada permukaan kasar atau dinding gua. (Lim & Cranbrook 2002). Burung walet memiliki kemampuan ekolokasi. Ekolokasi merupakan kemampuan mendeteksi obyek di sekitar walet dengan cara memantulkan gelombang suara dan menganalisis pantulan suara yang diterima oleh pendengarannya. Dengan kemampuan ini walet dapat mengetahui kecepatan terbang dan posisinya terhadap obyek di sekitarnya meskipun dalam kondisi gelap (Thomassen 2005). Burung walet memiliki daerah penyebaran global di China selatan, Asia Tenggara, Filipina, dan Kepulauan Sunda Besar (Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan). Seluruh Sunda Besar merupakan daerah penyebaran lokalnya. Walet

di Sumatera dan Kalimantan mampu hidup pada ketinggian sampai 2 800 m. Keberadaan walet di Jawa dan Bali umumnya tergantung pada ketersediaan tempat untuk bersarang (MacKinnon et al. 1992). Gambar 2 Morfologi burung walet: ekor sedikit menggarpu (a), paruh melengkung pendek dan mata lebar (b), kaki pendek dengan cakar tajam (c), walet tampak lateral (d) (Nguyen et al. 2002) Perilaku Burung Walet Walet secara umum memiliki pola aktivitas harian yang sama. Walet meninggalkan tempat bersarangnya pada siang hari dan kembali menjelang hari gelap (Lim & Cranbrook 2002; Nguyen et al. 2002). Walet gua di Vietnam memiliki perilaku berburu makanan (foraging), membuat sarang (nest-building), dan kawin (copulation) (Nguyen et al. 2002). Perilaku Mencari Makan Walet adalah aerial insectivora, yaitu jenis burung yang menangkap pakan serangga pada saat terbang. Populasi serangga pakan sangat bervariasi pada setiap musim. Nguyen et al. (2002) mengamati kelimpahan serangga tertinggi di Vietnam terjadi pada musim penghujan, yaitu selama bulan Januari-April.

Walet di Vietnam memiliki aktivitas harian berburu makanan yang berbeda selama kurun waktu satu tahun. Ketika musim penghujan walet meninggalkan tempat bersarangnya lebih lambat (November-April pukul 05.30-18.32) dan datang lebih awal dari pada musim kemarau (Maret-Oktober pukul 05.05-18.48). Perilaku ini terjadi karena walet lebih mudah mendapatkan makanan pada musim penghujan dari pada musim kemarau. Pada musim penghujan makanan walet berupa serangga terbang biasanya melimpah. Walet di Vietnam juga memiliki kemampuan jelajah berburu makanan yang berkaitan dengan musim berbiak. Pada musim berbiak, walet berburu makanan tidak jauh dari tempat bersarangnya. Setelah musim berbiak berakhir, walet berburu makanan sampai ke daerah yang jauh dari tempat bersarangnya. Kemampuan jelajah walet berburu makanan terjauh mencapai 250-300 km dari tempat bersarangnya (Nguyen et al. 2002). Perilaku Membuat Sarang Menjelang musim kawin kelenjar air liur walet membesar. Hal ini menunjukkan kelenjar air liur berkaitan erat dengan proses pembangunan sarang. Sarang walet berbentuk seperti mangkuk yang tersusun dari serat air liur. Tidak semua anggota famili burung layang-layang (Apodidae) membuat sarangnya dari air liur. Sebagian besar dari mereka membuat sarangnya dari tumbuh-tumbuhan, dan hanya walet yang berkemampuan membangun sarang dari air liur (Mardiastuti et al. 1998). Nguyen et al. (2002) melaporkan tentang periode walet di Vietnam membuat sarangnya. Walet tidak melakukan aktivitas membuat sarang pada siang hari, karena sejak pukul 05.00-18.00 walet sedang berburu makanan. Dua jam setelah kembali dari berburu makanan, pasangan walet secara bergantian mulai membangun sarang. Aktivitas membuat sarang ini dilanjutkan pada malam hari, dengan durasi 3-4 jam. Setelah sarang terbentuk, walet melakukan perkawinan di atas sarangnya. Perkawinan dilakukan beberapa hari sampai menjelang walet bertelur.

