BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

BAB I PENDAHULUAN. Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama balita

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil

BAB VI PEMBAHASAN. Populasi penelitian terdiri dari anak usia 6-24 bulan. Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan konsistensi tinja cair

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

Tingkat derajat kesehatan masyarakat dapat. Pengaruh Pemberian Madu pada Diare Akut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, ada juta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita merupakan masa

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik yang sesuai

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Orang Tua, Balita, Zinc

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

Andi Fatmawati (*), Netty Vonny Yanty (**) *Poltekkes Kemenkes Palu **RSUD Undata Palu

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan masalah pada anak-anak di seluruh dunia. Dehidrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab. Sementara menurut United Nations Childrens Foundation (UNICEF)

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di negara berkembang (Parashar et al., 2003). Defisiensi zinc berperan

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Sub bagian Gastroenterologi bagian Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia adalah penyakit diare. Diare adalah peningkatan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. komplikasi utama dehidrasi, menyebabkan 5 10 juta kematian setiap tahun. Di

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak balita

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyebab kematian nomer dua di dunia. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Survey Kesehatan Nasional tahun 2001, pada tahun angka

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5. terdapat 1,7 milyar kasus diare baru pertahunnya (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari empat kali,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

POLA TATALAKSANA DIARE CAIR AKUT DI RSUD WONOSOBO Ika Purnamasari, Ari Setyawati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penyebab mikrobiologi (Cristin Hancock, 2003). Gastroentritis adalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. F DENGAN GANGGUAN GASTROENTERITIS DI BANGSAL MELATI II RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Disentri basiler yang berat pada umumnya disebabkan oleh Shigella

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir,sedangkan diare akut adalah

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini adalah kasus dan kontrol, 13

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis

Bab I PENDAHULUAN. derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

Perbedaan Lama Rawat Inap Balita Diare Akut dengan Probiotik dan Tanpa Probiotik

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi virus selain oleh bakteri, parasit, toksin dan obat- obatan. Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UPTD PUSKESMAS KAMPAR KIRI

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiap tahun, diperkirakan terdapat 2 miliar kasus diare di seluruh dunia. Pada tahun 2004, diare menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga di

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara berkembang dari pada negara maju. Di antara banyak bentuk

Transkripsi:

BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada subyek berumur 1-5 tahun. Pemilihan subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk pencegahan utama keracunan botulismus pada bayi adalah menghindari pemberian madu sampai usia 12 bulan. 6,39 Rerata umur subyek pada penelitian ini adalah 18,31 ± 0,77 bulan untuk kelompok intervensi dan 19,00 ± 1,07 bulan, dengan umur termuda adalah 12 bulan dan tertua 36 bulan, secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna, demikian juga dengan karakteristik subyek lainnya seperti jenis kelamin, kadar Hb, status gizi. Hal ini menunjukkan bahwa dari hasil randomisasi, karakteristik subyek penelitian pada kedua kelompok adalah sama sehingga bukan merupakan faktor perancu. Berdasarkan hasil survei diare tahun 1990 di Kecamatan Beringin Kabupaten Semarang didapatkan kejadian diare tertinggi pada kelompok umur 6-24 bulan. 10 Penelitian epidemiologi diare tidak menemukan perbedaan jenis kelamin pada insiden dan beratnya diare. Pada penelitian ini dari seluruh subyek (70 orang) 32 diantaranya berjenis kelamin laki-laki (45,71%). Pengobatan pada subyek penelitian sebelum masuk rumah sakit adalah 10 subyek 7 pada kelompok tanpa suplementasi dan 3 pada kelompok suplementasi mendapatkan terapi puyer dari dokter atau bidan dan 1 subyek diantaranya mendapatkan antibiotik sirup cotrimoxasole selama 2 hari 18

