Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Jalanan di Rumah Sanggar Waringin Bandung

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Siswa-Siswi Kelas 6 di SD Sains Al-Biruni Bandung

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Subjective well-being / Children well-being. ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak.

Study Deskriptif Children Well Being Anak Penderita Leukimia All di Rumah Cinta Bandung

Prosiding Psikologi ISSN:

Studi Deskriptif Mengenai Children Well-Being pada Anak Jalanan yang Bersekolah Usia 12 Tahun di Rumah Perlindungan Anak (RPA) Yayasan Bahtera Bandung

BAB I PENDAHULUAN. jalur pantura Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah km.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

Studi Mengenai Domain-Domain Children Well Being pada Anak Panti Asuhan Usia 10 Tahun di Yayasan Al-Aisyiyah Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. ini laju informasi dan teknologi berjalan dengan sangat cepat. Begitu juga dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. keluarga tapi juga bagi kehidupan secara lebih luas. Pada dasarnya, anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Deskriptif Domain Children Well Being pada Anak Usia 12 Tahun di Kelurahan Cicadas

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan seorang anak akan tergantung pada fungsi keluarganya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan asset yang kelak akan menjadi penerus keluarga, menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

KONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. acuan dalam penelitian ini karena teori Subjective Well-being sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak-anak, seperti halnya evaluasi diri anak-anak terhadap dirinya, sehingga variabelnya menjadi children well being.

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. bermain/oddler, masa usia prasekolah, usia sekolah, remaja sampai dewasa. Anak

Perkembangan Anak Usia Dini Ernawulan Syaodih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR PADA REMAJA AWAL

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dra. Dyah Puspita, MSi., Psikolog

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

GAMBARAN KOMITMEN PADA EMERGING ADULT YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DAN PERNAH MENGALAMI PERSELINGKUHAN

Fenomena Pelecehan Seksual Ini Bagai Gunung Es? Tabu Mengenai Pendidikan Seksualitas Pada Anak Di Usia Dini? Kekerasan Seks Pada Anak?