Viruhpintu et al. (2002) melaporkan tentang tempat yang biasa digunakan walet di Thailand membangun sarang. Sebelum membuat sarang, walet lebih dulu memilih tempat yang sesuai. Walet memilih permukaan halus pada cekungan dinding gua sebagai tempat bersarang. Hal ini berguna untuk mencegah agar predator tidak mampu menjangkau telur dan anak walet di dalam sarang. Nguyen et al. (2002) melaporkan deskripsi perilaku walet di Vietnam ketika membangun sarang. Walet mengoleskan serat air liurnya dan melekatkannya di dinding batu dengan lidahnya. Setelah sebagian serat air liur menempel, walet bergerak dari satu sisi ke sisi lain sambil menyebarkan air liur pada dinding gua. Pada tahap awal walet membuat pondasi sarang lebih dulu. Selanjutnya walet berpindah ke bawah dasar sarang sambil mengoleskan air liur pada dinding sarang (Gambar 3). Gambar 3 Perilaku burung walet membangun dasar sarang tampak depan (a), tampak samping (b) (Nguyen et al. 2002) Setelah sebagian sarang terbentuk, walet menggunakannya sebagai tempat bertengger sambil memperlebar ukuran sarang. Walet mengoleskan air liur pada dasar dan interior sarang sambil bertengger di bibir sarang (Gambar 4). Walet kemudian pindah ke samping sarang untuk melanjutkan pengolesan air liur pada bibir sarang. Walet tetap membangun sarang sampai terbentuk struktur serat penyusun sarang yang berlapis-lapis. Hampir setiap malam, pasangan walet melanjutkan proses pembangunan sarang (Nguyen et al. 2002).

Gambar 4 Perilaku burung walet memoleskan air liurnya pada lengkung mangkok dan bibir sarang (Nguyen et al. 2002) Pada saat membangun sarang, walet mengeluarkan air liur berbentuk seratserat lunak. Serat air liur secara perlahan-lahan mengering dan mengeras bila terkena udara. Walet menambahkan susunan serat air liur setiap hari hingga terbentuk mangkuk sarang (Lim & Cranbrook 2002). Proses pembangunan sarang berakhir setelah sarang terbentuk utuh, kemudian walet betina bertelur. Sarang masih terus disempurnakan meskipun pada saat mengerami telur. Bila mangkuk sarang berukuran kecil dapat mengakibatkan anak walet terjatuh dari sarangnya (Mardiastuti 1999). Pada satu musim berbiak, walet di gua-gua Serawak memerlukan waktu kurang lebih empat bulan untuk membangun sarang, mengeram, dan mengasuh anak (Lim & Cranbrook 2002). Walet rumahan di Jawa membangun sarang selama 21-39 hari. Setelah sarang selesai, walet betina menghasilkan dua butir telur dengan selang waktu peneluran tiga hari. Walet mengerami telur selama 21 hari. Setelah telur menetas, anak walet dipelihara oleh induk di dalam sarang selama 39-47 hari. Anak walet rata-rata dapat meninggalkan sarang setelah 40 hari (Mardiastuti et al. 1998). Musim berbiak walet bersamaan dengan datangnya musim hujan. Walet rumahan di Jawa berbiak pada bulan September-April. Pada musim hujan jumlah serangga melimpah sehingga mendorong walet berkembang biak. Pada musim ini walet membuat sarang selama kurang lebih 40 hari. Pada musim kemarau pembuatan sarang biasanya membutuhkan waktu lebih lama. Hal ini disebabkan