dengan dosis 2 x ½ sendok takar, 2 subyek pada kelompok tanpa suplementasi mendapatkan sirup metoclopramide HCl sebagai obat anti muntah. Peneliti tidak memiliki data kandungan obat puyer yang diberikan pada masing-masing subyek penelitian, terapi tersebut saat masuk perawatan telah distop pemberiannya dengan pertimbangan berdasarkan rekomendasi IDAI, WHO dan UNICEF tatalaksana diare dengan Lintas Diare (Lima langkah Tuntaskan Diare) berupa pemberian oralit, pemberian tablet zinc, lanjutkan pemberian makanan, ASI dan MPASI sesuai umur, pemberian antibiotik hanya secara selektif serta edukasi bagi orang tua atau pengasuh. Antibiotik dapat mempersingkat perjalanan beberapa penyakit diare (misalnya Shigella, Campylobacter, travelers diarrhea), tetapi sebagian besar diare yang disebabkan oleh virus merupakan penyakit self limited, antibiotik tidak digunakan secara rutin, karena selain tidak efektif juga tidak jarang diikuti oleh reaksi simpang yang serius, antara lain durasi diare yang memanjang akibat disregulasi flora saluran cerna, kolitis akibat antibiotik. xlvii, xlviii Satu subyek pada kelompok suplementasi mendapatkan obat antidiare selama 1 hari yang diberikan oleh orang tuanya tanpa melalui konsultasi dengan tenaga kesehatan sebelumnya. Berdasarkan anamnesa dengan orangtua atau pendamping subyek penelitian diperoleh keterangan bahwa obat-obatan tradisional berupa jamu-jamuan dan madu sebagai zat yang dinilai pengaruhnya pada penelitian ini tidak pernah diberikan sebelum masuk rumah sakit pada semua subyek penelitian. 19

Menurut Satiri (1963) dan Gordon (1964) pada penderita malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi, namun konsep ini tidak seluruhnya diketahui benar, patogenesis yang terperinci tidak diketahui. 17 Widodo Y (1998) peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor melaporkan sebuah penelitian yang dilakukan pada 51 balita usia 13-36 bulan dengan hasil menunjukkan, tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek kelompok madu menurun, nafsu makan meningkat, porsi dan frekuensi makan bertambah, sehingga konsumsi energi dan protein mereka juga meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapat sirup. Hasil uji statistik pada penelitian kami, peningkatan berat badan menunjukkan perbedaan tidak bermakna p=0,947 hal ini dimungkinkan karena tidak dilakukannya pengukuran jumlah asupan kalori harian pada subyek penelitian dan pendeknya waktu pengamatan kenaikan berat badan yang dilakukan berdasarkan lama rawat pada masing-masing kelompok. Hasil penelitian ini didapatkan data gizi baik pada kelompok suplementasi 24 anak (68,6%) sedangkan pada kelompok kontrol 25 anak (71,4%) dari 70 subyek yang terbagi menjadi 35 subyek pada tiap kelompok, secara statistik tidak didapatkan perbedaan bermakna distribusi status gizi pada kedua kelompok. 20

Penelitian ini tidak melibatkan status gizi buruk sebagai subyek karena banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap derajat sakit anak dengan gizi buruk yang sulit disingkirkan sebagai faktor perancu. Malnutrisi mengakibatkan kerusakan barier mukosa sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Malnutrisi juga mengganggu produksi dan maturasi dari enterosit-enterosit baru sehingga merubah morfologi intestinal. xlix Diare pada anak dengan malnutrisi cenderung lebih berat, lebih lama dan angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan dengan diare pada anak dengan gizi baik, hal ini karena terjadi perubahan morfologi dan fisiologis pada usus dengan malnutrisi yang tentunya mempengaruhi perjalanan penyakitnya sehingga memerlukan penyesuaian pada tatalaksananya. Spektrum etiologi diare pada malnutrisi secara umum sama dengan yang ditemukan pada anak gizi baik tetapi dengan berkurangnya imunitas pada malnutrisi berat, kemungkinan munculnya diare akibat kuman fakultatif patogen menjadi lebih besar. l Hasil temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian suplementasi madu dapat memperpendek lama rawat yaitu 59,46 jam pada kelompok intervensi dan 71,20 jam pada kelompok kontrol p=0,036 (IK95% -22,71;-0,77). Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan secara in vitro dan in vivo yang mengungkapkan efek antibakterial madu, seperti yang dilakukan oleh Haffejee I.E dan Moosa A yang meneliti efek madu untuk terapi gastroenteritis pada anak-anak. Tiga 21