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN SUBJECTIVE WELL- BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kejahatan terhadap anak kerap kali terjadi di Indonesia. Kondisi ini begitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi 1 Farah Fauziah Ismail, dan 2 Fanni Putri Diantina 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail : 1 farahfauziai@yahoo.com, 2 fanni.putri@gmail.com Abstrak. Pelecehan seksual anak yang terjadi di Sukabumi merupakan kasus pelecehan dengan jumlah korban terbanyak di Indonesia. Terdapat perilaku yang berbeda-beda yang ditunjukkan korban, sebagian anak menunjukkan perilaku traumatis seperti murung, pendiam, gelisah, tidak mau bersosialisasi, dan menolak bersekolah. Sedangkan sebagian besar anak menunjukkan perilaku yang lebih positif seperti terbuka dengan lingkungan, ceria, percaya diri, dan selalu bersemangat. Hal tersebut menunjukkan perbedaan evaluasi kehidupan terkait pengalamannya sebagai korban pelecehan seksual, yang disebut sebagai children well-being. Subjek penelitian sejumlah 27 orang korban pelecehan seksual di Sukabumi yang berusia 8-12 tahun. Pengumpulan data menggunakan kuesioner children well-being usia 8,10, dan 12 tahun. Hasil menunjukkan anak usia 8 tahun menunjukkan kepuasan tinggi pada domain home satisfaction, satisfaction with material things, satisfaction with interpersonal relationship, school satisfaction, satisfaction with health, dan personal satisfaction, sedangkan kepuasan paling rendah pada domain satisfaction with area living in. Pada anak usia 10 tahun kepuasan paling tinggi pada domain school satisfaction, satisfaction with health, dan personal satisfaction, sedangkan kepuasan paling rendah pada domain satisfaction with material things. Pada anak usia 12 tahun kepuasan paling tinggi pada domain school satisfaction, satisfaction with health, dan personal satisfaction, sedangkan kepuasan paling rendah pada domain home satisfaction dan satisfaction with material things. Kata Kunci : Children Well-Being, Domain Children Well-Being, Pelecehan Seksual Anak A. Pendahuluan Menurut UU No.4 tahun 1979, anak berhak mendapatkan kesejahteraan baik secara jasmani, rohani, sosial, dan ekonomi. Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat berbagai bentuk hambatan bagi anak untuk mencapai kondisi kesejahteraannya, baik secara jasmani, rohani, sosial, dan ekonomi. Salah satu hambatan bagi anak adalah kekerasan yang dilakukan pada anak, yaitu pelecehan seksual. Pelecehan seksual pada anak merupakan fenomena yang banyak terjadi belakangan ini. Pelecehan seksual pada anak didefinisikan sebagai keterlibatan anak dalam aktivitas seksual dimana anak tidak memahami dan tidak siap secara perkembangan, atau yang melanggar hukum dan norma sosial masyarakat. Bentuk pelecehan seksual ditunjukkan dengan sentuhan, ciuman, hubungan seksual, sodomi, dan lain-lain. (WHO, dalam Kerig & Wenar 2007). Terdapat berbagai dampak dari pelecehan seksual terhadap anak, baik secara fisik maupun psikologis, serta dampak dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. Kerig & Wenar (2007) berpendapat bahwa terdapat berbagai dampak dari pelecehan seksual terhadap perkembangan, baik dalam perkambangan kognitif, emosional, maupun perkembangan sosial. Finkelhor dan Browne (dalam Kerig & Wenar 2007) juga membuat konsep efek pelecehan seksual terhadap empat hal yang menyebabkan trauma, yaitu trauma seksualisasi ; pengkhianatan ; ketidakberdayaan ; dan stigmatisasi. Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Sukabumi menjadi salah satu kasus paling besar yang terjadi di Indonesia, karena jumlah korban yang tergolong besar yaitu sebanyak 116 anak (news.detik.com). Menurut pernyataan dari Indonesian Pediatric Society, jika dilihat dari rentang usia korban, pelecehan seksual anak paling banyak terjadi pada anak usia 6-12 tahun. Hal tersebut sejalan dengan kondisi di Sukabumi, dimana korban paling banyak berusia 8-12 tahun, yaitu sebanyak 75 orang anak (www.idai.or.id). Berdasarkan hal tersebut pemerintah kota Sukabumi memberlakukan program 131