produksi air liur di luar musim berbiak sangat sedikit dan serangga yang tersedia di alam juga berkurang (Looho 2000). Musim berbiak walet biasanya berlangsung pada September dan mencapai puncak pada November, selanjutnya menurun sampai April. Walet dapat membuat sarang sepanjang tahun tanpa berhenti. Sarang walet yang dibuat di luar musim berbiak biasanya berukuran kecil dan memiliki bentuk tidak sempurna. Sarang hanya berfungsi sebagai tempat beristirahat tetapi tidak untuk mengerami telur dan membesarkan anak. Sarang yang dibangun pada musim berbiak berbentuk lebih besar dan sempurna karena digunakan sebagai tempat bertelur dan mengeram (Whendrato & Madyana 1991). Nguyen et al. (2002) melaporkan adanya perbedaan ukuran sarang walet di Vietnam selama masa pembangunan sarang. Pengukuran sarang walet dilakukan tiga periode pembangunan sarang pada individu yang sama. Sarang walet yang dibuat pada pembangunan sarang kedua dan ketiga berukuran sama, tetapi lebih kecil dari ukuran sarang pertama. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa lebar sarang (D) hampir sama pada ketiga sarang. Panjang lengkung mangkok sarang (R), ketebalan (H), dan berat pada sarang kedua dan ketiga ternyata lebih kecil dari sarang pertama (Gambar 5). Hal ini disebabkan sarang pertama dibangun walet dalam kondisi prima. Pemanenan sarang menyebabkan walet membangun sarang kedua dan ketiga lebih cepat agar segera digunakan untuk bertelur dan mengeram. Gambar 5 Dimensi ukuran sarang walet: panjang dasar sarang (D), panjang lengkung mangkok sarang (R), dan tebal sarang (H) (Nguyen et al. 2002)

Perilaku Kawin Musim kawin burung walet ditandai oleh walet beterbangan dan berkejaran di udara dalam jumlah besar. Walet memilih pasangannya di luar rumah walet. Walet jantan dan betina mencari pasangan dengan cara terbang berputar mengelilingi rumah walet sambil mengeluarkan bunyi tek.tek. Setelah masing-masing walet mendapat pasangan maka dilanjutkan dengan membuat sarang pada sirip kayu di dalam rumah walet (Mardiastuti 1999). Apabila sarang telah sempurna maka pasangan walet melakukan perkawinan. Perilaku kawin didahului oleh suara cicitan burung betina. Suara walet betina menyebabkan walet jantan segera terbang dan hinggap di punggung walet betina. Pasangan walet merenggangkan kedua sayapnya pada waktu kawin. Setelah kawin, walet jantan berpindah tempat dan bergantung pada sirip kayu rumah walet (Looho 2000). Perkawinan walet biasanya terjadi di dalam sarang atau di dekat sarang pada malam hari (Nguyen et al. 2002). Walet betina bertelur setelah 5-10 hari setelah kawin. Walet rumahan di Semarang menghasilkan dua butir dengan selang waktu bertelur antara 1-6 hari (Gultom 1996). Walet di Gua Situlung memiliki selang waktu bertelur 1-7 hari (Kartiwa 1997). Telur dierami secara bergantian oleh induk jantan dan betina. Periode pengeraman pada walet rumahan di Semarang antara 20-28 hari (Gultom 1996). Periode pengeraman pada walet di Gua Situlung antara 16-30 hari (Kartiwa 1997). Mardiastuti et al. (1998) melaporkan bahwa pada waktu menetas, anak walet tidak berbulu dan mata masih tertutup (altricial). Kedua induk bergantian memelihara anaknya. Masa sapih anak walet yang bersarang di gua Situlung bervariasi antara 36-46 hari (rataan 41.31±2.38 hari). Pada walet rumahan memiliki masa sapih yang hampir sama. Walet mempunyai rentang masa sapih antara 39-43 hari, meskipun sebagian anak walet telah mulai meninggalkan sarang sejak berumur 17 hari. Masa sapih anak walet memiliki rataan 40.1±3.7 hari. Kemungkinan besar faktor cuaca dan lokasi sangat mempengaruhi masa penyapihan ini, meskipun secara umum masa sapihan walet antara 40-44 hari.

