I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KodePuslitbang : 3-WD

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

SAMBUTAN DIRJEN KESBANGPOL DISAMPAIKAN PADA FORUM KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PENANGANAN FAHAM RADIKAL WILAYAH BARAT TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KATA PENGANTAR. Samarinda, Desember Tim Pemetaan

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KOORDINASI NASIONAL PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA, PUSAT DAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

PERANAN PENGAWASAN MELEKAT TERHADAP KEAMANAN DI DESA SINGA GEMBARA KECAMATAN SANGATTA UTARA PEMERINTAHAN KABUPATEN KUTAI TIMUR.

I. PENDAHULUAN. yang serius berkaitan dengan memanasnya konflik-konflik di masyarakat.

PELUANG DAN TANTANGAN PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN UMUM DALAM RANGKA MENJAGA KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DI DIY BADAN KESBANGLINMAS DIY

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

ARAH KEBIJAKAN DIREKTORAT KETAHANAN EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

PERAN KEPALA DAERAH DALAM MENINGKATKAN KOORDINASI PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI PROVINSI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT NOMOR: 03 TAHUN2015 TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN KESBANGPOL DAN LINMAS PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2015

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

RENCANA AKSI (ACTION PLAN) BADAN KESATUAN BANGSA & POLITIK PROVINSI GORONTALO

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI KABUPATEN JEMBER

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 63 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

RANCANGAN RENCANA KERJA BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA MALANG TAHUN ANGGARAN 2017

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 30 TAHUN

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12TAHUN 2006 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2007 TENTANG

JUMLAH DAN BENTUK PROGRAM/KEGIATAN BADAN KESBANGPOL DAN LINMAS PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2015 TRIWULAN II

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2015 TRIWULAN I

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2015 TRIWULAN III

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2015 TRIWULAN IV

EVALUASI PROGRAM KEWASPADAAN NASIONAL PADA DITJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI GRAND SAHID JAYA, 6 DESEMBER 2013 DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

LANGKAH-LANGKAH ANTISIPASI PEMANTAPAN STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGUATAN KELEMBAGAAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DAN FORKOPIMDA

BAB I PENDAHULUAN. keseharian. Batas-batas teritorial sebuah negara seakan-akan tidak ada lagi. Setiap

Tugas Umum Pemerintahan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

2018, No Menteri Dalam Negeri tentang Kewaspadaan Dini di Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (

PAPARAN LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN SAMPAI DENGAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA KESBANGPOL KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

ARAH KEBIJAKAN KEGIATAN FASILITASI KEWASPADAAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

KEGIATAN KANTOR KESATUAN BANGSA DAN POLITIK - JAKSEL YANG DIBIAYAI APBD TAHUN ANGGARAN 2013

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN : 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu instansi atau organisasi Pemerintah Kota. (Kesbangpol dan Linmas) Kota Tanjungbalai memiliki tugas melaksanakan

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN : 2015

FKUB, Pilkada Dan Pengelolaan Isu SARA

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

II. DITJEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN UMUM

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

: KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DALAM NEGERI ORGANISASI : BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT Halaman.

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran dan Pendanaan Indikator Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Mojokerto

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2016 TRIWULAN I

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama. (Koran Tempo, 16 Agustus 2012. Pluralisme Sebagai Kekuatan). Tidak ada satu pun Negara di dunia yang memiliki keberagaman sebesar Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Eka sudah ada sejak kerajaan Majapahit, pada abad ke 13 Bangsa Indonesia sudah beraneka ragam. Keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesajahteraan masyarakat. Namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional, apabila terdapat kondisi ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial, ekonomi, kemiskinan serta dinamika kehidupan politik yang tidak terkendali. Kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman serius berkaitan dengan merebaknya konflik-konflik dalam masyarakat, baik yang bersifat vertikal maupun horisontal. Sumber konflik tersebut bisa berasal dari perbedaan nilai-nilai ideologi, maupun intervensi kepentingan luar negeri yang bahkan dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Konflik tersebut apabila didukung oleh kekuatan nyata yang terorganisir tentunya akan menjadi musuh yang potensial bagi NKRI. Contoh nyata dari konflik sosial yang sering terjadi adalah konflik yang timbul dalam pergaulan umat beragama baik intern maupun antar umat beragama seperti munculnya kekerasan, perusakan rumah ibadah dan kekerasan agama lainnya yang dilakukan oleh masyarakat sipil. Konflik bernuansa sentemen agama yang baru saja terjadi pada saat 1