132 Farah Fauziah Ismail, et al. pendampingan bagi anak-anak korban pelecehan seksual. Program tersebut dilakukan secara intensif selama tia bulan, dengan bentuk pendampingan diantaranya konseling kepada orangtua, konseling anak, konsultasi, wawancara, edugame, assesment, treatment dan edukasi keluarga korban. Terdapat perbedaan yang ditunjukkan anak, dimana sebagian anak masih menunjukkan gejala traumatis seperti murung, lebih pendiam, gelisah dan ketakutan, menarik diri dari lingkungan sosial, dan menunjukkan aktivitas seksual yang tidak wajar. Sedangkan sebagian besar anak tampak lebih ceria, percaya diri, dan terbuka dengan lingkungan sekitar. Selain itu, terdapat juga perbedaan penghayatan yang ditunjukkan anak terkait dengan kehidupannya. Penghayatan anak ditunjukkan melalui penilaian dan perasaan terkait aspek-aspek kehidupannya. Terdapat perbedaan yang ditunjukkan anak dalam memandang kondisi dan keadaan rumah mereka. Terdapat anak yang merasa puas, terdapat juga anak yang merasa kurang puas dengan kondisi tersebut. Beberapa dari mereka mengaku merasa tidak puas dengan keadaan rumah karena kurang nya fasilitas bermain di rumah. Hal tersebut dapat menggambarkan penilaian dan perasaan mereka terhadap domain home satisfaction dalam children well-being. Sejalan dengan kondisi di atas, mereka juga mengaku tidak puas dengan lingkungan sekitar rumah mereka. Mereka merasa fasilitas dan lokasi sekitar rumah mereka tidak strategis untuk arena bermain. Menurut mereka lingkungan rumah mereka jauh dari tempat-tempat yang biasa digunakan untuk bermain, sehingga terkadang mereka merasa bosan dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Hal tersebut dapat menggambarkan penilaian dan perasaan mereka terhadap domain satisfaction with area living in dalam children well-being. Di sisi lain, mereka menunjukkan kepuasan akan hubungan interpersonal dengan teman-temannya. Mereka merasa memiliki banyak teman dan memiliki berbagai aktivitas yang menyenangkan bersama teman-temannya. Hal tersebut dapat menggambarkan penilaian dan perasaan mereka terhadap domain satisfaction with interpersonal relationship dalam children well-being. Selain itu, mereka juga mengaku puas dengan kondisi kesehatannya, mereka mengaku tidak pernah sakit yang terlalu berat yang dapat menganggu aktivitas mereka sehari-hari bersama teman-teman mereka. Hal tersebut dapat menggambarkan penilaian dan perasaan mereka terhadap domain satisfaction with health dalam children well-being. Penghayatan tersebut dipengaruhi oleh bagaimana anak membuat penilaian (komponen kognitif) dan menunjukkan perasaan (komponen afektif) terkait domaindomain dalam children well-being. Terdapat delapan domain dalam children well-being, yaitu terkait dengan home satisfaction, satisfaction with material things, satisfaction with the area living in, satisfaction with health, satisfaction with interpersonal relationship, school satisfaction, dan personal satisfaction. Kondisi-kondisi di atas menunjukkan gambaran dari children well-being anak sebagai korban pelecehan seksual. Children well-being didefinisikan dengan evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupan, termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, kepuasan terhadap area-area, dan tingkat emosi yang tidak menyenangkan rendah (Diener, 2003). Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti Studi Deskriptif Children Well-Being Pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi. B. Landasan Teori Children well-being merupakan teori yang diadaptasi dari teori subjective wellbeing dari Diener. Subjective well-being merupakan evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupan, termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi Volume 2, No.1, Tahun 2016

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 133 menyenangkan, kepuasan terhadap area-area, dan tingkat emosi yang tidak menyenangkan rendah (Diener, 2003). Terdapat dua komponen utama dalam menelaah subjective wellbeing, yaitu komponen kognitif (penilaian) dan komponen afektif (perasaan). Dalam komponen kognitif terdapat kepuasan yang ditunjukkan pada area-area kehidupan. Dalam menelaah children well-being, terdapat delapan domain utama terkait dengan area-area kehidupan, yaitu home satisfaction (pemaknaan anak terhadap tempat tinggalnya atau rumah), satisfaction with material things (pemaknaan anak terhadap benda-benda yang dimiliki), satisfaction with interpersonal relationship (pemaknaan anak terhadap hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya), satisfaction with area living in (pemaknaan anak terhadap lingkungan di sekitar rumah), satisfaction with school (pemaknaan anak terhadap kehidupannya di sekolah), satisfaction time organization, (pemaknaan anak terhadap bagaimana mereka mengatur waktu yang dimiliki), satisfaction with health (pemaknaan anak terkait kesehatannya), dan personal satisfaction (pemaknaan anak terhadap dirinya sendiri) (Casas, dalam UNICEF 2012). Anak usia 8-12 tahun masuk ke dalam tahap perkembangan late childhood. Menurut Robert J. Havighurst (dalam Hurlock, 1980) pada usia tersebut anak memiliki tugas perkembangan sebagai berikut : belajar keterampilan fisik yang digunakan untuk permainan-permainan umum ; pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh ; belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya ; belajar mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat ; mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung ; mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari ; mengembangkan hati nurani, moralitas dan nilai-nilai kehidupan ; mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembgalembaga ; dan mencapai kebebasan pribadi. WHO mendefinisikan pelecehan seksual sebagai keterlibatan anak dalam aktivitas seksual dimana anak tidak memahami dan tidak siap secara perkembangan, atau yang melanggar hukum dan norma sosial masyarakat. Bentuk pelecehan yang dilakukan bervariasi mulai dari sentuhan, cumbuan, hingga hubungan seksual atau sodomi (dalam Kerig & Wenar 2007). Terdapat dampak pelecehan seksual terhadap perkembangan anak, yaitu terhadap perkembangan kognitif, emosi, dan sosial (Kerig & Wenar, 2007). Selain itu, Finkelhor dan Browne juga menyatakan terdapat dampak pelecehan seksual terhadap trauma, yaitu trauma seksualisasi, pengkhianatan, ketidakberdayaan, dan stigmatisasi (dalam Kerig & Wenar, 2007). C. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan pada 27 anak korban pelecehan seksual di Sukabumi, terdiri dari 7 orang usia 8 tahun, 16 orang usia 10 tahun, dan 4 orang usia 12 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur kuesioner children well-being untuk usia 8,10, dan 12 tahun. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif. Berikut hasil penelitiannya : Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara anak kelompok usia 8,10, dan 12 tahun dalam memandang kepuasan akan domain-domain kehidupan. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 8 tahun menunjukkan kepuasan yang tinggi terhadap domain (1) home satisfaction, (2) satisfaction with material things, (3) satisfaction with interpersonal relationship, (4) school satisfaction, (5) satisfaction with health dan (6) personal satisfaction. Sedangkan kepuasan paling rendah ditunjukkan pada domain satisfaction with area living in. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 8 tahun menunjukkan kepuasan dengan kondisi dan keadaan rumah. Mereka mengaku senang Psikologi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