Sumber Makanan Burung Walet Makanan utama burung walet adalah serangga. Jenis serangga yang dikonsumsi walet dalam jumlah besar yaitu serangga yang tergolong dalam ordo Hymenoptera (Mardiastuti et al. 1998). Andriana (1999) melaporkan walet rumahan di Kragilan Serang memiliki makanan utama serangga anggota famili Formicidae (semut terbang) Ordo Hymenoptera. Selain Hymenoptera walet juga memakan serangga dari Ordo Coleoptera, Homoptera, Diptera, dan Hemiptera. Perbedaan tempat mencari makan (feeding area) dan ketersediaan serangga akan mempengaruhi serangga yang dimakan. Lim & Cranbrook (2002) melaporkan walet gua di Serawak juga memakan rayap dalam jumlah besar. Hal ini membuktikan bahwa walet tidak terlalu selektif memilih jenis makanan (serangga), tetapi lebih cenderung pada kelimpahan serangga saat berburu makanan. Walet di Vietnam memiliki sumber makanan berupa serangga terbang dan laba-laba. Serangga melimpah selama musim kemarau (Januari-April) kemudian menurun pada awal musim hujan (Juni). Jumlah serangga terbang antara Juli- Desember sangat sedikit. Hal ini terjadi karena serangga terbang tersapu oleh air hujan atau patogen. Ketersedian serangga pakan walet berbeda antara negara beriklim tropis dengan negara beriklim sedang dan dingin. Di daerah katulistiwa memiliki kelembaban tinggi konstan sehingga serangga dapat tersedia sepanjang tahun (Nguyen et al. 2002). Rumah Walet Habitat asli burung walet adalah gua (Sankaran 2001; Viruhpintu et al. 2002). Walet juga dapat hidup dengan baik pada bangunan/rumah yang memiliki kondisi habitat mikro hampir mirip dengan gua. Dibanding dengan kondisi gua, rumah walet memiliki bentuk yang sangat berbeda. Gua berbentuk acak dan terletak di tempat yang terpencil, sedangkan rumah walet memiliki bentuk yang bersudut dan selalu berdekatan dengan manusia. Dari pengamatan yang dilakukan Mardiastuti et al. (1998) terhadap bentukbentuk rumah walet, disimpulkan bahwa arsitektur rumah secara umum tidak

mempengaruhi pemilihan walet untuk memilih tempat bersarang. Keberadaan manusia di sekitar rumah walet juga bukan merupakan kendala walet untuk memilih tempat bersarang. Rumah walet memiliki pengaturan tata ruang yang sama dengan tata ruang gua, yaitu mencakup penyediaan halaman putar (roving area), ruang putar (roving room) dan ruang untuk bersarang (nesting room). Tempat keluar-masuk burung yaitu lubang sempit berbentuk persegi panjang dengan ukuran maksimum 60x30 cm. Para pemilik rumah walet biasanya berusaha untuk menyediakan halaman putar seluas-luasnya. Halaman putar merupakan tempat walet berburu serangga sebelum memasuki rumah walet. Area ini juga merupakan tempat bersosialisasi dengan sesamanya, termasuk kegiatan untuk mencari pasangan. Walet memiliki kebiasaan terbang mengelilingi ruangan sebelum hinggap di tempat bersarang. Ruang putar yang berada tepat setelah lubang masuk merupakan ruangan yang disediakan agar walet dapat terbang berkeliling ruang. Ruang putar merupakan ruangan yang lapang tanpa sekat, sehingga memberi keleluasaan terbang bagi walet (Mardiastuti et al. 1998). Walet memerlukan ruangan gelap untuk membuat sarang. Nesting room lebih gelap dari pada roving room (intensitas cahaya sama dengan atau mendekati 0 luks). Untuk mendapatkan kondisi gelap, ruang tempat bersarang biasanya disekat menjadi beberapa ruang-ruang kecil. Peletakan ruang ini mempertimbangkan faktor kemudahan walet untuk mencapainya. Untuk memaksimalkan hasil sarang, peternak kemudian memasang papan tambahan yang menggantung pada plafon, disebut sirip (Gambar 6). Menurut Mardiastuti et al. (1998), rumah walet di Jawa tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, dengan beberapa pusatnya di Indramayu, Pemalang, Sidayu-Gresik, serta Pasuruan dan sekitarnya. Letak rumah walet bervariasi mulai dari persawahan sampai perkotaan, bahkan ada yang berdekatan dengan pasar. Komponen habitat yang selalu terdapat di sekitar rumah walet adalah badan air (sungai, waduk, danau, tambak, laut), sawah/tegalan serta kebun/hutan.

