BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa mengalami perubahan yang bertujuan untuk mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai pengembangan kebijakan tentang kurikulum pun dilakukan. Seperti halnya perubahan dan perbaikan kurikulum di Indonesia yang esensinya membentuk pendidikan yang lebih baik. Akhir-akhir ini kurikulum KTSP yang merupakan rumusan kurikulum terbaru begitu gencar untuk realisasinya. KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum ini juga dikenal dengan sebutan Kurikulum 2006, karena kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsur-angsur pada tahun ajaran 2006/2007. Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah harus sudah menerapkan kurikulum ini paling lambat pada tahun ajaran 2009/2010. Pengembangan dan penyusunan KTSP merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak pihak: guru, kepala sekolah, guru (konselor), dan komite sekolah. Berikut ini akan dibahas beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam menghadapi KTSP.
Pertama adalah tentang bahan ajar. Karena KTSP dikembangkan dan disusun oleh satuan pendidikan atau sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, setiap sekolah mempunyai kurikulum yang berbeda. Dengan demikian, bahan ajar yang digunakan juga mempunyai perbedaan. Tidak ada ketentuan tentang buku pelajaran yang dipakai dalam KTSP. Buku yang sudah ada dapat dipakai. Pembelajaran didasarkan pada kurikulum yang dikembangkan sekolah, bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, guru dapat mengurangi dan menambah isi buku pelajaran yang digunakan. Dengan demikian, guru harus mandiri dan kreatif. Guru harus menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum sekolahnya.guru dapat memanfaatkan bahan ajar dari berbagai sumber (surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dsb.). Bahan ajar dikaitkan dengan isu-isu lokal, regional, nasional, dan global agar peserta didik nantinya mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi berbagai macam situasi kehidupan. Selanjutnya tentang metode pembelajaran. Dalam KTSP guru juga diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran. Guru perlu memanfaatkan berbagai metode pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan kreativitas peserta didik. Karena dalam KTSP guru berfungsi sebagai fasilitator dan pembelajaran berpusat pada peserta didik, metode ceramah perlu dikurangi. Metode-metode lain seperti diskusi, pengamatan, tanya-jawab perlu dikembangkan.
Kegiatan pembelajaran dapat juga melibatkan orang tua dan masyarakat. Sekolah dapat mengundang orang yang mempunyai profesi tertentu atau ahli dalam bidang tertentu untuk berbicara dan berdialog dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak selalu berlangsung di dalam kelas. Kegiatan dapat dilakukan di luar kelas (perpustakaan, kantin, taman, dsb.), di luar sekolah (mengunjungi lembaga bahasa, stasiun radio/televisi, penerbit, dsb.). Beragamnya tempat pembelajaran dapat membuat suasana belajar yang tidak membosankan. Dapat disimpulan bahwa pendidikan itu mestilah membangkitkan minat, bakat, kreatifitas, serta penuh makna yang mampu membentuk karakter peserta didik. Guru dituntut untuk piawai membawa suasana pendidikan yang mampu mengarahkan peserta didik ke arah seperti yang peneliti sebutkan sebelumnya. Melakukan berbagai inovasi beserta penerapan metode dan model pembelajaran yang penuh makna. Realita di dunia pendidikan belumlah mencapai ke arah seperti yang dirumuskan dalam pengembangan kurikulum KTSP. Disadari betul bahwa untuk mencapai ke arah tersebut dibutuhkan proses dan waktu. Maka salah satu upaya dan merupakan langkah kecil untuk pencapaian ke arah yang diinginkan. Peneliti melakukan penelitian dengan penerapan model pembelajran inofatif di sekolah dasar. Khususnya di mata pelajaran bahasa Indonesia. Latar belakang ide penelitian ini adalah berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru Sekolah Dasar Negeri 1 Dukuhwaluh. Dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia, di dalam Kompetensi Dasar tentang memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Kegiatan yang biasa dilakukan dalam pembelajaran ini adalah siswa ditugaskan untuk membaca skenario secara berkelompok dengan tokoh masing-masing di depan kelas. Setelah itu guru menjelaskan materi tentang drama. Kegiatan pembelajaran seperti ini belumlah menyentuh ke nilai penggalian minat-bakat, kreatifitas dan eksplorasi diri yang matang. Pun berbagai nilai yang terkandung di dalam drama tidaklah tergali secara optimal disebabkan siswa tidak memiliki kesempatan totalitas dalam bermain drama. Sehingga siswa hanya membayang tentang drama tanpa tahu cara menggali makna di dalam drama. Berdasarkan kasus ini maka peneliti berupaya untuk melakukan peningkatan ataupun optimalisasi bermain drama melalui model kolaborasi dan scaffolding learningdengan penggunaan media video pada siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Dukuhwaluh. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan minat-bakat, kreatifitas, penjiwaan penuh makna, eksplorasi diri serta nilai positif lainnya yang terkandung di dalam drama. Model pembelajaran kolaborasi dan scaffolding learning adalah gabungan dua unsur atau lebih yang dipadukan secara intensif. Model kolaborasi dan scaffolding larning merupakan dua hal yang saling menunjang. Titik berat kolaborasi adalah pada masalah penyatuan dua unsur, yaitu sastra dan seni pementasan atau teater. Adapaun scaffolding learning cenderung ke arah bagaimana langkah pemanfaatan dua unsur sastra dan seni
teater itu disajikan. Melalui kolaborasi dan scaffolding learning ini, pembelajaran bermain drama ini berupaya mencampur antara sastra (bahasa dengan lafal dan intonasi yang tepat) dengan seni teater (ekspresi, penghayatan, pertunjukan, dan sebagainya) yang dipadukan dengan langkahlangkah tertentu. Kemudian penggunaan media video merupakan sarana untuk menarik perhatian, serta alat yang mampu mendemonstrasikan permainan drama secara konkret. Percampuran unsur (kolaborasi) yang di-scaffolding learning-kan dengan penggunaan media video ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk menemukan keindahan dan sekaligus kedalaman rasa. Sastra tidak hanya masalah pengejaran tetapi cenderung pengajaran. Bermain drama adalah genre sastra yang tidak sekedar mengejar materi melimpah, tetapi harus diupayakan untuk menanamkan pendidikan akhlak tertentu. Tentang pendidikan akhlak atau yang lebih dikenal dengan pendidikan karakter ini juga ditandaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional 2010-2014, Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014 dan Renstra Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2014.
