BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Permendiknas No. 22 (Departemen Pendidikan Nasional RI,

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal penting yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

Oleh: Wita Aprialita (1) Ririn Sispiyati ( 2) ABSTRAK

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dhelvita Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013

PENINGKATAN KECAKAPAN MATEMATIKA PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN MELALUI PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

adaptif) dan productive dispositotion (sikap produktif). Dari pernyataan diatas, Pembelajaran Matematika harus menekankan pada pemahaman

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan situasi atau tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa akan terwujud.

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rofiq Robithulloh Murod,2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran ini. Meskipun dianggap penting, banyak siswa yang mengeluh kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Salah satu solusi permasalahan tersebut adalah dengan menciptakan pendidikan yang berkualitas. Pembangunan dalam bidang pendidikan menjadi hal yang diutamakan bagi terciptanya pendidikan yang berkualitas. Indonesia juga telah menyadari betapa pentingnya pendidikan saat ini. Pemerintah pun mengupayakan agar terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dengan didasari oleh nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti yang termuat dalam Undangundang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Salah satu upaya menciptakan pendidikan formal yang berkualitas yaitu dengan dilakukan penyempurnaan kurikulum. Pada tahun 2013, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah disempurnakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Upaya penyempurnaan kurikulum tentunya harus sejalan dengan upaya implementasinya dalam pembelajaran di sekolah. Pembelajaran yang diberikan di sekolah disampaikan melalui berbagai macam mata pelajaran. Pada setiap mata pelajaran berisikan materi-materi yang mewakili kemampuan yang harus dicapai 1

2 siswa. Salah satu mata pelajaran yang penting untuk dipelajari adalah matematika. Konsep, prinsip, dan prosedur baku dalam matematika selalu digunakan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan di hampir setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika selalu diberikan pada setiap jenjang pendidikan. Setiap mata pelajaran yang diajarkan dalam suatu satuan pendidikan tentu memiliki kemampuan-kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh semua siswa, begitu pula dengan matematika. Kemampuan-kemampuan matematika yang diharapkan dapat dicapai oleh semua siswa berdasarkan KTSP (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 346) yaitu sebagai berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik, atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Kemampuan-kemampuan matematika di atas diperinci oleh Kilpatrick et al. (2001: 116) menjadi lima aspek yang disebut dengan mathematical proficiency (kemahiran matematika), yaitu sebagai berikut: 1. conceptual understanding (pemahaman konseptual), adalah pemahaman pada konsep-konsep, operasi-operasi, dan relasi-relasi matematika. 2. procedural fluency (kelancaran prosedural), adalah keterampilan dalam memilih porsedur secara fleksibel, akurat, efisien, dan tepat.

3 3. strategic competence (kemampuan strategis), adalah kemampuan untuk merumuskan, merepresentasikan, dan memecahkan permasalahan matematika. 4. adaptive reasoning (penalaran adaptif), adalah kemampuan berpikir logis, refleksi, penjelasan, dan justifikasi. 5. productive disposition (disposisi yang produktif) adalah kecenderungan yang terbiasa memandang matematika sebagai pengetahuan yang masuk akal, berguna, dan bermanfaat ditambah dengan keyakinan pada ketekunan dan keberhasilan sendiri. Empat aspek yang pertama termasuk kedalam ranah kognitif sedangkan aspek yang kelima termasuk kedalam aspek afektif. Kelima aspek tersebut saling berkaitan dan diperlukan oleh siswa dalam memahami dan menggunakan matematika. Salah satu kemampuan matematika yang perlu dicapai oleh siswa adalah kemampuan pemahaman matematis. Kemampuan ini adalah kemampuan matematika yang paling mendasar sebagai fondasi dalam mencapai kemampuan matematika lainnya yang lebih tinggi. Kemampuan pemahaman matematis menurut KTSP adalah kemampuan untuk memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara fleksibel, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Kemampuan matematika tersebut jika dipandang dari pengklasifikasian oleh Kilpatrick et al., akan serupa dengan kemampuan conceptual understanding dan procedural fluency. Kedua kemampuan tersebut lebih lanjut merujuk pada kemampuan pemahaman matematis yang digunakan pada penelitian ini. Kemampuan conceptual understanding mengacu pada kemampuan menguasai gagasangagasan matematika secara fungsional dan terintegrasi (Kilpatrick et al., 2001: 118), sedangkan procedural fluency mengacu pada pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang kapan dan bagaimana menggunakan prosedur secara fleksibel, akurat, efisien, dan tepat (Kilpatrick et al., 2001: 121). Kedua kemampuan ini saling berkaitan seperti yang disampaikan oleh Hiebert dan Carpenter (Mulyana, 2009: 23) bahwa pemahaman membuat belajar keterampilan menjadi lebih mudah, mengurangi terjadinya kesalahan yang biasa dilakukan, dan mengurangi terjadinya lupa. Di lain pihak, keterampilan pada level tertentu