Sirip Walet Gambar 6 Sirip merupakan papan tambahan yang dipasang menggantung pada plafon rumah walet. Sirip berguna sebagai tempat walet membangun sarang (Erham, penelitian ini) Koloni walet umumnya ditemukan bersama-sama dengan burung seriti (Collocalia linchi). Pembagian ruang bersarang antara walet dengan seriti terutama ditentukan oleh faktor cahaya. Walet membuat sarang pada ruang yang lebih gelap (0-0.9 luks), sedangkan seriti bersarang pada ruang yang intensitas cahaya lebih dari 1 luks (Mardiastuti et al. 1998). Iklim mikro di dalam rumah walet selalu dipertahankan konstan, misalnya dengan pemberian bak-bak air sehingga suhu berkisar 26-28 o C dan kelembaban relatif berkisar 85-98%. Untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk biasanya digantungkan kain goni/karung di dekat tempat keluar- masuk walet (Mardiastuti et al.1998). Anatomi Sarang Walet Adiwibawa (2000) menyatakan bahwa menurut fungsinya sarang walet dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian pondasi dan kaki sarang, bibir sarang, dinding sarang, dan lapisan berongga (Gambar 7). Pondasi dan Kaki Sarang Pondasi dan kaki sarang adalah bagian dari sarang yang melekat pada sirip. Kaki sarang adalah sarang bagian atas yang menempel pada sirip. Kaki sarang terbuat dari air liur kering yang tidak berbentuk serat, tetapi berupa gumpalan atau lembaran tipis yang bertumpuk. Kaki sarang berukuran lebar berguna sebagai pengikat sarang agar tetap melekat pada sirip.

Pondasi sarang adalah sarang bagian bawah yang menempel pada sirip. Pondasi sarang berbentuk setengah lingkaran yang menghubungkan dua kaki sarang. Pondasi sarang terbentuk dari gumpalan masa atau serat air liur walet yang saling melekat dan menempel pada sirip. Fungsi pondasi sarang adalah untuk merekatkan dinding sarang. Bibir Sarang Bibir sarang adalah bagian atas dinding sarang. Bibir sarang merupakan tempat untuk mengaitkan kaki walet ketika menggantung pada sarang. Sarang walet terdiri dari kumpulan serat yang tersusun dari air liur. Serat ini saling berikatan dengan kuat dan sulit dipisahkan. Jika walet memperbesar sarangnya dengan menambah ketinggian bibir sarang, maka bibir sarang awal akan menjadi bagian dari dinding sarang. Dinding Sarang Dinding sarang adalah bagian luar sarang yang berbentuk bidang lengkung (mangkok). Dinding sarang dibatasi oleh pondasi dan bibir sarang. Dinding sarang mempunyai ketebalan 1-2 mm yang terdiri atas serat sejajar yang saling melekat membentuk ikatan padat dan rapat. Dinding sarang berfungsi melindungi telur atau anak walet agar tidak terjatuh dari sarang. Dinding sarang juga berfungsi menjaga telur dan anak walet dari pengaruh udara dingin waktu pengeraman, terutama di malam hari. Dinding sarang terbuat dari bahan yang merupakan isolator panas/dingin yang baik sehingga dapat menjaga stabilitas suhu dan kelembaban selama pengeraman. Lapisan Berongga Lapisan berongga adalah bagian dalam mangkok sarang yang berada dekat pondasi sarang. Lapisan ini tersusun atas serat-serat bulat membujur dan melintang sehingga terbentuk rongga udara di antara serat tersebut. Diameter serat sarang umumnya kurang dari 0.3 mm. Jalinan antar serat tak padat menyebabkan terbentuknya rongga udara. Fungsi lapisan berongga adalah sebagai bantalan