134 Farah Fauziah Ismail, et al. karena memiliki hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga, selain itu juga mereka merasa lebih aman jika berada di rumah. Anak-anak tersebut juga menunjukkan kepuasan akan hubungan dengan orang-orang sekitar, mereka merasa orang-orang di sekitar rumah mereka baik sehingga anak-anak tersebut senang melakukan aktivitas bersama teman dan orang-orang sekitar. Hal tersebut sesuai dengan salah satu tugas perkembangan pada masa late childhood dimana anak harus dapat mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembaga-lembaga (Havighurst, dalam Hurlock 1980). Sejalan dengan hal tersebut, mereka juga mengaku puas dengan kondisi tubuh dan kesehatan mereka. mereka mengaku tidak pernah mengalami sakit serius yang mengganggu aktivitas mereka. Selain itu, mereka juga mengaku puas terhadap diri mereka sendiri, mereka merasa senang dengan kehidupan yang mereka jalani, dan mereka selalu percaya diri. Di sisi lain, anak-anak korban pelecehan seksual kelompok usia 8 tahun ini menunjukkan kepuasan yang rendah pada domain satisfaction with area living in. Mereka mengaku fasilitas di sekitar rumah mereka kurang memadai dan mereka merasa tidak aman jika bermain di sekitar lingkungan rumah mereka. Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian dari The Children s Society (2015) tampak bahwa area bermain yang aman, bersih, dan menyenangkan, menjadi faktor penting dalam menentukan kepuasan anak terkait domain satisfaction with area living in.. Ketersediaan fasilitas dan keamaan juga menjadi faktor paling penting dalam hal ini. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 10 tahun satisfaction with health, dan (3) personal satisfaction. Sedangkan kepuasan paling rendah ditunjukkan pada domain satisfaction with material things. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 10 tahun menunjukkan kepuasan terhadap kehidupan mereka di sekolah. Dengan bersekolah mereka dapat bertemu dengan teman-teman mereka, dan mereka senang bisa mengikuti berbagai kegiatan yang ada di sekolah, sehingga mereka tidak bosan. Selain itu mereka juga menunjukkan kepuasan akan kesehatan dan kondisi tubuh mereka. Mereka mengaku memiliki tubuh yang sehat, mereka tidak pernah mengalami sakit yang serius yang dapat mengganggu aktivitas mereka, sehingga mereka bisa melakukan berbagai aktivitas tanpa terganggu. Selain itu, mereka juga merasa puas dengan diri mereka sendiri. Mereka mengaku puas dengan kehidupan yang mereka jalani, baik terkait kehidupan saat ini maupun pengalaman masa lalu. Hal tersebut sejalan dengan salah satu tugas perkembangan pada masa late childhood menurut Havighurst dimana anak harus dapat menunjukkan sikap yang sehat terhadap diri sendiri (dalam Hurlock, 1980). Di samping itu, anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 10 tahun menunjukkan kepuasan yang rendah pada domain satisfaction with material things. Mereka mengaku tidak puas dengan benda-benda yang dimiliki. Mereka seringkali merasa bosan karena fasilitas untuk bermain dan bersekolah yang mereka miliki tidak memadai. Berdasarkan hasil laporan dari The Children s Society (2012) di Inggris, anak yang hidup dengan status ekonomi rendah dan keadan ekonomi yang tidak stabil memiliki kesejahteraan yang lebih rendah. Salah satu kondisi tersebut dapat ditunjukkan dengan kurangnya fasilitas atau keuangan yang dimiliki anak. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 12 tahun satisfaction with health, dan (3) personal satisfaction dan kepuasan paling rendah ditunjukkan pada domain (1) home satisfaction dan (2) satisfaction with material things. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 12 tahun mengaku puas dengan kehidupan di sekolah karena mereka merasa memiliki hubungan Volume 2, No.1, Tahun 2016

