KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004 KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KORIDOR UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM ATAU HUTAN TANAMAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: 1. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 688/Kpts-II/1990 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 590/Kpts-II/1994 telah ditetapkan Peraturan Pembuatan dan Penggunaan Koridor (Jalan Angkutan Kayu); 2. bahwa sehubungan dengan adanya perkembangan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dihapusnya Kantor Wilayah Departemen Kehutanan di Provinsi, maka Keputusan Menteri Kehutanan tersebut huruf a perlu disempurnakan. 3. bahwa sehubungan dengan semakin meluasnya tingkat kerusakan hutan, maka dalam setiap kegiatan pembukaan kawasan hutan diperlukan upaya dengan menitik beratkan pada rehabilitasi dan konservasi hutan; 4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,b,dan c dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang izin Pembuatan dan Penggunaan Koridor untuk kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman. Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah; 4. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi; 10. Keputusan Presiden Nomor 102 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen; 11. Keputusan Presiden Nomor 228/M tahun 2001 tentang Susunan Kabinet Gotong Royong; 12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts-II/ 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan; 13. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 124/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 445/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk teknis tata cara pengenaan Pemungutan, Pembayaran, dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); 14. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 334/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan; 15. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 128/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Tata cara Pengenaan, Pemungutan, pembayaran dan Penyetoran Dana Reboisasi (DR); 1
16. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6652/Kpts-II/2002 tentang Penugasan, Penilaian dan Pengesahan Rencana Karya Tahunan IUPHHK dan pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman; 17. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6887/Kpts-II/2002 jis. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10031/Kpts-II/2002 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 59/Kpts-II/2003 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif atas Pelanggaran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, Izin Pemungutan Hasil Hutan dan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan; 18. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16/Kpts-II/2003 jis. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 280/Kpts-II/2003 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 61/Menhut-II/2004 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam. Menetapkan: MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KORIDOR UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM ATAU HUTAN TANAMAN. Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 2. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan system penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 3. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 4. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 5. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 6. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) pada hutan alam yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin usaha untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasarana hasil hutan kayu. 2
7. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan tanaman yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) adalah izin usaha untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, perbenihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan atau penebangan,pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu. 8. Koridor adalah jalan angkutan kayu di darat baik yang berupa jalan truck maupun lori, yang dibuat dan atau dipergunakan untuk mengangkut kayu-kayu dari areal IUPHHK tertentu ke tempat penimbunan kayu/logpond di tepi sungai/laut atau tempat lain dengan melalui areal di luar areal IUPHHK yang bersangkutan. 9. Tebang matahari adalah kegiatan penebangan yang dilaksanakan pada kanan-kiri badan jalan dengan lebar tertentu sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk sampai kebadan jalan dalam rangka perawatan jalan agar jalan selalu tetap kering. 10. Izin pembuatan koridor adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pemegang IUPHHK untuk membuat jalan angkutan hasil hutan kayu diluar areal IUPHHK yang bersangkutan. 11. Izin penggunaan koridor adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pemegang IUPHHK untuk menggunakan koridor yang telah selesai dibuat dan/atau koridor yang telah ada diluar areal IUPHHK yang bersangkutan. 12. Areal penggunaan lain (APL) atau kawasan Budidaya Non kehutanan (KBNK) adalah areal yang berstatus hutan Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi menjadi bukan Kawasan Hutan. 13. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan tanggungjawab di bidang Kehutanan. 14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggungjawab di bidang Bina Produksi Kehutanan. 15. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggungjawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi. 16. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupaten/Kota. BAB II JENIS,PERSYARATAN, DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN KORIDOR Bagian Kesatu Jenis Izin Pasal 2 Jenis izin koridor terdiri dari : 3