4 diperlukan untuk memahami berbagai konsep matematika secara mendalam. Oleh karena itulah, kemampuan pemahaman matematis perlu dicapai oleh siswa dalam menguasai konsep, prinsip, dan prosedur baku dalam matematika secara utuh. Salah satu materi ajar matematika yang penting untuk dipahami oleh siswa adalah Bentuk Akar, Pangkat dan Logaritma pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X. Kemampuan pemahaman matematis yang terdiri dari kemampuan conceptual understanding dan procedural fluency, diperlukan untuk menguasai materi ajar yang memuat banyak rumus ini supaya siswa dapat memahami konsep-konsep dalam materi tersebut secara utuh serta terampil menggunakan berbagai prosedur di dalamnya secara fleksibel, akurat, efisien, dan tepat. Jika siswa memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, maka guru tidak perlu mengkhawatirkan siswanya melupakan konsep-konsep mengenai materi ajar tersebut, karena pengetahuan mengenai konsep-konsep tersebut lebih tertanam dalam pemikiran siswa. Namun pembelajaran konvensional yang biasa diterapkan oleh guru sehari-hari mengakibatkan kemampuan pemahaman matematis siswa menjadi rendah. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam hasil penilaian oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2009 menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-60 dalam hal prestasi matematika siswa sekolah menengah dari 65 negara yang berpartisipasi (OECD, 2010). PISA menggunakan enam level proficiency (kemahiran) dalam menilai kemampuan matematika siswa. Siswa pada level 1 dapat menjawab pertanyaan yang melibatkan konteks yang dikenal dimana terdapat semua informasi yang relevan dan maksud dari pertanyaan tersebut mudah dimengerti. Mereka dapat mengidentifikasi informasi yang ada dan menggunakan prosedur rutin berdasarkan instruksi langsung dalam situasi yang jelas. Level ini sejalan dengan kemampuan procedural fluency. Siswa pada level 2 dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang membutuhkan kesimpulan langsung. Mereka dapat menggunakan algoritma rutin, rumus, prosedur, serta mampu dalam penalaran secara langsung. Level ini sejalan

5 dengan kemampuan conceptual understanding, sehingga kedua level ini akan sejalan dengan kemampuan pemahaman matematis. Penilaian PISA untuk Indonesia berdasarkan level proficiency matematika untuk keseluruhan soal tes yang diberikan yaitu, sebesar 33,1% dari total siswa yang mengikuti tes berada pada level 1 dan 16,9% berada pada level 2. Apabila dibandingkan dengan ratarata persentase negara-negara anggota OECD yakni sebesar 14% untuk level 1 dan 22% untuk level 2, Indonesia berada di atas rata-rata untuk level 1 tetapi berada di bawah rata-rata untuk level 2. Hal ini menandakan hanya kemampuan conceptual understanding siswa di Indonesia yang masih rendah. Namun baik kemampuan ini maupun kemampuan procedural fluency saling berkaitan dan tidak bisa diprioritaskan salah satunya, sehingga dalam meningkatkan kemampuan conceptual understanding diperlukan kemampuan procedural fluency. Hal ini berimplikasi pada upaya untuk meningkatkan kedua kemampuan tersebut yang terintegrasi menjadi kemampuan pemahaman matematis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa di Indonesia pada tahun 2009 dapat dikatakan rendah menurut penilaian yang dilakukan oleh PISA. Hal ini diperkuat oleh Mulyana (2009: 5) yang mengungkapkan bahwa belajar matematika dengan pembelajaran konvensional mengakibatkan siswa mengetahui dan hafal konsep-konsep dan terampil menggunakan suatu prosedur yang satu sama lain terpisah-pisah (disconnected and memorized knowledge), disebut juga pemahaman tingkat permukaan (surface level). Pemahaman pada tingkat ini bertentangan dengan pemahaman matematis pada penelitian ini yang menekankan penguasaan konsep dan keterampilan menggunakan prosedur secara utuh. Metode pembelajaran matematika yang umum digunakan oleh para guru matematika adalah metode ekspositori (Tim MKPBM, 2001: 171). Siswa dalam proses pembelajarannya hanya menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa mengkopi apa yang telah dituliskan oleh gurunya (Turmudi, 2010: 62). Metode ekspositori yang menggunakan ceramah dalam penyampaian materi kepada siswa, cenderung membuat siswa melupakan pengetahuannya dengan mudah. Hal ini sesuai dengan