Peneliti miliki harapan besar tentang tercapainya target-target yang pada intinya terjadi peningkatan proses pembelajaran yang ditunjukannya dengan semakin baiknya keterampilan siswa. Kemudian nilai lain yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik siswa pun meningkat. Ketercapaian tujuan nantinya tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak seperti pihak SD Negeri 1 Dukuhwaluh yang dijadikan objek penelitian. Semoga kegiatan ini membawa kebaikan pada semua pihak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah peneliti kaji dan jelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diajukan dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana melaksanakan pembelajaran tentang memerankan tokoh dalam drama yang mampu membangkitkan minat, bakat, kreatifitas, eksplorasi penjiwaan, serta nilai berupa pesan moral yang terkandung di dalamnya? 2. Bagaimana guru mampu menciptakan suasana pembelajaran tentang memerankan tokoh dalam drama yang menarik, menyenangkan, menantang, dan sebagai wahana eksplorasi diri bagi siswa. 3. Bagaimana keterampilan memerankan tokoh dalam drama bisa meningkat dari sebelumnya, melalui penerapan model pembelajaran kolaborasi dan scaffolding learning dengan penggunaan media video.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah berupa harapan hasil yang dicapai oleh peneliti setelah melakukan penelitian. Adapun tujuan penelitian tersebut peneliti klasifikasikan menjadi dua hal yaitu: 1. Tujuan Umum Tujuan secara umum dari peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan memerankan tokoh dalam drama dengan lafal, intonasi, ekspresi, dan penghayatan yang tepat, yang ditempuh melalui penerapan model kolaborasi dan scaffolding learning dengan menggunakan media video di Kelas V SD Negeri 1 Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini peneliti sebutkan dalam beberapa hal di bawah ini: a. Memperoleh hasil dari penerapan model kolaborasi dan scaffolding learning dengan menggunakan media video dalam memerankan tokoh dalam drama, berupa pembelajaran yang mampu membangkitkan minat, bakat, kreatifitas, dan eksplorasi diri bagi siswa. b. Menciptakan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam Sub Materi Memerankan Tokoh dalam Drama yang menyenangkan, menarik, menantang dan imajinatif yang merangsang kecerdasan kreatifitas siswa.
c. Mampu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan yang ditunjukannya dengan memerankan tokoh dalam drama dengan lafal, intonasi, ekspresi, dan penghayatan yang tepat. d. Menjadi sumber inspirasi bagi guru untuk kedepannya mampu menciptakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari dilakukannya penelitian ini peneliti tujukan kepada beberapa pihak yang terkait sebagai objek dan subjek penelitian. 1. Bagi Siswa Bagi siswa Sekolah Dasar akan memperoleh pelajaran Bahasa Indonesia pada Sub Materi Memerankan Tokoh dalam Drama yang lebih menarik, menyenangkan, dan menantang sehingga keterampilan siswa akan meningkat. 2. Bagi Guru Bagi guru dapat mengembangkan kurikulum baik dalam aspek pengembangan materi, metode, media dan alat evaluasi pembelajaran di kelas. 3. Bagi Peneliti bawah ini: Manfaat bagi peneliti dalam penelitian ini meliputi beberapa hal di
a. Bagi peneliti dapat mengetahui dan mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan model kolaborasi dan scaffolding learning dengan menggunakan media video, sehinggaterbiasa melakukan inovasi dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas belajar siswa dan kualitas guru mengajar. b. Bagi peneliti membina tumbuhnya budaya meneliti dalam upaya meningkatkan pembelajaran Bahasa Indonesia. 4. Bagi Sekolah Bagi Sekolah Dasar Negeri 1 Dukuhwaluh, akan dapat memberikan sumbangan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.