1. Izin pembuatan koridor; 2. Izin penggunaan koridor. Bagian Kedua Persyaratan Kawasan Pasal 3 (1) Izin pembuatan koridor hanya dapat diberikan pada : 1. Hutan produksi: 2. Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) (2) Pada hutan lindung, hutan konservasi, kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK), dan lokasi untuk keperluan tegakan benih, petak ukur permanent, plot-plot penelitian, areal sumber daya genetic, kebun dan koleksi benih tidak dapat diberikan izin pembuatan koridor. Pasal 4 Izin penggunaan koridor dapat diberikan terhadap : 1. Koridor yang telah selesai dibuat sesuai dengan izin pembuatan koridor; 2. Koridor yang telah ada dan dibuat secara sah. Bagian Ketiga Tata Cara Permohonan Izin Pembuatan Pasal 5 (1) Permohonan pembuatan koridor diajukan oleh pemegang IUPHHK pada hutan alam atau hutan tanaman kepada Gubernur dengan tembusan kepada : 1. Direktur Jenderal ; 2. Kepala Dinas Provinsi; 3. Bupati/Walikota; 5. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan; dan 6. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan. (2) Permohonan Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan : 1. Rencana trase koridor yang dibuat pada Peta skala 1 : 25.000; 2. Surat pernyataan tidak berkeberatan dari pemegang IUPHHK, apabila koridor yang akan dibuat melalui areal kerja IUPHHK pihak lain: 3. Surat Keterangan dari Pemerintah Kabupaten/Kota apabila koridor yang akan dibuat melalui APL/KBNK; dan 4. Surat persetujuan dari pihak pemegang hak atas tanah, apabila koridor yang akan dibuat melalui tanah yang dibebani title hak. 4
Pasal 6 (1) Dalam hal salah satu atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (2) tidak terpenuhi, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal ayat (1), Gubernur memberitahukan kepada pemohonan untuk melengkapi persyaratan permohonan. (2) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) terpenuhi, selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1), Gubernur membentuk Tim yang terdiri dari Petugas Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota untuk melakukan orientasi rencana trase sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) huruf a. Pasal 7 (1) Paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah terbitnya Surat Perintah Tugas (SPT) dari Gubernur, Tim sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2), melakukan pemeriksaan rencana trase koridor yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) (2) Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, Tim melaporkan hasil pemeriksaan rencana trase koridor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur sebagai bahan pertimbangan teknis. Pasal 8 Selambat-lambatnay 15(limabelas) hari kerja sejak diterimanya hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2), Gubernur dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) Pasal 9 (1) Dalam hal permohonan di setujui, Gubernur menerbitkan Keputusan Izin Pembuatan koridor, yang salinannnya disampaikan kepada : 1. Direktur Jenderal; 2. Kepala Dinas Provinsi; 3. Bupati/walikota; 5. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan; 6. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan; dan 7. Pemohon yang bersangkutan (2) Keputusan izin pembuatan koridor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain : 1. Nama dan alamat pemegang izin; 2. Panjang dan Lebar Koridor; 3. Ketentuan pembuatan Koridor; 5
4. Tanggal ditetapkannya dan berlakunya izin; dan 5. Lampiran izin berupa peta trase koridor yang akan dibuat. (3) Dalam hal permohonan ditolak, Gubernur menerbitkan surat penolakan kepada pemohon yang tembusannya disampaikan kepada: 1. Direktur Jenderal; 2. Kepala Dinas Provinsi: 3. Bupati/Walikota; 5. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan;dan 6. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan. Pasal 10 Jangka waktu berlakunya izin pembuatan koridor diperhitungkan dengan panjang koridor yang akan dibuat. Bagian Keempat Tata Cara Permohonan Izin Penggunaan Pasal 11 (1) Permohonan izin penggunaan koridor diajukan oleh Pemegang IUPHHK pada hutan alam atau hutan tanaman kepada Gubernur dengan tembusan kepada : 1. Direktur Jenderal; 2. Kepala Dinas Provinsi: 3. Bupati/Walikota 5. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan;dan 6. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilengkapi persyaratan: 1. Peta koridor yang akan digunakan dengan skala 1: 25.000; 2. Berita Acara/Laporan yang isinya koridor yang dibuat telah selesai; dan 3. Persetujuan dari pemegang IUPHHK yang jalan angkutan kayunya atau koridornya akan digunakan sebagai koridor Pasal 12 (1) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) tidak terpenuhi, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Gubernur memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan persyaratan. (2) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) tidak terpenuhi, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Gubernur membentuk Tim yang terdiri dari petugas Dinas Kehutanan Provinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota untuk melakukan pemeriksaan koridor yang akan digunakan. Pasal 13 6