6 Learning Pyramid dari National Training Laboratories (2007) yang menyampaikan bahwa Average Retention Rates (Tingkat Ingatan Rata-rata) siswa yang memperoleh metode pengajaran ceramah mengakibatkan mereka hanya dapat mengingat sebanyak 5% dari pengetahuan yang diajarkan. Hal ini berarti siswa lebih banyak melupakan pengetahuan yang diperolehnya daripada mengingatnya, sehingga mereka belum dapat menguasai konsep-konsep matematika dengan baik. Masalah ini pada akhirnya mengakibatkan rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa. Padahal, pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa membangun pengetahuannya sendiri sehingga akan lebih tertanam dalam pemikirannya. Hal ini sejalan dengan teori belajar konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu bukanlah sesuatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya (Sardiman, 2010: 37). Konstruktivisme dilandasi suatu premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun (mengkonstruksi) pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup (Suyono dan Hariyanto, 2011: 105). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan KTSP untuk mengakomodasi siswa dalam mencapai kemampuan-kemampuan yang diharapkan, terutama dalam mencapai kemampuan pemahaman matematis. Salah satu model pembelajaran yang cocok diterapkan untuk menjawab tuntutan tersebut adalah model experiential learning. Model pembelajaran ini berorientasi pada teori belajar konstruktivisme yang mendefinisikan belajar

7 sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil perpaduan antara memahami dan mentransformasikan pengalaman. Model pembelajaran ini tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep-konsep saja, tetapi juga memberikan pengalaman yang akan membangun pemahaman dan keterampilan siswa melalui penugasan-penugasan nyata. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat suatu keterkaitan antara kemampuan pemahaman matematis dengan model experiential learning. Model pembelajaran ini berpotensi dalam meningkatkan kemampuan conceptual understanding dan procedural fluency siswa melalui pemberian tugastugas sebagai proses pembentukan konsep secara aktif dalam membangun pemahaman dan keterampilan. Penerapan model experiential learning diharapkan dapat membantu guru dalam mengakomodasi siswa dalam mencapai kemampuan pemahaman matematis, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Selain itu diharapkan pula dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan menggunakan prosedur dalam matematika, khususnya pada materi bentuk akar, pangkat dan logaritma SMA. Berdasarkan uraian permasalahan sebelumnya, penulis tertarik untuk membuat penelitian yang berjudul Pengaruh Model Experiential Learning terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. B. Batasan Masalah Permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang sebelumnya akan dibatasi dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar masalah yang dikaji menjadi lebih terfokus. Masalah akan dibatasi pada variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu kemampuan pemahaman matematis. Kemampuan ini akan dikhususkan pada kemampuan matematika dalam ranah kognitif yang dikemukakan oleh Kilpatrick et al., yang terdiri dari kemampuan conceptual understanding dan procedural fluency. Batasan masalah lainnya yaitu mengenai materi ajar yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran, yang difokuskan

8 pada submateri eksponen pada materi bentuk akar, pangkat dan logaritma di kelas X SMA. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang memperoleh pembelajaran experiential learning lebih tinggi daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa SMA yang memperoleh pembelajaran experiential learning dengan yang memperoleh pembelajaran konvensional. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan conceptual understanding dan procedural fluency matematika siswa SMA melalui penerapan model experiential learning, sehingga prestasi belajarnya pun meningkat. 2. Bagi guru mata pelajaran matematika, diharapkan dapat lebih mengenal tentang model experiential learning dan pengaruhnya terhadap kemampuan conceptual understanding dan procedural fluency matematika siswa SMA sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran matematika yang lebih bermakna. 3. Bagi sekolah, diharapkan dapat memfasilitasi siswa dan guru ketika proses penerapan model experiential learning serta dapat dipakai oleh sekolahsekolah lain sebagai salah satu alternatif dalam penerapan model pembelajaran yang bervariasi.

9 4. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih terhadap perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan, khususnya dalam bidang matematika. 5. Bagi peneliti, dapat mengenal model experiential learning sehingga kelak ketika menjadi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran yang akan digunakan. F. Anggapan Dasar Dalam penelitian ini diasumsikan siswa menampilkan kemampuan dan sikap yang sebenarnya selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dimulai dari tahap pelaksanaan sampai tahap evaluasi. Hasil tes yang diperoleh dari siswa diasumsikan sebagai hasil dari treatment masing-masing model pembelajaran yang akan dibandingkan. G. Definisi Operasional Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu kemampuan matematika dalam ranah kognitif yang dikemukakan oleh Kilpatrick, et al. yang terdiri dari kemampuan conceptual understanding (pemahaman konseptual) dan procedural fluency (kelancaran prosedural). 2. Conceptual understanding adalah suatu kemampuan menguasai gagasangagasan matematika secara fungsional dan terintegrasi. 3. Procedural fluency adalah pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang kapan dan bagaimana menggunakan prosedur secara fleksibel, akurat, efisien, dan tepat. 4. Model experiential learning adalah model pembelajaran yang menekankan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.

10 5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru sehari-hari. Metode pembelajaran yang biasa digunakan adalah metode ekspositori.