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 135 yang baik dengan teman dan guru. Selain itu mereka juga merasa dengan bersekolah mereka memiliki kegiatan rutin yang bermanfaat, sehingga mereka mengaku lebih senang bersekolah daripada libur. Hal tersebut menjadi berbeda dengan pernyataan dari The Children s Society (2012) yang menyatakan bahwa anak laki-laki secara signifikan menunjukkan kepuasan yang rendah pada domain school satisfaction, terutama berkaitan dengan tugas sekolah dan hubungan mereka dengan guru. Sejalan dengan kondisi tersebut, mereka juga mengaku puas dengan kesehatan mereka. Sama halnya dengan anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 8 dan 10 tahun, anak-anak kelompok usia 12 tahun ini juga mengaku tidak pernah mengalami sakit yang serius yang dapat menganggu aktivitas mereka, sehingga mereka bebas bermain tanpa takut akan jatuh sakit. Selain itu, terdapat persamaan antara anak kelompok usia 12 tahin ini dengan anak kelompok usia 8 dan 10 tahun, dimana anak-anak tersebut menunjukkan kepuasan akan diri sendiri. Menurut anak-anak kelompok usia 12 tahun ini, mereka merasa puas dengan kehidupan yang selama ini mereka jalani, mereka juga merasa optimis dalam memandang masa depan mereka. Di sisi lain, anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 12 tahun ini menunjukkan kepuasan yang rendah pada domain home satisfaction dan satisfaction with material things. Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa ketidakpuasan anak akan domain home satisfaction dipengaruhi oleh ketidakpuasan anak akan benda-benda atau fasilitas yang dimiliki, yang berkaitan dengan domain satisfaction with material things. Menurut mereka, fasilitas yang ada di rumah tidak memadai, sehingga membuat mereka seringkali merasa bosan. Mereka mengaku lebih senang bermain di rumah teman mereka, atau di sekolah, karena di tempat-tempat tersebut terdapat fasilitas atau arena yang bisa mereka gunakan untuk bermain. Selain itu, rendahnya kepuasan anak akan domain home satisfaction juga dipengaruhi oleh hubungan yang tidak harmonis dengan anggota keluarga. Jika dilihat dari data demografi, anak-anak kelompok usia 12 tahun ini terdiri dari 1 anak bungsu dan 3 anak tengah. Menurut hasil wawancara, mereka merasa tidak senang berada di rumah, kakak-kakak mereka selalu menganggu atau memerintah mereka. D. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi antara kelompok usia 8,10, dan 12 tahun dalam menunjukkan kepuasan terkait domain-domain kehidupan. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 8 tahun menunjukkan kepuasan yang tinggi terhadap domain (1) home satisfaction, (2) satisfaction with material things, (3) satisfaction with interpersonal relationship, (4) school satisfaction, (5) satisfaction with health dan (6) personal satisfaction. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh anak korban pelecehan seksual yang berusia 8 tahun memiliki kepuasan tinggi terhadap kondisi dan situasi di rumah, benda-benda yang dimiliki, hubungan dengan orang lain, sekolah, dan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan kepuasan paling rendah ditunjukkan pada domain satisfaction with area living in, hal tersebut menunjukkan bahwa anak-anak korban pelecehan seksual yang berusia 8 tahun di Sukabumi ini menilai dan merasa lingkungan sekitar rumah mereka tidak menyenangkan. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 10 tahun satisfaction with health, dan (3) personal satisfaction. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh anak korban pelecehan seksual di Sukabumi yang berusia 10 tahun memiliki kepuasan yang tinggi terhadap sekolahnya, kondisi tubuh dan kesehatannya, dan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan kepuasan paling rendah ditunjukkan pada domain satisfaction with Psikologi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