umat Muslim Tolikara merayakan hari raya Idul Fitri pada tanggal 17 Juli 2015 telah dinodai terjadinya pembakaran mesjid di Tolikara Papua oleh sekelompok oknum yang disinyalir berasal dari kelompok GIDI (Rina Juwita. Opini Publik Kaltim Post, 23 Juli 2015), Peristiwa kekerasan agama ini kembali menimbulkan kecemasan masyarakat Indonesia yang terus menerus mengalami pasang surut intolerasi beragama baik yang dilakukan oleh penganut mayoritas manupun minoritas yang menganggap perbedaan adalah hal yang tidak bisa diterima. Kebrutalan atas nama agama dan keyakinan terdokumentasi dari waktu ke waktu yang berpotensi memecah belah NKRI dan menimbulkan kekhawatiran bagi kita semua masyarakat Indonesia. Di samping itu, transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang semakin terbuka mengakibatkan semakin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi-kondisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan konflik, baik konflik horisontal maupun vertikal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, menciptakan rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis (dendam, kebencian dan perasaan permusuhan), sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum. Konflik mengandung spektrum pengertian yang sangat luas, mulai dari konflik kecil antar perorangan, konflik antar keluarga sampai dengan konflik antar kampung dan bahkan sampai dengan konflik masal yang melibatkan beberapa kelompok besar, baik dalam ikatan wilayah ataupun ikatan primordial. Pada dasarnya, konflik dapat dibedakan antara konflik yang bersifat horisontal dan vertikal, dimana keduanya sama-sama besarnya berpengaruh terhadap upaya pemeliharaan kedamaian di negara ini. Konflik horisontal yang dimaksudkan adalah konflik antar kelompok masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti ideologi politik, ekonomi dan faktor primordial. Sedangkan konflik vertikal maksudnya adalah konflik antara pemerintah/penguasa dengan warga masyarakat. Konflik 2

masal tidak akan terjadi secara serta merta, melainkan selalu diawali dengan adanya potensi yang mengendap di dalam masyarakat, yang kemudian dapat berkembang memanas menjadi ketegangan dan akhirnya memuncak pecah menjadi konflik fisik akibat adanya faktor pemicu konflik. Beberapa contoh konkrit masalah konflik yang cukup serius baik yang bersifat vertikal ataupun horisontal yang terjadi pada akhir-akhir ini antara lain: (1) konflik yang bernuansa separatis di NAD, Maluku, dan Papua; (2) Konflik yang bernuansa etnis di Kalbar, Kalteng, dan Ambon; (3) Konflik yang bernuansa ideologis isu faham komunis, faham radikal; (4) Konflik yang benuansa politis akibat isu kecurangan Pilkada, isu pemekaran wilayah di beberapa wilayah yang berakibat penyerangan dan pengrusakan; (5) Konflik yang bernuansa ekonomi konflik perkebunan di Mesuji; (6) Konflik bernuansa solidaritas liar tawuran antar wilayah, antar suporter sepak bola; (7) Konflik isu agama atau aliran kepercayaan isu berkaitan dengan SARA di Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, isu aliran sesat; dan (8) Konflik isu kebijakan pemerintah: BBM, BOS, LPG, dll. Dari beberapa konflik tersebut di atas, SARA dan Dampak Industri; perkebunan, Ketenagakerjaan, dan ketenagakerjaan merupakan konflik yang sering terjadi dan sangat berpengaruh terhadap situasi keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya menjelang Pemilihan Umum 2014. Oleh karenanya dalam rangka penanggulangan konflik, yang perlu diwaspadai bukan hanya faktor-faktor yang dapat memicu konflik, namun juga yang tidak kalah pentingnya adalah faktor-faktor yang dapat menjadi potensi atau sumber-sumber timbulnya konflik. (Jurnal Srigunting, Maret 15: 2013) Fakta fenomena di atas juga didukung oleh Setara Institute telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebebasan beragama di Indonesia, telah mengungkapkan bahwa telah terjadi sekitar 220 kasus kekerasan beragama pada tauhun 2013, pada tahun 2007 terdapat sekitar 91 kasus di seluruh Indonesia, artinya dari tahun ke tahun telah terjadi 3