puluh enam subyek dengan gastroenteritis bakteri, pada kelompok kontrol waktu penyembuhan 93,19 jam (60,02) sedangkan pada kelompok perlakuan 58,00 jam (34,54) yang berbeda bermakna secara statistik (p < 0,05). 7 Ditinjau dari segi biaya perawatan kls 3 di RS Dr. Kariadi pasien dengan diare akut cair tanpa komplikasi yang mendapatkan terapi standart adalah kira-kira Rp.150.000/hari, sehingga pemberian madu pada penderita tersebut akan lebih ekonomis. Analisa kesintasan pada penelitian kami didapatkan angka kesembuhan setelah perawatan kelompok suplementasi lebih cepat dibanding pada kelompok kontrol, hal ini masih mungkin terjadi karena teori bahwa madu memiliki aktivitas antimikroba melalui beberapa aksi diantaranya: rendahnya aktivitas air dalam madu, kadar ph yang rendah, kandungan hydrogen peroksida, namun tidak ditemukannya penelitian yang meneliti secara langsung aktivitas tersebut terhadap subyek panelitian dengan diare akut, demikian juga terhadap perbedaan frekuensi diare pada subyek penelitian kami. Pengamatan dan uji statistik untuk frekuensi diare diperoleh hasil adanya perbedaan yang signifikan pada pengamatan frekuensi diare hari ke- 2 dengan nilai p=0,02 (IK95% -2,87;-0,22), frekuensi diare hari ke-4 dengan nilai p=0,03 (IK95% -1,52;-0,08) dan pengamatan hari ke-5 dengan nilai p=0,03 (IK95% -0,99;-0,04). Terjadinya perbedaan yang signifikan dalam penurunan frekuensi diare pada kelompok suplementasi madu dibanding kelompok yang tidak mendapatkan suplementasi madu, peneliti berasumsi 22

berdasarkan adanya kemampuan madu untuk membantu terbentuknya jaringan granulasi sehingga dapat memperbaiki kerusakan permukaan kripte usus dan efek madu sebagai prebiotik yang dapat menumbuhkan kuman komensal dalam usus dengan kemampuan melekat pada enterosit mukosa usus sehingga dapat menghambat kolonisasi sejumlah bakteri penyebab diare termasuk virus (murine dan rhesus rotavirus). 32,34,35 Peneliti berasumsi bahwa perbedaan penurunan frekuensi diare tersebut kemungkinan dapat pula disebabkan oleh pembentukan NO di dalam saluran cerna yang dapat merelaksasi otot polos sehingga akan menurunkan motilitas usus dan berfungsi pula sebagai vasodilator yang dapat meningkatkan aliran darah dalam saluran cerna sehingga dapat mempercepat proses perbaikan kerusakan permukaan kripte usus, hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan kandungan dan efek yang ditimbulkan oleh pembentukan NO dalam saluran cerna. Peneliti belum dapat menjelaskan kenapa terjadi peningkatan frekuensi diare pada pengamatan perawatan hari ke-2 pada kelompok tanpa suplementasi madu. Penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain: a. Penelitian tidak dilaksanakan secara tersamar ganda karena adanya keterbatasan dalam mengkoordinir tenaga yang memberikan perlakuan dan pengamatan terhadap subyek penelitian. b. Tidak diberikannya plasebo pada kelompok yang tidak mendapatkan suplementasi madu, karena peneliti kesulitan untuk membuat cairan 23

yang memiliki karakteristik sama dalam hal kekentalan, warna, aroma dan rasa seperti yang diberikan pada kelompok yang mendapatkan suplementasi madu. c. Tidak dilakukan pengukuran volume feses sehingga tidak dapat dinilai perbedaan berat diare. d. Pengamatan kenaikan berat badan yang kurang lama waktunya serta pencatatan jumlah asupan gizi tidak dilakukan. e. Tidak dilakukannya penelusuran kandungan dan jenis tanaman, karena menurut berberapa kepustakaan kandungan dan manfaat madu tergantung dari jenis tanaman yang menjadi sumber utama lebah dalam memproduksi madu. f. Tidak dianalisisnya lama diare sebelum masuk perawatan karena orang tua atau pendamping subyek umumnya tidak mengetahui secara pasti kapan mulai terjadi diare, sehingga apabila dilakukan analisa akan menimbulkan bias. g. Check list sebagai data awal pada subyek penelitian tidak mencatat secara lengkap dan rinci diet dan pengobatan baik medis maupun tradisional yang diberikan pada saat diare sebelum pengamatan pada penelitian ini. 24