136 Farah Fauziah Ismail, et al. material things. Artinya, anak-anak tersebut merasa tidak puas dengan barang-barang dan fasilitas yang dimiliki. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi kelompok usia 12 tahun satisfaction with health, dan (3) personal satisfaction. Artinya, seluruh anak korban pelecehan seksual di Sukabumi yang berusia 12 tahun memiliki kepuasan yang tinggi terhadap sekolah, kondisi kesehatan, dan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan kepuasan paling rendah ditunjukkan pada domain (1) home satisfaction dan (2) satisfaction with material things. Artinya, anak-anak tersebut merasa tidak puas dengan kondisi dan situasi di rumah dan dengan barang-barang yang dimiliki. Anak-anak korban pelecehan seksual di Sukabumi usia 10 dan 12 tahun menunjukkan kepuasan paling rendah pada domain satisfaction with material things, dengan kondisi tersebut anak korban pelecehan seksual menjadi mudah diberi imingiming uang atau benda lain oleh pelaku pelecehan seksual. Hal tersebut sejalan dengan salah satu faktor penyebab pelecehan seksual pada anak, yaitu faktor ekonomi. Daftar Pustaka Sumber Buku : Diener, Ed., Oishi, Shigero., & Lucas, R.E. (2003). Personality, culture, and subjective well being : Emotional and cognitive evaluation of life. Annual Review of Psychology. Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. (edisi ke-lima). Jakarta: Erlangga. Kerig, K., Patricia & Wenar Charles. (2007). Developmental psychopathology : From infancy through adolescence (sixth ed.). New York: Mc Graw Hill. Sumber Penelitian : UNICEF. (2012). Children s well-being from their own point of view. Spain: Universitat de Girona. Sumber Internet : Darmawan, MDS. (2014). Mengajari kewaspadaan kekerasan seksual pada anak. Diunduh pada tanggal 3 Juni 2014 dari : http://idai.or.id/ Depkop. Undang-undang tentang perlindungan anak. Diunduh dari : http://www.depkop.go.id Retaduari, E. Astari. (2014). KPAI: Kasus emon adalah kasus kejahatan seksual terbesar di Indonesia. Diunduh pada tanggal 10 Mei 2014 dari : http://news.detik.com The Children s Society. (2012). The Good Childhood Report 2012. London : The Children s Society. Diunduh pada Januari 2012 dari : http://www.childrenssociety.org.uk. (2015). The Good Childhood Report 2015. London : The Children s Society. Diunduh pada Agustus 2015 dari : http://www.childrenssociety.org.uk Volume 2, No.1, Tahun 2016