peningkatan yang signifikan kasus kekerasan bernuansa agama (Kaltim Post, 23 Juli 2015). Begitu juga dengan potensi bencana sosial di daerah Kaltim cukup tinggi (Tribun Kaltim: 8 Agustus 2012), potensi bencana social tersebut antara lain kerusuhan antar warga dan potensi konflik lainnya. Isu suku, agama, ras dan antar golongan (Sara) menjadi hal yang harus ditangani dan dikelola secara arif dan bijaksana, sehingga masyarakat tidak mudah terhasut dengan berbagai isu yang menyesatkan dan tidak jelas oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab (provokator). Pengalaman pahit konflik bencana sosial di Kota Tarakan, Nunukan, Kutai Barat tahun 2012, Kota Balikpapan dan lainnya, jangan sampai terulang kembali. Paparan Kapolri dalam rapat gabungan di Kompleks Gedung Parlemen Jakarta (Senin, 6 Juli 2015), Polri telah memetakan kerawanan provinsi yang akan melaksanakan Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015 yang akan datang, kita harus waspada meskipun Kalimantan Timur termasuk dalam katagori 2 (dua) daerah rawan konflik pilkada serentak bersama dengan 14 (empat belas) daerah lainnya (Tribun Kaltim, 8 Juli 2015). Gejala potensi konflik lainnya saat ini di Kalimantan Timur seperti adanya sentemen antar etnis, masalah pertanahan dan lainnya yang perlu diidentifikasi dalam pelaksanaan pemetaan tahun ini. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa permasalahan konflik sosial begitu kompleks dan dinamis, dan terus mengalami perubahan, termasuk di potensi bencana sosial di wilayah Kalimantan Timur, salah satu alternative untuk mencari solusi pencegahan dan penanganan konflik sosial adalah perlunya pemetaan daerah rawan konflik sosial yang dilakukan oleh Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kalimantan Timur, yang bertugas melakukan deteksi dan antisipasi ada gejala potensi konflik yang dilakukan oleh masyarakat selain itu juga sebagai database informasi untuk membantu aparat terkait dalam rangka pencegahan potensi di daerah rawan konflik sosial. Untuk tahap pertama lokasi pemetaan identifikasi potensi 4

daerah rawan konflik sosial yaitu Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Kutai Barat. B. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan kegiatan pemetaan daerah rawan potensi konflik, antara lain : 1. Menggambarkan pemetaan daerah rawan konflik sosial di lokasi kegiatan berdasarkan faktor pemicu terjadinya konflik sosial. 2. Menggambarkan identifikasi faktor-faktor penyebab (akar masalah pemicu terjadinya bencana/ konflik sosial) 3. Menggambarkan alternatif solusi, pencegahan dan penanganan konflk sosial. 4. Sebagai informasi, data base FKDM Kalimantan Timur dalam rangka perencanaan kegiatan pencegahan konflik sosial. 5. Sebagai bahan informasi dan koordinasi FKDM Kalimantan Timur dengan lembaga dan stakeholder terkait dalam rangka pencegahan konflik sosial. C. Sasaran Sasaran pemetaan daerah rawan konlik sosial di lokasi kegiatan yang menjadi informan atau responden pemetaan, antara lain : 1. Stakeholder, institusi terkait, seperti : a. Polres Kab/Kota b. Kesbangpol Kab/Kota c. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab/Kota d. Dinas Sosial Kab/Kota e. Kementrian Agama f. BPBD Kab/Kota g. SKPD terkait lainnya. 5

2. Tokoh Masyarakat, meliputi : a. Tokoh Agama b. Tokoh Adat/ Budaya c. Tokoh Pemuda d. Tokoh Wanita e. Lintas tokoh lainnya. 3. Organisasi/ Relawan Pelopor perdamaian, Lembaga Swadaya Masyarakat/ Forum kerukunan/ persatuan/ komunikasiantar umat/ adat/ etnis/ kelompok/golongan, antara lain : a. FKDM Kab/Kota b. FKP Kab/Kota c. FKUB Kab/Kota d. Polmas e. Forum RT f. Dan lainnya D. Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan pekerjaan pemetaan daerah rawan konflk sosial, antara lain: 1. Teridentifikasinya faktor-faktor penyebab (akar masalah pemicu terjadinya konflik sosial) di lokasi kegiatan. 2. Teridentifikasi berbagai alternatif solusi, penanganan konflik sosial 3. Produk Peta potensi konflik di wialayah Kalimantan Timur. 4. Terciptanya komonikasi dan sinergitas yang baik pencegahan dan penyelesaian konflik kepada pihak terkait lainnya tingkat pusat dan daerah. 6