(1) Paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah terbitnya SPT dari Gubernur, Tim sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2), melakukan pemeriksaan koridor yang hasilnya dituangkan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP). (2) Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pemeriksaan dilaksanakan, Tim melaporkan hasil pemeriksaan koridor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur sebagai bahan pertimbangan teknis. Pasal 14 (1) Dalam hal permohonan di setujui, Gubernur menerbitkan Keputusan Izin penggunaan koridor, yang salinannya disampaikan kepada : 1. Direktur Jenderal; 2. Kepala Dinas Provinsi: 3. Bupati/Walikota; 5. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan; 6. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan;dan 7. Pemohon yang bersangkutan. (2) Keputusan izin penggunaan koridor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain : 1. Nama dan alamat pemegang izin; 2. Ukuran dan panjang lebar koridor; 3. Ketentuan penggunaan dan pemeliharaan koridor; 4. Tanggal ditetapkan dan berlakunya izin; 5. Lampiran izin berupa peta koridor yang digunakan; dan 6. Kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh pemegang koridor. (3) Dalam hal permohonan di tolak, Gubernur menerbitkan surat penolakan kepada pemohon yang tembusannya disampaikan kepada : 1. Direktur Jenderal; 2. Kepala Dinas Provinsi; 3. Bupati/Walikota; 5. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan; dan 6. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan. Pasal 15 Jangka waktu berlakunya izin penggunaan koridor paling lama sampai dengan IUPHHK yang bersangkutan berakhir. BAB III KETENTUAN PEMBUATAN KORIDOR DAN PEMANFAATAN KAYU Bagian Kesatu Ketentuan Pembuatan Koridor Pasal 16 Pelaksanaan pembuatan koridor harus mengikuti ketentuan sebagai berikut : 7
1. Menggunakan alat sesuai ketentuan yang berlaku; 2. Diupayakan agar jarak jalan angkutan merupakan jarak terpendek; 3. Diutamakan pada areal yang tidak berhutan; 4. Dihindari terjadinya : o Erosi yang berlebihan; o Tanah longsor; o Kerusakan hutan di sekitarnya. 5. Diupayakan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan; 6. Tidak melakukan pembakaran; 7. Lebar koridor maksimum 34 meter dengan perincian sebagai berikut: o Lebar jalan utama maksimum 10 meter; o Lebar bahu jalan, kanan dan kiri maksimum 2 meter; o Lebar tebang matahari dari tepi bahu jalan, kanan dan kiri masing-masing maksimum 10 meter. Bagian Kedua Ketentuan Pemanfaatan Kayu Pasal 17 (1) Pemanfaatan kayu dalam rangka pembuatan koridor ditetapkan sebagai berikut : 1. Kayu yang diperoleh dari areal IUPHHK yang dilalui koridor diprioritaskan kepada pemegang IUPHHK yang bersangkutan, dengan memberi kompensasi yang wajar kepada pemegang izin koridor yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama; 2. Kayu yang diperoleh dari areal hutan Negara yang tidak dibebani hak diprioritaskan kepada pemegang izin koridor 3. Kayu yang diperoleh dari areal tanah milik diserahkan pemanfaatannya kepada pemilik areal. (2) Tata cara pemanfaatan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Kayu yang diperoleh dari pembuatan koridor dikenakan pungutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali untuk hutan milik. BAB IV KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN KORIDOR Pasal 18 Pemegang izin koridor wajib : 8
1. Mengamankan kawasan hutan yang dilalui koridor dari perambahan, penebangan liar, kebakaran, pemukiman liar, penambangan liar, dan atau perbuatan melawan hukum lainnya; 2. Membuat dan memasang rambu-rambu lalu lintas pada tempat-tempat tertentu; dan 3. Melakukan penanaman kembali dengan jenis kayu setempat pada areal bekas tebangan matahari setelah koridor tidak dipergunakan lagi. BAB V PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 19 (1) Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan perizinan koridor. (2) Kepala Dinas Propinsi melakukan pembinaan teknis dan pengendalian terhadap pelaksanaan izin pembuatan koridor. (3) Kepala Dinas Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan izin pembuatan koridor dan penggunaan koridor. Pasal 20 Pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) dan (2) dilakukan dalam bentuk supervise dan monitoring. Pasal 21 (1) Pemegang izin koridor wajib menyampaikan laporan bulanan perihal realisasi pembuatan koridor kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota. (2) Sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota melakukan penilaian (evaluasi) lapangan terhadap pelaksanaan izin pembuatan dan atau izin penggunaan koridor. (3) Hasil penilaian (evaluasi) lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Gubernur paling lambat 7(tujuh) hari kerja setelah melaksanakan penilaian (evaluasi). (4) Kepala Dinas Provinsi menyampaikan laporan penyelenggaraan perizinan koridor setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Direktur Jenderal. BAB VI S A N K SI Pasal 22 Pemegang izin koridor yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan pembuatan dan atau penggunaan koridor sebagaimana diatur dalam Keputusan ini, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 9
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 23 Izin pembuatan dan atau penggunaan koridor yang telah terbit berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 668/Kpts-II/1990 jo No 590/Kpts-II/1994 tentang Peraturan Pembuatan dan Penggunaan Koridor sebelum keputusan ini ditetapkan dinyatakan tetap dinyatakan tetap berlaku. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 688/Kpts- II/1990 dan Nomor 590/Kpts-II/1994 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 25 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 28 September 2004 MENTERI KEHUTANAN, Ttd. MUHAMMAD PRAKOSA Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi, ttd. Ir. S U Y O N O NIP 080035380 Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Dalam Negeri; 2. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; 3. Gubernur di seluruh Indonesia; 4. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 5. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di seluruh Indonesia; 6. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di seluruh Indonesia; 7. Kepala Balai Sertifikasi dan Penguji Hasil Hutan di seluruh Indonesia; dan 8. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan di seluruh Indonesia. 10