udara ketika masa pengeraman dan pengasuhan anak. Adanya lapisan berongga dapat menjaga ruang di dalam sarang tetap hangat dan lembab (Adiwibawa 2000). Gambar 7 Anatomi sarang walet (Adiwibawa 2000) Teknik Mengamati Aktivitas Burung pada Tempat Gelap Walet memilih tempat gelap untuk meletakkan sarangnya, sedangkan teropong/kamera konvensional tidak dapat menangkap gambar obyek pada kondisi gelap. Sumber cahaya inframerah digunakan untuk mengatasi keterbatasan cahaya di dalam ruang bersarang pada rumah walet. Inframerah mampu menangkap gambar obyek pada kondisi gelap. Lim & Cranbrook (2002) menggunakan infrared scope (teropong inframerah) untuk mengamati aktivitas walet gua di Serawak. Lamprecht & Schmolz (2004) menggunakan Infrared Thermography (IR- Thermography) untuk mendeteksi telur dan sarang beberapa jenis burung. Alat ini dapat mendeteksi suhu permukaan obyek dan penyebaran suhu di sekitar obyek dengan inframerah. Teknik ini dapat menggambarkan warna gradien panas yang berbeda di dalam sarang, di antara telur, dan dinding sarang (Gambar 8). Keunggulan teknik ini yaitu obyek dapat diamati tanpa harus didekati, dan sekaligus dapat memperkirakan suhu obyek yang sedang diamati.

Gambar 8 Hasil foto inframerah sarang dan telur burung hitam (Turdus merula). Warna berbeda menunjukkan suhu obyek yang berbeda (Lamprecht & Schmolz 2004) Yusuf et al. (1999) menggunakan unit kamera video untuk mengamati aktivitas walet rumahan. Unit peralatan terdiri dari kamera, detektor ultrasonik, inframerah, TV monitor, video recorder, regulator dan unit mixer (Tabel 1). Unit alat ini mampu merekam secara otomatis ketika obyek sedang beraktivitas dan menghentikannya pada saat aktivitas terhenti. Tabel 1 Jenis dan fungsi alat rancangan dan alat jadi yang digunakan dalam rangkaian alat pengamatan burung walet (Yusuf et al. 1999) No. Jenis Alat 1. Kamera Untuk menangkap obyek burung yang diamati. Kamera dihadapkan kearah sarang burung walet. 2. Detektor Ultrasonik Sebagai alat pendeteksi getaran. Getaran yang terjadi pada medium udara mengakibatkan terjadinya pemampatan dan perenggangan udara yang membentuk gelombang bunyi. Gerakan-gerakan aktivitas burung merupakan getaran yang akan dideteksi oleh detektor. 3. Inframerah Sebagai sumber penerangan. Sinar ini tidak dapat direfleksikan oleh benda sehingga tidak terlihat. 4. Monitor TV Digunakan untuk menampilkan obyek yang ditangkap oleh kamera dan obyek yang direkam pada pita perekam. 5. Video Rekorder Digunakan sebagai alat perekam dan pembaca hasil rekaman. 6. Regulator/ Digunakan sebagai sumber catu daya inframerah. Stabiliser DC 7. Unit Mixer Merupakan alat penerjemah dan penerus informasi fungsi kerja suatu alat ke alat yang lainnya.

Penempatan alat di dalam rumah walet diatur sehingga tidak mengganggu aktivitas walet. Jarak optimal alat untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik adalah pada jarak kamera 25 cm dan inframerah 75 cm dari sarang. Waktu pemasangan alat-alat di dalam rumah walet dilakukan ketika walet sedang berburu makanan,yaitu pukul 09.00-15.00. Hal ini bertujuan agar burung walet tidak terganggu (Yusuf et al. 1999).